Anda di halaman 1dari 10

PRODUKSI FENI/NPI DARI BIJIH NI-LATERIT

TUGAS KELOMPOK

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian pada bahan limbah nickel Pig Iron yang bertujuan untuk mempelajari
pengaruh waktu milling terhadap mikrostruktur dan sifat magnetik serta mengetahui efek
apabila diberi perlakuan panas. Metode yang digunakan dalam proses milling pada penelitian
ini adalah High-Energy Milling (HEM) disertai dengan memberikan perlakuan panas. Tahapan
dari proses penelitian meliputi pembuatan sampel agar menjadi serbuk, milling, kalsinasi,
karakterisasi menggunakan true density, Optical Microscope, X-Ray Diffraction, dan Vibrating
Sample-Magnetometer. Hasil karakterisasi yang ingin dicapai setelah melewati tahapan-
tahapan tersebut didapatkan waktu milling yang efektif untuk dijadikannya sebagai bahan
dasar pembuatan nikel yang bermanfaat bagi manusia. Waktu proses milling yang efektif
didapatkan adalah 1 jam yang mana sehabis waktu proses tersebut terjadi penurunan sifat
magnetik. Supaya didapatkan hasil yang lebih baik lagi, maka pengujian ukuran partikel
menggunakan Optical Microscope diganti dengan Particle Size Analyzer.
Kata Kunci : Limbah, Nickel Pig Iron, Milling, Kalsinasi, Karakterisasi.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nikel adalah salah satu logam yang paling penting dan memiliki banyak aplikasi dalam
industri. Ada banyak jenis produk nikel seperti logam halus, bubuk, spons, dan lain lain. 62%
dari logam nikel digunakan dalam baja tahan karat, 13% dikonsumsi sebagai superalloy dan
paduan nirbesi karena sifatnya yang tahan korosi dan tahan tinggi suhu. Bijih nikel dapat
diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu bijih sulfida dan bijih laterit (oksida dan silikat).
Meskipun 70% dari tambang nikel berbasis bijih laterit, tetapi 60% dari produksi primer nikel
berasal dari bijih sulfida.
Indonesia memiliki cadangan bijih nikel laterit yang cukup besar terutama di Sulawesi,
Halmahera, Papua dan Kalimantan dan diperkirakan cadangan bijih nikel yang ada sebesar
1576 Mt atau sekitar 15% dari cadangan nikel di dunia. Produksi NPI merupakan tren baru,
meskipun pertama kali dikembangkan sekitar 50 tahun yang lalu tetapi belum secara komersial
digunakan hingga beberapa produsen Pig Iron di China mengubah metode produksi mereka
ke produksi NPI. Produksi pertama NPI dimulai dengan blast furnace menggunakan bijih laterit
kadar rendah. Bijih diimpor dari Indonesia, Filipina dan New Caledonia. Proses ini hampir sama
dengan produksi Pig Iron. Perbedaannya adalah bijihnya mengandung nikel lebih banyak serta
jumlah terak yang dihasilkan juga akan meningkat. Produk blast furnace mengandung 2-10%
nikel.
kspor bijih limonit mentah secara besar-besaran ke China terjadi dalam kurun lima
tahun terakhir. Untuk mengurangi hal tersebut diperlukan upaya untuk memanfaatkan sumber
daya bijih nikel laterit yang melimpah ini melalui pemanfaatan dan pengembangan teknologi
yang tepat bagi Indonesia. Makalah kali ini dibuat dengan tujuan untuk mempelajari proses
pembuatan NPI dari bijih nikel laterit kadar rendah Indonesia dengan memanfaatkan teknologi
mini blast furnace.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang muncul dari adanya latar belakang di atas ialah sebagai
berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Nikel Pig Iron?
2. Bagaimana genesa bahan galian nikel laterit?
II. TINJAUN PUSTAKA
2.1 Nikel Pig Iron
Nikel adalah salah satu logam yang paling penting dan memiliki banyak aplikasi dalam
industri. Ada banyak jenis produk nikel seperti logam halus, bubuk, spons, dan lain-lain. 62%
dari logam nikel digunakan dalam baja tahan karat, 13% dikonsumsi sebagai superalloy dan
paduan nirbesi karena sifatnya yang tahan korosi dan tahan tinggi suhu. Bijih nikel dapat
diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu bijih sulfida dan bijih laterit (oksida dan silikat).
Meskipun 70% dari tambang nikel berbasis bijih laterit, tetapi 60% dari produksi primer nikel
berasal dari bijih sulfida.

Gambar 1. Nikel Pig Iron

Bijih nikel laterit biasanya terdapat di daerah tropis atau sub-tropis yang terdiri dari
pelapukan batuan ultramafik yang mengandung zat besi dan magnesium dalam tingkat tinggi.
Deposit tersebut biasanya menunjukkan lapisan yang berbeda karena kondisi cuaca. Lapisan
pertama adalah lapisan yang kaya silika dan yang kedua adalah lapisan limonit didominasi
oleh gutit [FeO(OH)] dan hematit (Fe2O3). Lapisan berikutnya adalah saprolit [(Ni,
Mg)SiO3.nH2O)] yaitu lapisan yang kaya magnesium dan elemen basal. Lapisan terakhir
adalah batuan dasar yang berubah dan tidak berubah. Antara lapisan saprolit dan limonit
biasanya ada lapisan transisi yang kaya magnesium (10-20% Mg) dengan besi yang disebut
serpentine [Mg3Si2O5(OH)].
Nikel mempunyai manfaat yang besar bagi kehidupan manusia. Logam-campuran
berkadar baja rendah dengan kandungan nikel rata-rata kurang dari satu persen banyak
digunakan dalam produk seperti balok penopang untuk bangunan dan jembatan, begitu juga
dalam perkakas dan aplikasi listrik. Logam-campuran non-besi, mengandung nikel dan sedikit
atau tanpa besi, terdapat dalam komponen pesawat terbang serta komponen-komponen
berdaya tinggi lainnya. Uang logam atau kepingan koin adalah contoh penggunaan nikel yang
umum. Cetakan-logam pada industri pengecoran logam dapat dibuat dari besi-campuran, baja-
campuran atau logam campuran non-besi. Contoh yang lebih massif dari cetakan-logam yang
mengandung nikel dapat dijumpai dalam katup raksasa pada pembangkit listrik serta baling
baling raksasa penggerak kapal yang mencercah ombak lautan (Ferreira, 2006).
2.2 Genesa Bahan Galian Nikel Laterit
Laterit berasal dari bahasa latin yaitu Later, yang artinya bata atau membentuk
bongkah-bongkah yang tersusun seperti bata atau tanah laterit tersusun oleh fragmen-fragmen
batuan yang menganbang diantara matriks, seperti bata diantara semen. Endapan nikel laterit
merupakan endapan hasil pelapukan lateritik batuan induk ultramafik (peridotit, dunit,
serpentin) yang mengandung Ni dengan kadar tinggi, media pelapukan tersebut berupa air
hujan, suhu, kelembaban dan topografi. Garnierit (nikel hidrosilikat) merupakan mineral/batuan
pembawa nikel yang berwarna hijau terang sampai gelap, variasi yang kaya hijau berisi lebih
banyak nikel. Kedalaman endapan nikel laterit di Pomalaa berkisar 10 m-15 m mengikuti
topografi terbentuknya endapan. Sebagai pentunjuk awal adanya endapan nikel Pomalaa
ditandai dengan tumbuhnya tanaman seperti : belimbing bajo dan kayu angin (sejenis cemara).
Jika ditumbuhi tanaman kayu besi (tanaman keras) menadakan sudah berkurangnya atau tidak
ada endapan nikel.
a. Batuan asal
Batuan asal merupakan syarat utama terbentuknya nikel laterit. Nikel banyak terbentuk
di batuan ultrabasa yang lapuk akibat perubahan iklim dan lainnya. Dalam hal ini batuan
ultrabasa banyak mengandung mineral-mineral tidak stabil seperti olivine dan piroksen.
Batuan pembawa unsur nikel tersebut merupakan modal awal untuk terbentuknya
endapan bijih nikel.
Gambar 2 Mineral pembawa Nikel (Sumber : Mine Production
PT. ANTAM Tbk UBPN Sultra)

b. Iklim
Pembentukan nikel laterit di daerah Pomalaa didukung dengan iklim tropis yang dimiliki
daerah tersebut. Iklim tropis berdampak terhadap adanya musim kemarau dan musim
hujan dimana akan timbul perbedaan pada tinggi permukaan air tanah. Turun-naiknya
air tanah membuat akumulasi dan terpisahnya unsur-unsur. Perbedaan temperatur
yang diakibatkan oleh iklim juga membuat rekahan pada tanah yang menjadi jalan
masuk air sehingga mempermudah proses kimia yang terjadi.
c. Struktur
Nikel biasa terbentuk pada batuan beku, pada batuan tersebut banyak terdapat kekar
yang menjadi jalan masuk larutan hidrotermal pembawa mineralmineral logam
sehingga terjadi pengayaan. Selain hal tersebut kekar pada batuan beku juga
membantu jalan masuk air yang mengakibakan proses kimia terjadi pada batuan
tersebut, karena batuan beku biasanya mempunyai permeabilitas yang kecil sehingga
sangat susah untuk air dapat masuk.
d. Topografi
Derah tambang utara (bukit cheeroke dan ranger) mempunyai profil yang berbeda
dengan daerah tambang selatan (bukit triton). Daerah utara mempunyai keadaan
topografi yang agak landai. Hal tersebut berpengaruh pada laju air yang relatif lambat
sehingga cenderung lebih besar kesempatan air untuk melapukan batuan dengan
masuk kedalam celah-celah dari kekar batuan tersebut. Sedangkan bagian selatan
dengan karakter topografi yang berbukit cenderung membuat run off air cepat. Hal
tersebut dapat dilihat dari profil daerah tambang bukit selatan yang lebih sering dijumpai
boulder-boulder.
e. Waktu
Proses pembentukan nikel tentu membutuhkan waktu yang lama. Pergantian siang
malam membuat batuan mengembang dikala siang dan mengerut dikala malam saat
udara lebih dingin. Namun proses tersebut membutuhkan waktu berkelanjutan yang
sangat lama hingga batuan tersebut terlapukan.
2.3 Penambangan Bijih Nikel (Nickel Ore)
Kegiatan penambangan dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan ekspor biji nikel dan
sebagai umpan pabrik ferronikel. Adapun tahapan kegiatan penambangan adalah sebagai
berikut:
1. Eksplorasi
Dalam usaha mencari cadangan bijih nikel (nikel ore) di lakukan penyelidikan baik
secara umum (geologi permukaan), eksplorasi pendahuluan, eksplorasi detail, sampai
keperhitungan cadangan untuk mengetahui seberapa jauh kandungan nikel yang ada
pada daerah tersebut. Upaya tersebut dilakukan dengan pengambilan contoh (sample)
dengan menggunakan alat bor.
2. Pengupasan tanah tertutup (oven burden)
Sebelum dilakukan penambangan, daerah tambang dibersihkan dari pohon – pohon
dan semak–semak, setelah itu dilakukan stripping (pengupasan) lapisan tanah tertutup,
sampai pada kedalaman tertentu. Pelaksanaan tersebut diatas semuanya dikerjakan
menggunakan alat dorong (bulldozer).
3. Penambangan
Kegiatan selanjutnya adalah penambangan yang termasuk dalam klasifikasi tambang
– tambang terbuka (Open cut mining) dengan menggunakan alat alat produksi sebagai
berikut:
a. Bulldozer sebagai alat dorong
b. Dozer Shovel sebagai alat gali dan muat
c. Dump Truck sebagai alat angkut
4. Pengangkutan
Selanjutnya dilakukan kegiatan pengangkutan dari daerah penambangan ke tempat
penyimpanan ore baik untuk kegiatan untuk umpan pabrik maupun untuk yang
langsung di ekspor, dengan menggunakan alat transportasi yaitu dump truck yang
berkapasitas 15 – 30 ton.
5. Penumpukan
Bijih Nikel baik untuk umpan pabrik maupun untuk ekspor, sebelum di tumpuk di stock
yard yang berupa batuan besar atau boulder ( > 20 cm ) terlebih dahulu disaring pada
saringan tetap.

III. Prosedur/Metode
Pada penelitian, bahan baku bijih nikel laterit berasal dari wilayah pertambangan
Morowali (Sulawesi Tengah). Bijih nikel laterit yang digunakan ada dua jenis yaitu limonit dan
saprolit. Sebelum digunakan dalam proses, bahan baku dianalisis dan dikarakterisasi terlebih
dahulu menggunakan analisa XRF dan analisa XRD untuk mengetahui kandungan komposisi
senyawa dalam bijih. untuk meningkatkan rasio Ni/Fe dalam paduan dan rendahnya
kandungan FeO dalam terak di mana terak sebagian besar mengandung silika dan magnesia
menyebabkan temperatur leleh terak menjadi tinggi. Hal ini tidak sesuai untuk blast furnace
kecil dengan temperatur udara panas yang rendah tanpa oksigen yang kaya dalam udara
panas. Tetapi bahan imbuh seperti batu kapur dapat ditambahkan untuk menurunkan
temperatur terak. Blast furnace yang dimiliki oleh LIPI Lampung merupakan hasil modifikasi
dari teknologi blast furnace yang ada di Brazil karena para peneliti yang membangun blast
furnace LIPI Lampung belajar dari Brazil.
Untuk mendapatkan kebutuhan material dan kebutuhan panas pada proses blast
furnace untuk menghasilkan NPI, sebuah program sudah direalisasikan. Program tersebut
mempertimbangkan komposisi bijih nikel untuk menghitung komposisi produk NPI, jumlah dan
komposisi terak, jumlah dan komposisi gas buang serta untuk memperkirakan kebutuhan
coking coal untuk proses peleburan dan reduksi.

IV. Hasil dan Pembahasan


Pada pengaturan eksperimental pertama, hasil yang paling efisien adalah kode
eksperimen P4 dengan 100g campuran bijih dan 30g kokas sebagai efisiensi 88,13% dalam
pemulihan nikel. Percobaan PI, bijih 100g dan 5g campuran kokas, memiliki konsentrasi nikel
tertinggi di kancing logam. Namun, pemulihan nikel meningkat dengan meningkatnya jumlah
reduktor, konsentrasi nikel dalam paduan berkurang. Isi Ni, Co dan Cr ditunjukkan pada Tabel
II dan efisiensi pemulihan logam ditampilkan pada Gambar 1 dengan peningkatan persentase
bijih reduktor atau bermuatan. Afinitas oksigen Ni dan Co adalah kurang dari logam lain dalam
bijih sehingga kapasitas pengurangan mereka lebih dari yang lain pada rendah rasio bijih
reduktor atau dibebankan. Dengan meningkatnya rasio bijih reduktor atau muatan, konsentrasi
mereka berkurang karena ada cukup reduktor untuk pengurangan logam lain seperti yang
dapat dilihat di Tabel I dan Gambar 1.

Tabel I Ni, Co dan K Konten Cr dari logam dengan jumlah yang berbeda

Gambar 3 Efisiensi Pemulihan Ni, Co dan Cr dengan Jumlah Berbeda dari Kokas Metalurgi

Durasi proses juga merupakan parameter lain yang memengaruhi pemulihan logam.
Efisiensi dalam pemulihan logam meningkat dengan meningkatnya durasi proses. Di rasio
reduktor / bijih diisi konstan (30%) Konsentrasi Ni dan Co sedikit berubah dengan peningkatan
durasi proses. Pemulihan Ni, Co dan Cr meningkat dengan cepat hingga menit ke-30.

Tabel II Kadar Ni, Co, dan Cr dari Logam dengan Durasi Proses yang Meningkat dan 30%

Gambar 4 Efisiensi Pemulihan Ni, Co, dan Cr dengan Durasi Proses Meningkat dan 30%

V. Kesimpulan
Kesimpulan dari topik pembahasan kali ini adalah sebagai berikut:
1. Nickel Pig Iron (disingkat NPI) merupakan feronikel berkadar yang berkadar rendah. Latar
belakang diproduksinya NPI adalah sebagai alternatif pengganti feronikel sebagai bahan
baku dalam pembuatan baja tahan karat (stainless steel). Produksi NPI diprakarsai
oleh Tiongkok sejak 2005.
2. Endapan nikel laterit merupakan endapan hasil pelapukan lateritik batuan induk
ultramafik (peridotit, dunit, serpentin) yang mengandung Ni dengan kadar tinggi, media
pelapukan tersebut berupa air hujan, suhu, kelembaban dan topografi. Garnierit (nikel
hidrosilikat) merupakan mineral/batuan pembawa nikel yang berwarna hijau terang
sampai gelap, variasi yang kaya hijau berisi lebih banyak nikel.

VI. Daftar Pustaka


Jungah Kim, Gjergj Dodbiba, Hideaki Tanno, Katsunori Okayaa, Seiji Matsuo, Toyohisa Fujita,
"Calcination of Low-grade Latente for Concentration of Ni by Magnetic Separation,"
Minerals Engineering, 23 (2010), 282-288.

R.R. Moskalyk, A.M. Alfantaz, "Nickel Latente Processing and Electrowinning Practice,"
Minerals Engineering, 15 (2002), 593-605.

J.A. Johnson, B.C. Cashmore, RJ. Hockridge, "Optimization of Nickel Extraction from Latérite
Ores by High Pressure Acid Leaching with Addition of Sodium Sulphate," Minerals
Engineering, 18 (2005), 1297.

E. Buyukakinci, "Extraction of Nickel from Lateritic Ores" (M.Sc, thesis, Middle East Technical
University, 2008).

A.R. Burkin, Extractive Metallurgy of Nickel (New York, NY: John Wiley & Sons, 1982).

Michael Widmer, "Nickel Pig Iron in China" (Report, Bank of America-Merrill Lynch, 2009).

R.P. Das, "Global Scenario for the Extraction of Nickel from Lateritic Nickel Ore and Sukinda
Deposit" (Paper presented at the International Seminar on Development of Nickel and
PGM Resources, Bhubaneswar, India, 27-28 November 2010).

Anda mungkin juga menyukai