Anda di halaman 1dari 10

Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan teori yang diambil dari beberapa literatur terdapat 15 diagnosa keperawatan yang
muncul pada pasien gagal jantung, sedangkan pada kasus ini ditemukan 3 diagnosa keperawatan,
dan terdapat 12 diagnosa keperawatan yang muncul dalam teori tetapi tidak muncul dalam kasus.

1. Diagnosa keperawatan yang muncul dalam teori dan ditemukan pada kasus nyata
Diagnosa keperawatan yang muncul dalam teori dan ditemukan pada kasus nyata.
Berdasarkan analisa data yang penulis lakukan dengan kasus gagal jantung pada Tn.T
didapatkan diagnosa keperawatan :
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi
Ketidakadekuatan darah yang dipompa oleh jantung untuk memenuhi kebutuhan
metabolik tubuh.( Nurarif, 2013 ) .Diagnosa ini ditegakan ke dalam asuhan keperawatan
pada Tn. T karena menurut data subyektif dari pasien, pasien mengatakan sesak nafas
dan jika sesak pasien menggunakan oksigen 2 lpm.
Masalah ini terjadi karena pasien mengatakan mengalami sesak nafas, dan sesak nafas
merupakan gejala paling utama yang bisa terjadi sehingga pernafasan pasien tidak
adekuat pasien tidak mampu bernafas secara adekuat secara mandiri. Dari data obyektif
pasien memang terlihat sesak nafas dan data tersebut mendukung penulis untuk
menegakan diagnosa tersebut. Dan diagnosa ini dijadikan diagnosa paling prioritas atau
diagnosa paling pertama karena jika masalah sesak nafas tersebut tidak teratasi maka
pasien tidak mampu bernafas secara adekuat.
Tujuan yang ingin dicapai penulis setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x8 jam adalah penurunan curah jantung teratasi, pasien tidak sesak lagi dan tidak perlu
menggunakan bantuan oksigen.
Untuk mengatasi masalah tersebut penulis menyusun rencana tindakan keperawatan
yaitu : Monitor TTV rasional untuk mengetahui keadaan normal pasien secara berkala..
Serta pertahankan jalan nafas yang paten rasionalnya untuk mengetahui bagaimana pola
nafas pasien apakah sudah paten tanpa menggunakan oksigen lagi apakah ada bunyi nafas
tambahan atau tidak.
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan adalah sesuai dengan rencana tindakan
dan disesuaikan dengan kondisi pasien. Kekuatan dalam melakukan tindakan ini adalah
pasien kooperatif dan mau diajak kerja sama dalam pelaksanaan tindakan.
Evaluasi tindakan yang telah dilakukan pada tanggal 13 Februari 2015 pada pukul
14.00 WIB Pasien mengatakan pasien mengatakan tidak sesak nafas lagi, sesak nafas
berkurang, pasien kadang masih teengah – engah kadang juga masih terpasang oksigen 2
lpm. Tidak ada bunyi tambahan yang lainnya. Masalah belum teratasi. Lanjutkan
intervensi 1,2 dan 4.
Evaluasi tindakan yang dilakukan pada tanggal 14 Februari 2015 pukul 14.00 WIB
adalah pasien pasien mengatakan tidak sesak nafas lagi,sesak nafas berkurang. Pasien
terlihat tidak terengah-engah dan tidak menggunakan oksigen. Masalah belum
teratasi,lanjutkan intervensi 1 dan 2.
Evaluasi tindakan yang dilakukan pada tanggal 15 Februari 2015 pukul 19.00 WIB
adalah pasien mengatakan sudah tidak sesak nafas, pasien tidak terengah – engah dan
tidak menggunakan oksigen. masalah belum teratasi, lanjutkan intervensi 1.
b. Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi ( gagal jantung)
Peningkatan retensi cairan isotonik ( Nurarif, 2013). Masalah ini terjadi karena pasien
mengalami edema pada kedua tungkai kaki dan perut derajat edema pada pasien derajat II
dengan pitting edema secara umum biasanya pada seseorang yang terkena gagal jantung
adalah tanda gejalanya pasien mengalami edema. Menurut dari buku Saferi, Andra
Wijaya,Yessie Mariza Putri.2013.KMB1 Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Medical
Book menyatakan bahwa tanda gagal jantung kanan yaitu edam pada ektermitas bagian
bawah tepatnya pada kaki. Sehingga penulis mencantumkan diaggnosa keperawatan ini
sebagai diagnosa keperawatan prioritas yang kedua. Karena tanda gejala edema pada
tungkai dan perut tersebut sehingga pasien terhambat aktivitasnya tidak dapat melakukan
aktivitas secara mandiri, aktivitas pasien pun dibatasi karena jika pasien terlalu banyak
gerak menyebabkan edema tambah membesar. Derajat edema pada pasien derajat II
dengan pitting edema.
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x8 jam diharapkan masalah
kelebihan volume cairan pada Tn. T dapat teratasi dan tidak ada lagi terdapat edema pada
pasien.
Untuk mengatasi masalah tersebut penulis menyusun rencana tindakan : Tentukan
lokasi dan derajat edema perifer dari skala +1 sampai +4 rasionalnya untuk mengetahui
lokasi terjadinya edema pada pasien, dan pada skala berapa edam tersebut terjadi. Kaji
ekstermitas atau bagian tubuh yang edema terhadap gangguan integritas kulit dan
sirkulasi rasionalnya untuk mengetahui pada edema tersebut apakah ada gangguan pada
integritas kulit pasien yang menyebabkan masalah keperawatan lainnya. Pertahankan
catatan intake dan output yang akurat rasionalnya untuk mengetahui berapa masukan dan
pengeluaran pada pasien apakah pemasukan atau intake yang diberikan dapat
meningkatkan edema yang terjadi ataupun output yang terjadi telah mempengaruhi
edama sehingga terjadi pengurangan terhadap edema. Berikan pendidikan kesehatan (
penkes ) tentang pemabatasan diit rasionalnya untuk memberikan informasi kepada
pasien agar pasien paham bagaimana diit yang sesuai agar tidak terjadi bengkak berulang.
Pantau edema secara teratur tingkat abdomen dan ektermitas rasionalnya untuk
mengetahui apakah ada peningkatan atau pengurangan terhadap edema. Ajarkan pasien
dan keluarga tentang penyebab dan cara mengatasi edema rasionalnya untuk memberikan
pengetahuan atau informasi kepada pasien jika terjadi edema secara berulang dan
bagaimana cara mengatasi edema berulang. Kolaborasi pemberian diuretik ( farsix 3 x 20
mg, spironolacton 1 x 25 mg ) rasionalnya untuk menguranngi edema pada pasien
sehingga edema dapat berkurang.
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan adalah sesuai dengan rencana tindakan
dan disesuaikan dengan kondisi pasien. Kekuatan dalam melakukan tindakan ini adalah
pasien kooperatif dan mau diajak kerja sama dalam pelaksanaan tindakan.
Evaluasi tindakan yang telah dilakukan pada tanggal 13 Februari 2015 pada pukul
14.00 WIB adalah pasien mengatakan kaki dan perut masih bengkak, pasien terlihat
cemas dengan bengkak pada kedua kaki dan perutnya. Masalah belum teratasi, lanjutkan
intervensi 1, 4, 5 dan 7.
Evaluasi tindakan telah yang dilakukan pada tanggal 14 Februari 2015 pada pukul
14.00 WIB adalah pasien mengatakan kaki dan perut masih bengkak pasien terlihat
cemas dengan bengkak pada kedua kaki dan perutnya. Masalah belum teratasi lanjutkan
intervensi 1, 2, 5 dan 7.
Evaluasi tindakan telah yang dilakukan pada tanggal 15 Februari 2015 pada pukul
19.00 WIB adalah pasien mengatakan kaki dan perut masih bengkak pasien terlihat
cemas dengan bengkak pada kedua kaki dan perutnya. Masalah belum teratasi lanjutkan
intervensi 1, 2, 5 dan 7.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
Ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologi untuk melanjutkan atau
menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari – hari yang harus atau yang ingin dilakukan. (
Nurarif, 2013). Masalah ini terjadi karena pasien aktivitasnya dibatasi dan pasien
melakukan aktivitasnya dibantu oleh keluarganya. Dan diagnosa ini dicantumkan karena
aktivitas pasien dibantu oleh keluarga, pasien tidak melakukan aktivitas secara mandiri.
Karena edema yang ada pada tungkai kaki dan perut pasien aktivitas pasien dibatasi dan
dilarang melakukan aktivitas yang mungkin dapat memperberat edema pada pasien.
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x8 jam diharapkan masalah
intoleransi aktivitas pada Tn. T dapat teratasi dan pasien dapat melakukan aktivitas
secara mandiri seperti semula.
Untuk mengatasi masalah tersebut rencana tindakan yang dilakukan yaitu : Periksa
TTV sebelum dan segera aktivitas khususnya bila pasien menggunakan vasodilator,
diuretik rasionalnya untuk mengetahui apakah ada peningkatan TTV atau tidak sebelum
dan segera melakukan dengan pengaruh diberikan obat diuretik. Catat respon kardio
pulmonal terhadap aktivitas, catat taki kardia, disritmia, pucat rasionalnya untuk
mengetahui bagaimana respon jantung setelah aktivitas apakah ada perubahan yang
berarti. Kaji penyebab dan kelemahan contoh pengobatan nyeri otot rasionalnya untuk
mengetahui penyebab aktivitas pasien terhambat apakah karena nyeri pada ototnya atau
karena pengaruh lain. Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas rasionalnya untuk
mengetahui perkembahangan apakah selama dilakukan intervensi nantinya ada
peningkatan dalam aktivitas atau masih sama setelah dilakukan intervensi. Implementasi
program rehabilitasi jantung aktivitas rasionalnya untuk menlaukan program pemuihan
aktivitas jantung agar pasien tidak bergantung terus aktivitasnya. Diet yang sesuai
rasionalnya untuk memberikan diit makanan yang sesuai dan seimbang agar pasien lebih
baik kembali.
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan adalah sesuai dengan rencana tindakan
dan disesuaikan dengan kondisi pasien. Kekuatan dalam melakukan tindakan ini adalah
pasien kooperatif dan mau diajak kerja sama dalam pelaksanaan tindakan.
Evaluasi tindakan yang telah dilakukan pada tanggal 13 Februari 2015 pada pukul
14.00 WIB adalah pasien mengatakan sudah mulai dapat melakukan aktivitas secara
mandiri walau perlahan, pasien terlihat tidak begitu lemas dan pucat. Masalah belum
teratasi lanjutkan intervensi 1, 4 dan 6.
Evaluasi tindakan telah yang dilakukan pada tanggal 14 Februari 2015 pada pukul
14.00 WIB adalah pasien mengatakan lemas dan aktivitasnya dibatasi, pasien terlihat
edema pada kedua tungkai kaki dan perutnya. Masalah belum teratasi lanjutkan intervensi
1, 4, 5, dan 6.
Evaluasi tindakan yang telah dilakukan pada tanggal 15 Februari 2015 pukul 19.00
WIB adalah pasien mengatakan masih dibantu oleh keluarga aktivitasnya,pasien terlihat
tidak begitu lemas dan pucat. Masalah belum teratasi, lanjutkan intervensi 1, 4, dan 6.

2. Diagnosa keperawatan yang muncul dalam teori dan tidak di temukan dalam kasus nyata
Diagnosa keperawatan yang terdapat dalam teori menurut Muttaqin Arif (2009) adalah :
a. Nyeri akut berhubungan dengan kurangnya suplai darah ke miokardium, perubahan
metabolism, peningkatan produksi asam laktat.
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial tau digambarkan dalam hal
kerusakan sedemikian rupa. (Nurarif AH, 2015)
Batasan karakteristik nyeri akut menurut Nurarif (2015) yaitu perubahan selera
makan, perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi jantung, perubahan frekuensi
pernafasan, laporan isyarat, diaphoresis, perilaku distraksi, mengespresikan perilaku,
sikap melindungi area nyeri, focus menyempit, indikasi nyeri yang dapat di amati,
perubahan posisi untuk menghindari nyeri, dilatasi pupil, melporkan nyeri secara verbal,
dan gangguan pola tidur.
Berdasarkan data yang penulis lakukan dengan kasus gagal jantung pada Tn.T tidak
ditemukan data untuk menegakkan diagnosa keperawatan nyeri akut.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan pembesaran cairan, kongesti paru, akibat
sekunder dari perubahan membrane kapiler alveoli, dan retensi cairan intertisial.
Gangguan pertukaran gas menurut Nurarif (2015) adalah kelebihan atau defisit pada
oksigenasi dan atau eliminasi karbon dioksida pada membrane alveolar kapiler.
Batasan karakteristik gangguan pertukaran gas menurut Nurarif (2015) adalah pH
darah abnormal, pH arteri abnormal, pernafasan abnormal, warna kulit abnormal,
konfusi, sianosis, penurunan karbon dioksida, diaforesis, dispnea, sakit kepala saat
bangun, hiperkapnia, hipoksemia, hipoksia, iritabilitas, napas cuping hidung, gelisah,
somnolen, takikardia, dan gangguan penglihatan.
Berdasarkan data yang penulis lakukan dengan kasus gagal jantung pada Tn.T tidak
ditemukan data untuk menegakkan diagnosa keperawatan gangguan pertukaran gas.
c. Resiko ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan pengembangan patu tidak
optimal, kelebihan cairan di paru.
Ketidakefektifan pola nafas menurut Nurarif (2015) adalah insiparasi dan atau
ekspirasi yang tidak memberi ventilasi.
Batasan katrakteristik menurut Nurarif (2015) adalah perubahan kedalaman
pernafasan, perubahan ekskursi dada, mengambil posisi 3 titik, brapnea, penurunan
tekanan ekspirasi, penurunan ventilasi semenit, penurunan kapasitas vital, dispnea,
peningkatan diameter anterior posterior, pernafasan cuping hidung, orthopnea, vase
ekspirasi memanjang, pernafasan bibir, takipnea, pengguanaan otot aksesoris untuk
bernapas.
Berdasarkan data yang penulis lakukan dengan kasus gagal jantung pada Tn.T tidak
ditemukan data untuk menegakkan diagnosa keperawatan ketidakefektifan pola nafas.
d. Gangguan perfusi jaringan perifer yang berhubungan dengan penurunan curah jantung.
Gangguan perfus jaringan perifer menurut Nurarif (2015) adalah penurunan sirkulasi
darah ke perifer yang dapat mengganggu kesehatan.
Batasan karakteristik gangguan perfusi jaringan perifer menurut Nurarif (2015)
adalah tidak ada nadi, perubahan fungsi motorik, perubahan karakteristik kulit, indeks
angklebrakhial <0,90, perubahan tekanan darah di ekstremitas, waktu pengisian kapiler
lebih dari 3 detik, klaudikasi, warna tidak kembali ke tungkai saat tungkai diturunkan,
keleambatan penyembuhan luka perifer, penurunan nadi, edema, nyeri ekstremitas, bruid
femoral, pemendekan jarak total yang ditempuh dalam uji berjalan 6 menit, pemendekan
jarah bebas nyeri yang ditempuh dalam uji ber jalan 6 menit, perestesia, dan warna kulit
pucat saat elevasi.
Berdasarkan data yang penulis lakukan dengan kasus gagal jantung pada Tn.T tidak
ditemukan data untuk menegakkan diagnosa keperawatan gangguan perfusi jaringan
perifer.
e. Resiko tinggi penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan penurunan aliran darah
ke otak.
Resiko tinggi penurunan tingkat kesadaran menurut Nurarif (2015) adalah beresiko
mengalami penurunan sirkulasi jaringan otak yang dapat mengganggu kesehatan.
Batasan karakteristik resiko tinggi penurunan tingkat kesadaran menurut Nurarif
(2015) adalah massa trombo plastin parsial abnormal, massa protombin abnormal,
sekmen ventrikel kiri akinetik, ateroklerosis aerotik, diseksi arteri, fibrilasi atrium,
miksoma atrium, tumor otak, stenosis carotid, koagulapati, cardiomyopati dilatasi,
koagulasi intravascular diseminata, embolisme, trauma kepala, hyperkolesterolemia,
hipertensi, endokarditis infeksi, katup prostatic mekanis, stenosis mitral, neoplasma otak,
baru terjadi infark miokardium, syndrome sick sinus, penyalahgunaan zat, terapi
trobolitik, efek samping terkait terapi.
Berdasarkan data yang penulis lakukan dengan kasus gagal jantung pada Tn.T tidak
ditemukan data untuk menegakkan diagnosa keperawatan risiko tinggi penurunan tingkat
kesadaran.
f. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan intake, mual, dan anoreksia.
Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh menurut Nurarif (2015)
adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolic.
Batasan karakteristik resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
menurut Nurarif (2015) yaitu, nyeri abdomen, menghindari makanan, BB 20% atau lebih
dibawah BB ideal, kerapuhan kapiler, diare, kehilangan rambut berlebihan, bising usus
hiperaktif, kurang makanan, kurang informasi, kurang minat pada makanan, penurunan
BB dengan asupan makanan adekuat, kesalahan konsepsi, kesalahan informasi,
membrane mukosa pucat, ketidakmampuan memakan makanan, tonus otot menurun,
mengeluh gangguan sensasi rasa, mengeluh asupan makanan kurang dari RDA, cepat
kenyang setelah makan, rongga mulut terdapat sariawan, steatorea, kelemahan otot
mengunyah, kelemahan otot untuk menelan.
Berdasarkan data yang penulis lakukan dengan kasus gagal jantung pada Tn.T tidak
ditemukan data untuk menegakkan diagnosa keperawatan risiko tinggi perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh.
g. Gangguan pemenuhan istirahat dan tidur berhubungan dengan adanya sesak nafas.
Gangguan pemenuhan istirahat dan tidur menurut Nurarif (2015) adalah gangguan
kualitas dan kuantitas, waktu tidur akibat factor ekternal.
Batasan karakteristik gangguan pemenuhan istirahat dan tidur menurut Nurarif (2015)
yaitu perubahan pola tidur normal, penurunan kemampuan berfungsi, ketidakpuasan
tidur, menyatakan sering terjaga, menyatakan tidak mengalami kesulitan tidur,
menyatakan merasa tidak cukup istirahat.
Berdasarkan data yang penulis lakukan dengan kasus gagal jantung pada Tn.T tidak
ditemukan data untuk menegakkan diagnosa keperawatan gangguan pemenuhan istirahat
dan tidur.
h. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan pusing dan kelemahan.
Resiko tinggi cedera menurut Nurarif (2015) adalah beresiko mengalami cedera
sebagai akibat kondisi lingkungan yang berinteraksi dengan sumber adaptif dan sumber
defensive individu.
Berdasarkan data yang penulis lakukan dengan kasus gagal jantung pada Tn.T tidak
ditemukan data untuk menegakkan diagnosa keperawatan risiko tinggi cedera.
i. Cemas berhubungan dengan rasa takut akan kematian, penurunan status kesehatan, situasi
krisis, ancaman, atau perubahan kesehatan.
Cemas menurut Nurarif (2015) adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang
samar disertai respon autonom (sumber seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh
individu) :perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini
merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan
kemampuan individu untuk bertindak menghadapi ancaman.
Batasan karakteristik cemas menurut Nurarif (2015) yaitu perilaku, afektif, fisiologis,
simpatik, parasimpatik, kognitif.
Berdasarkan data yang penulis lakukan dengan kasus gagal jantung pada Tn.T tidak
ditemukan data untuk menegakkan diagnosa keperawatan cemas.
j. Resiko tinggi konstipasi berhubungan dengan penurunan intake serat dan penurunan
bising usus.
Resiko tinggi konstipasi menurut Nurarif ( 2015 ) adalah penurunan pada frekuensi
normal defakasi yang disertai oleh kesulitan atau pengeluaran tidak lengkap, feses, atau
pengeluaran feses yang kering, keras, dan banyak.
Batasan karakteristik resiko tinggi konstipasi menurut Nurarif ( 2015 ) yaitu nyeri
abdomen, nyeri tekan abdomen dengan teraba resistensi otot, nyeri tekan abdomen tanpa
teraba resistensi otot, anoreksia, penampilan tidak khas pada lansia, borbogirigmi, darah
merah pada feses, perubahan pada pola defekasi, penurunan frekuensi, penurunan volume
feses, distensi abdomen, rasa rectal penuh, rasa tekanan rectal, keletihan umum, feses
keras dan berbentuk, sakit kepala, bising usus hiperaktif dan hipoaktif, peningkatan
tekanan abdomen, tidak dapat makan, mual, rembesan feses cair, nyeri pada saat
defekasi, masa abdomen yang dapat diraba, adanya feses lunak, perfusi abdomen pekak,
sering flatus, mengejan pada saat defekasi, tidak dapat mengeluarkan feses, muntah.
Berdasarkan data yang penulis lakukan dengan kasus gagal jantung pada Tn.T tidak
ditemukan data untuk menegakkan diagnosa keperawatan risiko tinggi konstipasi.
k. Ketidakefektifan koping individu yang berhubungan dengan prognosis penyakit,
gambaran diri yang salah, perubahan peran.
Ketidakefektifan koping individu menurut Nurarif ( 2015 ) adalah ketidakmampuan
untuk membentuk penilaian valid tentang stressor, ketidakadekuatan pilihan respon yang
dilakukan dan atau ketidakmampuan untuk menggunakan sumber daya yang tersedia.
Batasan karakteristik Ketidakefektifan koping individu menurut Nurarif ( 2015 ) yaitu
perubahan dalam pola komunikasi yang biasa, penurunan penggunaan dukungan social,
perilaku destruktif terhadap orang lain, destruktif terhadap diri sendiri, letih,
ketidakmampuan memperhatikan informasi, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan
dasar, ketidakmampuan memenuhi harapan peran, pemecahan masalah yang tidak
adekuat, kurannya resolusi masalah, konsentrasi buruk, pengambilan resiko gangguan
tidur, menggunakan koping yang menggangu perilaku adaptif.
Berdasarkan data yang penulis lakukan dengan kasus gagal jantung pada Tn.T tidak
ditemukan data untuk menegakkan diagnosa keperawatan ketidakefektifan koping
individu.

Anda mungkin juga menyukai