Anda di halaman 1dari 23

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Batasan

Anestesia pediatrik merupakan anestesi pada pasien anak-anak yang dapat

dibagi menjadi 4 kelompok umur yaitu neonatus (umur 1-28 hari), bayi (sampai 1
2
tahun), anak pra sekolah (2-5 tahun), dan anak usia sekolah (6-14 tahun). Anestesi

pada pasien pediatrik memerlukan perhatian dan kebutuhan khusus dimana anak-

anak bukan merupakan miniatur dari orang dewasa namun merupakan kelompok

individu yang mempunyai anatomi, fisiologi, psikologi dan biokimia yang berbeda
3
dari orang dewasa. Kebutuhan dan karakteristik juga berbeda pada masing-masing

kelompok umur pasien pediatrik. Ditambah lagi pasien pediatrik mempunyai risiko

morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi daripada orang dewasa.

2.2 Perubahan pada Pasien Pediatrik

Masa neonatus dan bayi adalah masa dimana terjadi perubahan yang sangat

besar dari kehidupan didalam rahim menjadi diluar rahim. Pada masa ini terjadi

pematangan organ hampir pada semua sistem. Sistem respirasi, sirkulasi, dan ekskresi

penting untuk anestesi pada kelompok umur ini. Begitu pula dengan kelompok anak

pra sekolah dan anak usia sekolah dimana secara anatomi, fisiologi, psikologi, dan

biokimia yang berbeda dari orang dewasa. Kelompok ini cenderung memerlukan
3,4,5
pendekartan-pendekatan psikologis yang berbeda sekali dengan orang dewasa.

3
4

Maka dari itu sangatlah diperlukan penataan dan persiapan yang matang untuk

melakukan suatu tindakan anestesi terhadap pasien pediatrik.

2.2.1 Sistem Respirasi

Secara anatomi jalur nafas neonatus dan bayi lebih rentan tersumbat daripada
3,4
orang dewasa. Diameter dari lubang hidung, orofaring, dan trakea relatif lebih kecil

pada anak-anak daripada orang dewasa. Diameter tersempit terdapat didaerah cricoid,

berbeda dengan orang dewasa dimana tersempit pada daerah epiglottis. Perbedaan ini

membuat pernafasan lebih mudah tersumbat oleh edema mukosa yang dapat
4,5
disebabkan oleh inflamasi ataupun iritasi dan dapat bersifat fatal. Produksi mukosa

pada neonatus dan bayi juga lebih banyak daripada orang dewasa, sehingga membuat
5
jalur pernafasan lebih mudah tersumbat. Lidah pada neonatus dan bayi juga relatif

lebih besar dan cenderung jatuh saat dalam pengaruh anestesi.

Pada neonatus dan bayi ukuran epiglottis lebih besar, berbentuk U, dan lebih
3,4
terkulai. Hal ini membuat terkadang pengangkatan epiglottis diperlukan untuk

visualisasi pada proses intubasi. Ukuran tonsil dan adenoid juga harus diperhatikan

karena dapat mempersulit proses intubasi. Karakteristik anatomis neonatus membuat

neonatus hanya dapat bernafas melalui hidung sampai berumur 5 bulan, sehingga
5
pemasangan pipa naso-gastrik dapat membahayakan pernafasan. Hampir sama

dengan neonatus dan bayi, pada kelompok anak-anak juga mempunyai lidah yang

lebih besar, laring yang letaknya lebih anterior, epiglottis yang lebih panjang, serta
5

leher dan trakea yang lebih pendek daripada dewasa membuat membuat seorang
6
anestesi lebih berhati-hati.

Jenis pernafasan neonatus adalah pernafasan diafragma. Hal ini disebabkan

oleh thoraks pada neonatus berukuran kecil dan iga horizontal, otot-otot pernafasan

pada neonatus belum berkembang dengan baik, diafragma terdorong keatas oleh isi

perut yang besar. Dengan demikian kemampuan dalam memelihara tekanan negatif

intratorakal dan volume paru rendah sehingga memudahkan terjadinya kolaps


3,4,5,6
alveolus serta menyebabkan neonatus bernafas secara diafragmatis. Kadang-

kadang tekaanan negatif dapat timbul dalam lambung pada waktu proses inspirasi,

sehingga udara atau gas anestesi mudah terhirup ke dalam lambung. Pada bayi yang

mendapat kesulitan bernafas dan perutnya kembung dipertimbangkan pemasangan

pipa lambung.Pada neonatus juga ditemukan pola nafas periodik dimana ada -
5
periode dimana nafas berhenti sebentar selama kurang dari 10 detik. Hal ini harus

dibedakan dengan apneu, dimana apneu berhubungan dengan desaturasi dan

bradikardi. Pada anak yang lebih besar, pola pernafasan sudah hampir sama dengan

orang dewasa namum frekuensi lebih cepat karena berhubungna dengan tingkat

metabolism yang lebih tinggi daripada orang dewasa (Tabel 1).

Karena pada posisi terlentang dinding abdomen cenderung mendorong

diafragma ke atas serta adanya keterbatasan pengembangan paru akibat sedikitnya

elemen elastis paru atau surfaktan, maka akan menurunkan FRC (Functional
6

3,4
Residual Capacity) sementara volume tidalnya relatif tetap (7 mL/kgBB). Untuk

meningkatkan ventilasi alveolar dicapai dengan cara menaikkan frekuensi nafas (40-
6
60 kali/menit), karena itu neonatus mudah sekali gagal nafas. Peningkatan frekuensi

nafas juga dapat akibat dari tingkat metabolisme pada neonatus yang relative tinggi,

sehingga kebutuhan oksigen juga tinggi, dua kali dari kebutuhan orang dewasa dan
4,5
ventilasi alveolar pun relative lebih besar dari dewasa hingga dua kalinya. Tingginya

konsumsi oksigen dapat menerangkan mengapa desaturasi O2 dari Hb terjadi lebih

mudah atau cepat, terlebih pada neonatus prematur, karena adanya stress dingin
6
maupun sumbatan jalan nafas.

2.2.2 Sistem Sirkulasi

Estimasi volume darah pada neonatus dan bayi adalah sekitar 85 mL/kg dan

lebih tinggi pada bayi prematur (95 mL/kg) dengan nilai hematokrit neonatus dan

bayi berkisar antara 45-65 %. Komposisi cairan pada neonatus dan bayi adalah 75-

80% dari berat badan dimana sebanyak 30% berada di ekstraselular, 40% di

intraselular, dan sekitar 5% di plasma. Semakin bertambah umur, komposisi semakin


4,5,6
menyerupai orang dewasa dimana komposisi cairan sekitar 60% dari berat badan.

Hemoglobin yang terdapat pada bayi terlebih neonatus kebanyakan adalah

hemoglobin fetal (HbF) yang mempunyai afinitas oksigen yang lebih tinggi daripada

hemoglobin dewasa (HbA). Hal ini membuat oksigen lebih susah untuk ditransfer
4
ke jaringan dalam tubuh. Seiring berjalannya waktu, jumlah HbF akan berkurang
7

dan HbA akan meningkat dimana kadar hemoglobin terendah pada saat usia 3 bulan
4,5
dan HbA menggantikan HbF seluruhnya pada usia sekitar 6 bulan.

Pada neonatus dan bayi reaksi pembuluh darah masih sangat kurang, sehingga

keadaan kehilangan darah, dehidrasi dan kelebihan volume juga sangat kurang
6
ditoleransi. Manajemen cairan pada neonatus dan bayi harus dilakukan dengan

cermat dan teliti. Tekanan sistolik merupakan indikator yang baik untuk menilai

sirkulasi volume darah dan dipergunakan sebagai parameter yang adekuat terhadap
5
penggantian volume. Autoregulasi aliran darah otak pada bayi baru lahir tetap

terpelihara normal pada tekanan sistemik antara 60-130 mmHg. Frekuensi nadi

neonatus dan bayi antara 80-160 dengan rata-rata 120 kali/menit dengan tekanan
4,5
darah sekitar 80/60 mmHg. Sedangkan tekanan darah dan frekuensi nadi pada anak-

anak bervariasi menurut umur dan semakin lama semakin sama dengan orang dewasa

seiring dengan bertambahya usia.

Aktivasi dari sistem saraf parasimpaik, overdosis anestesi, ataupun hypoxia

dapat memicu bradikardi secara cepat meskipun denyut nadi pada bayi lebih cepat

dan mengurangi cardiac output yang dapat menyebabkan hipotensi, asistol, hingga

kematian intraoperative. Sensitivitas jantung terhadap rangsangan parasimpatis, obat

anestesi seperti opioid dan volatile neonatus dan bayi dapat disebabkan oleh belum
4,5,6
matangnya jantung, sistem saraf simpatik, dan reflek baroreseptor. Untuk itu

monitor kardiovaskular harus dilakukan secara hati-hati.


8

2.2.3 Sistem Ekskresi dan Elektrolit

Filtrasi glomerulus hanya sekitar 30% dibanding orang dewasa akibat belum

matangnya ginjal neonatus. Fungsi tubulus juga belum matang sehingga resorbsi

terhadap natrium, glukosa, fosfat organic, asam amino dan bikarbonat juga rendah.

Fungsi ginjal akan berangsur matang pada puncaknya sekitar umur 8 tahun. Karena

rendahnya filtrasi flomerulus, kemampuan mengekskresi obat-obatan juga menjadi

diperpanjang. Oleh karena ketidakmampuan ginjal untuk menahan air dan garam,

penguapan air, kehilangan abnormal atau pemberian air tanpa sodium dapat dengan

cepat jatuh pada dehidrasi berat dan ketidakseimbangan elektrolit terutama

hiponatremia. Pemberian cairan dan perhitungan kehilangan atau derajat dehidrasi

diperlukan kecermatan lebih dibanding pada orang dewasa. Begitu pula dalam hal
6
pemberian elektrolit, yang biasa disertakan pada setiap pemberian cairan.

Perhitungan kebutuhan cairan per jam pada pasien pediari menggunakan auran “4- 2-

1” , dimana 4 ml/kgBB/jam untuk 10 kg pertama, ditambah 2 ml/kgBB/jam untuk 10


5,6
kg kedua, dan ditambah 1 ml/kgBB/jam untuk sisa berat badan.

2.2.4 Sistem Saraf

Myelinisasi pada neonatus belum sempurna dan akan matang dan lengkap pada

usia 3-4 tahun. Jadi saat neonatus, otak sangat sensitive terhadap keadaan- keadaan

hipoksia. Perkembangan yang belum sempurna pada neuromuscular junction dapat

mengakibatkan kenaikan sensitifitas dan lama kerja dari obat pelumpuh otot non
6
depolarizing.
9

Syaraf simpatis belum berkembang dengan baik sehingga aktivitas

parasimpatis lebih dominan, yang mengakibatkan kecenderungan terjadinya refleks

vagal (mengakibatkan bradikardia; nadi <110 kali/menit) terutama pada saat bayi
4,5
dalam keadaan hipoksia maupun bila ada stimulasi daerah nasofaring. Sirkulasi

bayi baru lahir stabil setelah berusia 24-48 jam. Hipertermia dapat terjadi akibat

dehidrasi, suhu sekitar yang panas, selimut atau kain penutup yang tebal dan

pemberian obat penahan keringat (misal: atropin, skopolamin). Adapun hipotermia

bisa disebabkan oleh suhu lingkungan yang rendah, permukaan tubuh terbuka,

pemberian cairan infus atau tranfusi darah dingin, irigasi oleh cairan dingin, pengaruh
6,7
obat anestesi umum yang menekan pusat regulasi suhu, maupun obat vasodilator.

Belum sempurnanya mielinisasi dan kenaikan permeabilitas blood brain barrier

akan menyebabkan akumulasi obat- obatan seperti barbiturat dan narkotik, dimana

mengakibatkan aksi yang lama dan depresi pada periode pasca anestesi. Sisa dari

blok obat relaksasi otot dikombinasikan dengan zat anestesi intravena dapat

menyebabkan kelelahan otot- otot pernafasan, depresi pernafasan dan apneu pada
6
periode pasca anestesi. Setiap keadaan bradikardia harus dianggap berada dalam

keadaan hipoksia dan harus cepat diberikan oksigenasi. Kalau pemberian oksigen
6
tidak menolong baru dipertimbangkan pemberian sulfas atropin.

2.2.5 Fungsi Hati

3,4
Fungsi hati belum matang pada bayi terlebih neonatus. Fungsi detoksifikasi
10

obat masih rendah dan metabolisme karbohidrat yang rendah pula yang dapat
6
menyebabkan terjadinya hipoglikemia dan asidosis metabolik. Cadangan glikogen

hati sangat rendah. Kadar gula normal pada bayi baru lahir adalah 50-60%.

Hipoglikemia pada bayi (dibawah 30 mg/dL) sukar diketahui tanda-tanda klinisnya,

dan diketahui bila ada serangan apnoe atau terjadi kejang. Sintesis vitamin K juga

belum sempurna. Pada pemberian cairan rumatan dibutuhkan konsentrasi dextrose


3,6
lebih tinggi (10%).

2.2.6 Regulasi Suhu


Pusat pengaturan suhu di hipothalamus belum berkembang, walaupun sudah

aktif. Kelenjar keringat belum berfungsi normal, luas permukaan besar, tipisnya

lemak subkutan, kulit lebih permeable terhadap air membuat mudah kehilangan panas

tubuh, sehingga neonatus sulit mengatur suhu tubuh dan sangat terpengaruh oleh suhu

lingkungan. Produksi panas mengandalkan pada proses non- shivering thermogenesis

yang dihasilkan oleh jaringan lemak coklat yang terletak diantara scapula, axila,

mediastinum dan sekitar ginjal. Hipoksia mencegah produksi panas dari lemak
3,4,6
coklat.

Temperatur lingkungan yang direkomendasikan untuk neonatus adalah

270C.4,5 Pemantauan suhu tubuh, mengusahakan suhu kamar optimal atau

pemakaian selimut hangat, lampu penghangat, incubator, cairan intra vena hangat,

gas anestesi, cairan irigasi maupun cairan antiseptic yang hangat dapat dilakukan
5,6
untuk mencegah hipotermia. Untuk anak yang lebih besar, penanganan suhu sama
11

6
dengan orang dewasa.

2.2.7 Respon Psikologis


Respon psikologis pada pasien pediatrik terutama pada kelompok umur anak

pra sekolah dan usia sekolah sangat berbeda dengan orang dewasa. Pada kelompok
7
ini diperlukan pendekatan-pendekatan khusus. Respon psikologis kelompok ini

terhadap rasa takut, tidak nyaman, dan stress emosional seringkali membuat masalah

pada proses pre operatif, durante, maupun post operatif. Rasa takut bisa datang dari

nyeri fisik seperti jarum suntik, luka pasca bedah, dan penggantian bebat. Rasa tidak

nyaman yang seringkali dirasakan pasien pediatrik adalah pusing, mual, infus,

kateter, drain, dll. Sedangkan stress emosional yang paling sering dirasakan adalah

pisah dari orangtua, bau-bauan, alat-alat dan suara di rumah sakit atau kamar bedah,
5,7
ataupun ketakutan akan operasi yang akan pasien jalani. Menangis, agitasi, retensi

urine, nafas dalam, tak mau bicara, dan pernafasan dalam merupakan respon yang

biasa dilakukan anak-anak. Untuk itu mungkin diperlukan pendekatan terhadap anak-

anak seperti menggunakan mainan atau permainan tertentu, selalu tersenyum dan
7
menggunakan intonasi yang meyakinkan anak, anak didampingi orangtua, dll.

2.2.8 Respon Farmakologi


Farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat-obat yang diberikan pada
6
neonatus dan bayi berbeda dibandingkan dengan dewasa karena :

1. Perbandingan volume cairan intravaskuler terhadap cairan

ekstravaskuler berbeda dengan orang dewasa.


12

2. Laju filtrasi glomerulus masih rendah

3. Laju metabolisme yang tinggi

4. Kemampuan obat berikatan dengan protein masih rendah

5. Liver/hati yang masih immature akan mempengaruhi

proses biotransformasi obat.

6. Aliran darah ke organ relative lebih banyak (seperti pasa otak, jantung,

liver dan ginjal)

7. Khusus pada anestesi inhalasi, perbedaan fisiologi system pernafasan:

ventilasi alveolar tinggi, minute volume, FRC rendah, lebih rendahnya

MAC dan koefisien partisi darah/gas akan meningkatkan potensi obat,

mempercepat induksi dan mempersingkat pulih sadarnya.

2.3 Tatalaksana Anestesi pada Pasien Pediatrik

2.3.1 Evaluasi dan Persiapan pra Anestesi

 Evaluasi dan Persiapan


Sebelum anestesi dan pembedahan dilaksanakan, keadaan hidrasi, elektrolit,

asam basa harus berada dalam batas-batas normal atau mendekati normal.

Heteroanamnesis dari orang tua, penilaian keadaan umum dan fisik, serta menilai
6,7
masalah anestesi yang akan dialami juga harus dilakukan. Pemeriksaan tambahan

yang rutin dilakukan adalah darah lengkap dan faal hemostatis, sedangkan
1,6
pemeriksaan lain sesuai dengan kebutuhan. Transportasi neonatus dari ruang
13

perawatan ke kamar bedah sedapat mungkin menggunakan incubator yang telah

dihangatkan. Peralatan anestesi neonatus bersifat khusus. Tahanan terhadap aliran gas

harus rendah, anti obstruksi, ringan dan mudah dipindahkan. Biasanya digunakan

system anestesi semi-open modifikasi system pipa T dari Ayre yaitu peralatan dari
5,6,7
Jackson-Rees. Untuk anestesi yang lama, gas-gas anestetik dihangatkan,
6
dilembabkan dengan pelembab listrik. Pada kelompok anak pra sekolah dan usia

sekolah, kunjungan anestesi dilakukan selain untuk menilai keadaan umum, keadaan

fisik, mental, dan menilai masalah yang akan dihadapi penderita, juga merupakan

kesempatan untuk mendapatkan kepercayaan anak tersebut sehingga mengurangi


7
kecemasan anak.

 Puasa
Puasa yang lama menyebabkan dehidrasi dan hipoglikemia. Lama puasa yang

dianjurkan adalah stop susu 4 jam dan pemberian air gula 2 jam sebelum anestesi

untuk umur < 6 bulan. Stop susu 6 jam dan pemberian air gula 3 jam sebelum

anestesi untuk umur 6-36 bulan. Untuk >36 bulan dengan cara stop susu 8 jam dan

pemberian air gula 3 jam sebelum anestesi.3,6 Untuk anak yang sudah lebih besar,

puasa seperti orang dewasa yaitu 6-8 jam.7

 Infus

Infus dipasang untuk memenuhi kebutuhan cairan karena puasa, mengganti

cairan yang hilang akibat trauma bedah, akibat perdarahan, dll. Cairan
14

pemeliharaan/pengganti karena puasa diberikan dalam waktu 3 jam, jam I 50% dan

jam II, III maing-masing 25%. Kecukupan hidrasi dapat dipantau melalui produksi

urin (> 0,5ml/kgBB/jam).1,3,7 Untuk pemeliharaan digunakan preparat D5% dalam

NaCl 0,225% untuk anak < 2 tahun dan preparat D5% dalam NaCl 0,45 % untuk anak

> 2 tahun.1

 Persiapan Kamar Operasi

Persiapan kamar operasi merupakan hal yang esensial, dan tergantung pada

ukuran tubuh dan status fisik pasien, metode induksi, dan rencana airway manajemen.

Mesin anestesi harus diperiksa terlebih dahulu dan ventilator diatur sesuai tubuh

pasien, ukuran face mask yang sesuai, dan juga oral airway. Laringoskop harus di cek

apakah berfungsi dengan baik, dan ukuran blade yang sesuai harus dipersiapkan.

Obat obatan, tube trakea, stylet yang sesuai juga merupakan hal yang esensial dalam

persiapan. Peralatan untuk resusitasi, obat-obat emergensi juga harus dipersiapkan.

Karena permukaan tubuh anak lebih besar daripada dewasa, sehingga cenderung

untuk terjadi hipotermi, suhu di ruangan operasi tentu harus disesuaikan, dan alat
3,7
pemanas dapat disediakan untuk dapat menjaga suhu pasien.

Persiapan kamar bedah diperlukan untuk neonates terutama bayi prematur.

Suhu ruangan dihangatkan untuk neonatus antara 80o-85oF (> 26o C) dan untuk bayi

dan anak 70o-75o F(24o- 26o C). Siapkan lampu penghangat (warming light),

selimut hangat antara pasien dan meja operasi (warming blanket), serta aliran udara

hangat dan cairan intravena hangat.


15

 Persiapan Peralatan Anestesi

Gambar 2.1 Persiapan Peralatan Anestesi

Beberapa peralatan untuk anestesi (Gambar 2.1.) sebelum melakukan induksi

antara lain (SOAP-ME) :

1. Suction, periksa apakah bekerja baik, siapkan kateter suction.

2. Oksigen, perhatikan tekanan dan aliran apakah masih cukup, perlu juga

persiapan udara tekan.

3. Airway, peralatan jalan napas :

a. Sungkup muka (Facemask) (Gambar 2.2). Sediakan jenis transparan 3

ukuran (normal, lebih kecil, lebih besar).


16

Gambar 2.2 Beberapa Ukuran Masker pada Anak

b. Pipa faring, pipa orofaring (guedel) (Gambar 2.3). Sediakan 3 ukuran

(normal, lebih kecil, lebih besar). Penggunaan guedel dengan ukuran yang

terlalu kecil bisa menyebabkan terjadinya obstruksi napas dan penggunaan

guedel yang terlalu besar bias menyebabkan terjadinya spasme laring.

Gambar 2.3 Alat Bantu Oropharingeal Airway

c. Pipa nasofaring (nasal airway) (Gambar 2.4), tak digunakan karena bisa

terjadi trauma concha nasalis.

Gambar 2.4 Alat Bantu Nasopharingeal Airway


17

d. LMA (laryngeal mask airway) (Gambar 2.5), sediakan 3 ukuran (normal,

lebih kecil, lebih besar). Ukuran LMA sesuai berat badan dapat dilihat pada

Tabel 2.1

Gambar 2.5 Alat Bantu Laringeal Mask Airway

Tabel 2.1 Ukuran LMA Berdasarkan Berat Badan

e. Pipa trakea, endotrachealtube (ETT) (Gambar 2.6).

Sediakan 3 ukuran (normal, lebih kecil, lebih besar). Untuk usia 5-8 tahun

digunakan ETT tanpa cuff. Pemilihan ukuran diameter internal ETT berdasarkan

rumus Penglinton adalah:

1. < 6 tahun : 3,5 + 1/3 usia (tahun)

2. > 6 tahun : 4,5 +1/4 usia (tahun)

Rumus lain untuk pemilihan diameter internal ETT adalah :

Contoh: untuk usia 4 tahun : 4+4/4 = 5 mm


18

Ada juga yang menggunakan ukuran sebesar lubang hidung atau sebesar jari

kelingking.

Rumus panjang ETT adalah :

ETT dengan ukuran tepat dapat meningkatkan tekanan positif sampai 30

cmH2O. Ringkasan pemilihan ETT berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Ukuran ETT Berdasarkan Umur

Gambar 2.6 Ukuran Pipa Endotrakeal pada Anak


19

f. Laringoskop, pemegang (handle) kecil, bilah (blade) lurus Miller,

Macintosh, Robertshaw, Wis-Hippel Seward (Gambar 2.7). Macintosh : 0 - Neonatus

(83 mm) 1 - Bayi (Infant) (97 mm) 2 - Anak (Child) (104 mm) 3 - Anak Besar

(LargeChildren) (154 mm) Miller : 00. - Preterm ( 62 mm ) 0 - Neonatus ( 76 mm ) 1

- Bayi (Infant) ( 102 mm ) 2 - Anak (Child) ( 152 mm ).

Gambar 2.7 Laringoskop Blade Lurus Milier, Macintosh,


Robertshaw, Wis-Hippel Seward

g. Sistem sirkuit napas anestesi (anesthesic breathing system/circuit), yang

biasa digunakan adalah Jacksen-Rees (Mapleson F) dan modifikasi Ayre T-piece,

yang keduanya merupakan sirkuit pernafasan tanpa katup untuk anak dengan berat

badan (BB) 20 kg. Komponen sirkuit ini terdiri dari :

1. Ayre T-piece

2. Pipa reservoir + corrugate (Corrugated reservoir tube), di mana volumenya

1/3 dari volum alun (tidal volume/TV) anak

3. Kantong reservoir double ended (Double ended reservoir bag)

 Keberadaan Orang Tua Pasien


Keberadaan orang tua di sisi pasien, merupakan salah satu cara untuk

menghilangkan kecemasan pada pasien, selain dengan menggunakan obat-obatan.


20

Banyak rumah sakit yang telah menyediakan video tentang petunjuk baik bagi sang

pasien ataupun orang tuanya, tentang apa dan bagaimana persiapan preoperative yang

sebenar dan sebaiknya. Hal ini dapat membantu terutama pada pasien usia pra

sekolah. Anak yang berusia lebih dari 4 tahun dengan orang tua yang memiliki

tingkat kecemasan lebih rendah mendapatkan keuntungan untuk mengurangi

kecemasan pada sang pasien sendiri. Namun jika orang tua pasien memiliki

kecemasan yang berlebih tentu hal ini tak akan membantu, atau bahkan menjadi lebih

sulit. Jika pasien telah ter sedasi, keberadaan orang tua tak lagi diperlukan, dimana

hal ini tidak akan berpengaruh terhadap kecemasan pasien. Keberadaan orang tua saat

induksi sangat tergantung dari tipe orang tua tersebut, instruksi yang diberikan,
3,6,7
pasien dan sang ahli anestesi sendiri.

 Premedikasi
1. Sulfas Atropine
Hampir selalu diberikan terutama pada penggunaan Halotan, Enfluran,

Isofluran, suksinil cholin atau eter. Dosis atropine 0,02 mg/kg, minimal 0,1 mg dan

maksimal 0,5 mg. lebih digemari secara intravena dengan pengenceran. Hati-hati
3,6
pada bayi demam, takikardi, dan keadaan umumnya jelek.

2. Penenang
Tidak dianjurkan pada neonatus dan bayi, karena susunan saraf pusat belum

berkembang, mudah terjadi depresi. Untuk anak pra sekolah dan usia sekolah yang

tidak bisa tenang dan cemas, pemberian penenang dapat dilakukan dengan pemberian

midazolam. Dosis yang dianjurkan adalah 0,5mg/kgBB. Efek sedasi dan hilangnya
21

3,6
cemas dapat timbul 10 menit setelah pemberian.

2.3.2 Induksi pada Pasien Pediatrik

Cara induksi pada pasien pediatrik tergantung pada umur, status fisik, dan tipe

operasi yang akan dilakukan. Ahli anestesi tentu memiliki cara dan taktik tersendiri

dalam menginduksi pasien pediatrik dan harus memiliki informasi yang adekuat dari

pasien yang akan diinduksi, minimal umur dan berat badan pasien, jenis pembedahan,

apakah emergensi atau elektif, status fisik dan mental (kooperatif/tidak) pasien. Hal

ini dilakukan untuk persiapan keperluan-keperluan seperti pipa ETT, pemanjangan

anestesi, manajemen nyeri post operatif, ventilasi, dan perawatan intensif yang
3,4,5
memadai.

Induksi anestesia pada bayi dan anak sebaiknya ada yang membantu. Induksi

diusahakan agar berjalan mulus dengan trauma yang sekecil mungkin. Induksi dapat
3
dikerjakan secara inhalasi atau intravena.

 Induksi inhalasi.
Dikerjakan pada bayi dan anak yang sulit dicari venanya atau pada yang takut

disuntik. Diberikan halotan dengan oksigen atau campuran N2O dalam oksigen 50%.

Konsentrasi halotan mula-mula rendah 0,5 vol% kemudian dinaikkan setiap beberapa

kali bernafas 0,5 vol % sampai tidur. Sungkup muka mula-mula jaraknya beberapa

sentimeter dari mulut dan hidung, kalau sudah tidur baru dirapatkan ke muka
3,4
penderita.
22

 Induksi intravena.
Dikerjakan pada anak yang tidak takut pada suntikan atau pada mereka yang

sudah terpasang infus. Induksi dapat dilakukan dengan menggunakan propofol 2-3

mg/kg diikuti dengan pemberian pelumpuh otot non depolarizing seperti atrakurium
3,4
0,3 -0,6 mg/kg. Seringkali pada praktik pediatri, intubasi bisa dilakukan dengan

kombinasi propofol, lidokain, dan opiate dengan atau tanpa agen inhalasi sehingga

tidak diperlukan pelumpuh otot. Pelumpuh otot juga tidak diperlukan saat
3
pemasangan LMA.

2.3.3 Intubasi pada Pasien Pediatrik

Intubasi neonatus dan bayi lebih sulit karena mulut kecil, lidah besar-tebal,

epiglottis tinggi dengan bentuk “U”. Karena occiput menonjol dan membuat posisi

fleksi pada kepala, maka dapat dikoreksi dengan cara sedikit mengangkat bahu
3,4,6
dengan meletakan handuk dan menaruh kepala pada bantal berbentuk donat.

Sebaiknya menggunakan laringoskop bilah lurus-lebar dengan lampu di ujungnya.

Hati-hati bahwa bagian tersempit jalan nafas atas adalah cincin cricoid. Intubasi

biasanya dikerjakan dalam keadaan sadar (awake intubation) terlebih pada keadaan

gawat atau diperkirakan akan dijumpai kesulitan. Beberapa penulis menganjurkan

intubasi sadar untuk bayi baru lahir dibawah usia 10-14 hari atau pada bayi
3,6
prematur. Yang berpendapat dilakukan intubasi tidur atas pertimbangan dapat

ditekannya trauma, yang dapat dilakukan dengan menggunakan ataupun tanpa

pelumpuh otot. Pipa trachea yang dianjurkan adalah dari bahan plastic, tembus
23

pandang dan tanpa cuff. Untuk premature digunakan ukuran diameter 2-3 mm

sedangkan pada bayi aterm 2,5-3,5 mm. Pipa yang digunakan juga jenis pipa non
7
kinking atau yang tidak mudah tertekuk.

Pada anak-anak, digunakan blade laringkoskop yang lebih kecil dan lurus,

jenisnya tergantung pada piliban ahli anestesi dan adanya gangguan saluran

pernapasan. Pipa trakea dipilih berdasarkan prinsip babwa pipa yang dapat

dibengkokkan tidak digunakan di bawah nomor 7, dan dua nomor lebih rendah harus
3,7
disiapkan bila diperlukan.

Pipa trakea pada bayi dan anak dipakai yang tembus pandang tanpa cuff. Untuk

usia diatas 5-6 tahun boleh dengan cuff pada kasus-kasus laparotomi atau jika

ditakutkan akan terjadi aspirasi. Secara kasar ukuran besarnya pipa trakea sama dengan

besarnya jari kelingking atau besarnya lubang hidung. Untuk menghitung perkiraan
3
diameter dan panjang pipa dapat menggunakan formula :

4 + umur/4 = diameter pipa (mm)


dan
12 + umur/2 = panjang pipa (cm)

Pada pasien pediatrik, intubasi hidung tidak dianjurkan, karena dapat

menyebabkan trauma, perdarahan adenoid dan infeksi. Peralatan harus dengan ruang
6
rugi minimal, dan resistensi rendah seperti model T-Jackson Rees.
24

2.3.4 Pemeliharaan Anestesi pada Pasien Pediatrik

Anestesia neonatus sangat dianjurkan dengan intubasi dan nafas kendali.

Penggunaan sungkup muka dengan nafas spontan pada bayi hanya untuk tindakan
6
ringan yang tidak lama. Gas anestetika yang umum digunakan adalah N2O dicampur

dengan 02 perbandingan 50:50 untuk neonatus, 60:40 untuk bayi, dan 70:30 untuk

anak-anak. Walapun N2O mempunyai sifat analgesia kuat, tetapi sifat anestetikanya

1,3
sangat lemah. Karena itu sering dicampur dengan halotan, enfluran atau isofluran.

Narkotika hanya diberikan untuk usia diatas 1 tahun atau pacta berat diatas 10 kg.

Morfin dengan dosis 0,1 mg/kg atau per dosis 1-2 mg/kg. Pelumpuh otot non

depolarisasi sangat sensitif, karena itu haus diencerkan dan diberikan secara sedikit
6
demi sedikit.

Banyaknya cairan yang harus diberikan per infus disesuaikan dengan

banyaknya cairan yang hilang. Terapi cairan dimaksudkan untuk mengganti cairan

yang hilang pada waktu puasa, pada waktu pembedahan, adanya perdarahan dan oleh

sebab-sebab lain, cairan fistula dan lain-lainnya. Cairan yang seharusnya masuk,
1,3,4
karena puasa harus diganti dengan pedoman :

Pada jam I diberikan 50% defisit + cairan pemeliharaan/jam


Pada jam II diberikan 25% nya + cairan pemeliharaan/jam
Pada jam III diberikan 25% nya + cairan pemeliharaan/jam
Cairan hilang akibat perdarahan yang kurang dari 10 % diganti dengan cairan

kristaloid dalam dekstrosa, misalnya cairan dekstrosa 5% dalam Ringer-Iaktat


25

6
sedangkan diatas 10% dilakukan transfusi.
6,7
Banyaknya perdarahan dapat diperkirakan dengan :

1. Mengukur darah dalam botol penyedot, menimbang kain kasa sebelum

dan sesudah kena darah dengan bantuan kolorimeter. Jumlahkan

keduanya kemudian tambahkan 25% untuk darah yang sulit dihitung

misalnya yang menempel di tangan pembedah, yang melengket di kain

penutup dan lain-lain.

2. Mengukur hematokrit secara serial. Perdarahan melebihi 10% pada

neonatus harus diganti dengan darah.

Anda mungkin juga menyukai