Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

GAMBARAN RADIOLOGI ILEUS PARALITIK

DISUSUN OLEH :

NANDA NURDARA TAHARA


1102012189

PEMBIMBING :

dr. Abdul Waris, Sp. Rad

KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI RSUD KABUPATEN BEKASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmatnya serta karunia-Nya, sehingga syukur Alhamdulillah penulis dapat
menyelesaikan referat dengan judul “Gambaran Radiologi Ileus Paralitik”.
Referat ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan
klinik Radiologi di RSUD Kabupaten Bekasi.

Penulis menyadari bahwa referat ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari
berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada para konsulen bagian Radiologi, atas keluangan
waktu dan bimbingan yang telah diberikan, serta kepada teman sesama
kepaniteraan klinik Radiologi yang selalu mendukung, memberi saran, motivasi,
bimbingan dan kerjasama yang baik sehingga dapat terselesaikannya referat ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun referat ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu, sangat terbuka untuk menerima segala kritik dan saran
yang diberikan demi kesempurnaan referat ini.

Akhirnya semoga refrat ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan setiap
pembaca pada umumnya. Amin.

Jakarta, Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ iii

DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi ............................................................................... 3

2.2 Etiologi ............................................................................... 3

2.3 Patofisiologi ........................................................................ 5

2.4 Manifestasi Klinis ............................................................... 6

2.5 Gambaran Radiologis ......................................................... 7

2.6 Tatalaksanaan ..................................................................... 9

2.7 Diagnosis Banding .............................................................. 11

2.8 Prognosis............................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 17

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: Foto Polos abdomen ileus paralitik .................................................. 8

Gambar 2: CT Scan ileus paralitik pada seorang anak ...................................... 9

Gambar 3: Ogilvie pseudo-obstruksi pada pasien dengan infeksi ..................... 12

Gambar 4: Obstruksi mekanik usus disebabkan oleh karsinoma kolon kiri. ..... 13

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1: Karakteristik ileus, Pseudo-obstruksi, dan Mekanik Sumbatan........... 14

Tabel 2: Perbandingan Klinis bermacam-macam ileus ...................................... 15

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Ileus paralitik adalah suatu keadaan patofisiologik dimana terdapat

hambatan motilitas pada traktus gastrointestinal dan tidak terdapat obstruksi

mekanik intestinal, yang merupakan suatu akibat dari gangguan motilitas dan secara

spesifik dapat diterangkan sebagai ileus paralitik atau adinamik ileus1,2. Sedangkan

ileus obstruksi merupakan suatu keadaan yang melibatkan adanya hambatan

mekanik terhadap isi lumen usus, baik parsial maupun komplit yang terjadi pada

satu atau lebih area usus1,3. Keduanya dapat terjadi secara akut ataupun berkembang

secara lambat sebagai akibat dari penyakit kronik4. Baik ileus paralitik maupun

ileus obstruksi merupakan dua gangguan yang berpotensi mengancam jiwa, kecuali

bila dilakukan terapi lebih awal4. Tidak mengherankan bahwa ileus paralitik dan

ileus obstruksi termasuk dalam 10 penyebab kematian terbanyak di antara penyakit

gastrointestinal4.

Satu per lima dari kasus abdomen akut yang dirawat di rumah sakit adalah

akibat obstruksi intestinal dan 80 % di antaranya terletak pada level usus halus4.

Pada sebuah penelitian retrospektif di India Timur oleh Souvik et. al, dinyatakan

bahwa dalam 3 tahun masa penelitian, ditemukan 9,87 % kasus obstruksi intestinal

akut. 75,20 % di antaranya adalah pria, sedangkan 24, 79 % sisanya adalah wanita

dan pada umumnya terjadi pada kelompok pasien usia 20- 60 tahun5. Obstruksi

intestinal akut melebihi 3% dari seluruh penyebab perawatan gawat darurat bedah3.

Berdasarkan perhitungan statistik Departemen Kesehatan Inggris, 75% kasus ileus

paralitik dan obstruksi intestinal membutuhkan perawatan di Rumah Sakit dengan

rata-rata usia pasien adalah 63 tahun6. Angka mortalitas ileus paralitik dan obstruksi

1
intestinal bervariasi tergantung etiologinya yaitu berkisar 2 hingga 20 % bahkan

mencapai 50% pada pasien dengan sakit berat dengan penyakit sistemik dan

disfungsi organ multipel4. Menurut Souvik et. al, angka mortalitas tinggi pada

kelompok pasien tuberkulosis intestinal5.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Ileus paralitik (adynamik ileus) sering diidentikkan dengan ileus yang terjadi

lebih dari tiga hari (72 jam) sesudah suatu tindakan operasi dan merupakan salah satu

spectrum disfungsi traktus gastro intestinal posoperatif.

Namun demikian sering juga salah disebut sebagai keadaan pseudoobstruction

karena sebenarnya berbeda, dimana ileus paralitik melibatkan semua bagian usus

sedangkan pseudo-obstruction hanya terbatas pada kolon (ileus kolonik).

Keadaan ileus paralitik terjadi karena adanya hipomotilitas usus tanpa disertai

adanya obstruksi mekanik dan keadaan paralitik pasca operasi umumnya membaik setelah

24 jam pada usus halus, 24-48 jam pada lambung dan 48-72 jam pada kolon.

2.2 ETIOLOGI
Meskipun ileus paralitik mempunyai banyak kemungkinan etiologi, tetapi pasca

operasi merupakan penyebab tersering dan tidak harus berupa operasi intra peritoneal,

dapat retroperitoneal maupun operasi selain di abdomen.Ileus paralitik tidak pernah terjadi

secara primer, oleh karena itu mencari gangguan yang menjadi penyebab adalah hal yang

penting untuk mencapai keberhasilan dalam tata laksana1.

Penyebab lain dari ileus paralitik antara lain sepsis, obat-obatan (seperti opioid,

anti depresan, antasida), metabolik (hipokalemi, hipomagnesemia, hiponatremia, anemia

dan hipoosmolalitas), infark miokard, pneumonia, komplikasi diabetes, trauma (misal

fraktur spinal), kolik bilier, kolik renal, trauma kepala atau prosedur-prosedur bedah saraf,

inflamasi intraabdominal dan peritonitis dan hematoma retroperitoneal.

Penyebab yang paling sering dari ileus paralitik adalah gangguan metabolik dan

gangguan elektrolit1.

3
Penyebab ileus paralitik dapat dibagi menjadi dua yaitu penyebab intra abdomen,

dan ekstra abdomen1.

Penyebab intraabdomen1,8:

a. Hambatan reflex

Laparotomi,Trauma abdomen,Transplantasi renal

b. Proses Inflamasi

Luka penetrasi, Peritonitis cairan empedu, Peritonitis cairan kimia,

Perdarahan intraperitoneal, Pankreatitis akut, Kolesistitis akut, Penyakit

Celiac, Inflammatory bowel disease

c. Infeksi

Peritonitis bakteri, Appendicitis, Diverticulitis, Herpes Zoster virus

d. Proses iskemik

Insufisiensi arteri, Trombosis vena, Arteritis mesenteric, Obstruksi

strangulasi

e. Trauma radiasi akut

Radiasi abdomen, Proses retroperitoneal, Batu ureteropelvik,

Pyelonefritis, Perdarahan retroperitoneal, Keganasan

f. Alterasi sel interstitial Cajal

Penyebab ekstra abdomen1,8:

a. Hambatan reflex

Kraniotomi,Fraktur iga, tulang belakang atau pelvis, Infark miokard,

Coronary bypass, Operasi bedah jantung, Pneumonia, emboli paru, Luka

bakar, Gigitan laba- laba

4
b. Obat

Antikolinergik/antagonis ganglionik, Opiat, Agen kemoterapeutik,

Tricyclic antidepressants, Phenotiazines

c. Abnormalitas Metabolik

Sepsis, Diabetes mellitus, Hipotiroid, Ketidakseimbangan elektrolit

(hiperkalemia,hipokalemi,hipofosfatemia), Keracunan logam berat

(merkuri) Porfiria, Uremia, Ketoasidosis diabetic, Penyakit sistemik

seperti SLE

2.3 PATOFISIOLOGI
Ileus paralitik menyebabkan beberapa perubahan pada fungsi dan keadaan usus.

Perubahan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Perubahan Flora Normal Usus

Motilitas normal pada usus dapat membersihkan lumen usus dari nutrient dan organism

sehingga pada saat terjadi gangguan motilitas, maka akan terjadi stasis dan pertumbuhan

bakteri yang berlebihan serta malabsorbsi. Jumlah bakteri yang berlebihan dapat

menyebabkan kerusakan mukosa usus ringan dan pembentukan gas yang berlebihan.

Dekonjugasi cairan empedu oleh bakteri mengganggu pembentukan micelle dan

menyebabkan steatorea1.

Perubahan Isi Lumen Usus

Belum terdapat studi yang menjelaskan perubahan aliran cairan dan elektrolit pada ileus

paralitik secara memuaskan, namun kemungkinan tidak begitu berbeda dengan normal.

Volume gas dapat bertambah dan kemungkinan karena udara yang tertelan, di mana udara

ini terdiri dari nitrogen yang kurang diabsorbsi usus sehingga mengakibatkan distensi usus

dan mengakibatkan rasa tidak nyaman pada perut1,8. Selain itu dapat terjadi produksi oleh

fermentasi bakteri yang semakin bertambah dengan asupan makanan1.

5
Efek Metabolik dan Efek Sistemik

Konsekuensi sistemik yang dapat terjadi adalah ketidakseimbangan asam basa, elektrolit

dan cairan. Distensi ekstrem juga akan menyebabkan elevasi diafragma dengan ventilasi

yang restriktif dan kejadian atelektasis1.

2.4 MANIFESTASI KLINIS


Anamnesis

Keluhan pasien tergantung pada waktu perkembangan ileus terjadi, penyakit yang

mendasari, komplikasi dan faktor penyerta. Pasien dapat mengeluh perut kembung (oleh

karena distensi abdomen), anoreksia, mual dan obstipasi dan mungkin disertai muntah1,4,8

Nyeri abdomen yang tidak begitu berat namun bersifat kontinu dan lokasi nyeri yang tidak

jelas adalah karakteristik keluhan pasien ileus4. Riwayat penyakit keluarga perlu

ditanyakan untuk mendeteksi adanya kemungkinan miopati atau neuropati yang

disebabkan oleh penyakit herediter4.

Pemeriksaan Fisik

Pasien biasanya berbaring dengan tenang1. Pada pemeriksaan perkusi abdomen dapat

ditemukan perkusi timpani. Pada palpasi, pasien menyatakan perasaan tidak enak pada

perut dan tidak dapat menunjuk dengan jelas lokasi nyeri. Auskultasi harus dilakukan

secara cermat oleh karena dapat ditemukan bising usus yang lemah, jarang, dan bahkan

dapat tidak terdengar sama sekali. Dapat terdengar low pitched gurgle, suara berdenting

yang lemah yang kadang dapat dicetuskan dengan cara menepuk perut pasien, atau dapat

terdengar suara air bergerak (succusion splash) saat pasien berpindah posisi1,4,8.

Pemeriksaan fisik perlu dilakukan secara berulang karena komplikasi dapat timbul seiring

waktu berjalan sehingga dapat terjadi perubahan hasil pemeriksaan fisik. Demam,

hipotensi, atau tanda-tanda sepsis merupakan tanda bahaya akan terjadinya komplikasi

yang mengancam jiwa4.

6
2.5 GAMBARAN RADIOLOGIS
2.5.1 RADIOLOGI
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan pada kasus ileus paralitik

adalah adalah foto polos abdomen, USG abdomen, CT-scan.

2.5.1.1 Foto Polos Abdomen 3 Posisi

Sebagai awal, dapat dilakukan pemeriksaan foto abdomen polos dengan posisi

supine dan tegak. Untuk membedakan ileus paralitik dan ileus obstruksi, perlu diperhatikan

derajat distensi abdomen, volume cairan dan gas intraluminal Pada ileus paralitik akan

ditemukan distensi lambung, usus halus dan usus besar oleh karena terdapat kelainan pada

akumulasi gas dan cairan, namun akumulasi gas dan cairan pada ileus paralitik tidak

sebanyak pada obstruksi intestinal. Selain itu gas lebih banyak terdapat di kolon loop dari

distensi usus ringan dan dapat terlihat di sebelah atas atau berdekatan dengan lokasi proses

inflamatorik misalnya pada pankreatitis. Loop ini disebut juga sentinel loops1 . Air fluid

level berupa suatu gambaran line up (segaris)1,8.

7
Gambar 1. AP Supine

8
Gambar 2. Posisi Duduk/Setengah Duduk/Berdiri

9
Gambar 3. LLD (Left Lateral Decubitus)

2.5.1.2 USG Abdomen


USG digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dalam berbagai

kelainan organ tubuh dan bisa digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding dari ileus

paralitik jika curiga terdapat massa.

USG digunakan antara lain :

1. Menemukan dan menentukan letak massa dalam rongga perut dan pelvis.

2. Membedakan kista dengan massa yang solid.

3. mempelajari pergerakan organ ( jantung, aorta, vena kafa), maupun pergerakan

janin dan jantungnya.

4. Pengukuran dan penetuan volum. Pengukuran aneurisma arterial,

fetalsefalometri, menentukan kedalaman dan letak suatu massa untuk bioksi.

Menentukan volum massa ataupun organ tubuh tertentu (misalnya buli-buli,

ginjal, kandung empedu, ovarium, uterus, dan lain-lain).

10
5. Bioksi jarum terpimpin. Arah dan gerakan jarum menuju sasaran dapat dimonitor

pada layar USG.

Gambar 4. USG Gambaran Trauman Abdomnal

11
Gambar 5. USG Transverse Appendicitis

Gambar 6. USG Longitudinal Appendisitis

2.5.1.3 CT Scan Abdomen


Pemeriksaan dengan CT-Scan terutama diperlukan untuk membedakan ileus
dengan penyebab lain dari nyeri abdomen akut non-traumatik.

12
Gambar 7. CT Scan Apendiks yang berdilatasi

2.6 TATALAKSANAAN

Hal yang paling penting dalam penatalaksanaan ileus paralitik adalah mencari

penyakit yang mendasari. Hal ini oleh karena ileus paralitik diterapi dengan mengobati

penyakit dasar dan perlu diingat bahwa terapi operatif harus dihindari kecuali terdapat suatu

katastrofi intraabdomen yang membutuhkan laparotomi1. Pengelolaan ileus paralitik

bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya berupa dekompresi, menjaga keseimbangan

cairan dan elektrolit mengobati kausa dan pemberian nutrisi yang adekuat 4,8. Dekompresi

dilakukan dengan menggunakan nasogastric tube untuk mengurangi distensi akibat gas.

Dekompresi dapat mengurangi gejala dan tanda distensi , mual dan muntah serta

mengurangi regurgitasi dan aspirasi4. Pemberian cairan , koreksi gangguan elektrolit dan

nutrisi dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Perlu dilakukan pembatasan penggunaan obat

yang menghambat motilitas usus seperti opiat,dan obat antikolinergik4.

13
Hal-hal yang dapat mencegah ileus paralitik postoperatif yaitu salah satunya

pemberian makanan via oral atau nasoenteric tube secara dini setelah operasi. Penjelasan

yang logis mengenai hal ini adalah bahwa asupan makanan dapat menstimulasi reflex yang

menghasilkan aktivitas gerak usus9.

Terapi farmakologi

Alvimopan adalah antagonis reseptor μ-opioid yang dapat menghambat aksi opiat

dalam menghambat motilitas gastrointestinal tanpa mempengaruhi kerja opiat sebagai anti

nyeri4. Sebuah penelitian doubled blind, placebo-controlled trial menyebutkan bahwa

kelompok pasien post reseksi usus halus dan usus besar yang diberi alvimopan pergerakan

usus terjadi lebih cepat, lebih cepat flatus dan dapat menkonsumsi makanan padat.

Alvimopan diberikan dengan dosis 12 mg 30-90 menit sebelum operasi dan dua kali sehari

setelah operasi selama 7 hari10.

Terdapat beberapa penelitian dan studi klinis yang menyatakan bahwa NSAID

meringankan mual dan muntah serta memperbaiki transit gastrointestinal. Laksatif dapat

digunakan pada ileus paralitik , namun begitu belum terdapat penelitian randomized

controlled trial mengenai efeknya. Prostaglandin dilaporkan dapat meningkatkan masa

transit pada usus halus dan kolon, namun masih perlu dilakukan penelitian untuk

memastikan kegunaannya. Neostigmin, yang merupakan inhibitor reversibel dari

asetilkolinesterase yang dapat meningkatkan motilitas kolon pada periode awal

postoperative dengan cara meningkatkan aktivitas asetilkolin pada reseptor

muskarinik10,11. Pemberian neostigmin 2 mg secara cepat dapat memacu flatus dan pasase

feses pada 80-90 % pasien. Neostigmin dapat diberikan 2- 2,5 mg intravena bolus atau

infuse selama 24 jam, dan perlu pengawasan oleh karena resiko terjadinya bradikardia dan

bronkospasme10. Ceruletide merupakan peptide sintetis yang dapat meningkatkan motilitas

gastrointestinal dengan beraksi sebagai antagonis kolesistokinin. Namun karena memiliki

efek samping mual dan muntah, maka tidak begitu efektif11.

14
2.7 DIAGNOSIS BANDING

Masalah lain yang perlu dipertimbangkan

Umum untuk ileus adalah pseudo-obstruksi, juga disebut sebagai sindrom Ogilvie,

dan obstruksi usus mekanik.

Pseudo-obstruction Pseudo-obstruksi

Pseudo-obstruksi didefinisikan sebagai penyakit akut, ditandai dengan distensi dari

usus besar. Seperti ileus, itu terjadi didefinisikan karena tidak adanya gangguan

mekanik. Beberapa teks dan artikel cenderung menggunakan ileus sinonim dengan

pseudo-obstruksi. Namun, kedua kondisi itu adalah hal yang berbeda. Pseudo-

obstruksi ini jelas terbatas pada usus besar saja, sedangkan ileus melibatkan baik

usus kecil dan usus besar. Usus besar kanan terlibat dalam klasik pseudo-obstruksi,

yang biasanya terjadi pada pasien yang terbaring lama di tempat tidur dengan

gambaran penyakit ekstraintestinal serius atau pada pasien trauma. Agen

farmakologis, aerophagia, sepsis, dan perbedaan elektrolit juga dapat berkontribusi

untuk kondisi ini.

Kondisi kronis pada pseudo-obstruksi usus juga diamati pada pasien

dengan penyakit kolagen-vaskular, miopati viseral, atau neuropati. Bentuk kronis

dari pseudo-obstruksi melibatkan dismotilitas baik dari usus besar dan kecil.

Dismotilitas ini disebabkan hilangnya kompleks motorik yang berpindah dan

bakteri berlebih. semua hal ini bermanifestai klinik sebagai obstruksi usus kecil.

Pemeriksaan fisik biasanya menunjukkan tanda perut kembung tanpa rasa

sakit, namun pasien bisa juga mempunyai gejala mirip obstruksi. Radiografi dari

foto polos abdomen mengungkapkan adanya keadaan yang terisolasi, dilatasi usus

15
proksimal yang membesar, seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah, dan

pencitraan kontras membedakan ini dari obstruksi mekanik.

Gambar 3. Ogilvie pseudo-obstruksi pada pasien dengan infeksi . Perhatikan

besar dilatasi kolon, terutama kolon kanan dan sekum.

Distensi kolon dapat mengakibatkan perforasi caecum, terutama jika diameter

caecum melebihi 12 cm. Tingkat kematian untuk pseudo-obstruksi adalah 50% jika

pasien berkembang menjadi nekrosis iskemik dan perforasi.

Perawatan awal meliputi hidrasi, pemasangan NGT dan rectal tube,

koreksi ketidakseimbangan elektrolit, dan penghentian obat yang menghambat

motilitas usus. Dekompresi melalui kolonoskopi cukup efektif dalam mengurangi

pseudo-obstruksi. Neostigmine intravena mungkin juga efektif, menghasilkan

perbaikan pseudo-obstruksi dalam waktu 10-30 menit. Dosis 2,5 mg dari

neostigmine diinfuskan perlahan-lahan selama 3 menit dengan pengawasan jantung

untuk mengamati efek bradikardi. Jika terjadi bradikardia, atropin harus diberikan.

Laparotomi dan reseksi usus untuk peritonitis dan iskemia merupakan jalan

terakhir.

16
Obstruksi Mekanik

Obstruksi mekanik usus dapat disebabkan oleh adhesi, volvulus , hernia,

intususepsi, benda asing, atau neoplasma. Pasien datang dengan nyeri kram perut

berat yang paroksismal. Pemeriksaan fisik ditemukan borborygmi bertepatan

dengan kram perut. Pada pasien yang kurus, gelombang peristaltik dapat

divisualisasikan. Dengan auskultasi dapat terdengar suara bernada tinggi, denting

suara bersamaan dengan aliran peristaltic. Jika obstruksi total, pasien mengeluhkan

tidak bisa BAB. Muntah mungkin terjadi tapi bisa juga tidak jika katup ileocecal

kompeten dalam mencegah refluks. Tanda peritoneal terlihat nyata jika pasien

mengalami strangulasi dan perforasi.

Menegakkan diagnosis dari obstruksi usus mekanik dapat dibantu dengan

pencitraan endoskopi menggunakan kontras.

Gambar 4. Obstruksi mekanik usus disebabkan oleh karsinoma kolon kiri.

Perhatikan tidak adanya gas usus sepanjang usus besar.

17
Tabel berikut menyajikan perbedaan antara ileus, pseudo-obstruksi, dan obstruksi

mekanis.

Tabel 1. Karakteristik ileus, Pseudo-obstruksi, dan Mekanik Sumbatan.

Ileus Pseudo-obstruksi Mekanikal


Obstruksi
Gejala sakit perut, nyeri kram perut, nyeri kram perut,
kembung, mual, konstipasi, obstipasi, mual, konstipasi, obstipasi,
muntah, konstipasi muntah, anoreksia mual, muntah,
anoreksia

Temuan Silent abdomen, Borborygmi, timpani, Borborygmi,


Pemeriksaan kembung, timpani gelombang peristaltik, timpani, gelombang
Fisik bising usus hiperaktif atau peristaltik, bising
hipoaktif, distensi, nyeri usus hiperaktif ayau
terlokalisasi hipoaktif, distensi,
nyeri terlokalisasi

Gambaran dilatasi usus kecil dilatasi usus besar yang Bow-shaped loops
Radiografi dan besar, terlokalisir, diafragma in ladder pattern,
diafragma meninggi berkurangnya gas
meninggi kolon di distal,
diafragma agak
tinggi, air fluid level.

18
Tabel 2. Perbandingan Klinis bermacam-macam ileus.

Macam Nyeri Usus Distensi Muntah Bising usus Ketegangan


ileus borborigmi abdomen
Obstruksi ++ + +++ Meningkat -
simple
(kolik)
tinggi
Obstruksi +++ +++ + Meningkat -
simple
(Kolik) Lambat,
rendah
fekal
Obstruksi ++++ ++ +++ Tak tentu +
strangulasi
(terus- biasanya
menerus, meningkat
terlokalisir)
Paralitik + ++++ + Menurun -
Oklusi +++++ +++ +++ Menurun +
vaskuler

2.8 PROGNOSIS

Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri.

Bila ileus hasil dari operasi perut, kondisi ini biasanya bersifat sementara dan

berlangsung sekitar 24-72 jam. Prognosis memburuk pada kasus-kasus tetentu

dimana kematian jaringan usus terjadi; operasi menjadi perlu untuk menghapus

jaringan nekrotik. Bila penyebab primer dari ileus cepat tertangani maka prognosis

menjadi lebih baik.

19
20
DAFTAR PUSTAKA

1. Summers RW. Approach to the patient with ileus and obstruction. In:
Yamada T, Owyang C, Powell DW. Textbook of Gastroenterology vol I 4th
edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2003. Pg: 829-842
2. Mukherjee S. Ileus. Dec 2009. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/178948-overview#a0104. Diunduh
7 April 2011
3. Chen X, Wei T, Jiang K et. al. Etiological and factors acute intestinal
obstruction: a review of 705 cases. Journal of Chinese Integrative Medicine
, October 2008, Vol 6. No 10. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18847534
4. Bielefeldt K, Bauer AJ. Approach to the patient with ileus and obstruction .
In: Yamada T, Alpers DH, Kalloa AN et. al. Principles of clinical
gastroenterology. Singapore: Wiley- Blackwell; 2008. Pg: 287- 300
5. Souvik A, Hossein MZ, Amitabha D et. al. Etiology and outcome of acute
intestinal obstruction: a review of 367 patients in Eastern India. Saudi J
Gastrointestinal. 2010 October; 16(4): 285-287. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2995099/?tool=pubmed
6. Anonymous. Society issues for paralytic issues. Cure Research. Available
at www.cureresearch.com
7. Djumhana A. Ileus paralitik. : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4 ed. Vol. I.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006
8. Gearhart SL, Silen W. Acute intestinal obstruction. . In: Kasper, Braunwald,
Fauci et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine vol II 17th ed. New
York: McGrawHill; 2005. Pg : 1912-1914
9. Behm B, Stollman N. Postoperative Ileus: Etiologies and Interventions.
Clinical gastroenterology and hepatology 2003;1:71-80. Available at:
http://www.usagiedu.com/articles/ileus/ileus.pdf
10. Johnson MD, Walsh RM. Current therapies to shorten postoperative ileus.
Cleveland clinic journal of medicine. Vol 76, Number 11 November 2009.
Available at http://www.ccjm.org/content/76/11/641.full.pdf+html
11. Luckey A, Livingston E, Tache Y. Mechanisms and treatment of
postoperative Ileus. Arch Surg/Vol 138, Feb 2003. Available at:
http://archsurg.ama- assn.org/cgi/reprint/138/2/206.pdf

21

Anda mungkin juga menyukai