Anda di halaman 1dari 103

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

J P2A0 DENGAN POST


SECTIO CAESAREA (SC) HARI KE 0 ATAS INDIKASI PRE
EKLAMPSIA BERAT (PEB) DI RUANG FLAMBOYAN
RSUD Prof. DR MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO

KARYA TULIS ILMIAH

UntukMemenuhiSebagianSyaratGunaMenyelesaikan
ProgramPendidikan Diploma III Keperawatan
PadaAkademiKeperawatanSerulingmas
Cilacap

Oleh :
Annisa Ayu Kumalasari
12. 070

AKADEMI KEPERAWATAN SERULINGMAS


CILACAP
2015
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.JP2A0DENGAN POST
SECTIOCAESAREA(SC) HARI KE 0 ATAS INDIKASI PRE
EKLAMPSIA BERAT (PEB) DIRUANG FLAMBOYAN
RSUD Prof. DR MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO

KARYA TULIS ILMIAH

UntukMemenuhiSebagianSyaratGunaMenyelesaikan
Program Pendidikan Diploma III Keperawatan
PadaAkademiKeperawatanSerulingmas
Cilacap

Oleh :
AnnisaAyu Kumalasari
12. 070

AKADEMI KEPERAWATAN SERULINGMAS


CILACAP
2015
PERSETUJUAN

KaryaTulisIlmiah :LaporankasusdenganjudulAsuhanKeperawatanPadaNy.J
Dengan Post Section Caesarea Hari Ke 0 Atas Indikasi Pre Eklampsia Berat Di
Ruang Flamboyan RS. Prof. DR
MargonoSoekarjoPurwokertotelahdisetujuiuntukdiajukanpadaUjiSidangKTI
tanggal 7 Juli 2015.

Pembimbing I

Titi Alfiani, S.Kep.,Ns


NIK : 71111087

Pembimbing II

Atika Dhiah A, S. Kep., Ns


NIK : 68111187

ii
PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah : Laporan kasus dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Ny. J
Dengan Post Section Caesarea Hari Ke 0 Atas Indikasi Pre Eklampsia Berat Di
Ruang Flamboyan RS. Prof. DR Margono Soekarjo Purwokerto telah diujikan dan
disetujui oleh Dewan Penguji.
Pada tanggal : 7 Juli 2015.

Penguji

Penguji I : Destianti Indah M., S.Kep., Ns. :

Penguji II : Titi Alfiani, S.Kep.,Ns. :

Penguji III : AtikaDhiah A., S.Kep., Ns. :

iii
PERSEMBAHAN

KaryaTulisIlmiahinikupersembahkankepada :
1. Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT. Taburan cinta dan kasih
sayang-Mu telah memberikanku kekuatan, membekaliku dengan ilmu serta
memperkenalkanku dengan cinta. Atas karunia serta kemudahan yang
Engkau berikan akhirnya Karya Tulis Ilmiah yang sederhana ini dapat
terselesaikan. Sholawat dan salam selalu terlimpahkan keharibaan Rasullah
Muhammad SAW.
2. Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terima kasih yang tiada terhingga
kupersembahkan karya kecil ini kepada Ibu dan Ayahku yang telah
memberikan kasih sayang, segala dukungan, dan cinta kasih yang tiada
terhingga yang tiada mungkin dapat kubalas hanya dengan selembar kertas
yang bertuliskan kata cinta dan persembahan. Semoga ini menjadi langkah
awal untuk membuat Ibu dan Ayah bahagia,karna kusadar selama ini belum
bisa berbuat yang lebih untuk Ibu dan Ayah yang selalu membuatku
termotivasi dan selalu menyirami kasih sayang, selalu mendoakanku, selalu
menasehatiku menjadi lebih baik,
3. Karya Tulis kecil ini kupersembahkan, untuk cahaya hidup, yang senantiasa
ada saat suka maupun duka, selalu setia mendampingi, saat kulemah tak
berdaya untuk Mas Jemmy, Mba Ita dan adikku M. Faizal serta keluargaku
yang tersayangyang selalu memanjatkan doa untukku yang tercinta dalam
setiap sujudnya. Terima kasih untuk semuanya.
4. Sebagai tanda cinta kasihku, kupersembahkan karya kecil ini buatmu.
Terimakasih atas kasih sayang, perhatian dan kebersamaanmu yang telah
memberiku semanGat dan inspirasi dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
5. Ibu Titi Alfiani, S.Kep.,Ns dan Ibu Atika Dhiah A., S.Kep., Ns. Selaku
dosen pembimbing tugas akhir saya, terima kasih banyak Ibu sudah
membantu saya selama ini, sudah dinasehati, sudah diajari, saya tidak akan
lupa atas bantuan dan kesabaran dari ibu.

iv
6. Seluruhkeluarga yang telahmendukung,
mendo’akandanmensupportperjuangankuhinggadapatmenyelesaikanpendidi
kan di AkperSerulingmasCilacap.
7. Semuateman-temanangkatan XVIII danadiktingkat yang
selalumemberikansemangatdandukungannya.
8. SeluruhCivitasAkademikKeperawatanSerulingmasCilacap.
9. Aku belajar, aku tegar, dan aku bersabar hingga aku berhasil. Terimakasih
untuk Semua .

v
MOTTO

“Hidup bukanlah escalator, namun untaian dari anak tangga. Maka

berjuang dan berusalah untuk mecapai puncak tangga”.

“Kejarlah apa yang kalian cita-citakan sampai berhasil secepatnya, Karena

sesungguhnya usia-usiamu itu hanya sebuah perjalanan (HR. Bukhari

Muslim)”.

“Dengan berusaha siapapun bisa jadi apapun”.

“Dan dari mana saja kamu keluar (datang), Maka palingkanlah wajahmu

ke arah Masjid al-Haram, Sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu

yang hak dari Tuhanmu. dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang

kamu kerjakan”. (Q.S. al-Baqarah: 149).

"Apabila Anda berbuat kebaikan kepada orang lain, maka Anda telah

berbuat baik terhadap diri sendiri”.

"Kita melihat kebahagiaan itu seperti pelangi, tidak pernah berada di atas

kepala kita sendiri, tetapi selalu berada di atas kepala orang lain." (Thomas

Hardy).

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah yang berjudul, “Asuhan Keperawatan Pada Ny. J P2A0
Dengan Post Sectio Caesarea (Sc) Hari Ke 0 Atas Indikasi Pre Eklampsia Berat
(Peb) Diruang Flamboyan Rsud Prof. Dr Margono Soekarjo Purwokerto” ini
dapat terselesaikan.
Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan DIII Kperawatan Serulingmas Cilacap. Keberhasilan penulis dalam
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini tidak lepas dari bimbingan, arahan, dan
bantuan dari berbagai pihak. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada pihak
yang telah membantu penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, yaitu :
1. Direktur RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto yang telah bersedia
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukkan pengambilan
kasus di rumah sakit.
2. Ibu Puji Suwariyah,S.Kep.,Ns,M.Kep,Selaku Pjs Direktur Akper Serulingmas
Cilacap.
3. Ibu Nunik, S.Kep.,Ns selaku Pembimbing lahan.
4. Ibu Titi Alfiani, S.Kep.,Ns selaku Pembimbing I yang telah memberikan
arahan, bimbingan dan bantuan kepada penulis.
5. Ibu Atika Dhiah Anggraeni, S.Kep.,Ns selaku Pembimbing II yang telah
memberikan arahan, bimbingan dan bantuan kepada penulis.
6. Seluruh staf pengajar dan karyawan Akademi Keperawatan Serulingmas
Cilacap.

vii
Semoga Alloh SWT membalas segala kebaikan beliau. Penulis menyadari
bahwa dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan
maka penulis meminta saran dan kritik yang membangun dalam penulisan Karya
Tulis Ilmiah selanjutnya. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi penulis
pada khusunya dan pembaca pada umumnya, Amin.

Cilacap, 27 Maret2015

Penulis

viii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1


A. Latar Belakang ............................................................................ 2
B. Tujuan ........................................................................................ 2
C. Manfaat ....................................................................................... 3
D. Sistematika Penulisan ................................................................. 4

BAB II KONSEP DASAR ............................................................................ 6


A. Tinjauan Teori ............................................................................. 6
1. Sectio Caesarea ..................................................................... 6
a) Definisi ............................................................................ 6
b) Etiologi ............................................................................ 6
c) Jenis – Jenis Sectio Caesarea .......................................... 8
d) Pemeiksaan Penunjang .................................................... 10
e) Penatalaksanaan ............................................................. 10
2. Nifas ..................................................................................... 12
a) Definisi ............................................................................ 12
b) Perubahan psikologis pada ibu post partum .................... 13
c) Perubahan Fisiologi Post Partum .................................... 15
3. Pre Eklampsia Berat .............................................................. 19
a) Definisi ............................................................................ 19
b) Etiologi ............................................................................ 19

ix
c) Tanda dan Gejala............................................................. 19
d) Pemeriksaan Penunjang .................................................. 20
e) Komplikasi ...................................................................... 20
f) Penatalaksanaan .............................................................. 21
4. Patofisiologi .......................................................................... 22
5. Pathway ................................................................................. 25
B. Konsep Asuhan Keperawatan ..................................................... 26
1. Pengajian ............................................................................... 26
2. Diagnosa Keperawatan.......................................................... 29
3. Intervensi ............................................................................... 29

BAB III TINJAUAN KASUS


A. Pengkajian .................................................................................. 38
B. Analisa Data dan Perumusan Diagnosa Keperawatan ................ 41
C. Intervensi,Implementasi danEvaluasi ......................................... 43

BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian ................................................................................. 52
B. Diagnosa keperawatan ............................................................... 57
C. Intervensi ..................................................................................... 63
D. Implementasi ............................................................................... 67
E. Evaluasi ....................................................................................... 76

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 79
B. Saran ........................................................................................... 80

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 82


LAMPIRAN .................................................................................................. 84

x
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.2 : Gambar Pathway .................................................................... 25

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 : Format Asuhan Keperawatan .................................................. 85

xii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 : Tinggi fundus uterus menurut masa involusi .............................. 16


Tabel 2.2 : Indikator nyeri akut ..................................................................... 29
Tabel 2.3 : Indikator ansietas ....................................................................... 30
Tabel 2.4 : Indikator bersihan jalan nafas ..................................................... 31
Tabel 2.5 : Indikator nyeri akut ..................................................................... 32
Tabel 2.6 : Indikator ketidakefektifan pemberian ASI.................................. 32
Tabel 2.7 : Indikator ganggua eliminasi urin ................................................ 33
Tabel 2.8 : Indikator ansietas ........................................................................ 34
Tabel 2.9 : Indikator gangguan pola tidur ..................................................... 35
Tabel 2.10 : Indikator defisit perawatan diri ................................................. 35
Tabel 2.11 :Indikator resiko infeksi .............................................................. 36
Tabel 2.12 : Indikator kurang pengetahuan................................................... 37
Tabel 3.1 : Analisa data ................................................................................. 41
Tabel 3.2 : Indikator nyeri ............................................................................. 43
Tabel 3.3 : Indikator evaluasi nyeri .............................................................. 46
Tabel 3.4 : Indikator ketidakefektifan pemberian ASI.................................. 46
Tabel 3.5 : Indikator evaluasi ketidakefektifan pemberian ASI ................... 48
Tabel 3.6 : Indikator defisit perawatan diri ................................................... 48
Tabel 3.7 : Indikator evaluasi defisit perawatan diri ..................................... 50
Tabel 3.8 : Indikator resiko infeksi ............................................................... 51
Tabel 3.9 : Indikator evaluasi resiko infeksi ................................................. 52

xii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka kematian ibu dan bayi saat ini masih tinggi. Terutama untuk ibu
hamil yang tinggal di desa-desa selain karena pengetahuan ibu hamil yang
kurang dan tidak begitu mengerti tentang kesehatan, juga karena perawatan
dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non medis dan sistem rujukan
yang belum sempurna.Persalinan merupakan keadaan fisiologis yang normal.
Persalinan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan persalinan normal
(pervaginam) dan dengan pembedahan atau sectio caesarea (Sukarni, 2013).
Persalinan tidak hanya dilakukan secara normal saja tetapi juga dapat
dilakukan secara sectio caesarea. Sectio caesarea adalah suatu persalinan
buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut
dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin
diatas 500 gram (Wiknjosastro, 2005).Sectio caesarea biasanya dilakukan
karena beberapa indikasi diantaranya komplikasi kehamilan disproporsisefalo
pelvic, partus lama, rupture uteri, cairan ketuban yang tidak normal, presentasi
bokong dan pre eklampsia (Prawirohardjo, 2010).
Preeklampsi dibagi menjadi dua diantaranya adalah preeklampsi ringan
(PER) dan preeklampsi berat (PEB). PEB merupakan komplikasi persalinan
yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai
dengan proteinuria dan edema padakehamilan 20 minggu atau lebih, PEB
adalah suatu penyakit yang menjadi indikasi seorang ibu hamil dilakukannya
tindakan sectio caesarea (Prawirohardjo, 2010).
World Health Organization(WHO) menetapkan standar rata-rata
sectiocaesarea di sebuah Negara adalah sekitar 5-15 % per 1000 kelahiran di
dunia. Persalinansectio caesarea dengan indikasi PEB pada ibu menurut WHO
pada tahun 2013 adalah sekitar 0,51%- 38,4%(Sinha Kounteya, 2013). Angka
kejadian PEB di Indonesia cenderung meningkat yaitu 1,0%- 1,5% pada sekitar
2011–2012, meningkat menjadi 4,1% - 14,3% pada sekitar 2013 – 2014
2

(Soefwan, 2014). Sectio Caesarea dengan indikasi PEB merupakan angka


kematian yang sangat tinggi di Indonesia pada ibu dan bayi yaitu mencapai
10%, maka perlu dilakukan upaya yang optimal untuk menurunkan kejadian
tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota
Semarang tahun 2012angka kejadian section caesarea dengan indikasi PEB
adalah sekitar 4,1%.
Angka kejadian PEB di ruang Flamboyan RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo yang diperoleh dari medical record pada periode Januari sampai
Desember 2014 sebanyak 69 kasus atau sekitar 5,7% (Buku laporan bulanan R.
Flamboyan RSUD). Angka kejadian PEB yang tinggi di ruang flamboyan
maka perlu adanya penanganan yang khusus karena apabila tidak di tangani
dengan baik maka akan menambah angka kematian bayi dan ibu, oleh karena
itu perawat harus melakukan penanganan secara baik untuk menurunkan angka
kematian bayi dan ibu.
Berdasarkan latar belakang yang di uraikan di atas, kejadian sectio
caesarea sangat tinggi dengan berbagai indikasi seperti PEB di Ruang
Flamboyan RSUD Margono Soekarjo Purwokerto dan perawat perlu
memberikan asuhan keperawatan dengan baik,maka penulis tertarik untuk
membahas tentang asuhan keperawatan yang dilakukkan penulis selama
praktik satu minggu di Ruang Flamboyan yang berjudulAsuhan Keperawatan
Pada Ny. J P2A0 Post Sectio Caesarea (SC) Hari Ke 0 Dengan Indikasi Pre
Eklampsia Berat (PEB) Di Ruang Flamboyan RSUD Prof. Dr Margono
Soekarjo Purwokerto.

B. Tujuan
Tujuan dari Karya Tulis Ilmiah dengan judul Asuhan Keperawatan Pada
Ny. J P2A0 Post Sectio Caesarea (SC) Hari Ke 0 Dengan Indikasi Pre
Eklampsia Berat (PEB) Di Ruang Flamboyan RSUD Prof. Dr Margono
Soekarjo Purwokerto yaitu :
3

1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran nyata tentang pelaksanaan Asuhan
Keperawatan pada Ny. J dengan Post Sectio Caesarea hari pertama atas
indikasi preeklampsia berat.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus penyusunan ini bertujuan agar penulis dapat :
a. Melakukan pengkajian pada Ny. J dengan post sectio caesarea atas
indikasi pre eklampsia berat.
b. Menegakan diagnosa keperawatan pada Ny. J dengan post sectio
caesarea atas indikasi pre eklampsia berat.
c. Menyusun rencana keperawatan pada Ny. J dengan post sectio caesarea
atas indikasi pre eklampsia berat.
d. Melakukan tindakan keperawatan pada Ny. J dengan post sectio caesarea
atas indikasi pre eklampsia berat.
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada Ny. J dengan post sectio caesarea
atas indikasi pre eklampsia berat
f. Melakukan dokumentasi keperawatan pada Ny. J dengan post sectio
caesarea atas indikasi pre eklampsia berat.

C. Manfaat
Manfaat dari Karya Tulis Ilmiah dengan judul Asuhan Keperawatan Pada
Ny. J P2A0 Deangan Post Sectio Caesarea (SC) Hari Ke 0 Atas Indikasi Pre
Eklampsia Berat (PEB) Di Ruang Flamboyan RSUD Prof. Dr Margono
Soekarjo Purwokerto yaitu :
1. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan bagi rumah sakit agar dapat memberikan
Asuhan Keperawatan yang lebih optimal pada kejadian Pre Eklampsi Berat
dengan Tindakan Sectio Caesarea di ruang Flamboyan RSUDMargono
Soekarjo Purwokerto.
4

2. Bagi Institusi Pendidikan


Diharapkan asuhan keperawatan ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan bagi mahasiswa DIII Keperawatan Akper Serulingmas
Cilacap, sebagai calon pemberi asuhan keperawatan untuk dapat digunakan
sebagai acuan dalam melakukkan pembuatan karya tulis ilmiah (KTI) dan
menambah referensi di perpustakaan khususnya pada kasussectio caesarea
atas indikasi pre eklampsia berat.
3. Bagi Profesi Keperawatan
Sebagaipengalaman langsung dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah,
khususnya mengenai Asuhan Keperawatan Pada Ny. J P2A0 Dengan Post
Sectio Caesarea (SC) Hari Ke 0 Atas Indikasi Pre Eklampsia Berat (PEB)
Di Ruang Flamboyan RSUD Prof. Dr Margono Soekarjo Purwokerto.

D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan hasil Karya Tulis Ilmiah yang penulis lakukkan
disajikan sebagai berikut :
1. HALAMAN SAMPUL
2. HALAMAN JUDUL
3. LEMBAR PERSETUJUAN
4. LEMBAR PENGESAHAN
5. KATA PENGANTAR
6. DAFTAR ISI
7. DAFTAR LAMPIRAN
8. DAFTAR GAMBAR
9. DAFTAR TABEL
10. BAB I Pendahuluan
Dalam pendahuluan meliputi latar berlakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan, manfaat penulisan, keaslian karya tulis ilmiah, metode penulisan
karya tulis ilmiah, teknik pengumpulan data dan sistematika penulisan.
5

11. BAB II Konsep Dasar


Konsep dasar meliputi (pengertian, etiologi, tanda dan gejala,
patofisiologi/pathway, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan medis dan
keperawatan), asuhan keperawatan (pengkajian, diagnosa keperawatan dan
rencana keperawatan).
12. BAB III Tinjauan Kasus
Pada tinjauan kasus meliputi pengkajian, analisa data, diagnosa
keperawatan, rencana tindakan keperawatan, implementasi, evaluasi dan
dokumentasi.
13. BAB IV Pembahasan
Dalam pembahasan berisi tentang pengkajian, diagnosa keperawatan
(diagnosa yang ada dikasus nyata dan ada diteori, diagnosa yang tidak ada
dikasus nyata tapi ada di teori dan diagnosa yang tidak ada diterori tetapi
ada dikasus nyata), intervensi, implementasi dan evaluasi.
14. BAB V Penutup
Pada penutup karya tulis ilmiah berisi tentang kesimpulan dari
pengkajian sampai evaluasi yang telah dilakukan oleh penulis dan saran
yang diharapakan dapat membangun penulis dan dalam penyusunan karya
tulis ilmiah.
6

BAB II
KONSEP DASAR

A. Tinjauan Teori
1. Sectio Caesarea
a. Definisi
Sectio caesareayaitu tindakan operasi untuk mengeluarkanbayi
dengan melalui insisi pada dinding perutdan di dinding rahim dengan
syarat rahim dalamkeadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram.
(Wiknjosastro, 2005). Sedangkan menurut Manuaba, (2012) Persalinan
sectio caesarea adalah persalinan melalui sayatan pada dinding abdomen
dan uterus yang masih utuh dengan berat janin > 1000 gram atau umur
kehamilan > 28 minggu.
Menurut Sofian, (2012) Pengertian dari sectio sesarea adalah suatu
cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding depan
perut. Berdasarkan beberapa definisi diatas maka penulis menyimpulkan
Sectio Caesarea adalah melahirkan janin dengan jalan membuat sayatan
pada dinding depan perut dan uterus yang masih utuh dimana berat badan
janin > 1000 gram atau umur kehamilan > 28 minggu.
b. Etiologi
Beberapa penyebab dilakukannya Sectio Caesarea menurut
Wiknjosastro (2005) ada dua indikasi yaitu ada indikasi dari ibu dan
janin.
1) Indikasi Ibu
a) Panggul sempit
Panggul sempit yaitu apabila bayi terlalu besar atau pintu atas
panggul terlalu kecil sehingga tidak dapat melewati jalan lahir
dengan aman, sehingga membawa dampak serius bagi ibu dan
janin.
7

b) Placenta previa
Plasenta previa yaitu plasenta melekat pada ujung bawah
uterus sehingga menutupi serviks sebagian atau seluruhnya,
sehingga ketika serviks membuka selama persalinan ibu dapat
kehilangan banyak darah, hal ini sangat berbahaya bagi ibu maupun
janin.
c) Ruptura uteri mengancam
Ruptura uteri mengancam yaitu adanya ancaman akan terjadi
ruptur uteri bila persalinan dilakukan dengan persalinan spontan.
d) Partus Lama
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24
jam pada primigravida dan lebih dari 18 jam pada multigravida.
Dilatasi serviks di kanan garis waspada persalinan fase aktif.
e) Partus Tak Maju
Partus tak maju yaitu suatu persalinan dengan his yang adekuat
yang tidak menunjukkan pada pembukaan serviks, turunnya kepala
dan putar paksi selama dua jam terakhir.
f) Penyakit ibu (eklamsia/preeklampsi yang berat, DM, penyakit
jantung, kanker cervikal), pembedahan rahim sebelumnya (riwayat
sectio caesarea, ruptur rahim yang sebelumnya, miomektomi),
sumbatan jalan lahir.
2) Indikasi Janin
a) Kelainan Letak
(1) Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea
adalah jalan/cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan
segala letak lintang yang janinnya hidup dan besarnya biasa.
(2) Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak
belakang bila panggul sempit, primigravida, janin besar dan
berharga.
8

b) Gawat Janin
Gawat janin, janin kelelahan dan tidak ada kemajuan dalam.
c) Janin Besar
Janin besar yaitu bila berat badan bayi lebih dari 400 gram.
3) Kontra Indikasi
a) Janin Mati
Jika janin sudah mati atau berada dalam keadaan jelek
sehingga kemungkinan hidup kecil. Dalam keadaan ini tidak ada
alasan untuk melakukan operasi.
b) Syok, anemia berat sebelum diatasi
Pada ibu yang mengalami atau menderita syok, anemia berat
tidak dapat dilakukan operasi Sectio Caesarea. Jika tetap dilakukan
operasi Sectio Caesarea maka akan membahayakan kondisi ibu itu
sendiri.
c) Kelainan congenital berat
Pada ibu yang mengalami kelainan congenital yang berat tidak
dapat dilakukan operasi karena akan membahayakan ibu dan janin
yang akan dilahirkan.
c. Jenis - Jenis Seksio Sesarea
Jenis - Jenis Sectio caesarea menurut Manuaba (2012) yaitu :
1) Seksio Sesarea Klasik
Seksio sesarea klasik lebih mudah dimulai dari insisi segmen
bawah rahim, dengan indikasi :
a) Seksio sesarea yang diikuti dengan sterilisasi.
b) Terdapat pembuluh darah besar sehingga diperkirakan akan teradi
robekan segmen bawah rahim dan perdarahan.
c) Pada letak lintang.
d) Kepala bayi telah masuk pintu atas panggul.
Keuntungan operasi seksio sasarea klasik :
a) Mudah dilakukan karena lapangan operasi relatif luas.
9

Kerugiannya :
a) Kesembuhan luka operasi relatif sulit.
b) Kemungkinan terjadinya ruptur uteri pada kehamilan berikutnya
lebih besar.
c) Kemungkinan terjadinya perlekatan dengan dinding abdomen lebih
besar.
2) Seksio Sesarea Transperitoneal Profunda :
Seksio sesarea, yang merupakan persalinan dengan morbiditas
dan mortalitas rendah, adalah persalinan yang paling konservatif.
Sebagai pertimbangan, seksio sesarea dapat dilakukan atas dasar :
Indikasi yang berasal dari ibu :
a) Primigravida dengan kelainan letak.
b) Sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk.
c) Terdapat kesempitan panggul.
d) Plasenta previa terutama pada primigravida.
e) Solusio plasenta tingkat satu sampai dua.
f) Komplikasi kehamilan, yaitu: preeklampsia-eklampsia.
Indikasi yang berasal dari janin :
a) Fetal distress/gawat janin.
b) Malpresentasi dan malposisi kedudukan janin.
c) Prolapus tali pusat.
Keuntungan :
a) Segmen bawah rahim lebih tenang.
b) Kesembuhan lebih baik.
c) Tidak banyak menimbulkan perlekatan.
Kerugian :
a) Terdapat kesulitan pada waktu mengeluarkan janin.
b) Terjadi perluasan luka insisi dan menimbulkan perdarahan.
3) Seksio Sesarea Histerektomi
Operasi seksio sesarea histerektomi dilakukan secara histerektomi
supravaginal untuk menyelamatkan ibu dan janin, dengan indikasi :
10

a) Seksio sesarea disertai infeksi berat.


b) Seksio sesarea dengan atonia uteri dan perdarahan.
c) Seksio sesarea disertai uterus couvelaire (solusio plasenta).
d) Seksio sesarea disertai tumor pada otot rahim.
4) Seksio Sesarea Ekstraperitoneal
Operasi tipe ini tidak banyak dikerjakan lagi karena
perkembangan antibiotika, dan untuk menghindari kemungkinan
infeksi. Tujuan dari Seksio sesarea ekstraperitoneal adalah
menghindari kontaminasi vakum uteri oleh infeksi yang terdapat
diluar uterus.
d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien post Sectio Casareamenurut
Mitayani (2013) yaitu:
1) Hitung darah lengkap, golongan darah(ABO) dan percocokan silang,
serta test coombs.
2) Urinalisis : menentukan kadar albumin atau glukosa.
3) Kultur : mengidentifikasi adanya virus herpes simpleks tipe II.
4) Pelvimetri : menentukankesesuaian antara kepala janin dan panggul
ibu.
5) Amniosintesis: mengkaji maturitas paru janin .
6) Ultrasonografi: melokalisasi placenta menentukan pertumbuhan,
kedudukan, dan presentasi janin.
7) Test stress kontraksi atau test non-stress: mengkaji respon janin
terhadap gerakan atau stress dari pola kontraksi uterus atau pola
abnormal.
8) Pemantauan elektronik kontinue : memastikan status janin atau
aktivitas uterus.
e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien Post SC Menurut
Manuaba (2012)diantaranya :
11

1) Penatalaksanaan secara medis


a) Analgesik diberikan setiap 3 – 4 jam atau bila diperlukan
sepertiAsamMefenamat, Ketorolak dan Tramadol.
b) Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan partum yang
hebat.
c) Pemberian antibiotik seperti Cefotaxim, Ceftriaxon dan lain-
lain.Walaupun pemberian antibiotika sesudah Sectio Caesaria
efektif dapat dipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya
dianjurkan.
d) Pemberian cairan parenteral seperti Ringer Laktat dan NaCl.
2) Penatalaksanaan secara keperawatan
a) Kesadaran penderita
(1) Pada anestesi lumbal :Kesadaran penderita baik, oleh
karenanya ibu dapat mengetahui hampir semua proses
persalinan.
(2) Pada anestesi umum : Pilihnya kesadaran oleh ahli telah diatur,
dengan memberikan O2, menjelang akhir operasi.
b) Mengukur tanda-tanda vital.
c) Periksaan Ibu post operasi.
(1) Paru : Bersihan jalan nafas, ronkhi basah untuk mengetahui
adanya edema paru.
(2) Bising usus menandakan berfungsinya usus (dengan adanya
flatus).
(3) Perdarahan lokal pada luka operasi.
(4) Kontraksi rahim, untuk menutup pembuluh darah.
(5) Perdarahan pervagina: evaluasi pengeluaran lochea, atonia
unteri meningkatkan perdarah dan perdarahan berkepanangan.
d) Mobilisasi penderita
Konsep mobilisasi dini tetap merupakan landasan dasar,
sehingga pulihnya fungsi alat vital dapat segera tercapai.
12

(1) Mobilisasi fisik


Tahap - tahap mobilisasi dini pada ibu post operasi seksio
cesarea:
(a) 6 jam pertama ibu post SC
Istirahat tirah baring, mobilisasi dini yang bisa
dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan,
menggerakkan ujung jari kaki dan memutar pergelangan
kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta
menekuk dan menggeser kaki.
(b) 6-10 jam ibu
Diharuskan untuk dapat miring kekiri dan kekanan
mencegah trombosis dan trombo emboli.
(c) Setelah 24 jam ibu
Dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk.
(d) Setelah ibu dapat duduk, dianjurkan ibu belajar berjalan.
(2) Mobilisasi usus
(a) Setelah hari pertama dan keadaan baik, penderita boleh
minum.
(b) hari kedua/ketiga boleh pulang.
2. Nifas
a. Definisi
Nifas adalah masa setelah partus selesai, dan berakhir setelah kira-
kira enam minggu yang berlangsung antara berakhirnya periode
persalinan dan kembalinya organ-organ reproduksi wanita ke kondisi
normal seperti sebelum hamil (Maryunani 2009).Sedangkanmenurut
sukarni (2013)Nifas adalah setelah kelahiran bayi dan pengeluaran
placenta, ibu mengalami suatu periode pemulihan kembali kondisi fisik
dan psikologinya,yang diharapkan pada periode 6 minggu setelah
melahirkan adanya adalah semua system dalam tubuh ibu akan pulih dari
berbagai pengaruh kehamilan dan kembali pada keadaan sebelum hamil.
13

Berdasarkan beberapa definisi diatas maka penulis menyimpulkan


nifas adalah periode waktu atau masa dimana ibu setelah melahirkan bayi
dan plasenta mengalami suatu pemulihan kembali pada kondisi fisik dan
psikologinya,masa ini membutuhkan waktu singkat yaitu 6 minggu.
b. Perubahan psikologis pada ibu post partum
Dalam menjalani adaptasi psikologis setelah melahirkan, Maryunani
(2009) mengatakan bahwa ibu akan melalui fase-fase sebagai berikut:
1) Fase Taking In (Perilaku Dependen)
a) Fase ini merupakan periode ketergantungan dimana ibu
mengharapkan segala kebutuhannya terpenuhi orang lain
b) Berlangsung selama 1-2 hari setelah melahirkan, dimana fokus
perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri (ibu lebih berfokus
pada dirinya)
c) Beberapa hari setelah melahirkan akan mengangguhkan
keterlibatannya dalam tanggung jawabnya
d) Disebut fase Taking In (fase menerima) selama 1-2 hari pertama
ini, karena selama waktu ini, ibu yang baru melahirkan
memerlukan perlindungan dan perawatan
e) Sedangkan dikatakan sebagai fase dependen selama 1-2 hari
pertama ini karena pada waktu ini, ibu menunjukkan
kebahagiaan/kegembiraan yang sangat dan sangat senang untuk
menceritakan tentang pengalamannya melahirkan
f) Pada fase ini, ibu lebih mudah tersinggung dan cenderung pasif
terhadap lingkungannya disebabkan karena faktor kelelahan. Oleh
karena itu, ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang
tidur. Disamping itu, kondisi tersebut perlu dipahami dengan
menjaga komunikasi yang baik
g) Pada fase ini, perlu diperhatikan pemberian ekstra makanan untuk
proses pemulihan ibu dan nafsu makan ibu juga sedang meningkat.
14

2) Fase Taking Hold (Perilaku Dependen-Independen)


a) Pada fase Taking Hold atau dependen mandiri ini, secara
bergantian timbul kebutuhan ibu untuk mendapatkan perawatan
dan penerimaan dari orang lain dan keinginan untuk bisa
melakukan segala sesuatu secara mandiri
b) Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan
c) Pada fase ini, ibu sudah mulai menunjukkan kepuasan (terfokus
pada bayinya)
d) Ibu mulai tertarik melakukan pemeliharaan pada bayinya
e) Ibu mulai terbuka untuk menerima pendidikan kesehatan bagi
dirinya dan juga pada bayinya
f) Ibu mudah sekali didorong untuk melakukan perawatan bayinya
g) Pada fase ini, ibu berespon dengan penuh semangat untuk
memperoleh kesempatan belajar dan berlatih tentang cara
perawatan bayi dan ibu memiliki keinginan untuk merawat bayinya
secara langsung
h) Untuk itu, pada fase ini sangatlah tepat bagi bidan atau perawat
untuk memberikan pendidikan kesehatan tentang hal-hal yang
diperlukan bagi ibu yang baru melahirkan dan bagi bayinya
i) Bidan/perawat perlu memberikan dukungan tambahan bagi ibu-ibu
yang baru melahirkan sebagai berikut:
(1) Ibu primipara yang belum berpengalaman mengasuh anak
(2) Ibu yang merupakan wanita karier
(3) Ibu yang tidak mempunyai keluarga untuk dapat berbagi rasa
(4) Ibu yang berusia remaja
(5) Ibu yang tidak bersuami
Karena ibu-ibu tersebut seringkali mengalami kesulitan
menyesuaikan diri terhadap isolasi yang dialaminya dan tidak
menyukai terhadap tanggung jawabnya di rumah dan merawat bayi.
15

3) Fase Letting Go (Perilaku Interdependen)


a) Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran
barunya yang berlangsung setelah 10 hari pasca melahirkan
b) Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya
c) Keinginan ibu untuk merawat diri dan bayinya sangat meningkat
pada fase ini
d) Terjadi penyesuaian dalam hubungan keluarga untuk
mengobservasi bayi
e) Hubungan antar pasangan memerlukan penyesuaian dengan
kehadiran anggota baru (bayi).
c. Perubahan Fisiologis Pada Post Partum
Perubahan fisiologis pada pasien post partum menurut Sukarni
(2013)yaitu :
1) Reproduksi
a) Involusi Uterus
Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses
dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil.
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :
(1) Iskemia myometrium
Disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus
menerus dari uterus setelah pengeluaran placenta membuat
uterus relative anemi dan menyebabkan serat otot atrofi.
(2) Autolysis
Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi
didalam otot uterin.
(3) Efek oksitosin
Menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterin
sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan
berkurangnya suplai darah ke uterus.proses ini membantu
untuk mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta
mengurangi pendarahan.
16

Tabel 2.1 : Tinggi fundus uterus menurut masa involusi


Involusi Tinggi Fundus uteri Berat uterus
Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram
Uri lahir 2 jari di bawah pusat 750 gram
1 minggu Pertengahan pusat simfisis 500 gram
I

2 minggu Tidak teraba 350 gram

6 minggu Bertambah kecil 50 gram


8 minggu Sebesar normal 30 Gram

Sumber : Sukarni, (2013).

b) Involusi tempat plasenta


Setelah persalinan, tempat plasenta merupakan tempat dangan
permukaan kasar, tidak rata dan kira-kira sebesar telapak tangan.
Dengan cepat luka ini mengecil, pada akhir minggu ke dua hanya
sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm.
Penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali. Pada permulaan
nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar
yang tersumbat oleh thrombus.biasanya luka yang demikian
sembuh dengan menjadi parut, tetapi luka bekas plasenta tidak
meninggalkan parut, hal ini disebabkan karena luka ini sembuh
dengan cara dilepaskan dari dasarnya tetapi diikuti pertumbuhan
endometrium baru dibawah permukaan luka.
c) Perubahan ligamen
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang
meregang sewaktu kehamilan dan partus, setelah janin lahir
berangsur-angsur mencicut kembali seperti sediakala.
d) Perubahan pada serviks
Seviks mengalami involusi bersama-sama uterus.Perubahan-
perubahan yang terdapat pada serviks post partum adalah bentuk
serviks yang akan menganga seperti corong. Beberapa hari setelah
persalinan, ostium externum dapat dilalui oleh dua jari, pinggir-
pinggirnya tidak rata tetapi retak-retak karena robekan dalam
17

persalinan. Pada akhir minggu pertama hanya dapa dilalui oleh satu
saja, dan lingkaran retraksi berhubungan dengan bagian atas dari
canalis cervikallis.
e) Lochea
Lochea adalah cairan yang berasal dari kavum uteri dan vagina
dalam masa nifas. Macam –macam lochea fisiologi :
(1) Lochea rubra
Lochea ini muncul pada hari pertama sampai hari ketiga
masa postpartum.
(2) Lochea serosa
Berwarna kuning, cairan tidak berupa darah lagi, pada hari
kelima sampai kesembilan masa post partum.
(3) Lochea alba
Cairan putih mengandung leukosit, desidua, sel epitel,
mucus, serum, bakteri. Muncul lebih dari hari kesepuluh
postpartum.
f) Perubahan pada Vulva, Vagina dan Perineum
Vulva dan vagina mengalami peregangan yang sangat besar
selama proses melahirkn bayi dan dalam beberapa hari pertama
sesudah proses tersebut, kesua organ ini tetap berada dalam
keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali pada
keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsung-
angsur akan muncul kembali sementara labia menjadi lebih
menonjol.
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena
sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju.
Pada post natal hari kelima, perineum sudah mendapatkan kembali
sebagia besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur daripada
keadaan sebelum melahirkan.
18

2) Perubahan system pencernaan


a) Nafsu makan
Ibu biasanya lapar setelah melahirkan sehingga boleh
mengkonsumsi makanan ringan, ibu sering cepat lapar dan siap
makan 1-2 jam post primordial, dan dapat ditolereansi dengan diet
yang ringan.
b) Mortilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna
menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir.
c) Pengosongan usus
Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua
sampai tiga hari setelah ibu melahirkan, hal ini disebabkan karena
tonus otot usus menurun selama proses persainan dan pada awal
pasca partum, diare sebelum persalinan, edema sebelum
melahirkan kurang makan atau dehidrasi.
3) Perubahan pada system musculoskeletal
a) Dinding perut dan peritoneum
Setelah persalinan, dinding perut longgar karena diregang
begitu lama, tetapi biasanya pulih kembali dalam 6 minggu.
b) Striae
Striae pada dinding badomen tidak dapat menghilang
sempurna melainkan membentuk garis lurus yang samar.
c) Perubahan ligamen
Ligamen-ligamen dan diafragma perlvis sertas vasia yang
meregang sewaktu kehamilan dan partus, setelah janin lahir,
berangsur-angsur menciut kembali seperti sedia kala.
d) Simpisis pubis
Meskipun relative jarang, tetapi simpisis pubis yang terpisah
ini merupakan penyebab utama morbiditas maternal dan kadang-
kadang penyebab ketidakmampuan jangka panjang.
19

3. Pre Eklampsia Berat


a. Definisi
Pre Eklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan
edema akibat kehamilan setelah usia 20 minggu atau segera setelah
persalinan (Mansjoer, dkk, 2007). Sedangkan Pre eklampsia berat
menurut Nugroho (2010) adalah suatu komplikasi kehamilan yang
ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai
dengan proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau
lebih.
Menurut Maryunani (2009) Pre eklampsia berat adalah suatu
sindrom klinik dalam kehamilan viabel usia kehamilan > 20 minggu atau
berat janin 500 gram yang ditandai dengan hiperproteinuria dan oedema.
Gejala ini dapat timbul sebelum kehamilan viable padapenyakit
troploblast. Berdasarkan beberapa definisi diatas maka penulis
menyimpulkan pre eklapmsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan
pada usia > 20 minggu atau berat janin 500 gram yang ditandai dengan
timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih pada kehamilan 20
minggu atau lebih disertai dengan proteinuria dan/atau edema
b. Etiologi
Penyebab timbulnya Pre Eklampsia pada ibu hamil belum diketahui
secara pasti, tetapi pada umumnya disebabkan oleh Vasospasme
arteriola. Faktor-faktor lain yang diperkirakan akan mempengaruhi
timbulnya Pre Eklampsia antara lain : Primigravida, kehamilan ganda,
hidramnion, mola hidatidosa, multigravida, malnutrisi berat, usia ibu
kurang dari 18 tahun atau lebih dari 35 tahun serta anemia
(Maryunani,2009).
c. Tanda dan Gejala
Menurut Maryunani (2009) Pre Eklampsia dinyatakan berat bila ada
satu diantara gejala-gejala berikut :
1) Hipertensi dengan tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih, diukur
minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat.
20

2) Proteinuria 5gr/24 jam atau lebih, 3 gram protein per liter atau > 10
gram perliter pada pemeriksaan kualitatif.
3) Oliguria, urine 400 ml/ 24 jam atau kurang.
4) Edema paru-paru, sianosis.
5) Tanda dan gejala lain yaitu sakit kepala yang berat, masalah
penglihatan, pandangan kabur dan spasme arteri retina pada
funduskopi, nyeri epigastrium, maul atau muntah serta emosi mudah
marah.
6) Pertumbuhan janin intrauterine terlambat.
7) Adanya HELLP Syndrome (H= Hemolysis, ELL= Elevated Liver
Enzyme, P=Low Platelet Count).
d. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nugroho (2010) pemeriksaan penunjang selain anamnesa
dan pemeriksaan fisik, pada kecurigaan adanya Pre Eklampsia berat
sebaiknya diperiksa juga :
1) Pemeriksaan darah rutin serta kimia darah : urium-kreatinin,
SGOT(Serum Glutamin Oxaloacetic Transaminase), LDH (Lactat
Dehydrogenase)dan bilirubin.
2) Pemeriksaan urine : protein, reduksi, bilirubin dan sedimen.
3) Kemungkinan adanya pertumbuhan janin terhambat dengan
konfirmasi ultrasonografi (bila tersedia).
4) Kardiografi untuk menilai kesejahteraan janin.
e. Komplikasi
Komplikasi pre eklampsia berat menurut Mitayani (2013) antaralain:
1) Pada ibu
a) Eklampsia.
b) Solusio plasenta.
c) Pendarahan subkapsula hepar.
d) Kelainan pembekuan darah DIC(Disseminated Intravascular
Coagulation).
21

e) Sindrom HELPP (H= Hemolysis, ELL= Elevated Liver Enzyme,


P=Low Platelet Count).
f) Ablasio retina.
g) Gagal jantung hingga syok dan kematian.
2) Pada janin
a) Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus.
b) Prematur.
c) Asfiksia neonatorum.
d) Kematian dalam uterus.
e) Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal.
f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pre eklampsia berat menurut Nugroho (2010).
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala
preeklampsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi :
1) Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi
ditambah pengobatan medisinal. Perawatan aktif sedapat mungkin
sebelum perawatan aktif pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan
fetal assesment (NST Non Stress Test dan USG Ultrasonografi)
indikasi:
a) Ibu
(1) Usia kehamilan 37 minggu atau lebih.
(2) Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia,
kegagalan terapi konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan
meditasi terjadi kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam
perawatan medisinal, ada gejala-gejala status quo (tidak ada
perbaikan).
b) Janin
(1) Hasil fetal assesment jelek (NST dan USG).
(2) Adanya tanda IUGR (Intra Uterine Growth Restriction :
pertumbuhanjanin terhambat).
c) Laboratorium
(1) Adanya “HELLP Syndrome(H= Hemolysis, ELL= Elevated
Liver Enzyme, P=Low Platelet Count)”hemolisis dan
peningkatan fungsi hepar, trombositopenia.
2) Pengobatan mediakamentosa pasien preeklampsia berat adalah :
a) Segera masuk rumah sakit.
b) Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital perlu diperiksa setiap
30 menit, refleks patella setiap jam.
c) Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL
(60-125 cc/jam) 500 cc.
d) Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
e) Pemberian obat anti kejang: Diazepam 20 mg IV dilanjutkan
dengan 40 mg dalam Dekstrose 10% selama 4-6 jam. Atau MgSO4
40 % 5 gram IV pelan-pelan dilanjutkan 5 gram dalam RL 500cc
untuk 6 jam.
f) Diuretik tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru,
payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid
injeksi 40 mg/IV.
g) Anthipertensi diberikan bila : Tekanan darah sistolik > 180 mmHg,
diastolic >110 mmHg atau MAP(Mean Arterial Pressure) lebih
125 mmHg.
4. Patofisiologi
Beberapa wanita hamil, terjadi peningkatan sensitivitas vaskuler
terhadap angiotensin II. Peningkatan ini menyebabkan kerusakan vaskuler
dan tensi meningkat menjadi 140-160 mmHg dan, akibatnya akan terjadi
vasospasme arteriola yang mengakibatkan kelainan pada ibu hamil yaitu pre
eklampsia berat. Faktor-faktor lain yang diperkirakan akan mempengaruhi
timbulnya Pre Eklampsia antara lain : Primigravida, kehamilan ganda,
22

hidramnion, mola hidatidosa, multigravida, malnutrisi berat, usia ibu kurang


dari 18 tahun atau lebih dari 35 tahun serta anemia.Vasospasme
menurunkan diameter pembuluh darah kesemua organ, fungsi-fungsi organ
seperti plasenta, ginjal, hati, dan otak menurun sampai 40-60%.
Terjadinya beberapa kelainan pada ibu dan janin menyebabkan janin
tidak dapat lahir secara normal, misalnya kelainan yang terjadi yaitu pre-
eklamsia berat. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan
pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC) untuk menghindari adanya
gangguan pada ibu yaitu: eklampsia, solusio plasenta, pendarahan
subkapsula hepar, kelainan pembekuan darah DIC(Disseminated
Intravascular Coagulation). Sindrom HELPP (H= Hemolysis, ELL=
Elevated Liver Enzyme, P=Low Platelet Count), ablasio retina dan agal
jantung hingga syok dan kematian. Pada janin untuk menghindrai adanya
gangguan terhambatnya pertumbuhan dalam uterus premature, asfiksia
neonatorum, kematian dalam uterus dan untuk menurunkan angka kematian
dan kesakitan perinatal.
Sebelum dilakukan operasi sectio caesarea (SC) pasien mengalami
perubahan psikologis pasien menjadi cemas dan adanya rasa tidak nyaman
atau nyeri karena ada kontraksi dari bayi yang berada dalam kandungan.
Pada operasi SC perlu dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
penurunan medula oblongata sehingga ada peningkatan secret yang
menimbulkan bersihan jalan nafas menjadi tidak efektif. Pada oprerasi SC
kontinuitas jaringan akan terputus yang merangsang area sensorik sehingga
menyebabkan gangguan rasa nyaman dan pasien menjadi susah untuk tidur.
Saat dilakukan tindakan operasi banyaknya darah yang keluar
menyababkan Hb menjadi berkurang mengakibatkan ibu menjadi lemah,
dan setelah dilakukan tindakan operasi sectio caesarea pasien berada pada
tahap taking in dimana pasien tidak dapat melakukan aktivitas dan merawat
dirinya sendiri sehingga mengalami defisit perawatan diri, perawatan diri
yang kurang dan adanya jaringan yang terbuka, proteksi dari ibu sendiri
kurang maka bakteri mudah masuk dan kemungkinan resiko infeksi itu
23

sangat besar. Setelah pasien pada tahap taking in kemudian pasien berada
pada tahap taking hold kurangnya informasi menyebabkan pasien menjadi
kurang pengetahuan. Pada tahap yang ke tiga yaitu letting go pasien mulai
mampu untuk menyesuaikan diri dengan keluarga tetapi perubahan peran
menyebabkan pasien menjadi cemas.
Post partum menyebabkan pasien mengalami penurunan estrogen dan
progesteron yang merangsang pertumbuhan kelenjar susu, peningkatan
prolaktin dan merangsang laktasi oksitoksin, pengeluarani ASI yang tidak
efektif maka menyebabkan payudara menjadi bengkak dan menimbulkan
ketidakefektifan pada pengeluaran ASI. Pada pasien post partum biasanya
terjadi penurunan sensitivitas dan sensi kandung kemih yang mengakibatkan
gangguan pada eliminasi urin (Hardhi 2013, Jitowiyono 2010)
24

5. Pathway
Vasospasme arteriola, kehamilan Pada Ibu : Eklampsia, solusio plasenta, perdarahan subkapsular hepar,
ganda, hidramnion, mola Pre Eklampsia Berat kelainan pembekuan darah, dan gagal jantung. Pada janin : Terhambatnya
hidramnion, mal nutrisi berat, usia pertumbuhan dalam uterus, asfiksia neonatorum, kematian dalam uterus
ibu kurang dari 18 tahun atau lebih
Partus lama, gagal induksi dan kematian ibu
dari 35 tahun
Dilakukan Tindakan Sectio Caesarea

Pre Operasi SC Post Operasi SC

Tahap Psikologis Tahap Adaptasi


Merangsang Kurang informasi Post Anestesi
otot uterus
Kurang pengetahua Penurunan Taking In Taking hold Letting Go Luka Operasi Distensi Penurunan
n tentang proses medulla oblongata kandung kemih perogesteron dan
Kontraksi
Perlu pelayanan Belajar mengalami Mampu Jaringan terputus estrogen
pembedahan
Akumulasi secret dan perlindungan perubahan menyesuaikan diri Udem dan
Nyeri dengan keluarga Jaringan terbuka memar uretra Merangsang
Adanya
Ansietas Kurang informasi hormone
Bersihan Jalan kelemahan fisik Perubahan peran Merangsang area Penurunan
prolaktin
Nafas Tidak sensorik sensitivitas dan
Defisit Kurang Ansietas sensi kandung
Efektif Merangsang
Perawatan Diri Pengetahuan Gangguan rasa kemih
nyaman laktasi
oksitoksin
Gangguan Pola Tidur Nyeri Gangguan
Eliminasi Pengeluaran ASI
Invasi bakteri Proteksi kurang Urin

Resiko Infeksi Efektif Tidak efektif

Nutrisi Bayi terpenuhi Bengkak

Ketidakefektifan
Gambar 1.2 : Pathway Keperawatan Pengeluaran ASI

Sumber : (Hardhi, 2013, Jitowiyono, 2010)


25

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Pre Operasi SC
Pengkajian pre operasi Sc menurut Mitayani (2013) yaitu :
1) Persiapan pasien : pasien telah dijelaskan tentang prosedure operasi
dan Informed consent telah ditanda tangani oleh pihak keluarga.
2) Tanda-tanda vital dan riwayat penyakit yang diderita.
3) Sirkulasi : Hipertensi, perdarahan vagina mungkin ada.
4) Integritas ego : Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi dengan
tanda kegagalan dan/ atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai
wanita.
5) Makanan/ cairan : Nyeri epigastric, gangguan penglihatan, edema
(tanda-tanda hipertensi karena kehamilan).
6) Nyeri/ ketidaknyamanan : Distosia, persalinan lama/ fungsional,
kegagalan induksi, nyeri tekan uterus mungkin ada.
7) Keamanan : Penyakit hubungan seksual aktif (misal: herpes).
Inkompabilitas Rh yang berat. Adanya komplikasi ibu seperti
diabetes, penyakit ginjal, jantung, atau infeksi asenden = trauma
abdomen pranatal. Prolaps tali pusat, distres janin. Ancaman kelahiran
janin premature. Presentasi bokong dengan versi sefalik eksternal
yang tidak berhasil. Ketuban telah pecah selama 24 jam atau lebih
lama.
8) Seksualitas : Kehamilan multipel atau gestasi (uterus sangat distensi),
melahirkan sesarea sebelumnya, bedah uterus atau serviks
sebelumnya. Tumor/ neoplasma yang menghambat pelvis/ jalan lahir.
9) Pemeriksaan diagnostic
a) Urinalisis : Menentukan kadar albumin atau glukosa.
b) Kultur : Mengidentifikasi adanya virus herpes simpleks tipe II.
c) Pelvimetri : Menentukan menentukankesesuaian antara kepala
janin dan panggul ibu.
d) Amniosentesis : Mengkaji maturnitas paru janin.
26

b. Post Operasi SC
Pengkajian pada ibu post partum menurut Mitayani (2013) yaitu :
1) Pengkajian dasar data klien : Tinjauan ulang catatan pre natal dan intra
operatif dan adanyaindikasi untuk kelahiran caesarea.
2) Sirkulasi : Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira
600-800 ml.
3) Integritas ego :
a) Dapat menunjukkan labilitas emosional, dari kegembiraan, sampai
ketakutan, marah, atau menarik diri.
b) Klien/pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah terima peran
dalam pengalman kelahiran.
c) Mungkin mengekspresikan ketidakmampuan untuk menghadapi
situasi baru.
4) Eliminasi : Kateter urinarius indwelling mungkin terpasang; urine
jernih pucat.
5) Aktivitas/istirahat : Insomnia mungkin teramati.
6) Makanan/cairan : Perut lunak dengan tidak ada distensi pada awal.
7) Neurosensori : Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat
anestesia spinal epidural.
8) Nyeri/ketidaknyamanan :
a) Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber; misal :
trauma bedah/insisi, nyeri penyerta, disertai kandung
kemih/abdomen, efek-efek anestesia.
b) Mulut mungkin kering.
9) Pernafasan : bunyi paru jelas dan vesikuler.
10)Keamanan :
a) Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda atau kering dan utuh.
b) Jalur parenteral bila digunakan paten dan sisi bebas eritema,
bengkak, dan nyeri tekan.
27

11) Seksualitas
a) Uterus 1 cm diatas umbilicus pada 12 jam setelah kelahiran
menurun kira-kira 1 lebar jari setiap harinya.
b) Lokhea rubra berlanjut sampai hari ke 2 – 3, berlanjut menjadi
lokhea serosa.
c) Payudara : produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada
susu matur.
Pengkajian Pola Fungsional Gordon yang dikutip Hardhi (2013) :
12) Pola manajemen kesehatan dan persepsi
Persepsi tentang pentingnya kesehatan dalam kehidupan dan
pandangan apa yang dilakukan saat sakit.
13) Pola nutrisi dan metabolik
Jumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi biasanya lebih
banyak dan beragam jenisnya.
14) Pola aktifitas dan latihan
Biasanya setelah melahirkan akan terjadi gangguan mobilitas atau
gerakan jadi terbatas karena takut terjadi perdarahan.
15) Pola istirahat tidur
Untuk mengetahui kebiasaan tidur apakah mengalami gangguan atau
tidak.
16) Pola persepsi kognitif
Tidak terjadi masalah masalah pada alat pengindraan. Tidak
mengalami disorientasi.
17) Pola peran dan konsep diri
Mengalami perubahan psikologis karena penambahan anggota baru
dalam keluarga.
18) Pola mekanisme koping stress
Terjadi perubahan peran karena penambahan anggota keluarga baru.
28

2. Diagnosa Keperawatan
a. Diagnosa keperawatan pada pasien pre oprerasi sectio caesarea menurut
Hardhi (2013) yaitu :
1) Nyeri Akut berhubungan dengan agen injury biologis.
2) Ansietas berhubungan dengan perubuhan status kesehatan.
3) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
secret.
b. Diagnosa keperawatan pada post partum secara sectio caesarea atas
indikasi pre eklamsia berat menurut Hardhi (2013) yaitu :
1) Nyeri akut berhubungan dengan injury fisik (pembedahan, trauma
jalan lahir, episiotomi dan seksio sesarea).
2) Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan abnormalitas
anatomik.
3) Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kerusakan
vaskuler
4) Gangguan eliminasi urine.
5) Ansietas berhubungan dengan perubahan status peran.
6) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kelelahan post partum.
7) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan.
8) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka
kering bekas operasi.
9) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
3. Intervensi
a. Intervensi keperawatan pre operasi sectio caesarea menurut Hardhi
(2013) yaitu :
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
Setelah dilakukan tindakan selama ... x8 jam diharapkan masalah
nyeri dapat teratasi dengan kriteria hasil :
29

Tabel 2.2 : Indikator nyeri akut


No. Indikator IR ER
1. Melaporkan nyeri berkurang
2. Frekuensi nyeri
3. Ekspresi nyeri pada wajah
Sumber : Data primer
Keterangan : Nilai : 1) Keluhan ekstrim, 2) Keluhan berat, 3) Keluhan
sedang, 4) Keluhan ringan dan 5) Tidak ada keluhan.
Intervensi:
a) Kaji nyeri
Rasional : Mengetahui tingkat nyeri pasien ( P,Q,R,S,T )
b) Control ruangan dari pencahayaan dan kebisingan
Rasional : Kebisingan akan membuat semakin nyeri dan
memperlama penyembuhan
c) Anjurkan pasien untuk tingkatkan istirahat
Rasional : Istirahat dapat memulihkan kesehatan
d) Ajarkan pasien teknik nafas dalam
Rasional : Nafas dalam dapat mengurangi nyeri
e) Berikan obat analgetik pada pasien
Rasional : Mempercepat penyembuhan pasien
f) Lakukan teknik distraksi
Rasional : Mengurangi nyeri
2) Ansietas berhubungan dengan perubuhan status kesehatan.
Setelah dilakukan tindakan selama ...x8 jam diharapkan masalah
cemas dapat teratasi dengan kriteria hasil :
Tabel 2.3 : Indikator ansietas
No. Indikator IR ER
1. Tidak ada tanda-tanda cemas
2. Mengatakan cemas berkurang
3. Tanda-tanda vital dalam batas normal
Sumber : Data primer
Keterangan : Nilai : 1) Keluhan ekstrim, 2) Keluhan berat, 3) Keluhan
sedang, 4) Keluhan ringan dan 5) Tidak ada keluhan
Intervensi:
30

a) Kaji tanda-tanda vital


Rasional : Mengetahui TD, N, S, dan RR
b) Jelaskan pada pasien tentang proses penyakit
Rasional : Mencegah kecemasan
c) Ajarkan teknik nafas dalam
Rasional : Mengurangi kecemasan
d) Dorong mengungkapkan secara verbal perasaan
Rasional : Mengurangi kecemasan
e) Berikan reinforcement pada pasien
Rasional : Pujian pada pasien
3) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
secret.
Setelah dilakukan tindakan selama ...x8 jam diharapkan masalah
bersihan jalan nafas tidak efektif dapat teratasi dengan kriteria hasil :
Tabel 2.4 : Indikator bersihan jalan nafas tidak efektif
No. Indikator IR ER
1. Tanda-tanda vital dalam batas normal
2. Tidak ada suara tambahan
3. Bernafas dengan mudah
Sumber : Data primer
Keterangan : Nilai : 1) Keluhan ekstrim, 2)Keluhan berat, 3) Keluhan
sedang, 4) Keluhan ringan dan 5) Tidak ada keluhan
Intervensi:
a) Kaji tanda-tanda vital
Rasional : Mengetahui TD, N, S, dan RR
b) Auskultasi suara nafas
Rasional : Mengetahui suara nafas
c) Posisikan pasien semi fowler
Rasional : Melonggarkan jalan nafas
d) Ajarkan teknik batuk efektif
Rasional : Mempermudah mengeluarkan secret
e) Berikan O2 bila perlu
31

Rasional : Mencegah sesak nafas


f) Kolaborasi dengan tim medis pemberian terapi obat
Rasional : Mengeluarkan secret
b. Intervensi keperawatan post operasi sectio caesarea menurut Hardhi
(2013) yaitu :
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
Setelah dilakukan tindakan selama ... x8 jam diharapkan masalah
nyeri dapat teratasi dengan kriteria hasil :
Tabel 2.5 : Indikator nyeri akut
No. Indikator IR ER
1. Melaporkan nyeri berkurang
2. Frekuensi nyeri
3. Ekspresi nyeri pada wajah
Sumber : Data primer
Keterangan : Nilai : 1) Keluhan ekstrim, 2) Keluhan berat, 3) Keluhan
sedang, 4) Keluhan ringan dan 5) Tidak ada keluhan.
Intervensi:
a) Kaji nyeri
Rasional : Mengetahui tingkat nyeri pasien ( P,Q,R,S,T )
b) Control ruangan dari pencahayaan dan kebisingan
Rasional : Kebisingan akan membuat semakin nyeri dan
memperlama penyembuhan
c) Anjurkan pasien untuk tingkatkan istirahat
Rasional : Istirahat dapat memulihkan kesehatan
d) Ajarkan pasien teknik nafas dalam
Rasional : Nafas dalam dapat mengurangi nyeri
e) Berikan obat analgetik pada pasien
Rasional : Mempercepat penyembuhan pasien
f) Lakukan teknik distraksi
Rasional : Mengurangi nyeri
2) Ketidakefektifan pemberian ASI b.d bendungan ASI
32

Setelah dilakukan tindakan selama ...x8 jam diharapkan masalah


ketidakefektifan pemberian ASI dapat teratasi dengan kriteria hasil :
Tabel 2.6 : Indikator ketidakefektifan pemberian ASI
No. Indikator IR ER
1. ASI dapat keluar
2. Klien mampu menyusui dengan benar
3. Klien mampu melakukan perawatan payudara
Sumber : Data primer
Keterangan : Nilai : 1) Tidak pernah menunjukan, 2) Jarang
menunjukan, 3) Kadang - kadang menunjukan, 4) Sering menunjukan
dan 5) Selalu menunjukan.
Intervensi:
a) Kaji penyebab kurang produksi ASI
Rasional : Mengkaji kurangnya produksi ASI.
b) Anjurkan Ibu untuk memberikan ASI secara esklusif
Rasional : Menyehatkan bayi
c) Anjurkan Ibu untuk makan-makanan yang bergizi
Rasional : Menambah produsi ASI
d) Ajarkan perawatan payudara
Rasional : Agar dapat merawat payudara
e) Pantau pengeluaran ASI
Rasional : Mengetahui pengeluaran ASI
f) Ajarkan cara menyusui
Rasional : Menyusui yang baik membuat bayi nyaman
3) Gangguan eliminasi urin
Setalah dilakukan tindakan selama ...x8 jam diharapkan tidak ada
gangguan pada eliminasi urine dengan kriteria hasil :
Tabel 2.7 : Indikator ganggua eliminasi urin
No. Indikator IR ER
1. Intake dan output seimbang
2. Eliminasi urin tidak terganggu
3. Tanda-tanda vital dalam batas normal
Sumber : Data primer
33

Keterangan : Nilai : 1) Keluhan ekstrim, 2) Keluhan berat, 3) Keluhan


sedang, 4) Keluhan ringan dan 5) Tidak ada keluhan.
Intervensi:
a) Kaji pola perkemihan normal ibu.
Rasional : mengetahui urine ibu.
b) Catat intake dan output urine.
Rasional : mengetahui pengeluaran dan pemasukan.
c) Observasi warna, jumlah dan bau urine.
Rasional : mengetahui urine ibu.
d) Anjurkan pasien minum air putih.
Rasional : memperlancar produksi urine.
4) Ansietas berhubungan dengan perubuhan status kesehatan.
Setelah dilakukan tindakan selama ...x8 jam diharapkan masalah
cemas dapat teratasi dengan kriteria hasil :
Tabel 2.8 : Indikator ansietas
No. Indikator IR ER
1. Tidak ada tanda-tanda cemas
2. Mengatakan cemas berkurang
3. Tanda-tanda vital dalam batas normal
Sumber : Data primer
Keterangan : Nilai : 1) Keluhan ekstrim, 2) Keluhan berat, 3) Keluhan
sedang, 4) Keluhan ringan dan 5) Tidak ada keluhan
Intervensi:
a) Kaji tanda-tanda vital
Rasional : Mengetahui TD, N, S, dan RR
b) Jelaskan pada pasien tentang proses penyakit
Rasional : Mencegah kecemasan
c) Ajarkan teknik nafas dalam
Rasional : Mengurangi kecemasan
d) Dorong mengungkapkan secara verbal perasaan
Rasional : Mengurangi kecemasan
e) Berikan reinforcement pada pasien
34

Rasional : Pujian pada pasien


5) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kelemahan
Setelah dilakukan tindakan selama ... x8 jam diharapkan masalah
gangguan pola tidur dapat teratasi dengan kriteria hasil :

Tabel 2.9 : Indikator gangguan pola tidur


No. Indikator IR ER

1. Waktu tidur
2. Pola tidur
3 Kualitas tidur
Sumber : Data primer
Keterangan : Nilai : 1) Keluhan ekstrim, 2) Keluhan berat, 3) Keluhan
sedang, 4) Keluhan ringan dan 5) Tidak ada keluhan.
Intervensi:
a) Pantau pola tidur pasien
Rasional : Tidur pasien nyenyak atau tidak
b) Jelaskan pentingnya tidur
Rasional : Memeprcepat pemulihan
c) Anjurkan pasien untuk tingkatkan istirahat
Rasional : Istirahat dapat memulihkan kesehatan
d) Berikan lingkungan yang nyaman
Rasional : Memeprmudah untuk tidur
e) Anjurkan pasien untuk tidur siang
Rasional : Memenuhi kebutuhan pola tidur
6) Defisit perawatan diri b.d kelemahan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x8 jam
diharapkan personal hygiene pasien tetap terjaga dengan kriteria hasil:
Tabel 2.10 : Indikator defisit perawatan diri
No. Indikator IR ER
1. Dapat melakukan ADLs secara
mendiri
2. Menyatakan nyaman
3. Klien terlihat lebih segar dan bersih
Sumber : Data primer
35

Keterangan : Nilai : 1) Keluhan ekstrim, 2) Keluhan berat, 3) Keluhan


sedang, 4) Keluhan ringan dan 5) Tidak ada keluhan.
Intervensi:
a) Kaji personal hygiene
Rasional : Mengetahui kemampuan ADLs pasien
b) Motivasi pasien untuk melakukan vulva hygiene
Rasional : Menjaga kebersihan genitalia
c) Bantu pasien untuk mandi dan vulva hygiene
Rasional : Menjaga kebersihan
d) Evaluasi kenyamanan pasien
Rasional : Mengetahui adanya kenyamanan
e) Dorong pasien untuk melakukan personal hygiene.
Rasional : Membantu kemandirian pasien
7) Resiko infeksi b.d trauma jaringan (luka post Op)
Setelah dilakukan tindakan selama ...x8 jam diharapkan tidak ada
tanda-tanda infeksi dengan kriteria hasil :
Tabel 2.11 : Indikator resiko infeksi
No. Indikator IR ER
1. Klien terbebas dari tanda dan gejala infeksi
2. Menunjukan perilaku hidup sehat
3. Jumlah leukosit dalam batas normal
Sumber : Data primer
Keterangan : Nilai : 1) Tidak pernah menunjukan, 2) Jarang
menunjukan, 3) Kadang - kadang menunjukan, 4) Sering menunjukan
dan 5) Selalu menunjukan.
Intervensi:
a) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
Rasional : Menjaga kebersihan pasien
b) Batasi pengunjung bila perlu
Rasional : Mengurangi resiko infeksi
c) Ganti balutan pasien
Rasional : Mengurangi tanda dan gejala infeksi
36

d) Tingkatkan intake makanan


Rasional : Mempercepat penyembuhan
e) Monitor tanda dan gejala infeksi
Rasional : Monitor tanda infeksi
f) Berikan terapi antibiotik bila perlu
Rasional : Mengurangi resiko infeksi
8) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
Setelah dilakukan tindakan selama ...x8 jam diharapkan kurang
pengetahuan dapat teratasi dengan kriteria hasil :
Tabel 2.12 : Indikator kurang pengetahuan
No. Indikator IR ER
1. Pasien mampu menjelaskan prosedure
2. Mampu menjawab pertanyaan
3. Mampu menjelaskan kembali yang sudah
dijelaskan
Sumber : Data primer
Keterangan : Nilai : 1) Keluhan ekstrim, 2) Keluhan berat, 3) Keluhan
sedang, 4) Keluhan ringan dan 5) Tidak ada keluhan.
Intervensi:
a) Kaji tingkat pengetahuan pasien
Rasional : Mengetahui tingkat pengetahuan pasien
b) Jelaskan cara perawatan pasien post operasi sc
Rasional : Untuk mengetahu perawatannya
c) Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi pasien
Rasional : Mempermudah pasien dalam mencari informasi
d) Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
Rasional : Mempercepat penyembuhan
e) Berikan pendidikan kesehatan
Rasional : Menambah pengetahuan pasien.
37

BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 02 Februari 2015 pada jam 12.00 WIB
di ruangan Flamboyan diperoleh data, mengenai identitas pasien, pasien
bernama Ny. J,umur 35 tahun, jenis kelamin perempuan, pendidikan terakhir
SD, pekerjaan sebagai ibu rumah tangga dan beralamat di Wangon dengan
diagnosa medis P2A0 Sectio caesarea atas indikasi pre eklampsia berat. Selama
di rawat di rumah sakit penanggung jawab pasien adalah Tn. S, umur 36 tahun,
hubungan dengan pasien adalah suami, pekerjaan buruh dan beralamat di
Wangon.
Keluhan utama pasien mengatakan nyeri pada luka Operasi Sectio
Caesarea (SC) dengan P : nyeri karena luka operasi, nyeri bertambah pada saat
melakukan aktivitas dan berkurang pada saat istirahat, Q : nyeri seperti ditusuk
– tusuk, R : nyeri pada perut bekas operasi dan tidak menyebar ke bagian yang
lain, S : skala nyeri 7, T : Nyeri sering siang dan malam hari. Pasien tampak
meringis kesakitan saat bergerak memegangi area nyerinya, tampak ada luka
post SC diperut kurang lebih 10 cm dengan tertutup kassa.
Keluhan tambahan pasien mengatakan ASI tidak keluar sejak melahirkan
anak pertama dan bayinya rewel menangis terus menerus. Riwayat persalinan
dahulu : Pasien sebelumnya sudah pernah melahirkan anak yang pertama
berjenis kelamin laki-laki sekarang usianya sudah 4 tahun dahulu anak pertama
lahir secara sectio caesarea atas indikasi yang sama dengan kelahiran anak
yang sekarang yaitu pre eklampsia berat.
Riwayat persalinan saat ini : pasien baru datang dari puskesmas Wangon
dengan surat rujukan atas indikasi pre eklamsia berat, keluhan kenceng-
kenceng sejak jam 12.00 (30/01/2015) dengan G2P1A0, usia kehamilan 38+1
minggu. Pada tanggal 02 Februari 2015 pasien melakukan operasi SC jam
09.35 bayi lahir jam 09.45, ketuban jernih, dengan regional anastesi dan jenis
38

sectio caesarea secara horisontal. Kondisi bayi, jenis kelamin Perempuan, berat
badan : 2,4 kg, panjang badan : 44 cm, anus : ada, lingkar kepala : 33 cm,
lingkar dada : 32, APGAR score : 6-8-8.
Riwayat kehamilan saat ini : Pasien Ny. J dengan G2P1A0 Usia kehamilan
38+1 minggu mengatakan 10x periksa saat kehamilan pada bidan terdekat,
trimester 1 3x, trimester 2 3x dan trimester 3 4 x. Pada trimester 1 dan 2 tidak
ada keluhan, keluhan muncul pada trimester 3 yaitu kaki bengkak dan
hipertensi.
Riwayat obstetri : masalah ginekologi : menarche umur 15 tahun, siklus 28
hari, lama 7-8 hari, volume kurang lebih 60 cc, warna merah kecoklatan pada hari
pertama dan merah segar pada hari kedua, disminor kadang. Jenis KB yang pernah
di gunakan adalah PIL dan Suntik.
Pada pola persepsi kesehatan pasien mengatakan kesehatan itu penting
bila keluarganya ada yang sakit selalu dibawa kedokter. Intake nutrisi dan
cairan pasien saat dirumah sakit makan 3x sehari 1 porsi sup dan nasi tidak
habis, pasien minum sehari kurang lebih 5 gelas air putih dan teh manis
dalam sehari. Saat beraktivitas pasien dibantu oleh keluarganya seperti
perawatan diri, pasienhanya bisa tiduran, mengatakanlemas dan
ketergantungan dalam perawatan dirinya sendiri, belum bisa dalam melakukan
perawatan genetalia, mandi dan berpakaian sendiri pasca melahirkan, pasien
pada tahap taking in, terlihat kotor dan bau, bajunya belum di ganti, genetalia
tampak kotor dan pembalut belum diganti pasca melahirkan.Pada saat ini
pasien dalam tahap taking in, tandanya pasien masih tergantung pada
keluarga dan pasien membutuhkan nutrisi dan istirahat yang cukup. Pasien
merasa senang dengan kelahiran anak yang kedua tetapi pasien sekarang
belum mampu menyusui dan tidak mengetahui bagaimana cara perawatan
payudara.
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan di ruang intermediate care
didapatkan hasil tanda-tanda vital pukul 12.00 : TD : 160/90 mmHg, N : 80
x/menit, S : 36,50C, RR : 20 x/menit, pukul 13.00 : TD : 160/90 mmHg, N :
80 x/menit, S : 36,00C, RR : 20 x/menit, pukul 14.00 pukul 12.30 : TD :
39

160/90 mmHg, N : 81 x/menit, S : 36,00C, RR : 20 x/menit,Kepala :


mesocepal, tidak ada lesi dan benjolan. Mata : simetris, konjungtiva
ananemis, sklera anikterik dan pupil isokor. Hidung : simetris, tidak ada
polip. Mulut : mukosa bibir lembab, tidak ada stomatitis. Pada pemeriksaan
dada : payudara simetris, puting menonjol, payudara keras, tidak ada
benjolan, aerola coklat, ASI tidak keluar, ibu mengatakan ASInya tidak
keluar sejak anak pertama dan sekarang bayinya rewel menangis terus,
bayinya terlihat menangis terus-menerus. Paru-paru : I : tidak ada luka, dada
simetris, P : fokal fremitus kanan + dan kiri +, tidak ada retraksi dinding
dada, P : bunyi paru sonor, A : vesikuler. Jantung : I : Ictus cordis tidak
terlihat, P : Ictus cordis teraba, P : bunyi jantung pekak, A : s1 > s2.
Abdomen : terdapat linea nigra, terdapat strie gravidarum, terdapat luka pada
perut sepanjang 10 cm ditutup dengan kassa. Tinggi fundus uteri : dua jari
dibawah pusar, diastasis rectus abdominalis: lebar 2cm dan panjang 5cm,
kontraksi uterus keras, bising usus pada kuadran satu 8x/m, kuadran dua
10x/m, kuadran tiga 12x/m, kuadran empat 8x/m dan terdengar timpani.
Genetalia : Jenis lochea rubra jumlah 240 cc/24jam, warna merah muda, urin
400 cc/24 jam. Ekstremitas atas: Tidak ada edema, terpasang infus RL 500cc
+ MgSo4 8gr. Ekstremitas bawah: tidak ada edema, reflek patela baik.
Pemeriksaan penunjang, pasien di USG tanggal 30 Januari 2015 di
dapatkan hasil : janin tunggal hidup, jenis kelamin perempuan, Air Ketuban
cukup, Placenta didepan. Pemeriksaan penunjang laboratorium urin lengkap
pre operasi tanggal 31 Januari 2015. Urine Fisis: warna kuning, kejernihan
agak keruh dan bau khas. Kimia : Leukosit 25 (Normal : Negatif). Sedimen :
Luekosit 8-10 (Normal : Negatif). Bakteri +2 (Normal : Negatif). Protein 100
(Normal : Negatif). Hasil pemeriksaan darah post operasi tanggal 02 Februari
2015 adalah Hemoglobin 13,5 g/dL (Normal : 12.0-16.0 g/dL), Leukosit
H16.800 /uL (Normal : 4800-10800/uL), Hematokrit 37 % (Normal : 37-47
%), Eritrosit 4,3 10^6/uL (Normal : 4,2-5,2 10^6/uL), MCH H31.3 Pg
(Normal : 27.0-31.0 Pg), Eosinofil L0.0 % (Normal : 2.0-4.0 %), Batang L0,5
% (Normal : 2.00-5.00 %), Segmen H88.8 % (Normal : 40.0-70.0 %),
40

Limfosit L9,9 % (Normal : 25.0-40.0 %) dan Monosit L0.7 % (Normal : 2.0-


8.0 %).
Terapi obat tanggal 02 februari 2015 : Ketorolax 3x30 mg, Clindamicin
2x300 mg, Asam Mefenamat 2x500 mg, Nefidipin 3x10 mg dan IVFD RL
3x500 cc mgSO4 8 gram (Post Partus 24 jam) (Hamil 48 jam).
Pengakajian pada tanggal 03 Februari 2015 pasien mengatakan dibagian
luka sedikit gatal dan diarea sekitar luka kotor, terdapat luka post operasi
sepanjang 10 cm pada perut, luka terlihat kotor dan ada rembesan darah diatas
kassa.

B. Analisa data dan perumusan diagnosa keperawatan


1. Analisa data
Tabel 3.1 : Analisa data Ny. J dengan section caesarea atas indikasi PEB
Tanggal / jam Data Etiologi Problem
02 Feb 2015 DS : pasien mengatakan nyeri P : luka setelah Agen Nyeri akut
12 : 00 operasi, nyeri bertambah pada saat melakukan Cedera
aktivitas dan berkurang pada saat istirahat, Q : fisik
nyeri seperti ditusuk-tusuk, R : nyeri pada perut
bekas operasi, tidak menyebar kebagian lain, S :
skala nyeri 7, T : Nyeri sering siang dan malam
hari.
DO : pasien tampak meringis kesakitan saat
bergerak memegangi area nyeri, tampak ada luka
post SC diperut kurang lebih 10 cm dengan
tertutup kassa.
02 Feb 2015 DS : pasien mengatakan ASI tidak keluar sejak Bendungan Ketidakefe
12 : 00 melahirkan anak pertama dan bayinya rewel ASI ktifan
menangis terus menerus. pemberian
DO : ASI tidak keluar, payudara tampak keras, ASI
puting menonjol, dan bayinya terlihat menangis.

02 Feb 2015 DS : pasien mengatakan lemas dan Kelemahan Defisit


12 : 00 ketergantungan dalam perawatan dirinya sendiri, Perawatan
belum bisamelakukan perawatan genetalia, mandi diri
dan berpakaian sendiri pasca melahirkan.
DO : pasien pada tahap taking in, terlihat kotor
dan bau, bajunya belum di ganti, genetalia tampak
kotor dan pembalut belum diganti pasca
melahirkan.
03 Feb 2015 DS : pasien mengatakan dibagian luka sedikit Trauma Resiko
08 : 00 gatal dan diarea sekitar luka kotor. jaringan infeksi
DO : terdapat luka post operasi kurang lebih 10 (luka post
cm dibagian perut bawah, luka terlihat kotor dan op)
ada rembesan darah diatas kassa, leukosit
16.800/ul
41

Sumber : Data primer


2. Perumusan diagnosa keperawatan
a. Diagnosa keperawatan yang muncul pada tanggal 02 Februari 2015.
1) Nyeri akut b.d agen cedera fisik (luka insisi) ditandai dengan pasien
mengatakan nyeri P : luka operasi,nyeri bertambah pada saat
melakukan aktivitas dan berkurang pada saat istirahat, Q : nyeri
seperti ditusuk-tusuk, R : nyeri pada perut bekas operasi, tidak
menyebar kebagian lain, S : skala nyeri 7, T : Nyeri sering siang dan
malam hari dan pasien tampak meringis kesakitan saat bergerak,
memegangi area nyeri, tampak ada luka post SC di perut kurang lebih
10 cm dengan tertutup kassa.
2) Ketidakefektifan pemberian ASI b.d bendungan ASI ditandai dengan
pasien mengatakan ASI tidak keluar sejak melahirkan anak pertama
dan bayinya rewel menangis terus menerus dan ASI tidak keluar,
payudara tampak keras, puting menonjol dan bayinya terlihat
menangis.
3) Defisit perawatan diri b.d kelemahan ditandai dengan pasien
mengatakan lemas dan ketergantungan dalam perawatan dirinya
sendiri, belum bisa dalam melakukan perawatan genetalia, mandi dan
berpakaian sendiri pasca melahirkan danpasien pada tahap taking in,
terlihat kotor dan bau, bajunya belum di ganti, genetalia tampak kotor
dan pembalut belum diganti pasca melahirkan.
b. Diagnosa keperawatan yang muncul pada tanggal 03 Februari 2015.
1) Resiko infeksi b.d trauma jaringan (luka post Op) ditandai dengan
pasien mengatakan dibagian luka sedikit gatal dan diarea sekitar luka
kotor dan terdapat luka post operasi kurang lebih 10 cm dibagian perut
bawah, luka terlihat kotor dan ada rembesan darah diatas kassa,
leukosit 16.800/ul.
c. Diagnosa keperawatan prioritas
1) Nyeri akut b.d agen cedera fisik (luka insisi) ditandai dengan pasien
mengatakan nyeri P : luka operasi,nyeri bertambah pada saat
42

melakukan aktivitas dan berkurang pada saat istirahat, Q : nyeri


seperti ditusuk-tusuk, R : nyeri pada perut bekas operasi, tidak
menyebar kebagian lain, S : skala nyeri 7, T : Nyeri sering siang dan
malam hari dan pasien tampak meringis kesakitan saat bergerak,
memegangi area nyeri, tampak ada luka post SC di perut kurang lebih
10 cm dengan tertutup kassa.
2) Ketidakefektifan pemberian ASI b.d bendungan ASI ditandai dengan
pasien mengatakan ASI tidak keluar sejak melahirkan anak pertama
dan bayinya rewel menangis terus menerus dan ASI tidak keluar,
payudara tampak keras, puting menonjol dan bayinya terlihat
menangis.
3) Defisit perawatan diri b.d kelemahan ditandai dengan pasien
mengatakan lemas dan ketergantungan dalam perawatan dirinya
sendiri, belum bisa dalam melakukan perawatan genetalia, mandi dan
berpakaian sendiri pasca melahirkan danpasien pada tahap taking in,
terlihat kotor dan bau, bajunya belum di ganti, genetalia tampak kotor
dan pembalut belum diganti pasca melahirkan.
4) Resiko infeksi b.d trauma jaringan (luka post Op) ditandai dengan
pasien mengatakan dibagian luka sedikit gatal dan diarea sekitar luka
kotor,terdapat luka post operasi kurang lebih 10 cm dibagian perut
bawah, luka terlihat kotor dan ada rembesan darah diatas kassa,
leukosit 16.800/ul.

C. Intervensi, Implementasi dan Evaluasi


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
a. Intervensi
Tanggal : 02 Februari 2015. Pukul :12.00
Setelah dilakukan tindakan selama 3x8 jam diharapkan masalah
nyeri dapat teratasi dengan kriteria hasil :
43

Tabel 3.2 : Indikator nyeri


No. Indikator IR ER
1. Melaporkan nyeri berkurang 2 4
2. Frekuensi nyeri 2 4
3. Ekspresi nyeri pada wajah 2 4
Sumber : Data primer
Keterangan : Nilai : 1) Keluahan ekstrim, 2) Keluhan berat, 3) Keluhan
sedang, 4) Keluhan ringan dan 5) Tidak ada keluhan.
Intervensi:
1) Kaji nyeri
Rasional : Mengetahui tingkat nyeri pasien ( P,Q,R,S,T )
2) Control ruangan dari pencahayaan dan kebisingan
Rasional : Kebisingan akan membuat semakin nyeri dan memperlama
penyembuhan
3) Anjurkan pasien untuk tingkatkan istirahat
Rasional : Istirahat dapat memulihkan kesehatan
4) Ajarkan pasien teknik nafas dalam
Rasional : Nafas dalam dapat mengurangi nyeri
5) Berikan obat analgetik pada pasien
Rasional : Mempercepat penyembuhan pasien
6) Lakukan teknik distraksi
Rasional : Mengurangi nyeri
b. Implementasi
Senin, 02 Februari 2015 pukul 12.00 WIB, dilakukan mengkaji nyeri
(lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor predisposisi).
Ds : pasien mengatakan nyeri P : luka post operasinyeri bertambah saat
beraktivitas dan berkurang pada saat istirahat, Q : nyeri seperti ditusuk-
tusuk, R : nyeri pada perut bekas operasi, tidak menyebar kebagian lain ,
S : skala nyeri 7, T : Nyeri sering siang dan malam hari, Do : pasien
tampak meringis kesakitan saat bergerak memegangi area nyeri, tampak
ada luka post SC kurang lebih 10 cm dengan tertutup kassa. Pukul 12.15
WIB, Mengajarkan tehnik nafas dalam. DS : Pasien mengatakan masih
44

nyeri kesakitan, Skala : 7, DO : Pasien masih terlihat menahan nyeri.


Pukul 13.00 WIB, Memberikan terapi analgetik, ketorolak 30 mg. DS : -,
DO : Obat Ketorolak masuk 3x30 mg via IV. Pukul 14.00 WIB.
Menganjurkan pasien untuk meningkatkan istirahat. DS : -, DO : Pasien
tampak istirahat.
Selasa, 03 Februari 2015 pukul 08.30, dilakukan mengkaji nyeri
secara komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
faktor predisposisi). DS : pasien mengatakan nyeri P : luka post operasi
nyeri bertambah pada saat beraktivitas dan berkurang pada saat istirahat,
Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk, R : nyeri pada perut bekas operasi, tidak
menyebar kebagian lain , S : skala nyeri 5, T : Nyeri sering siang dan
malam hari, Do : pasien tampak meringis kesakitan saat bergerak
memegangi area nyeri, tampak ada luka post SC kurang lebih 10 cm
dengan tertutup kassa. Pukul 09.00 WIB, Mengajarkan tehnik distrasi
relaksasi. DS : Pasien mengatakan masih nyeri, Skala : 5, DO : Pasien
masih terlihat menahan nyeri. Pukul 11.00 WIB, Memberikan terapi
analgetik. DS : -, DO : Obat Ketorolak masuk 3x30 mg via IV. Pukul
13.00, Menganjurkan pasien untuk meningkatkan istirahat. DS : -, DO :
Pasien tampak istirahat.
Rabu, 04 Februari 2015 Pukul 08.30, dilakukan mengkaji nyeri
secara komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
faktor predisposisi). Ds : pasien mengatakan nyeri sudah berkurang P :
luka post operasi nyeri muncul bila beraktivitas, Q : nyeri seperti ditusuk-
tusuk, R : nyeri pada perut bekas operasi, tidak menyebar kebagian lain,
S : skala nyeri 3, T : Nyeri kadang-kadang, siang dan malam hari, Do :
pasien tampak sedikit lebih rileks, tampak ada luka post SC kurang lebih
10 cm dengan tertutup kassa. Pukul 09.00 WIB, Mengajarkan tehnik
nafas dalam. DS : Pasien mengatakan nyeri berkurang, Skala : 3, DO :
Pasien terlihat lebih rileks. Pukul 11.00 WIB, Memberikan terapi
analgetik. DS : -, DO : Obat Ketorolak masuk 3x30 mg via IV. Pukul
45

14.00, Menganjurkan pasien untuk meningkatkan istirahat. DS : -, DO :


Pasien tampak istirahat.
c. Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan oleh perawat pada hari terkahir tanggal 04
Februari 2015 pukul 14.00.
S : pasien mengatakan nyeri sudah berkurang P : luka setelah operasi
nyeri muncul pada saat beraktivitas, Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk,
R : nyeri pada perut bekas operasi, tidak menyebar kebagian lain, S
: skala nyeri 3, T : Nyeri kadang-kadang siang dan malam hari.
O : pasien tampak sedikit lebih rileks, skala berkurang dari 7 menjadi
3.
A : Masalah nyeri akut teratasi.
Tabel 3.3 : Indikator evaluasi nyeri
No. Indikator IR ER
1. Melaporkan nyeri berkurang 4 4
2. Frekuensi nyeri 4 4
3. Ekspresi nyeri pada wajah 4 4
Sumber : Data primer
P : Lanjutkan Intervensi : kaji nyeri secara komprehensif, Ajarkan
tehnik nafas dalam, ajarkan tehnik relaksasi distraksi, tingkatkan
istirahat, berikan terapi analgetik.
2. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan bendungan ASI.
Tanggal : 02 Februari 2015. Pukul :12.00
a. Intervensi
Setelah dilakukan tindakan selama 3x8 jam diharapkan masalah
ketidakefektifan pemberian ASI dapat teratasi dengan kriteria hasil :
Tabel 3.4 : Indikator ketidakefektifan pemberian ASI
No. Indikator IR ER
1. ASI dapat keluar 3 5
2. Klien mampu menyusui dengan 3 5
benar
3. Klien mampu melakukan perawatan 3 5
payudara
Sumber : Data primer
46

Keterangan : Nilai : 1) Tidak pernah menunjukan, 2) Jarang


menunjukan, 3) Kadang - kadang menunjukan, 4) Sering menunjukan
dan 5) Selalu menunjukan.
Intervensi:
1) Kaji penyebab kurang produksi ASI
Rasional : Mengkaji kurangnya produksi ASI.
2) Anjurkan Ibu untuk memberikan ASI secara esklusif
Rasional : Menyehatkan bayi
3) Anjurkan ibu untuk makan-makanan yang bergizi
Rasional : Menambah produsi ASI
4) Ajarkan perawatan payudara
Rasional : Agar dapat merawat payudara
5) Pantau pengeluaran ASI
Rasional : Mengetahui pengeluaran ASI
6) Ajarkan cara menyusui
Rasional : Menyusui yang baik membuat bayi nyaman
b. Implementasi
Senin, 02 Februari 2015 Pukul 12.00 WIB, Mengkaji kurangnya
produksi ASI, DS : Pasien mengatakan ASI tidak keluar, DO : Payudara
pasien terlihat keras, tidak ada tanda-tanda pengeluaran ASI. Pukul 13.10
WIB, Melakukan perawatan payudara, DS : Pasien mengatakan ASInya
tidak keluar, DO : Pasien dilakukan breast care dan ASI belum keluar.
Pukul 13.20, Menganjurkan Ibu untuk memberikan ASI eksklusif, Ds :
Ibu mengatakan akan memberikan ASI secara eksklusif bila ASInya
keluar. Pukul 13.25 WIB, Menganjurkan ibu untuk makan-makanan yang
bergizi, DS : Pasien mengatakan paham, DO : Pasien kooperatif.
Selasa, 03 Februari 2015 Pukul 08.40 WIB, Mengkaji keadaan
payudara, DS : Pasien mengatakan ASInya sudah keluar sedikit, DO :
Payudara pasien terlihat lunak, ada tanda-tanda pengeluaran ASI.Pukul
09.10 WIB, Melakukan perawatan payudara, DS : Pasien mengatakan
ASInya sudah keluar dan lebih lancar, DO : Pasien dilakukan breast care
47

dan ASI sudah keluar. Pukul 09.20 WIB, Meminta pasien untuk
mendemonstrasikan cara perawatan payudara. DS : -, DO: Pasien
melakukan perawatan payudara. Pukul 13.25, Menganjurkan ibu untuk
makan-makanan yang bergizi, DS : Pasien mengatakan paham, DO :
Pasien kooperatif. Pukul 13.45 WIB, Mengajari ibu tehnik menyusui
yang benar, DS : Pasien paham cara menyusui, DO : Pasien
mempraktekan cara menyusui yang benar.

c. Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan oleh perawat pada hari kedua tanggal 03
Februari 2015 pukul 14.00.
S : Pasien mengatakan ASI sudah keluar, merasa nyaman bayinya
tidak rewel lagi, pasien paham cara menyusui yang benar dan
perawatan payudara.
O : Payudara pasien terlihat lunak, ASI sudah keluar, puting
menonjol, pasien dapat melakukkan perawatan payudara dan dapat
menyusui dengan benar.
A :Masalah ketidakefektifan pemberian ASI teratasi.
Tabel 3.5 : Indikator evaluasi ketidakefektifan pemberian ASI
No. Indikator IR ER
1. ASI dapat keluar 5 5
2. Klien mampu menyusui dengan 5 5
benar
3. Klien mampu melakukan perawatan 5 5
payudara
Sumber : Data primer
P : Hentikan intervensi dan pantau keadaan pasien.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
Tanggal : 02 Februari 2015. Pukul : 12.00
a. Intervensi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 jam, diharapkan
personal hygiene pasien tetap terjaga dengan kriteria hasil :
48

Tabel 3.6 : Indikator defisit perawatan diri


No. Indikator IR ER
1. Dapat melakukan ADLs secara 3 5
mendiri
2. Menyatakan nyaman 3 5
3. Klien terlihat lebih segar dan bersih 3 5
Sumber : Data primer
Keterangan : Nilai : 1) Keluahan ekstrim, 2) Keluhan berat, 3) Keluhan
sedang, 4) Keluhan ringan dan 5) Tidak ada keluhan.
Intervensi:
1) Kaji personal hygiene
Rasional : Mengetahui kemampuan ADLs pasien
2) Motivasi pasien untuk melakukan vulva hygiene
Rasional : Menjaga kebersihan genitalia
3) Bantu pasien untuk mandi dan vulva hygiene
Rasional : Menjaga kebersihan
4) Evaluasi kenyamanan pasien
Rasional : Mengetahui adanya kenyamanan
5) Dorong pasien untuk melakukan personal hygiene secara mandiri
Rasional : Membantu kemandirian pasien
b. Implementasi
Senin, 02 Februari 2015 Pukul 12.00 WIB Memonitor Personal
hygiene pasien. DS : Pasien mengatakan masih lemas, belum ganti
pembalut semenjak operasi, DO : Pasien terlihat kotor dan bau, pakaian
pasien belum di ganti. Pukul 13.45 WIB, Membantu pasien untuk
melakukan vulva hygiene, DS : Pasien mengatakan merasa nyaman, DO :
Pasien dilakukan perawatan vulva hygiene, pembalut di ganti. Pukul
14.50 WIB, Memotivasi pasien untuk meningkatkan personal hygiene
dan vulva hygiene, DS : Pasien mengatakan akan mencoba mandiri, DO :
Pasien kooperatif.
Selasa, 03 Februari 2015 Pukul 08.30 WIB Memonitor Personal
hygiene pasiene. DS : Pasien mengatakan belum mandiri dalam ADLs,
belum mandi dan ganti pembalut, DO : Pasien terlihat kotor dan bau,
49

pakaian pasien belum di ganti. Pukul 08.35 WIB, Memotivasi pasien


untuk meningkatkan personal hygiene dan vulva hygiene, DS : Pasien
mengatakan belum mandiri dalam ADLs, DO : Pasien terlihat belum
mandiri. Pukul 08.40 WIB, membantu Pasien untuk melakukan vulva
hygiene, DS : Pasien mengatakan merasa nyaman, DO : Pasien dilakukan
perawatan vulva hygiene, pembalut di ganti, pasien terlihat bersih dan
rapi.
Rabu, 04 Februari 2015 Pukul 08.30 WIB Memonitor Personal
hygiene pasien. DS : Pasien mengatakan dapat berganti pakaian dan
pembalut secara mandiri tetapi untuk mandi pasien masih dibantu oleh
orang lain, DO : Pasien terlihat sudah dapat berganti pakaian dan
pembalut secara mandiri tetapi saat mandi pasien masih dibantu oleh
orang lain. Pukul 10.00 WIB, Mengevaluasi kenyamanan pasien, DS :
Pasien mengatakan merasa nyaman, DO : Pasien terlihat lebih segar dan
bersih. Pukul 10.30 WIB, Mendorong pasien untuk melakukan personal
hygiene dan vulva hygiene secara mandiri, DS : pasien mengatakan akan
lebih mandiri dalam ADLs, DO : Pasien kooperatif.
c. Evaluasi
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan.
Rabu, 04 Februari 2015 pukul 14.00.
S : Pasien mengatakan lebih nyaman, karenasudah dapat melakukan
perawatan genitalia, berpakaian dan menganti pembalut sendiri
tetapi saat mandi pasien masih dibantu oleh orang lain.
O : Pasien terlihat lebih segar, sudah dapat mengganti pakaian dan
pembalut secara mandiri tetapi saat mandi pasien masih dibantu
oleh orang lain.
A : Masalah defisit perawatan diri belum teratasi.
Tabel 3.7 : Indikator evaluasi defisit perawatan diri
No. Indikator IR ER
1. Dapat melakukan ADLs secara 4 5
mendiri
2. Menyatakan nyaman 5 5
3. Klien terlihat lebih segar dan bersih 5 5
50

Sumber : Data primer


P : Lanjutkan intervensi : Kaji personal hygiene, motivasi pasien
untuk melakukan vulva hygiene, bantu pasien untuk mandi dan
vulva hygiene, evaluasi kenyamanan pasien dan dorong pasien
untuk melakukan personal hygiene secara mandiri.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan (luka post Op)
Tanggal : 03 Februari 2015. Pukul : 08.00
a. Intervensi
Setalah dilakukan tindakan selama 3x8 jam diharapkan tidak ada
tanda-tanda infeksi dengan kriteria hasil :

Tabel 3.8 : Indikator resiko infeksi


No. Indikator IR ER
1. Klien terbebas dari tanda dan gejala 3 5
infeksi
2. Menunjukan perilaku hidup sehat 4 5
3. Jumlah leukosit dalam batas normal 3 4
Sumber : Data primer
Keterangan : Nilai : 1) Tidak pernah menunjukan, 2) Jarang
menunjukan, 3) Kadang - kadang menunjukan, 4) Sering menunjukan
dan 5) Selalu menunjukan.
Intervensi:
1) Memonitor tanda-tanda vital
Rasional : Mengetahui TD, N, S dan RR
2) Batasi pengunjung bila perlu
Rasional : Mengurangi resiko infeksi
3) Ganti balutan pasien
Rasional : Mengurangi tanda dan gejala infeksi
4) Tingkatkan intake makanan yang berprotein
Rasional : Mempercepat penyembuhan
5) Kaji tanda dan gejala infeksi
Rasional : Monitor tanda infeksi
6) Berikan terapi antibiotik bila perlu
51

Rasional : Mengurangi resiko infeksi


b. Implementasi
Selasa, 03 Februari 2015 Pukul 08.10 WIB, Memonitor TTV. Ds :
TD 150/90 mmHg, N : 80x/m, S : 36,50C, R : 20x/m. Pukul 08.10 WIB,
mengkaji tanda-tanda infeksi. DS : pasien mengatakan dibagian luka
sedikit gatal dan diarea sekitar luka kotor, Do : terdapat luka post operasi
kurang lebih 10 cm dibagian perut bawah, luka terlihat kotor dan ada
rembesan darah diatas kassa. Pukul 08.30 WIB, Meningkatkan intake
makanan yang berprotein. Ds : pasien mengatakan akan meningkatkan
asupan protein, Do : Ibu terlihat kooperatif. Pukul 13.00 WIB,
Memberikan terapi obat antibiotik, Ds : -, Do : Obat Clindamicin masuk
2x300 mg.
Rabu, 04 Februari 2015. Pukul 08:00, Memonitor TTV. Ds : TD
140/80 mmHg, N : 80x/m, S : 36,0C, R : 20x/m. Pukul 09.15 WIB,
Memonitor tempat dan tanda-tanda infeksi. Ds : pasien mengatakan
dibagian luka sudah tidak gatal lagi, Do : luka terlihat bersih ada
rembesan darah dibagian kassa, ada tanda-tanda resiko infeksi.Pukul
09.30WIB, Membersihkan area sekitar luka insisi . Ds : Pasien
mengatakanlebih nyaman, Do : Pasien terlihat lebih bersih. Pukul 10.30
WIB, Menganjurkan asupan nutrisi tinggi protein. Ds : pasien
mengatakan akan meningkatkan asupan protein, Do : Ibu terlihat
kooperatif. Pukul 13.00 WIB, Memberikan terapi obat antibiotik, Ds : -,
Do : Obat Clindamicin masuk 2x300 mg.
c. Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan oleh perawat pada hari terkahir tanggal 04
Februari 2015 pukul 14.00.
S : pasien mengatakan sudah tidak gatal lagi pada area lukanya.
O : terdapat luka post operasi kurang lebih 10 cm dibagian perut
bawah, disekitar luka terlihat lebih bersih,masih ada rembesan
darah diatas kassa dan pasien terlihat memakan-makanan yang
sehat yang mengandung banyak protein .
52

A :Masalah resiko infeksi belum teratasi.


Tabel 3.9 : Indikator evaluasi resiko infeksi
No. Indikator IR ER
1. Klien terbebas dari tanda dan gejala 4 5
infeksi
2. Menunjukan perilaku hidup sehat 4 5
3. Jumlah leukosit dalam batas normal 3 4
Sumber : Data primer
P : Lanjutkan intervensi : Bersihkan lingkungan setelah dipakai
pasien,ganti balutan pasien, tingkatkan intake makanan, monitor
tanda dan gejala infeksi dan berikan terapi antibiotik bila perlu.
53

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas tentang bagaimana asuhan keperawatan
yang dilakukan pada Ny. J dengan post operasi sectio caesarea atas indikasi pre
eklampsia berat. Dalam pembahasan asuhan keperawatan ini meliputi pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi yang dilakukan
oleh penulis selama 3 hari mulai tanggal 02 Februari 2015 sampai 04 Februari
2015, penulis menemukan adanya kesenjangan yang muncul antara teori yang ada
dengan kasus yang nyata.

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses yang sistematis dalam
mengumpulkan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien Nursalam (2005). Pengkajian laporan
kasus ini penulis menggunakan teori gordon dan sudah sesuai dengan
pengkajian pada konsep teori.
Pada penulisan laporan kasus ini penulis menggunakan metode wawancara
yang merupakan sebuah proses untuk memperoleh keterangan sebagai tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab dan bertatap muka langsung dengan pasien
(Nursalam, 2005). Dari hasil pengkajian kepada pasien dengan menggunakan
teknik wawancara pada tanggal 02 Februari 2015 ditemukan keluhan utama
pasien adalah mengalami nyeri seperti yang dikemukakan dalam laporan
pendahuluan, ini terjadi karena terdapat luka insisi pada bagian perut. Pasien
mengatakan nyeri P : luka post operasiSC, nyeri bertambah pada saat
beraktivitas dan berkurang pada saat istirahat, Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk,
R : nyeri pada perut bekas operasi, tidak menyebar kebagian lain , S : skala
nyeri 7, T : Nyeri sering siang dan malam hari. Berdasarkan data diatas
terdapat kesamaan teori pada tanda dan gejalanya yaitu nyeri tersebut muncul
karena post pembedahan yang menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan
sehingga menimbulkan adanya nyeri (Hardhi, 2013).
54

Mengunakan metode wawancara penulis juga menemukan beberapa


masalah keperawatan lain yaitu ketidakefektifan pemberian ASI dengan pasien
mengatakan ASI tidak keluar sejak melahirkan anak pertama dan bayinya
rewel menangis terus menerus.Padadiagnosa yang ke tiga yaitu defisit
perawatan diri pasien mengatakan lemah, belum bisa melakukan perawatan
genetalianya sendiri pasca melahirkan, dan juga belum bisa mandi dan
berpakaian sendiri. Berdasarkan data diatas terdapat kesamaan teori pada
batasan karakteristik dari ketidakefektifan pemberian ASI, resiko infeksi dan
defisit perawatan diri.
Metode lain yang digunakan pada pengkajian adalah dengan cara
observasi yaitu mengamati perilaku dan keadaan pasien untuk memperoleh
data tentang masalah kesehatan dan keperawatan pasien (Nursalam, 2005).
Dari hasil observasi pada tanggal 02 Februari 2015 penulis mendapatkan data
yaitu pasien terlihat nyeri kesakitan saat bergerak memegangi area nyeri,
tampak ada luka post SC di perut kurang lebih 10 cm dengan tertutup kassa.
Berdasarkan data diatas terdapat kesamaan teori pada tanda dan gejalanya yaitu
nyeri setelah post operasi SC (Hardhi, 2013). Pada diagnosa yang kedua yaitu
ketidakefektifan pemberian ASI payudara tampak keras dan bengkak, ASInya
tidak keluar, puting terlihat menonjol, ASI tidak produktif dan anaknya terlihat
menangis, dan pada diagnosa yang ketiga defisit perawatan diri pasien terlihat
kotor dan bau, bajunya belum di ganti, genetalia tampak kotor dan pembalut
belum diganti.pada diagnosa yang ke empat yaitu resiko infeksi ditemukan
luka post operasi pada perut bagian bawah ditutup kasa, luka kurang lebih 10
cm.
Dari data observasi tersebut sesuai dengan yang ada didalam teori seperti
didalam pathway keperawatan menurut Hardhi (2013), dengan payudara yang
keras dan bengkak menyebabkan ketidakefektifan dalam pemberian ASI
kemudian pada pasien post operasi biasanya mengalami tahap taking in yang
membuat ibu menjadi ketergantungan untuk perawatan dirinya. Adanya luka
insisi yang terbuka dan proteksi yang kurang dari ibu maka menyebabkan ibu
menjadi resiko tinggi terhadap infeksi.
55

Pengkajian ini juga dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik, menurut


Nursalam (2005) yaitu pemeriksaan fisik untuk menentukan masalah kesehatan
pasien. Dilakukan dengan menggunakan 4 cara yaitu :
1. Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian
tubuh yang diperiksa melalui pengamatan (mata atau kaca pembesar)
(Sartika, 2010).
Dari hasil teknik inspeksi ini penulis mendapatkan data untuk
diagnosa prioritas yaitupasien terlihat nyeri kesakitan saat bergerak
memegangi area nyeri, tampak ada luka post SC di perut kurang lebih 10
cm dengan tertutup kassa. Berdasarkan data diatas sudah sesuai dengan
teori tanda dan gejala sectio caesarea yaitu pasien tampak nyeri kesakitan
(Hardhi, 2013). Pada teknik inspeksi penulis sempat menemukan beberapa
kendala dalam memasukan data lochea,terdapat data tambahan pada
pengkajian lochea pasien yaitu sebenarnya penulis mendokumentasikan
lochea selama 24 jam yaitu sebanyak 240 cc/24jam tetapi penulis hanya
mendokumentasikan lochea pada asuhan keperawatan yang penulis tulis
selama 3 jam yaitu sebanyak 15 cc. Seharusnya penulis memasukan data
lochea tersebut pada asuhan keperawatan yang penulis tulis selama 24 jam
bukan selama 3 jam saja, sehingga penulis mengganti data pengkajian
lochea tersebut selama 24 jam yaitu sebanyak 240cc/24jam, dan ini
menjadi kelemahan penulis dalam melakukan pengkajian yaitu kurang
detailnya penulis dalam melakukan pengkajian dan memasukan data
lochea tersebut kedalam asuhan keperawatan yang penulis buat.
2. Palpasi adalah teknik pemeriksaan yang menggunakan indera peraba;
tangan dan jari-jari (Sartika,2010).
Pada saat dilakukan palpasi penulis mendapatkan data yaitu ada nyeri
tekan pada area post operasi, apabila sekitar luka operasi ditekan maka
pasien mengeluh nyeri. Berdasarkan pemeriksaan fisik diatas terdapat
kesamaan dengan teori yaitu bila pada luka operasi ditekan terdapat respon
terhadap nyeri yaitu dengan merintih dan melindungi area sekitar luka
tersebut (Hardhi, 2013).
56

3. Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan


tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya
(kiri/kanan) dengan menghasilkan suara, yang bertujuan untuk
mengidentifikasi batas/lokasi dan konsistensi jaringan (Sartika, 2010).
Pada saat dilakukan perkusi pada bagian perut terdengar bunyi tympani
data tersebut sesuai dengan teori yaitu yang menyatakan bahwa pasien
post SC saat dilakukan perkusi bunyinya adalah tympani (Sartika, 2010).
4. Auskultasi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara
mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh, biasanya menggunakan
alat yang disebut dengan stetoskop, hal-hal yang didengarkan adalah :
bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus (Sartika, 2010). Dari hasil
pemeriksaan fisik dengan teknik auskultasi mendapatkan data yaitu
terdengar bunyi bising usus 12x/menit.
Pengkajian yang selanjutnya dapat dilakukan dengan cara studi
dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa
catatan, transkip, buku dan sebagainya, sebagai data penunjang (Arikunto,
2002). Pada studi dokumentasi diperoleh identitas pasien dan pemeriksaan
laboratorium serta pemeriksaan darah lengkap. Pada pemeriksaan penunjang
laboratorium hasil pemeriksaan urine tanggal 31 Januari 2015 didapatkan
hasil bakteri +2 (Normal : Negatif). Berdasarkan jurnal Nunik (2011) adanya
bakteri pada pasien pre eklampsia berat karena keadaan ini dapat terjadi
akumulasi bakteri gram negatif yang menyebabkan meningkatnya pelepasan
prosta-glandin dan sitokin, dan ditemukan data protein dalam urin 100 (Normal
: Negatif) pemeriksaan protein urin sangat penting pada ibu hamil karena kadar
protein yang meningkat dalam urin pada ibu hamil adalah salah satu indikasi
dari pre eklampsia berat, penyebab proteinurin meningkat karena selama
kehamilan terdapat kenaikan hemodinamika ginjal dan diikuti dengan tekanan
venarenalis, pembentukan urin dimulai dalam glomerulus, apabila filtrasi
glomerulus mengalami kebocoran hebat, molekul protein besar akan terbuang
dalam urine sehingga menyebabkan proteinuria.
57

Pemeriksaanpenunjang yang selanjutnya adalah laboratorium darah post


operasi tanggal 02 Februari 2015 adalah leukosit H16.800 /uL (Normal :
4800-10800/uL). Berdasarkan teori menurut Maryunani (2009) nilai leukosit
dalam tubuh meningkat setelah melahirkan adalah hal yang umum karena
leukosit tersebut memiliki fungsi untuk mencegah dan melawan infeksi
sedangkan pada pasien post operasi terdapat luka yang mudah dimasuki oleh
bakteri maka kerja leukosit menjadi meningkat sehingga nilai leukosit ikut
meningkat karena untuk melawan bakteri tersebut masuk kedalam tubuh.
Dalam melakukan pengkajian penulis mengalami beberapa kendala dan
memperoleh pendukung. Adapun faktor pendukung dalam melakukan
pengkajian yaitu pasien dan keluarga kooperatif dan bersedia menjawab semua
pertanyaan penulis, adanya rekam medis atau status pasien yang membantu
penulis dalam melengkapi data perawat ruangan yang memebantu dalam
proses pengumpulan data. Sedangkan yang menjadi faktor penghambat dalam
melakukan pengkajian adalah pasien dan keluarga tidak mengetahui tentang
penyakit pasien, ada beberapa bahasa medis yang belum pasien dan keluarga
ketahui, kondisi psikologis pasien yang belum stabil sehingga saat dilakukan
pengkajian pasien masih sensitif dan kontak mata kurang, untuk itu penulis
harus lebih berhati-hati dalam melakukan pengkajian.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa merupakan cara mengidentifikasi, memfokuskan mengatasi
kebutuhan spesifik pasien serta respon terhadap masalah actual dan resiko
tinggi serta untuk mengekspresikan bagian identifikasi masalah dari proses
keperawatan (Nursalam, 2005).
Dalam teori pada kasus post partum dengan sectio caesarea terdapat 8
diagnosa keperawatan menurut Hardhi (2013). Dari 8 diagnosa keperawatan
menurut teori, penulis menemukan 4 diagnosa keperawatan pada kasus yang
sesuai teori, 4 diagnosa pada teori tidak ada pada kasus dan tidak menemukan
diagnosa lain yang ada tidak ada di teori.
58

1. Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus nyata yang sesuai


dengan teori.
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik.
Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau
potensial dan digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa,
klasifikasi nyeri secara umum di bagi menjadi dua, yakni nyeri akut dan
kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan
cepat menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan dan di tandai adanya
peningkatan tegangan otot sedangkan nyeri kronis merupakan nyeri yang
timbul secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung cukup lama, yaitu
lebih dari 6 bulan. Termasuk dalam kategori nyeri kronis adalah nyeri
terminal, sindrom nyeri kronis, dan nyeri psikosomatis (Hardhi, 2013).
Menurut Potter (2005) skala nyeri dibagi menjadi lima yaitu0 :Tidak
nyeri, 1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif pasien dapat berkomunikasi
dengan baik, 4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif pasien
mendesis,menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat
mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik, 7-9 : Nyeri
berat : secara obyektif pasien terkadang tidak dapatmengikuti perintah
tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri,
tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi
nafas panjang dan distraksi dan 10 : Nyeri sangat berat.
Berdasarkan teori diatas penulis menegakkan diagnosa keperawatan
nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik, karena pada saat
pengkajian pada tanggal 02 Februari 2015 penulis menemukan beberapa
data tanda dan gejala nyeripada pasien yang sama dengan teoriyaitu
pasien mengatakan nyeri P : luka post operasiSC, nyeri muncul pada saat
beraktivitas dan istirahat, Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk, R : nyeri pada
perut bekas operasi, tidak menyebar kebagian lain , S : skala nyeri 7, T :
Nyeri sering siang dan malam hari dan pasien juga terlihat nyeri
59

kesakitan saat bergerak memegangi area nyeri, tampak ada luka post SC
di perut kurang lebih 10 cm dengan tertutup kassa.
Penulis memprioritaskan diagnosa keperawatan nyeri akut karena
menurut Maslow bahwa kebutuhan yang harus dipenuhi dahulu adalah
kebutuhan yang paling dirasakan atau dikeluhkan oleh pasien dan nyeri
merupakan kebutuhan yang harus segera diatasi, maka jika tidak diatasi
dapat menghambat aktifitas pasien.
b. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan bendungan ASI.
Menurut Hardhi (2013) ketidakefektifanpemberian ASI adalah
keadaan dimana ibu, bayi atau anak mengalami ketidakpuasan atau
kesukaran dalam proses menyusui, batasan karakteristik ketidakefektifan
pemberian ASI adalah ketidakadekuatan suplai ASI, bayi melengkung
menyesuaikan diri dengan payudara, bayi menangis pada jam pertama
setelah menyusu, ketidakmampuan bayi untuk menghisap pada payudara
secara cepat, ketidakcukupan kesempatan untuk menghisap payudara dan
ketidakmampuan untuk memulai menghisap yang efektif. Terjadinya
ketidakefektifan pemberian ASI menurut Jitowiyono (2010) dikarenakan
adanya penurunan progesteron dan estrogen sehingga merangsang
hormone prolaktin dan merangsang laktasi oksitoksin pada pengeluaran
ASI yang tidak efektif mengakibatkan payudara bengkak dan terjadi
ketidakefektifan pengeluaran ASI.
Berdasarkan teori diatas penulis menegakkan diagnosa keperawatan
ketidakefektifan pemberian ASI karena penulis memperoleh data pada
saat pengkajian pada tanggal 02 Februari 2015 yang menunjukan
kesamaan yang ada pada teori yaitu pasien mengalami ketidakefektifan
pemberian ASI, pasien mengatakan payudaranya keras, ASI tidak keluar
sejak melahirkan anak pertama dan bayinya rewel menangis terus
menerus dan ASI pasien terlihat tidak keluar, payudara tampak keras,
puting menonjol dan bayinya terlihat menangis.
60

c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan nyeri.


Defisit perawatan diri adalah hambatan kemampuan untuk
melakukan atau menyelesaikan aktivitas berpakaian, toileting dan
membersihkan diri secara mandiri. Di dukung dengan batasan
karakteristik ketidakmampuan untuk berpakaian, ketidakmampuan untuk
toileting, ketidakmampuan untuk membersihkan badan(Hardhi, 2013).
Defisit perawatan diri biasanya muncul pada hari pertama setelah
dilakukan tidakan operasi karena pada saat itu pasien berada pada tahap
taking in yaitu Fase ini merupakan periode ketergantungan dimana ibu
mengharapkan segala kebutuhannya terpenuhi orang lainkarena ibu
merasa fisiknya lemah dan tahap ini berlangsung selama 1-2 hari setelah
melahirkan, dimana fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri
(ibu lebih berfokus pada dirinya) (Maryunani,2009).
Pada penegakan diagnosa defisit perawatan diri penulis sempat
menemukan beberapa kendala yaitu terdapat data obyektif, subyektif dan
etiologi yang berbeda dengan laporan kasus yang penulis ketik dan tulis,
hal ini menjadi kelemahan penulis dikarenakan pada saat mengkaji
penulis kurang teliti dan pasien hanya terlihat nyeri tetapi saat setelah
dikaji lebih detail ditemukan keluhan lain yaitu pasien tidak dapat
melakukan perawatan dirinya sendiri karena pasien mengalami
kelemahan pada fisiknya dengan pasien mengatakan lemas dan
ketergantungan dalam perawatan dirinya sendiri setelah dilakukan
tindakan operasi. Hal ini terdapat kesamaan dengan teori yang ada diatas
sehingga penulis menegakan diagnosa defisit perawatan diri berhubungan
dengan kelemahan yang ditandai dengan pasien mengatakan lemah dan
ketergantungan dalam perawatan dirinya, belum bisa dalam melakukan
perawatan genetalia, mandi dan berpakaian sendiri pasca melahirkan
karena sulit bergerak danpasien pada tahap taking in, terlihat kotor dan
bau, bajunya belum di ganti, genetalia tampak kotor dan pembalut belum
diganti.
61

d. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan (luka post operasi).


Menurut Hardhi(2013) Resiko infeksi adalah adanya peningkatan
resiko terserang organisme patogenik,beberapa faktor yang mencetuskan
resiko infeksi pada pasien adalah:Agen itu penyebab infeksinya, yaitu
mikroorganisme yang masuk bisa karena agennya sendiri atau karena
toksin yang dilepas selanjutnya adalah Host itu yang terinfeksi, jadi
biarpun ada agen, kalau tidak ada yang bisa dikenai, tidak ada infeksi,
host biasanya orang atau hewan yang sesuai dengan kebutuhan agen
untuk bisa bertahan hidup atau berkembang biak kemudian environment
itu lingkungan di sekitar agen dan host, seperti suhu, kelembaban, sinar
matahari, oksigen dan sebagainya. Ada agen tertentu yang hanya bisa
bertahan atau menginfeksi pada keadaan lingkungan yang tertentu juga.
Penulis menegakkan diagnosa keperawatan resiko infeksi karena
pada saat pengkajian tanggal 03 Februari 2015 penulis menemukan
beberapa tanda-tanda resiko infeksi yang sama dan ada pada teori yaitu
terdapat luka post operasi kurang lebih 10 cm dibagian perut bawah, luka
terlihat kotor dan ada rembesan darah diatas kassa, leukosit 16.800/ul.
Pada penegakan diagnosa resiko infeksi penulis sempat menemukan
beberapa kendala yaitu terdapat data subyektif yang berbeda dengan
laporan kasus yang penulis tulis dan ketik, hal ini menjadi kelemahan
pada penulis yang dikarenakan kurangnya ketelitian penulis dalam
melakukan pemeriksaan fisik pada pasien yaitu yang menunjukan adanya
rembesan darah pada diatas kasa pasien.
2. Diagnosa keperawatan yang tidak ditemukan pada kasus nyata tetapi ada di
konsep teori
a. Gangguan eliminasi urine.
Gangguan eliminasi urine adalah disfungsional dalam eliminasi
urine, dengan batasan karakteristik sebagai berikut : penurunan jumlah
atau frekuensi berkemih, distensi kandung kemih, perubahan jumlah atau
frekuensi berkemih, distensi kandung kemih, perubahan berat jenis urine
dan adanya albumine dalam urine (Hardhi, 2013).Dalam pengkajian
62

penulis tidak mendapatkan data yang sesuai dengan teori diatas yang
mendukung untuk ditegakan diagnosa gangguan eliminasi urine,
sehingga penulis tidak menegakan diagnosa keperawatan gangguan
eliminasi urine meskipun pasien terpasang kateter tetapi proses
pengeluaran urinya lancar.
b. Ansietas berhubungan dengan perubahan status peran
Ansietas adalah perasaan gelisah yang tidak jelas dari
ketidaknyamanan atau ketakutan yang disertai repon autonom, perasaan
keprihatinan disebabkan dari antisipasi dari bahaya (Hardhi,
2013).Dalam pengkajian penulis tidak mendapatkan data yang sesuai
dengan teori diatas yang mendukung untuk ditegakan diagnosa ansietas,
karena pasien mengatakan senang dengan kelahiran anak yang keduadan
pasien tidak menunjukan adanya tanda-tanda kecemasan sehingga
penulis tidak menegakan diagnosa ansietas.
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kelemahan.
Menurut Aziz (2006) gangguan pola tidur adalah gangguan kualitas
dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal dan polatidur normal
pada usia18-40 tahun masa dewasa muda adalah 7-8 jm/hari 20-25%
tidur REM, 5%-10% tidur terhadap I, 50% tidur tahap II, dan 10-20%
tidur tahap III dan IV.Batasan karakteristik : ketidakpuasan tidur,
menyatakan sering terjaga dan menyatakan merasa tidak cukup
istirahat.Alasan mengapa diagnosa gangguan pola tidur, tidak diangkat
karena pasien tidak mengalami gangguan pada tidurnya dan setelah
operasi pasien dapat istirahat dan tidur pada saat malam hari kurang lebih
selama delapan jam sehingga pasien tidak menegakan diagnosa
keperawatan gangguan pola tidur.
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
Kurang pengetahuan adalah keadaan atau defisiensi informasi
kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu (Hardhi, 2013).Alasan
penulis tidak mengangkat diagnosa kurang pengtahuan karena dalam
pengkajian penulis tidak mendapatkan data yang mendukung diagnosa
63

tersebut karena pasien sudah pernah dilakukan tindakan operasi sectio


caesarea dan ini sudah yang kedua kalinya dan pada saat ditanya seputar
perawatan pasien sectio caesarea pasien dapat menjawab dan mengerti
sehingga penulis tidak menegakan diagnosa kurang pengetahuan.
3. Ditemukan diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus nyata tetapi
tidak ditemukan pada konsep teori.
a. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kerusakan
vaskuler.
Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kerusakan
vaskuler/hipertensi adalah keadaan dimana individu berisiko mengalami
suatu penurunan sirkulasi darah keperifer yang bisa menyebabkan
gangguan kesehatan/ membahayakan kesehatan. Penulis menemukan
diagnosa ini akan tetapi penulis tidak mendokumentasikan pada asuhan
keperawatan yang penulis buat karena penulis tidak mendapatkan data
lain yang mendukung untuk ditegakan diagnosa tersebut meskipun
tensinya tinggi 160/90mmHg tetapi pasien tidak merasa begitu pusing
karena sudah terbiasa dengan tensi yang tinggi dan pasien akan merasa
pusing apabila tensinya rendah,tetapi pada hal ini penulis tetap
memantau keadaan pasien dengan cara mengecek tanda-tanda vital,
membatasi asupan garam, dan tetap memberikan terapi untuk
hipertensinya dengan memberikan obat sesuai anjuran dokter. Hal ini
menjadi kelemahan penulis dalam menegakan diagnosa ini dikarenakan
penulis kurang teliti dalam melakukan pemeriksaan fisik, agar
mendapatkan data yang lebih lengkap untuk ditegakkan diagnosa
keperawatan perubahan perfusi jaringan perifer.

C. Intervensi
Langkah ketiga dari proses keperawatan adalah perencanaan,
perencanaan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan yang
berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan intervensi
keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut.Langkah-langkah dalam
64

membuat perencanaan keperawatan meliputi: penetapan prioritas, penetapan


tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan, menentukan intervensi keperawatan
yang tepat dan pengembangan rencana asuhan keperawatan. Setelah diagnosa
keperawatan dirumuskan secara spesifik, perawat menggunakan kemampuan
berfikir kritis untuk segera menetapkan prioritas diagnosa keperawatan dan
intervensi yang penting sesuai dengan kebutuhan klien (Potter & Perry, 2005).
Intervensi diagnosa keperawatan yang ditemukan pada tanggal 02
Februari 2015 :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik ditandai dengan pasien
mengatakan nyeri P : luka operasi,nyeri bertambah pada saat melakukan
aktivitas dan berkurang pada saat istirahat, Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk,
R : nyeri pada perut bekas operasi, tidak menyebar kebagian lain, S : skala
nyeri 7, T : Nyeri sering siang dan malam hari dan pasien tampak meringis
kesakitan saat bergerak, memegangi area nyeri, tampak ada luka post SC
di perut kurang lebih 10 cm dengan tertutup kassa.
Harapan penulis setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8
jam diharapkan masalah nyeri dapat teratasi dengan pasien mengatakan
nyaman, frekuensi nyeri berkurang dan ekspresi wajah saat nyeri.
Intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah nyeri menurut Hardhi
(2013) adalah Kaji nyeri (mengkaji nyeri dilakukan untuk mengetahui
tingkat nyeri pasien dengan cara P,Q,R,S,T), Control ruangan dari
pencahayaan dan kebisingan (dilakukan intervensi control ruangan dan
kebisingan karena kebisingan akan membuat semakin nyeri dan
memperlama penyembuhan), anjurkan pasien untuk tingkatkan istirahat
(alasan dilakukan tindakan ini karenaistirahat dapat memulihkan
kesehatan), ajarkan pasien teknik nafas dalam (Menurut Jitowiyono
(2010), dilakukan tindakan teknik nafas dalam karena untuk meningkatkan
upaya pernapasan. Pembebasan menurunkan regangan, tegangan area
insisi dan mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan berkenaan dengan
gerakan otot abdomen, sehingga tidak dilakukan tindakan teknik distraksi
karena distraksi hanya merupakan suatu tindakan untuk pengalihan
65

perhatian pasien ke hal-hal lain diluar nyeri, sehingga dengan demikian


diharapkan dapat menurunkan kewaspadaan pasien terhadap nyeri bahkan
meningkatkan toleransi terhadap nyeri), berikan obat analgetik pada pasien
(Menurut Jitowiyono (2010) diberikan analgetik karena analgetik memiliki
zat-zat yang mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran dan pemberian obat ini dilakukan dengan
menggunakan prinsip enam benar obat yaitu benar pasien, benar obat ,
benar dosis, benar cara, benar waktu dan benar dokumntasi)
2. Ketidakefektifan pemberian ASI b.d bendungan ASI ditandai dengan
pasien mengatakan ASI tidak keluar sejak melahirkan anak pertama dan
bayinya rewel menangis terus menerus dan ASI tidak keluar, payudara
tampak keras, puting menonjol dan bayinya terlihat menangis.
Harapan penulis setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8
jam diharapkan ASI dapat efektif kembali dengan pasien mengatakan ASI
dapat keluar, pasien mampu menyusui dengan benar dan pasien mampu
melakukan perawatan payudara. Intervensi keperawatan untuk mengatasi
masalah ketidakefektifan pemberian ASI adalah Kaji keadaan payudara
(alasan mengkaji keadaan payudara untuk mengidentifikasi dan intervensi
dini dapat mencegah terjadinya luka atau pecah puting tanpa
memperhatikan lamanya menyusui mengetahui bagaimana keadaan
payudara pasien, pengeluaran air ASInya sudah produktif), kaji penyebab
kurang produksi ASI (dilakukan tindakan ini karena untuk mengetahui dan
mengkaji kurangnya produksi ASI), anjurkan Ibu untuk memberikan ASI
secara esklusif (ASI ekslusif harus diberikan karena dapat menyehatkan
bayi), anjurkan ibu untuk makan-makanan yang bergizi, (makanan yang
bergizi akan menambah produksi ASI), ajarkan perawatan payudara
(mengajarkan perawatan payudara pada pasienagar paien dapat merawat
payudara), pantau pengeluaran ASI (tindakan ini dilakukan untuk
mengetahui pengeluaran ASI), ajarkan cara teknik menyusui (teknik
menyusui yang baik membuat bayi nyaman dan mudah mendapatkan ASI)
(Hardhi, 2013).
66

3. Defisit perawatan diri b.d kelemahan ditandai dengan pasien mengatakan


lemah dan ketergantungan dalam perawatan dirinya, belum bisa dalam
melakukan perawatan genetalia, mandi dan berpakaian sendiri pasca
melahirkan karena sulit bergerak dan pasien pada tahap taking in, terlihat
kotor dan bau, bajunya belum di ganti, genetalia tampak kotor dan
pembalut belum diganti.
Harapan penulis setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8
jam diharapkan masalah defisit perawatan diri dapat teratasi dengan pasien
dapat melakukan ADLs secara mendiri, menyatakan nyaman dan pasien
terlihat lebih segar dan bersih. Intervensi untuk mengatasi masalah defisit
perawatan diri adalah kaji personal hygiene (dilakukan tindakan ini untuk
mengetahui kemampuan ADLs pasien), motivasi pasien untuk melakukan
vulva hygiene (memotivasi pasien agar pasien dapat menjaga kebersihan
genitalia secara mandiri), bantu pasien untuk mandi dan vulva hygiene
(membantu pasien untuk mandi dan vulva hygieneagar menjaga
kebersihan tubuh pasien), evaluasi kenyamanan pasien (dilakukan
tindakan ini untuk mengetahui adanya kenyamanan pasien), dorong pasien
untuk melakukan personal hygiene secara mandiri (dilakukan tindakan ini
untuk memotivasi pasien agar pasien lebih mandiri).
Intervensi diagnosa keperawatan yang ditemukan pada tanggal 03
Februari 2015 adalah :
1. Resiko infeksi b.d trauma jaringan (luka post Op) ditandai dengan terdapat
luka post operasi kurang lebih 10 cm dibagian perut bawah, luka terlihat
kotor dan ada rembesan darah diatas kassa, leukosit 16.800/ul.
Harapan penulis setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8
jam diharapkan masalah resiko infeksi dapat teratasi dengan pasien dapat
terbebas dari tanda dan gejala infeksi, menunjukan perilaku hidup sehat
dan jumlah leukosit dalam batas normal. Intervensi keperawatan untuk
mengatasi masalah keperawatan resiko infeksi adalah memonitor tanda-
tanda vital (tanda-tanda vital merupakan tindakan yang harus dilakukan
oleh perawat memonitor nadi dan suhu, peningkatan suhu sampai 38°C
67

dalam 24 jam pertama sangat menandakan infeksi), batasi pengunjung bila


perlu (membatasi pasien akan mengurangi resiko infeksi), ganti balutan
pasien(menganti balutan pasien akan mengurangi tanda dan gejala infeksi),
tingkatkan intake makanan (meningkatkan intake makan akan
mempercepat penyembuhan), kaji tanda dan gejala infeksi (memonitor
tanda-tanda infeksi untuk mendeteksi dini dari tanda infeksi tersebut),
berikan terapi antibiotik bila perlu (dilakukan tindakan ini untukmencegah
terjadinya resiko infeksi).
Dari beberapa intervensi diatas penulis tidak mencantumkan semua
intervensi yang ada diteori. Penulis hanya memilih beberapa intervensi yang
tepat untuk dilakukan oleh penulis karena intervensi tersebut dilakukan
berdasarkan kebutuhan pasien secara efektif dan paling yang tepat untuk
mengatasi masalah.

D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan,sehingga
dapat menjadi status kesehatan yang lebih baik yang sesuai dengan kriteria
hasil yang diharapkan. Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi
keperawatan agar sesuai dengan rencana keperawatan, perawat harus
mempunyai kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan
interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-
faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Potter & Perry, 2005).
Implementasi yang dilakukan oleh penulis selama tiga hari pada diagnosa
keperawatan Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik Senin, 02
Februari 2015 pukul 12.00 WIB, dilakukan mengkaji nyeri (Menurut
Jitowiyono (2010) alasan dilakukan tindakan mengkaji nyeri agar memperoleh
data respon dari pasien yaitu P Provokative : faktor yang memperberat dan
memperingan, Qquality:seperti apa kualitas nyerinya seperti tertusuk-tusuk,
68

diremas-remas atau tersayat, Rregion : daerah tempat nyeri, Sseverity/skala


nyeri : keparahan / intensitas nyeri, Ttime : lama/waktu serangan atau
frekuensi nyerilokasi dan untuk megobservasi juga apa yang dilihat oleh
perawat dari ekpresi pasien terhadap nyeri). Ds : pasien mengatakan nyeri P :
luka post operasi nyeri bertambah saat beraktivitas dan berkurang pada saat
istirahat, Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk, R : nyeri pada perut bekas operasi,
tidak menyebar kebagian lain, S : skala nyeri 7, T : Nyeri sering siang dan
malam hari, Do : pasien tampak meringis kesakitan saat bergerak memegangi
area nyeri, tampak ada luka post SC kurang lebih 10 cm dengan tertutup kassa.
Pukul 12.15 WIB, Mengajarkan tehnik nafas dalam (Menurut Jitowiyono
(2010), dilakukan tindakan teknik nafas dalam karena untuk meningkatkan
upaya pernapasan. Pembebasan menurunkan regangan, tegangan area insisi
dan mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan berkenaan dengan gerakan otot
abdomen, sehingga tidak dilakukan tindakan teknik distraksi karena distraksi
hanya merupakan suatu tindakan untuk pengalihan perhatian pasien ke hal-hal
lain diluar nyeri, dan pada saat ini skala nyeri pasien 7 jadi sulit untuk
berkonsentrasi). DS : Pasien mengatakan masih nyeri kesakitan, Skala : 7, DO
: Pasien masih terlihat menahan nyeri. Pukul 13.00 WIB, Memberikan terapi
analgetik, ketorolak 30 mg (Menurut Jitowiyono (2010) diberikan analgetik
karena analgetik memiliki zat-zat yang mengurangi atau melenyapkan rasa
nyeri tanpa menghilangkan kesadaran dan pasien ini diberikan ketorolak
karena ketorolak merupakan golongan NSAID (Non steroid anti infamantory
Drug)yaitu untuk penanganan kondisi akut dan kronis dimana terdapat
kehadiran rasa nyeri dan radang sehingga mengapa tidak diberikan
paracetamol karena Paracetamol merupakan analgesik-antipiretik dan anti-
inflamasi non-steroid (AINS)yang termasuk golongan analgesik ringan).DS : -
, DO : Obat Ketorolak masuk 3x30 mg via IV. Pukul 14.00 WIB.
Menganjurkan pasien untuk meningkatkan istirahat (Menurut Jitowoyono
(2010) kondisi istirahat atau tidur adalah dimana tubuh melakukan proses
pemulihan untuk mengembalikan stamina tubuh hingga berada dalam kondisi
yang optimal). DS : -, DO : Pasien tampak istirahat.
69

Selasa, 03 Februari 2015 pukul 08.30, dilakukan mengkaji nyeri secara


komprehensif (Menurut Jitowiyono (2010) alasan dilakukan tindakan
mengkaji nyeri agar memperoleh data respon dari pasien yaitu P Provokative
: faktor yang memperberat dan memperingan,Qquality:seperti apa kualitas
nyerinya seperti tertusuk-tusuk, diremas-remas atau tersayat, Rregion : daerah
tempat nyeri, Sseverity/skala nyeri : keparahan / intensitas nyeri, Ttime :
lama/waktu serangan atau frekuensi nyerilokasi dan untuk megobservasi juga
apa yang dilihat oleh perawat dari ekpresi pasien terhadap nyeri). DS : pasien
mengatakan nyeri P : luka post operasi nyeri bertambah pada saat beraktivitas
dan berkurang pada saat istirahat, Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk, R : nyeri
pada perut bekas operasi, tidak menyebar kebagian lain , S : skala nyeri 5, T :
Nyeri sering siang dan malam hari, Do : pasien tampak meringis kesakitan
saat bergerak memegangi area nyeri, tampak ada luka post SC kurang lebih 10
cm dengan tertutup kassa.
Pukul 09.00 WIB, Mengajarkan tehnik distrasi relaksasi (Menurut
Jitowiyono (2010), mengajarkan teknik distraksi relaksasi karena agar pasien
mengetahui beberapa cara teknik mengontrol nyeri dengan cara yang
sederhana sehingga diajarkan teknik distraksi dan distraksi merupakan suatu
tindakan untuk pengalihan perhatian pasien ke hal-hal lain diluar nyeri,
sehingga dengan demikian diharapkan dapat menurunkan kewaspadaan pasien
terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri). DS : Pasien
mengatakan masih nyeri, Skala : 5, DO : Pasien masih terlihat menahan nyeri.
Pukul 11.00 WIB, Memberikan terapi analgetik(Menurut Jitowiyono (2010)
analgetik memiliki zat-zat yang mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri
tanpa menghilangkan kesadaran). DS : -, DO : Obat Ketorolak masuk 3x30
mg via IV. Pukul 13.00, Menganjurkan pasien untuk meningkatkan istirahat
(Menurut Jitowiyono (2010) kondisi istirahat atau tidur adalah dimana tubuh
melakukan proses pemulihan untuk mengembalikan stamina tubuh hingga
berada dalam kondisi yang optimal). DS : -, DO : Pasien tampak istirahat.
Rabu, 04 Februari 2015 Pukul 08.30, dilakukan mengkaji nyeri secara
komprehensif (Menurut Jitowiono (2010) alasan dilakukan tindakan mengkaji
70

nyeri agar memperoleh data respon dari pasien yaitu P Provokative : faktor
yang memperberat dan memperingan,Qquality:seperti apa kualitas nyerinya
seperti tertusuk-tusuk, diremas-remas atau tersayat, Rregion : daerah tempat
nyeri, Sseverity/skala nyeri : keparahan / intensitas nyeri, Ttime : lama/waktu
serangan atau frekuensi nyerilokasi dan untuk megobservasi juga apa yang
dilihat oleh perawat dari ekpresi pasien terhadap nyeri). Ds : pasien
mengatakan nyeri sudah berkurang P : luka post operasi nyeri muncul bila
beraktivitas, Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk, R : nyeri pada perut bekas
operasi, tidak menyebar kebagian lain, S : skala nyeri 3, T : Nyeri kadang-
kadang, siang dan malam hari, Do : pasien tampak sedikit lebih rileks, tampak
ada luka post SC kurang lebih 10 cm dengan tertutup kassa.
Pukul 09.00 WIB, Mengajarkan teknik nafas dalam (Menurut Jitowiyono
(2010), dilakukan tindakan teknik nafas dalam karena untuk meningkatkan
upaya pernapasan. Pembebasan menurunkan regangan, tegangan area insisi
dan mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan berkenaan dengan gerakan otot
abdomen, sehingga tidak dilakukan tindakan teknik distraksi karena distraksi
hanya merupakan suatu tindakan untuk pengalihan perhatian pasien ke hal-hal
lain diluar nyeri, sehingga dengan demikian diharapkan dapat menurunkan
kewaspadaan pasien terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap
nyeri). DS : Pasien mengatakan nyeri berkurang, Skala : 3, DO : Pasien
terlihat lebih rileks. Pukul 11.00 WIB, Memberikan terapi analgetik(Menurut
Jitowiyono (2010) analgetik memiliki zat-zat yang mengurangi atau
melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran). DS : -, DO : Obat
Ketorolak masuk 3x30 mg via IV. Pukul 14.00, Menganjurkan pasien untuk
meningkatkan istirahat (Menurut Jitowiyono (2010) kondisi istirahat atau tidur
adalah dimana tubuh melakukan proses pemulihan untuk mengembalikan
stamina tubuh hingga berada dalam kondisi yang optimal).DS : -, DO: Pasien
tampak istirahat.
Pada diagnosa nyeri kekuatan dalam pelaksanaan rencana tindakan adalah
pasien dan keluarga sangat kooperatif terhadap semua tindakan keperawatan
yang dilakukan untuk mengurangi nyeri. Sedangkan kelemahanya yaitu pasien
71

masih kurang dalam berinteraksi dengan perawat, masih lebih banyak diam
sehingga dalam melakukan tindakan keperawatan kurang maksimal dan
perawat hanya melakukan beberapa intervensi yang diimplementasikan karena
ini dilakukan sesuai dengan kebutuhan pasien yang paling diutamakan untuk
diatasi, penulis tidak mengimplementasikan control ruangan dari kebisingan
karena diruangan pasien tersebut tidak terlalu bising dan untuk pencahayaan
sudah cukup dan pasien mengatakan tidak merasa terganggu.
Diagnosa ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan
bendungan ASI diimplementasikan pada Senin, 02 Februari 2015 Pukul 12.00
WIB, Mengkaji kurangnya produksi ASI(menurut Bulechek et all (2009)
alasan mengkaji kurangnya produksi ASI karena untuk mengidentifikasi dan
intervensi dini dapat mencegah terjadinya luka atau pecah puting tanpa
memperhatikan lamanya menyusui mengetahui bagaimana keadaan payudara
pasien, pengeluaran air ASInya sudah produktif). DS : Pasien mengatakan ASI
tidak keluar, DO : Payudara pasien terlihat keras, tidak ada tanda-tanda
pengeluaran ASI dan puting menonjol.Pukul 13.10 WIB, Melakukan
perawatan payudara breast care (menurut Bulechek et all (2009) membantu
menjamin suplai susu adekuat, mencegah puting pecahdan luka, memberikan
kenyamanan, memelihara kebersihan payudara, melenturkan dan menguatkan
puting susu, mengeluarkan puting susu yang masuk kedalam atau datar dan
mempersiapkan produksi ASI). DS : Pasien mengatakan ASInya tidak keluar
DO : Pasien dilakukan breast care dan ASI belum keluar. Pukul 13.20,
Menganjurkan Ibu untuk memberikan ASI secara eksklusif (menurut
Bulechek et all (2009) membantu menjaga kesehatan tubuh dan kekebalan
tubuh bayi terhadap berbagai macam jenis penyakit yang mungkin dapat
menyerang saat usia bayi masih rawan terkena penyakit). Ds : Ibu mengatakan
akan memberikan ASI secara eksklusif bila ASInya keluar.
Pukul 13.25 WIB, Menganjurkan Ibu untuk memakan-makanan bergizi
yang menunjang produksi ASI (menurut Bulechek et all (2009) mendukung
memberi ASI melalui pendidikan pasien nutrisional, makanan yang bergizi
72

akan menambah produksi asi dari ibu seperti sayur, buah dll). DS : Pasien
mengatakan paham, DO : Pasien kooperatif.
Selasa, 03 Februari 2015 Pukul 08.40 WIB, Mengkaji keadaan payudara
(menurut Bulechek et all (2009) alasan mengkaji keadaan payudara untuk
mengidentifikasi dan intervensi dini dapat mencegah terjadinya luka atau
pecah puting tanpa memperhatikan lamanya menyusui mengetahui bagaimana
keadaan payudara pasien, pengeluaran air ASInya sudah produktif). DS :
Pasien mengatakan ASInya sudah keluar sedikit, DO : Payudara pasien terlihat
lunak, ada tanda-tanda pengeluaran ASI. Pukul 09.10 WIB, Melakukan
perawatan payudara (menurut Bulechek et all (2009) membantu menjamin
suplai susu adekuat, mencegah puting pecahdan luka, memberikan
kenyamanan, memelihara kebersihan payudara, melenturkan dan menguatkan
puting susu, mengeluarkan puting susu yang masuk kedalam atau datar dan
mempersiapkan produksi ASI).DS : Pasien mengatakan ASInya sudah keluar
dan lebih lancar dan tahu cara perawatan payudara, DO : Pasien dilakukan
breast care dan ASI sudah keluar.
Pukul 09.20 WIB, Pukul 13.25, Menganjurkan ibu untuk makan-makanan
yang bergizi (menurut Bulechek et all (2009) mendukung memberi ASI
melalui pendidikan pasien nutrisional, makanan yang bergizi akan menambah
produksi ASI dari ibu seperti sayur, buah dll). DS : Pasien mengatakan paham,
DO : Pasien kooperatif. Pukul 13.45 WIB, Mengajari Ibu tehnik menyusui
yang benar (menurut Bulechek et all (2009) teknik menyusui dengan benar
adalah untuk merangsang produksi susu memperkuat refleks menghisap bayi).
DS : Pasien paham cara menyusui, DO : Pasien mempraktekan cara menyusui
yang benar.Kekuatan dalam pelaksanaan rencana tindakan pada diagnosa
ketidakefektifan pemebrian ASI adalah pasien dan keluarga kooperatif
terhadap semua tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengeluarkan
ASI seperti brestcare. Adapun kelemahanya yaitu dalam melakukan brestcare
tidak tersedianya baby oil diruangan tersebut.
Implementasi defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
untuk Senin, 02 Februari 2015 Pukul 12.00 WIB Memonitor Personal hygiene
73

pasien (Menurut Jitowiyono (2010) alasannya adalah untuk memonitor


bagaimana personal hygiene yang dapat dilakukakan oleh pasien dan
bagaimana perawatan diri pasien setelah post partum). DS : Pasien
mengatakan lemah, belum ganti pembalut semenjak operasi, DO : Pasien
terlihat kotor dan bau, pakaian pasien belum di ganti. Pukul 13.45 WIB,
Membantu pasien untuk melakukan vulva hygiene(Menurut Jitowiyono
(2010) membersihkan vulva dan daerah sekitarnya pada pasien wanita yang
sedang nifas atau yang tidak dapat melakukannya sendiri, agar mencegahan
dan meringankan infeksi, untuk membersihkan vagina daerah sekitar perineal
dan memberikan rasa nyaman), DS : Pasien mengatakan merasa nyaman, DO :
Pasien dilakukan perawatan vulva hygiene, pembalut di ganti. Pukul 14.50
WIB, Memotivasi pasien untuk meningkatkan personal hygiene dan vulva
hygiene (Menurut Jitowiyono (2010) membantu pasien agar lebih mandiri
dalam melakukan perawatan dirinya sendiri dan lebih menjaga kebersihan
tubuhnya) DS : Pasien mengatakan akan mencoba mandiri, DO : Pasien
kooperatif.
Selasa, 03 Februari 2015 Pukul 08.30 WIB Memonitor Personal hygiene
pasien (Menurut Jitowiyono (2010) alasannya adalah untuk memonitor
bagaimana personal hygiene yang dapat dilakukakan oleh pasien dan
bagaimana perawatan diri pasien setelah post partum). DS : Pasien
mengatakan belum mandiri dalam ADLs, belum mandi dan ganti pembalut,
DO : Pasien terlihat kotor dan bau, pakaian pasien belum di ganti. Pukul 08.35
WIB, Memotivasi pasien untuk meningkatkan personal hygiene dan vulva
hygiene (Menurut Jitowiyono (2010) membantu pasien agar lebih mandiri
dalam melakukan perawatan dirinya sendiri dan lebih menjaga kebersihan
tubuhnya), DS : Pasien mengatakan belum mandiri dalam ADLs, DO : Pasien
terlihat belum mandiri. Pukul 08.40 WIB, membantu Pasien untuk melakukan
vulva hygiene (Menurut Jitowiyono (2010) membersihkan vulva dan daerah
sekitarnya pada pasien wanita yang sedang nifas atau yang tidak dapat
melakukannya sendiri, agar mencegahan dan meringankan infeksi, untuk
membersihkan vagina daerah sekitar perineal dan Memberikan rasa nyaman),
74

DS : Pasien mengatakan merasa nyaman, DO : Pasien dilakukan perawatan


vulva hygiene, pembalut di ganti, pasien terlihat bersih dan rapi.
Rabu, 04 Februari 2015 Pukul 08.30 WIB Memonitor Personal hygiene
pasien (Menurut Jitowiyono (2010) alasannya adalah untuk memonitor
bagaimana personal hygiene yang dapat dilakukakan oleh pasien dan
bagaimana perawatan diri pasien setelah post partum). DS : Pasien
mengatakan dapat berganti pakaian dan pembalut secara mandiri tetapi untuk
mandi pasien masih dibantu oleh keluarganya, DO : Pasien terlihat sudah
dapat berganti pakaian dan pembalut secara mandiri tetapi saat mandi pasien
masih dibantu oleh keluarganya. Pukul 10.00 WIB, Mengevaluasi
kenyamanan pasien (Menurut Jitowiyono mengevaluasi kenyamanan pasien
merupakan hal yang penting karena evaluasi untuk menentukan tindakan atau
intervensi selanjutnya yang akan dilakukan), DS : Pasien mengatakan merasa
nyaman, DO : Pasien terlihat lebih segar dan bersih. Pukul 10.30 WIB,
Mendorong pasien untuk melakukan personal hygiene dan vulva hygiene
secara mandiri, DS : pasien mengatakan akan lebih mandiri dalam ADLs, DO
: Pasien kooperatif.
Pelaksanaan rencana tindakan diagnosa defisit perawatan diri memiliki
beberapa kekuatan yaitu pasien dan keluarga kooperatif terhadap semua
tindakan keperawatan yang dilakukan untuk menjaga personal hygiene pasien.
Adapun kelemahanya yaitu dalam melakukan vulva hygiene tidak tersedianya
kapas sublimat diruangan tersebut.
Diagnosa keperawatan resiko infeksi berhubungan dengan trauma
jaringan (luka post Op), diimplementasikan pada Selasa, 03 Februari 2015
Pukul 08.00 WIB, Memonitor TTV (Menurut Jitowiyono (2010) tanda-tanda
vital merupakan tindakan yang harus dilakukan oleh perawat memonitor nadi
dan suhu,peningkatan suhu sampai 38°C dalam 24 jam pertama sangat
menandakan infeksi). Ds : TD 150/90 mmHg, N : 80x/m, S : 36,50C, R :
20x/m. Pukul 12.20 WIB, Mengkaji tanda-tanda infeksi (Menurut Jitowiyono
(2010) alasan mengkaji tanda-tanda infeksi adalah deteksi dini terjadinya
infeksi memberikan kesempatan untuk intervensi tepat waktu dan dapat
75

mencegah komplikasi lebih lanjut). DS : pasien mengatakan gatal pada sekitar


luka, Do : terdapat luka post operasi kurang lebih 10 cm dibagian perut bawah,
luka terlihat kotor dan ada rembesan darah diatas kassa.
Pukul 12.30 WIB, Meningkatkan intake makanan yang tinggi protein
(Menurut Jitowiyono (2010) Nutrisi yang mengandung protein sangat penting
untuk menyembuhkan luka dan mencegah terjadinya resiko infeksi, seseorang
yang mengalami malnutrisi lebih rentan terhadap infeksi pasca partum). Ds :
pasien mengatakan akan mengkonsumsi asupan protein, Do : Ibu terlihat
kooperatif. Pukul 12.45 WIB,Pukul 13.00 WIB, Memberikan terapi obat
antibiotik (Menurut Jitowiyono (2010) alasan diberikan terapi antibiotik
adalah antibiotik mencegah infeksi dan penyebaran ke jaringan sekitar dan
aliran darah). Ds : -, Do : Obat Clindamicin masuk 2x300 mg.
Rabu, 04 Februari 2015. Pukul 08:00, Memonitor TTV (Menurut
Jitowiyono (2010) tanda-tanda vital merupakan tindakan yang harus dilakukan
oleh perawat memonitor nadi dan suhu, peningkatan suhu sampai 38°C dalam
24 jam pertama sangat menandakan infeksi). Ds : TD 140/80 mmHg, N :
80x/m, S : 36,00C, R : 20x/m. Pukul 08.50 WIB, Pukul 09.15 WIB,
Memonitor tempat dan tanda-tanda infeksi(Menurut Jitowiyono (2010) alasan
mengkaji tanda-tanda infeksi adalah deteksi dini terjadinya infeksi
memberikan kesempatan untuk intervensi tepat waktu dan dapat mencegah
komplikasi lebih lanjut). Ds : pasien mengatakan sudah tidak gatal lagi pada
sekitar luka, Do : sekitar luka terlihat bersih ada rembesan darah dibagian
kassa, ada tanda-tanda resiko infeksi Pukul 09.30WIB, Membersihkan area
sekitar luka insisi (Menurut Jitowiyono (2010) membrsihkan area luka
menrupakan salah satu cara mencegah timbulnya resiko infeksi dan
mengurangi tanda-tanda resiko infeksi). Ds : Pasien mengatakan lebih bersih,
Do : Pasien terlihat lebih nyaman. Pukul 10.30 WIB, Menganjurkan asupan
nutrisi tinggi protein(Menurut Jitowiyono (2010) Nutrisi yang mengandung
protein sangat penting untuk menyembuhkan luka dan mencegah terjadinya
resiko infeksi, seseorang yang mengalami malnutrisi lebih rentan terhadap
infeksi pasca partum). Ds : -, Do : Ibu terlihat kooperatif. Pukul 13.00 WIB,
76

Memberikan terapi obat antibiotik(Menurut Jitowiyono (2010) alasan


diberikan terapi antibiotik adalah antibiotik merupakan caramencegah infeksi
dan penyebaran ke jaringan sekitar dan aliran darah). Ds : -, Do : Obat
Clindamicin masuk 2x300 mg.
Kekuatan dalam pelaksanaan rencana tindakan resiko infeksi adalah
adanya program rumah sakit yang sangat memperhatikan teknik aseptik
selama tindakan keperawatan sehingga proses penyembuhan luka akan
semakin cepat dan adanya tindakan medis dalam pemebrian antibiotic untuk
mecegah infeksi. Sedangkan kelemahannya adalah ganti balut dilakukan satu
minggu post operasi sehingga penulis tidak dapat melihat secara langsung
kondisi jahitan.

E. Evaluasi
Menurut Potter & Perry(2005) evaluasi didefenisikan sebagai keputusan
dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien
yang telah ditetapkan dengan respon prilaku klien yang tampil. Meskipun
proses keperawatan mempunyai tahap-tahap, namun evaluasi berlangsung
terus menerus sepanjang pelaksanaan proses keperawatan dan tahap evaluasi
merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana tentang kesehatan
klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan berkesinambungan
dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi dalam
keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang
telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara
optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Evaluasi nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (luka insisi)
yang dilakukan pada Rabu, 04 Februari 2015. Masalah nyeri akut sudah
teratasi dengan kriteria hasil pasien melaporkan nyeri berkurang, ekpresi nyeri
pada wajah dan frekuensi nyeri sudah sesuai dengan harapan penulis yaitu
dapat teratasi dengan keluhan ringan yang ditandai dengan data subyektif
yaitu pasien mengatakan nyeri sudah berkurang, P : luka setelah operasi nyeri
muncul pada saat beraktivitas, Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk, R : nyeri pada
77

perut bekas operasi, tidak menyebar kebagian lain, S : skala nyeri 3, T : Nyeri
kadang-kadang siang dan malam hari dan pasien tampak sedikit lebih rileks,
skala berkurang dari 7 menjadi 3. Tetapi penulis mengharapkan agar tidak ada
keluhan lagi pada nyeri akut maka penulis akan melanjutkan intervensi dengan
kaji nyeri secara komprehensif, ajarkan tehnik nafas dalam, ajarkan tehnik
relaksasi distraksi, tingkatkan istirahat, berikan terapi analgetik.
Pada evaluasi diagnosa keperawatan ketidakefektifan pemberian ASI
yang dilakukan pada hari ke dua Selasa, 03 Februari 2015 masalah sudah
teratasi dengan kriteria hasil ASI dapat keluar, pasien mampu menyusui
dengan benar, dan pasien mampu melakukan perawatan payudara, data
tersebut dibuktikan dengan data subyektif yang menyebutkan bahwa pasien
mengatakan ASI sudah keluar, merasa nyaman bayinya tidak rewel lagi,
pasien paham cara menyusui yang benar dan perawatan payudara dan data
obyektif payudara pasien terlihat lunak, ASI sudah keluar, puting menonjol,
pasien dapat melakukkan perawatan payudara dan dapat menyusui dengan
benar. Meskipun masalah teratasi tetapi penulis harus tetap memantau keadaan
pasien.
Diagnosa keperawatan defisit perawatan diri berhubungan dengan
kelemahan dilakukan evaluasi pada Rabu, 04 Februari 2015 dengan data
subyektif yang menyebutkan pasien mengatakan lebih nyaman,sudah dapat
melakukan perawatan genitalia, mengganti pakaian dan pambalut secara
mandiri tetapi saat mandi pasien masih dibantu oleh orang lain. Pasien terlihat
lebih segar, sudah dapat mengganti pakaian dan pembalut secara mandiri
tetapi saat mandi pasien masih dibantu oleh orang lain.Dari data tersebut
masalah defisit perawatan diri belum teratasi sesuai dengan kriteria hasil
karena pasien belum dapat melakukan ADLs secara mandiri dan pasien masih
lemah dalam melakukan aktivitas mandi, pasien menyatakan nyaman dan
pasien terlihat lebih bersih dan segar dengan keluhan ringan. Sedangkan yang
diharapkan oleh penulis adalah pasien tidak ada lagi keluhan dalam defisit
perawatan dirinya, maka penulis melanjutkan intervensi dengan kaji personal
hygiene, motivasi pasien untuk melakukan vulva hygiene, bantu pasien untuk
78

mandi dan vulva hygiene, evaluasi kenyamanan pasien dan dorong pasien
untuk melakukan personal hygiene secara mandiri.
Evaluasi diagnosa keperawatan resiko infeksi berhubungan dengan
trauma jaringan (luka post Op) dilakukan padaRabu, 04 Februari 2015masalah
resiko infeksi tidak teratasi dengan data obyektif pasien mengatakan sudah
tidak gatal lagi pada sekitar lukanya dan data subyektif yang menyebutkan
terdapat luka post operasi kurang lebih 10 cm dibagian perut bawah, disekitar
luka terlihat lebih bersih tetapi masih ada rembesan darah diatas kassa dan
pasien terlihat memakan-makanan yang sehat yang mengandung banyak
protein. Alasanmasalah resiko infeksi belum teratasikarena pasien hanya
sering menunjukan perilaku hidup sehat dan terbebas dari tanda dan gejala
resiko infeksi sedangkan harapan dari penulis adalah ingin pasien selalu
menunjukan. Pada diagnosa resiko infeksi yang belum teratasi maka penulis
melanjutkan intervensi dengan bersihkan lingkungan setelah dipakai
pasien,ganti balutan pasien, tingkatkan intake makanan, monitor tanda dan
gejala infeksi dan berikan terapi antibiotik bila perlu.
79

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah dilaksanakan pengelolaan kasus selama 3 hari pada Ny. J dengan
Sectio Caesarea atas indikasi PEB di ruang Flamboyan RSMS Purwokerto,
hasil asuhan keperawatannya adalah :
Dari hasil pengkajian pada Ny. J didapatkan data-data baik obyektif dan
subyektif. Setelah dianalisa menghasilkan masalah antara lain : nyeri akut,
ketidakefektifan pemberian ASI, defisit perawatan diri dan resiko infeksi.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada Ny. J sesuai dengan teori meliputi :
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik, Ketidakefektifan pemberian
ASI berhubungan dengan bendungan ASI, Defisit perawatan diri berhubungan
dengan kelemahan dan Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi.
Diagnosa keperawatan yang tidak ditemukan pada kasus nyata tetapi ada dalam
konsep teori adalah Gangguan eliminasi urine, Ansietas berhubungan dengan
perubahan peran, gangguan pola tidur berhubungan dengan kelemahan dan
kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi. Tidak ditemukan
diagnosa keperawatan yang ada pada kasus nyata tetapi tidak ada dikonsep
teori.
Perencanaan dari tindakan keperawatan telah disesuaikan dengan teori ada
beberapa penambahan dan pengurangan rencana yang disesuaikan dengan
keadaan dan kebutuhan klien. Dalam mencapai tujuan penulis memprioritaskan
diagnosa keperawatan berdasarkan kebutuhan dasar manusia menurut Abraham
maslow sebagai berikut : nyeri, ketidakefektifan pemberian ASI, defisit
perawatan diri dan resiko infeksi.
Pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan berdasarkan rencana yang
telah disusun dan tidak semua rencana dalam teori dapat dilakukan pada Ny. J
mengingat kondisi dan respon pasien. Dalam melaksanakan tindakan
keperawatan penulis didukung dengan adanya rasa percaya dan kerjasama yang
baik antara pasien, keluarga pasien dan tim kesehatan.
80

Hasil evaluasi asuhan keperawatan mengacu kepada tujuan yang


ditetapkan pada saat menyusun rencana keperawatan pada Ny. J. evaluasi
dilakukan pada hari ketiga dari saat pengkajian, dari hasil evaluasi ketiga
diagnosa yang muncul ada satu diagnosa yang dapat diatasi yaitu
ketidakefektifan pengeluaran ASI. Hal ini dikarenakan pasien yang kooperatif
dan mengikuti anjuran-anjuran tenaga kesehatan. Sedangkan tiga diagnosa
lainnya belum teratasi.
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan Post Partum Ny.J dengan Sectio
Caesarea atas indikasi PEB, penulis mempunyai hambatan karena keterbatasan
penulis tentang section caesarea. Sedangkan faktor pendukungnya kerjasama
antara pasien, keluarga pasien dan tim kesehatan yang baik.
Dari pengalaman tersebut penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa
asuhan keperawatan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar pasien yang
terganggu, mencegah dan mengurangi faktor terjadinya komplikasi lebih lanjut.
Keberhasilan dalam melaksanakan asuhan keperawatan sangat mendukung
kepada pemberi asuhan keperawatan, sarana dan prasarana yang tersedia serta
didukung dengan keadaan pasien tersebut. Karena pada dasarnya pemberian
asuhan keperawatan meliputi hubungan antara perawat dengan pasien dan
anggota keluarga pasien.

B. Saran
Adapun implikasi atau rekomendasi dari kemajuan dan terjaganya mutu
keperawatan yang baik dimasa yang akan datang adalah :
1. Rumah sakit
Meningkatkan pelayanan terhadap pasien khususnya pada pasien post
sectio caesareaatas indikasi pre eklampsia berat, memberikan informasi
tentang penyakit secara lengkap agar pasien maupun keluarga tidak salah
persepsi dan dalam melakukan tindakan keperawatan seharusnya tidak
hanya menjalin hubungan terapeutik pada pasien saja tetapi juga kepada
keluarga pasien karena keluarga merupakan bagian dari proses
penyembuhan pasien.
81

2. Institusi pendidikan
Diharapkan Akper Serulingmas dapat menambah buku-buku
diperpustakaan sebagai salah satu pedoman dan acuan untuk membuat
laporan kasus asuhan keperawatan khususnya adalah section caesarea atas
indikasi pre eklampsia berat agar lebih baik dan optimal dalam membuat
laporan kasus.
3. Profesi keperawatan
Memberikan masukan dan pengarahan yang baik bagi mahasiswa
keperawatan tentang pelaksanaan asuhan keperawatan khusunya pada pasien
post operasi sectio caesarea atas indikasi pre eklampsia berat agar
mahasiswa dapat lebih baik lagi dalam melakukan asuhan keperawatan.
Untuk teman sejawat dan profesi, sebaiknya lebih ramah dan sopan sehingga
pasien merasa nyaman dalam menyampaikan keluhan yang dialami, teman
profesi juga harus merawat pasien dengan masing - masing keluhannya
tanpa memandang status yang dimiliki oleh pasien, serta lebih meningkatkan
kerjasama karena merupakan hal yang penting dalam memberikan asuhan
keperawatan yang professional dalam mempercepat proses penyembuhan
pasien post operasi sectio caesareadan selalu proteksi diri terhadap ancaman
penularan penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Alimul (2006).Pengantar KDM dan Proses Keperawatan, Salemba Medika


Jakarta.

Bulecheck, dkk. (2009). Nursing Intervention Calssification (NIC).


5thEdition.Mosby.

Chapman, Vicky. (2006). Asuhan Kebidanan : Persalinan & Kelahiran. Jakarta :


EGC.

Doengoes, Marylinn. (2001). Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi.


Jakarta : EGC.

Hardhi, Kusuma. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Bedasarkan Diagnosa


Medis & NANDA. Jakarta : Media Action.

Herdaman, T Heather. (2012). NANDA International Diagnosis


Keperawatan.AlihBahasa : Made Sumarwati, Nike Budi S. Jakarta : EGC.

Jitowiyono, S., & Kristiyanasari, W. (2010). Asuhan Keperawatan Post Operasi.


Yogyakarta : Nuha medika.

Mansjoer,Arif, dkk., (2007).Kapita Selekta Kedokteran,Edisi 3.Jakarta: Medica


Aesculpalus. FKUI

Manuaba, I.B. (2012). Teknik Operasi Obstetri dan KB. Jakarta : EGC.

Maryunani, A., & Yulianingsih. (2009). Asuhan Kegawatdaruratan Dalam


Kebidanan. Jakarta : TIM.

Mitayani. (2013). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika.

Nugroho, Taufan. (2010). Obsgyn Obstetri & Ginekologi Untuk Kebidanan dan
Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Nursalam. (2005). Proses dan Prinsip Keperawatan : Konsep dan Praktik.
Jakarta: Salemba Medika.

Prawiroharjo, Sarwono. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

Potter dan Perry. (2005). Pengantar Asuhan Keperawatan Pengkajian Kesehatan


edisi ke 3. Jakarta: EGC.

Rahmawati, Windy. (2010). Perencanaan Kebutuhan Tenaga Keperawatan


.Diakses tgl 07 Juli 2015 17.30 WIB
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/03/perencanaan_kebut
uhan_tenaga_kepewaratan.pdf.

Sartika, Dewi. (2004). Dokumentasi Keperawatan. Yogyakarta: Matahar.

Sinha Kounteya. (2010). Article Times Of India. Diakses tgl 05 Maret 2015 am
17.20 WIB.hhtp//timesofindia.indiatimes.com/india/caesarian.sectio.

Soefwan S., (2014). Preeklampsia-Eklampsia di Beberapa Rumah Sakit di


Indonesia, Patogenesis, dan kemungkinan pencegahannya. MOGI.

Sofian, Arum. (2012). Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri : Obstetri Operatif


Obstetri Social Edisi 3 Jilid 2 & 3. Jakarta : EGC.

Sukarni, I., & Margaret, Z. H. (2013). Kehamilan, Persalinan, dan Nifas


Dilengkapi Dengan Patologi. Yogyakarta : Nuha Medika.

Susanty, Ely., et al. (2011). Diagnosa Keperawatan Aplikasi NANDA NIC NOC.
Yogyakarta: Modya Karya.

Wiknjosastro, Hanifa. (2005). Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2

Anda mungkin juga menyukai