BENEDIKTA ABI
MELSIANSI MARIANA SOARES
THYPUS ABDOMINALIS
2.1 Definisi
Demam tifoid atau thypoid fever atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut
pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhii, ditandai gejala demam satu
minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan
kesadaran (T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz, 1995). Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi
melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
2.2 Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Samonella Thypiia/Eberthela Thypii yang merupakan
kuman negatif, motil dan tidak menghasilkan spora, hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun
suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 700C dan antiseptik.
Salmonella mempunyai tiga macam antigen, yaitu antigen O (Ohne Hauch) merupakan somatik
antigen (tidak menyebar) ada dalam dinding sel kuman, antigen H (Hauch,menyebar) terdapat pada
flagella dan bersifat termolabil dan antigen V1 (kapsul) merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi O antigen terhadap fagositosis. Ketiga jenis antigen ini di manusia akan menimbulkan tiga
macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.
2.3 Patofisiologi
Kuman Salmonella masuk bersama makanan atau minuman yang terkontaminasi, setelah berada
dalam usus halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama plak peyer) dan jaringan
limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh
limfe masuk ke darah (bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial sistem (RES) terutama hati
dan limpa. Di tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit retikuloendotelial sistem (RES) dan kuman
yang tidak difagosit berkembang biak.
Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali masuk ke darah menyebar ke seluruh tubuh
(bakteremia sekunder) dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu
yang selanjutnya kuman tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan
menyebabkan reinfeksi usus. Dalam masa bakteremia ini kuman mengeluarkan endotoksin. Endotoksin
ini merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang meradang.
Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulator di hipothalamus yang
mengakibatkan timbulnya gejala demam.
Makrofag pada pasien akan menghasilkan substansi aktif yang disebut monokines yang
menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang imun sistem, instabilitas vaskuler, depresi sumsum
tulang dan panas. Infiltrasi jaringan oleh makrofag yang mengandung eritrosit, kuman, limfosist sudah
berdegenerasi yang dikenal sebagai tifoid sel. Bila sel ini beragregasi maka terbentuk nodul terutama
dalam usus halus, jaringan limfe mesemterium, limpa, hati, sumsum tulang dan organ yang terinfeksi.
Kelainan utama yang terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang hiperplasi (minggu I),
nekrosis (minggu II) dan ulserasi (minggu III). Pada dinding ileum terjadi ulkus yang dapat menyebabkan
perdarahan atau perforasi intestinal. Bila sembuh tanpa adanya pembentukan jaringan parut.
2.6 Penatalaksanaan
1. Tirah baring atau bed rest.
2. Diit lunak atau diit padat rendah selulosa (pantang sayur dan buahan), kecuali komplikasi pada intestinal.
3. Obat-obat :
a. Antimikroba :
- Kloramfenikol 4 X 500 mg sehari/iv
- Tiamfenikol 4 X 500 mg sehari oral
- Kotrimoksazol 2 X 2 tablet sehari oral (1 tablet = sulfametoksazol 400 mg + trimetoprim 80 mg) atau
dosis yang sama iv, dilarutkan dalam 250 ml cairan infus.
- Ampisilin atau amoksisilin 100 mg/kg BB sehari oral/iv, dibagi dalam 3 atau 4 dosis.
Antimikroba diberikan selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas demam.
b. Antipiretik seperlunya
c. Vitamin B kompleks dan vitamin C
4. Mobilisasi bertahap setelah 7 hari bebas demam.
2.7 Komplikasi
Perdarahan intestinal, perforasi intestinal, ileus paralitik, renjatan septik, pielonefritis,
kolesistisis, pneumonia, miokarditis, peritonitis, meningitis, ensefalopati, bronkitis, karir kronik.
CASE STUDY
Kasus :
Tn. T (6 tahun) BB : 30 kg, di bawa ke UGD RS Gambiran karena demam tidak turun, pagi turun
sore malam naik lagi, mual muntah, setelah dilakukan pemeriksaan oleh perawat didapatkan data
mukosa bibir kering, turgor kulit jelek, pasien tampak lemah, T : 40oC, N : 90 x/menit, RR : 23
x/menit. Pasien tampak berkeringat, keluaran urin sedikit hanya 500 cc /jam. Lidah kotor. Pasien
didiagnosa demam thypoid.
3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesa
a. Identitas
Nama : Tn. T
Tempat tanggal lahir :-
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 6 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan :
Status :
Agama :
Alamat :
Tanggal MRS :
No. RM :
Diagnosa Medis : Demam Thypoid
b. Keluhan utama : Demam
c. Riwayat kesehatan
Riwayat penyakit sekarang
Sejak kapan pasien sudah merasa tidak enak badan dan kurang nafsu makan, disertai dengan
sakit kepala, badan panas, mual dan ada muntah. Panas berkurang setelah minum obat
parasetamol, tapi hanya sebentar kemudian panas lagi.
Riwayat penyakit dahulu
Menanyakan apakah sebelumnya pasien pernah mengalami penyakit seperti sekarang ini, apakah
pasien pernah dirawat di RS, atau pernah sakit biasa seperti flu, pilek dan batuk, dan sembuh
setelah minum obat biasa yang dijual di pasaran.
Riwayat penyakit keluarga
Menanyakan apakah ada dalam keluarga pasien yang pernah sakit seperti pasien.
3.1.2 Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Mengkaji kesadaran dan keadaan umum pasien. Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar –
tidak sadar (composmentis – coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit
pasien
Suhu : 40oc
Nadi : 90 x/menit
RR : 23 x/menit
b. Tanda-tanda vital dan pemeriksaan persistem
Suhu : 40oc, Nadi : 90 x/menit, RR : 23 x/menit
1. B1 (breath)
Bentuk dada : simetris
Pola nafas : teratur
Suara nafas : tidak ada bunyi nafas tambahan
Sesak nafas : tidak ada sesak nafas
Retraksi otot bantu nafas : tidak ada
Alat bantu pernafasan : tidak ada alat bantu pernafasan
2. B2 (Blood)
Irama jantung : teratur
Nyeri dada : tidak ada
Bunyi jantung : tidak ada bunyi jantung tambahan
Akral : Tangan bentuk simetris, tidak ada peradangan sendi dan oedem, dapat bergerak
dengan bebas, akral hangat, tangan kanan terpasang infus. Kaki bentuk simetris, tidak ada
pembatasan gerak dan oedem, akral hangat.
3. B3 (Brain)
Penglihatan (mata) : Gerakan bola mata dan kelopak mata simetris, konjungtiva tampak
anemis, sklera putih, pupil bereaksi terhadap cahaya, produksi air mata (+), tidak
menggunakan alat bantu penglihatan.
Pendengaran (telinga) : Bentuk D/S simetris, mukosa lubang hidung m erah muda, tidak ada
cairan dan serumen, tidak menggunakan alat bantu, dapat merespon setiap pertanyaan yang
diajukan dengan tepat.
Penciuman (hidung) : Penciuman dapat membedakan bau -bauan, mukosa hidung merah
muda, sekret tidak ada, tidak ada terlihat pembesaran mukosa atau polip.
Kesadaran : kompos mentis
4. B4 (Bladder)
Kebersiahan : bersih
Bentuk alat kelamin : normal
Uretra : normal
Produksi urin : tidak normal (sedikit) 500 cc/jam, buang air kecil tidak menentu, rata -rata 4-6x
sehari, tidak pernah ada keluhan batu atau nyeri.
5. B5 (Bowel)
Nafsu makan : anoreksia
Porsi makan : ¼ porsi
Mulut : Mukosa bibir kering, lidah tampak kotor (keputihan), gigi lengkap, tidak ada
pembengkakan gusi, tidak teerlihat pembesaran tonsil
Mukosa: pucat
6. B6 (Bone)
Kemampuan pergerakan sendi : normal
Kondisi tubuh : kelelahan, malaise, lemah
Mual, Muntah
Hipothalamus
Demam
Peningkatan
Suhu tubuh
MK = Hipertermi
3.3 Diagnosa
1. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan peningkatan suhu tubuh
2. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
3.5 Planning
No. Diagnosa Keperawatan Intervensi Rasional
1. Kekurangan volume cairan 1. Kaji tanda-tanda dehidrasi. Intervensi lebih dini
berhubungan dengan asupan 2. Berikan minum per oral sesuai
cairan yang tidak adekuat. toleransi. Mempertahankan intake
Tujuan : asupan cairan adekuat dalam 3. Atur pemberian cairan infus yang adekuat
jangka waktu 1 x 24 jam sesuai order. Melakukan rehidrasi
Kriteria Hasil: 4. Ukur semua cairan output
- Memiliki keseimbangan asupan (muntah, urine, diare). Ukur Mengatur keseimbangan
dan haluaran yang seimbang semua intake cairan. antara intake dan output
dalam 24 jam.
- Menampilkan hidrasi yang baik
misalnya membran mukosa yang
lembab.
- Memiliki asupan cairan oral dan
atau intravena yang adekuat.
2. Hipertermi berhubungan dengan 1. Monitor tanda-tanda infeksi. Infeksi pada umumnya
proses infeksi. menyebabkan peningkatan
Tujuan : mempertahankan suhu 2. Monitor tanda-tanda vital tiap 2 suhu tubuh
tubuh dalam barts normal pada jam. Deteksi resiko peningkatan
jangka waktu 1x24 jam suhu tubuh yang ekstrem,
Kriteria Hasil: pola yang dihubungkan
Suhu antara 36o-37o c dengan patogen tertentu,
RR dan nadi dalam batas normal menurun dihubungkan
Membran mukosa lembab dengan resolusi infeksi.
Kulit dingin dan bebas dari 3. Berikan suhu lingkungan yang Kehilangan panas tubuh
keringat yang berlebih. nyaman bagi pasien. Kenakan melalui konveksi dan
Pakaian dan tempat tidur pasien pakaian tipis pada pasien. evaporasi
kering
4. Kompres dingin pada daerah
yang tinggi aliran darahnya. Memfasilitasi kehiliangan
5. Berikan cairan iv sesuai order panas lewat konveksi dan
atau anjurkan intake cairan yang konduksi.
adekuat. Menggantikan cairan yang
6. Berikan antipiretik, jangan hilang lewat keringat.
berikan aspirin.
Aspirin bersiko terjadi
7. Monitor komplikasi neurologis perdarahanGI yang menetap.
akibat demam. Febril dan enselopati bisa
terjadi bila suhu tubuh yang
meningkat.
3.6 Implementasi
No Hari / Tanggal Implementasi Paraf
Waktu
1. Senin, 28 November 1. Mengkaji tanda-tanda dehidrasi.
2011 2. Memberikan minum per oral sesuai
Jam 10.00 WIB toleransi.
3. Mengatur pemberian cairan infus
sesuai order.
4. Mengukur semua cairan output
(muntah,urine, diare), dan mengukur
semua intake.
3.7 Evaluasi
Diagnosa 1:
S : Pasien menunjukkan hidrasi yang baik
O : TTV normal, intake dan output cairan seimbang.
A : Masalah teratasi
P : Pasien pulang
Diagnosa 2:
S : Pasien mengatakan tidak demam lagi
O : TTV normal, membran mukosa lembab, kulit dingin dan bebas dari keringan yang berlebih,
pakaian dan tempat tidur pasien kering.
A : Masalah teratasi
P : Pasien pulang
DAFTAR PUSTAKA
Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua, EGC, Jakarta.
Wilkinson M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7. Jakarta : EGC
Anonim. 2007. Demam Thypoid. http://cnennisa.files.wordpress.com/2007/08/ demam-thypoid.pdf(diakses pada
tanggal 18 November 2011, Jam 09.00 WIB)