Oleh :
KELAS : 4 KIB
DOSEN PEMBIMBING:
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca .
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki
sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
BAB I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
BAB II. TINJAU PUSTAKA
1. Kopi
2. Jenis Kopi Budidaya
3. Proses Pengolahan Kopi
4. Fermentasi pada Biji Kopi
5. Proses Perombakan Biokimia Biji Kopi Saat Pengolahan
6. Produk yang Dihasilkan
BAB III. PENUTUP
1. Kesimpulan
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kopi merupakan komoditi perkebunan yang dapat menambah perolehan devisa dan
dijadikan konsumsi dalam negeri. Namun, perdagangan kopi diIndonesia masih
mempunyai banyak kendala yang cukup berat, yaitu terjadinya kelebihan produksi. Beberapa usaha
yang dapat dilakukan antara lain meningkatkan nilai ekspor dan tingkat konsumsi dalam negeri serta
mengolah kopi menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi seperti
permen kopi, kopi bubuk, dan lain-lain.Kopi salah satu tanaman hasil perkebunan yang banyak
dikonsumsi orang sebagai minuman penyegar. Kopi diolah dengan melalui beberapa tahap,kopi
bubuk merupakan produk kopi yang diolah dengan suhu tinggi sehingga dapat dihaluskan dan
menghasilkan kopi dalam bentuk bubuk. Selama proses pengolahan harus diperhatikan cara
penyangraian kopi agar didapatkan kopibubuk yang diinginkan.
Saat ini, peningkatan produksi kopi di Indonesia masih terhambat oleh
rendahnya mutu biji kopi yang dihasilkan sehingga mempengaruhi pengembangan
produksi akhir kopi. Hal ini disebabkan, karena penanganan pasca panen yang tidak
tepat antara lain proses fermentasi, pencucian, sortasi, pengeringan, dan penyangraian.
Selain itu spesifikasi alat/mesin yang digunakan juga dapat mempengaruhi setiap
tahapan pengolahan biji kopi.
Oleh karena itu, untuk memperoleh biji kopi yang bermutu baik maka
diperlukan penanganan pasca panen yang tepat dengan melakukan setiap tahapan
secara benar. Proses penyangraian merupakan salah satu tahapan yang penting, namun
saat ini masih sedikit data tentang bagaimana proses penyangraian yang tepat untuk
menghasilkan produk kopi berkualitas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Kopi
Kopi merupakan salah satu komoditas hasil perkebunan di Indonesia yang
banyak diusahakan oleh perkebunan rakyat, ± 92% dan produktivitas serta mutu kopi
yang dihasilkan masih rendah (Lembaga Informasi Pertanian, 1992).
Bagian tanaman kopi yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat adalah bijinya
yang diolah menjadi minuman dengan kandungan kafein dalam dosis rendah. Kafein
ini mampu mengurangi rasa lelah dan membuat pikiran menjadi segar. Minuman kopi
yang berperan sebagai perangsang (stimulant) membuat kopi digemari oleh banyak
orang, tetapi minuman kopi bersifat mengganggu kesehatan jika dikonsumsi dalam
jumlah yang terlalu banyak. Koswara (2006), menjelaskan bahwa konsumsi kopi pada
jumlah yang terlalu tinggi, kafein yang terkandung di dalam kopi berdampak negatif
karena mempengaruhi sistem saraf pusat, sistem pernafasan, otot, pembuluh darah,
jantung, dan ginjal pada manusia.
Struktur buah kopi tediri atas tiga bagian, yaitu lapisan kulit luar (excocarp),
lapisan daging (mesocarp), lapisan kulit tanduk (endoscarp). Komposisi kimia biji
kopi berbeda-beda, tergantung tipe kopi, tanah tempat tumbuh dan pengolahan kopi.
Senyawa kimia yang terpenting terdapat didalam kopi adalah caffein dan caffeol.
Caffeine yang menstimuli kerja saraf, sedangkan caffeol memberikan flavor dan
aroma yang baik .
Kafein dalam bentuk murni seperti kristal berbentuk tepung putih atau
berbentuk seperti benang sutera yang panjang dan kusut, dapat mencair pada suhu
235-237°C dan akan mengalami sublimasi pada suhu 176oC. Kafein ini mengeluarkan
bau yang wangi, mempunyai rasa yang sangat pahit dan mengembang di dalam air.
Senyawa ini merupakan alkaloid turunan dari methyl xanthyne 1,3,7-trimethyl
xanthyne. Kafein juga merupakan basa monocidic yang lemah dan dapat dipisahkan
dengan penguapan, serta mudah diuraikan oleh alkalis yang panas (Ridwansyah,
2003).
Kafein sebagai zat stimulan tingkat sedang (mild stimulant) memang seringkali
dituding sebagai penyebab kecanduan. Hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Kafein
hanya dapat menimbulkan kecanduan jika dikonsumsi dalam jumlah yang sangat
banyak dan rutin. Namun kecanduan kafein berbeda dengan kecanduan obat
psikotropika, karena gejalanya akan hilang hanya dalam satu dua hari setelah
konsumsi.
Kopi memiliki kandungan kafein yang cukup untuk membuat seseorang
kecanduan dan berbahaya jika dikonsumsi terus-menerus. Kafein yang aman
dikonsumsi oleh seseorang hanya 80-150 ppm perharinya. Tingginya kandungan
kafein pada kopi menyebabkan perlu dilakukannya penanganan penurunan kadar
kafein, agar aman dikonsumsi.
Penurunan kafein sering kali disebut dengan dekafeinasi. Proses dekafeinasi
dapat dilakukan dengan menguapkan kafein pada suhu tinggi, melarutkan kafein
dalam senyawa metilen klorida dan etil asetat, atau dengan menggunakan senyawa
theophylline yang dilekatkan pada bakteri untuk menghancurkan struktur kafein.
Acids, atau zat asam pada kopi adalah zat alami yang terdapat pada green bean
dan roasted bean. Zat asam ini akan menimbulkan rasa asam pada kopi seduh saat
dikonsumsi. Asam yang terlalu berlebihan pada kopi akan mengganggu lambung
orang yang mengkonsumsi kopi, terutama bagi yang memiliki penyakit maag.
Tinggnya resiko karena adanya asam yang berlebih pada kopi membuat produk kopi
tidak dapat dikonsumsi oleh semua orang, sehingga banyak penanganan yang
dilakukan untuk mengurangi kadar asam pada kopi.
Kadar asam pada kopi secara tidak langsung akan berkurang pada saat
penyangraian. Hal ini terjadi akibat tingginya asam volatil yang dihasilkan pada saat
kopi diperam ataupun difermentasi. Asam volatil yang mudah menguap akan
mengganggu stabilitas asam lain pada kopi serta meningkatkan suhu penyangraian
yang membuat kandungan asam akan turun drastis. Peningkatan kadar asam pada saat
fermentasi sebagai produk sampingan akan sangat berguna dalam penurunan kadar
asam serta kadar kafein hingga kopi aman untuk dikonsumsi oleh siapapun.
b. Kopi robusta
Kopi robusta (Coffea canephora) lebih toleran terhadap ketinggian lahan
budidaya. Jenis kopi ini tumbuh baik pada ketinggian 400-800 m dpl dengan suhu 21-
24oC. Buididaya jenis kopi ini sangat cocok dilakukan didataran rendah dimana kopi
arabika rentan terhadap serangan penyakit HV. Dahulu setelah ada serangan penyakit
HV yang masif, pemerintah kolonial mereplanting tanaman kopi arabika dengan kopi
robusta.
Jenis kopi robusta lebih cepat berbunga dibanding arabika. Dalam waktu
sekitar 2,5 tahun robusta sudah mulai bisa dipanen meskipun hasilnya belum optimal.
Produktivitas robusta secara rata-rata lebih tinggi dibanding arabika yakni sekitar 900-
1.300 kg/ha/tahun. Dengan pemeliharaan intensif produktivitasnya bisa ditingkatkan
hingga 2000 kg/ha/tahun.
Untuk berbuah dengan baik, jenis kopi robusta memerlukan waktu panas
selama 3-4 bulan dalam setahun dengan beberapa kali hujan. Buah robusta bentuknya
membulat dan warna merahnya cenderung gelap. Buah robusta menempel kuat di
tangkainya meski sudah matang. Rendemen kopi robusta cukup tinggi sekitar 22%.
Para penggemar kopi menghargai robusta lebih rendah dari arabika. Karena harganya
yang murah, para petani seringkali mengolah biji kopi robusta dengan proses kering
yang lebih rendah biaya.
c. Kopi liberika
Kopi liberika (Coffea liberica) bisa tumbuh dengan baik didataran rendah
dimana robusta dan arabika tidak bisa tumbuh. Jenis kopi ini paling tahan pada
penyakit HV dibanding jenis lainnya. Mungkin inilah yang menjadi keunggulan kopi
liberika. Ukuran daun, percabangan dan tinggi pohon jenis kopi liberika lebih besar
dari arabika dan robusta.
Kopi liberika mutunya dianggap lebih rendah dari robusta dan arabika. Ukuran
buahnya tidak merata, ada yang besar ada yang kecil bercampur dalam satu dompol.
Selain itu rendemen kopi liberika juga sangat rendah yakni sekitar 12%. Hal ini yang
membuat para petani malas menanam jenis kopi ini.
Produtivitas jenis kopi liberika ada pada kisaran 400-500 kg/ha/tahun.
Liberika dapat berbunga sepanjang tahun dan cabang primernya dapat bertahan lebih
lama. Dalam satu buku bisa berbunga lebih dari satu kali. Di Indonesia, jenis kopi ini
ditanam di daerah Jawa dan Lampung.
d. Kopi excelsa
Kopi excelsa (Coffea excelsa) merupakan salah satu jenis kopi yang paling
toleran terhadap ketinggian lahan. Kopi ini bisa tumbuh dengan baik didataran rendah
mulai 0-750 meter dpl. Selain itu, kopi excelsa juga tahan terhadap suhu tinggi dan
kekeringan.
Pohon kopi excelsa bisa menjulang hingga 20 meter. Bentuk daunnya besar
dan lebar dengan warna hijau keabu-abuan. Kulit buahnya lembut, bisa dikupas
dengan mudah oleh tangan. Kopi excelsa memiliki produktivitas rata-rata 800-1.200
kg/ha/tahun. Kelebihan lain jenis kopi excelsa adalah bisa tumbuh di lahan gambut.
Di Indonesia, excelsa ditemukan secara terbatas di daerah Tanjung Jabung Barat,
Jambi.
b. Kopi Bubuk
Biji kopi sangrai dihaluskan dengan alat penghalus [grinder] sampai diperoleh
butiran kopi bubuk dengan kehalusan tertentu. Butiran kopi bubuk mempunyai luas
permukaan yang sangat besar sehingga senyawa pembentuk citarasa dan senyawa
penyegar mudah larut saat diseduh ke dalam air panas.
Biji kopi bubuk dikemas dalam kemasan aluminium foil dan dipress panas.
Kesegaran, aroma dan citarasa kopi bubuk akan terjaga dengan baik pada kemasan
vakum supaya kandungan oksigen di dalam kemasan minimal. Untuk mempermudah
pemasaran dan distribusi ke konsumen, kemasan kopi bubuk atas dasar jenis mutu,
ukuran kemasan dan bentuk kemasan dimasukkan dan dimuat di dalam kardus
[karton]. Kardus diberi nama perusahan, merek dagang dan label produksi yang jelas.
Tumpukan kardus kemudian disimpan di dalam gudang dengan sanitasi, penerangan
dan ventilasi yang cukup.
Ciptadi, W. dan Nasution, M.Z. 1985. Pengolahan Kopi. Fakultas Teknologi Institut
Pertanian Bogor
Helmi, Irvan, 2010. Coffee acids. http://www.Irvan Helmi's notes.blogspot.co.id, didownload
pada tanggal 15 November 2014.
Mulato, Sri. 2002. Simposium Kopi 2002 dengan tema Mewujudkan perkopian Nasional
Yang Tangguh melalui Diversifikasi Usaha Berwawasan Lingkungan dalam
Pengembangan Industri Kopi Bubuk Skala Kecil Untuk Meningkatkan Nilai Tambah
Usaha Tani Kopi Rakyat. Denpasar : 16 – 17 Oktober 2002. Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao Indonesia.
Ridwansyah. 2003. Pengolahan Kopi. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
http://www.library.usu.ac.id/tekper.ridwansyah4.pdf. Diakses pada tanggal 01
November 2010