Anda di halaman 1dari 2

Maritim – Jakarta, Indonesia sebagai negara yang memiliki luas perairan terbesar, garis pantai

terpanjang kedua dan sekaligus sumber daya hayati-non hayati terkaya di dunia namun pada
kenyataanya kesemua hal tersebut masih belum bisa dioptimalkan dengan baik. Seperti itulah
penuturan yang disampaikan oleh Deputi bidang SDM, IPTEK dan Budaya Maritim Safri
Burhanuddin dalam sambutannya mewakili Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman pada
acara pembukaan Seminar Nasional IPTEK Pengembangan Wisata Bahari Sabang,Budidaya
Perikanan&Pengelolaan Kawasan Pesisir Berbasis Sato Umi, di Auditorium BPPT Jakarta
(05/10).
“Sehingga tidak salah kalau presiden jokowi mengatakan bahwa kita masih memunggungi laut.
Pembangunan di sektor maritim sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,
sayangnya berdasarkan laporan Bank Indonesia, kontribusi sektor maritim hanya menyumbang
sekitar 4%. Padahal potensi sektor kemaritiman sangat besar, termasuk salah satunya dari
pariwisata bahari.” Ujar Deputi Safri.
Pemerintah sendiri telah menetapkan 10 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN)
dimana 7 diantaranya merupakan destinasi wisata bahari. Terhitung sejak tahun 2009,
pemerintah telah mengadakan acara sail di berbagai tempat di Indonesia. “Pada tujuan
penyelenggaraan sail sebelumnya (tahun 2016,red) adalah percepatan pembangunan daerah
tertinggal dan pengembangan destinasi wisata. Sementara pada tahun 2017 kali ini, lebih
difokuskan kepada pengembangan destinasi wisata yang kali ini dipilih adalah kota sabang.
Sebagai gerbang masuk dari ujung barat Indonesia, sabang merupakan harapan pariwisata
internasional yang sekaligus juga menjadi tema dalam pembahasan sail sabang tahun ini.
Kondisi bawah air di sabang sangat bagus, dan kota inipun memiliki pantai-pantai berpasir
putih yang cantik, serta resort-resort juga sudah mulai tumbuh.” Tegasnya.

Namun demikian, safri juga menambahkan bahwa untuk menjadikan sabang sebagai gerbang
wisata dunia masih memerlukan banyak pengembangan, dan disinilah peran Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi (IPTEK) diharapkan. “Disisi lain, perkembangan akan sosial media yang
demikian pesat, penetrasi dan jangkauannya telah memberikan peluang bagi penyebaran
informasi secara cepat dan massif, untuk itu kita harus menyiapkan langkah-langkah khusus
untuk menyikapi semua perkembangan tersebut. Kuncinya adalah elemen bangsa harus
kompak terutama dalam penyiapan SDM, penguasaan terhadap IPTEK, dan aksinya secara
terintegrasi.” Terang Safri.
Setali tiga uang, Penasehat Kehormatan Menteri Pariwisata Indroyono Soesilo dalam
sambutannya pada seminar tersebut juga mengatakan kalau kurangnya promosi membuat
Sabang kurang terdengar ke ranah mancanegara. ” Sebelum-sebelumnya ada Sail bunaken
(2009), Sail Banda (2010), Sail Wakatobi (2011), Sail Morotai (2012), Sail Raja Ampat (2015),
Sail Karimata (2016), dan Alhamdulillah di tahun 2017 ini kita akan garap Sail Sabang. Kenapa
Sabang? Karena Sabang itu sebenarnya hanya 1 hari satu malam dari Phuket (Thailand), hanya
558km dari langkawi, itu di phuket dan langkawi itu ada ratusan kapal yacht, tapi kita tidak
bisa datang ke sabang karena sabangnya kurang promosi. Lha kita bikin event ini supaya
semuanya bisa datang, kita bikin event ini karena sabang adalah pelabuhan port yang mana
kapal-kapal itu dari eropa ke asia balik lagi dan berhenti ke sabang.

Sementara itu Wakil Gubernur Provinsi Aceh Nova Iriansyah sangat apresiatif dengan
diadakannya seminar nasional kerjasama BPPT dan Kemenko Maritim. Dia berharap dari hasil
seminar ini dapat menambah lagi daya tarik Sabang kepada wisatawan mancanegara. “Kami
sangat mengapresiasi langkah BPPT dan Kemenko Maritim yang menyelenggarakan seminar
ini. Mudah-mudahan dalam seminar ini akan ada tindak lanjut untuk bisa memoles wajah
sabang dan mengupgrade sabang, dan kami berharap daya tarik Sabang bagi wisatawan
mancanegara semakin hari semakin meningkat.” Ungkapnya.
SATO UMI
Dalam seminar dan workshop tersebut selain disampaikan mengenai berbagai kebijakan dan
potensi pengembangan wisata bahari di Indonesia dan Sabang, juga terdapat pembahasan
tentang kemajuan dan perkembangan akan penerapan konsep Sato Umi di Indonesia. Sato Umi
sendiri merupakan konsep pengelolaan sumber daya perikanan secara berkelanjutan dimana
intervensi manusia dalam pengelolaan sumber daya perikanan di wilayah pesisir dan laut dapat
meningkatkan produktifitas dan keragaman jenis sumber daya perikanan secara berkelanjutan.
Mengenai konsep Sato Umi lebih lanjut dibahas oleh Deputi Safri sebagai gagasan baru yang
semestinya bisa diterapkan di Indonesia.

“Sektor perikanan tangkap yang terkendali, budidaya yang berkelanjutan dan pariwisata bahari
adalah tiga peluang yang bisa dikembangkan dalam konsep blue ekonomi, yang diharapkan
pula menjadi roda penggerak ekonomi maritim untuk generasi saat ini dan masa yang akan
datang.” Ungkap Safri
“Untuk itulah konsep baru untuk perencanaan berkelanjutan disebut SATO UMI ini,
didefinisikan sebagai produktivitas dan keanekaragaman hayati yang tinggi di wilayah pesisir
laut dengan interaksi manusia. Konsep ini sangat tepat untuk diadopsi di Indonesia, dengan
menerapkan konsep pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam dengan
mempertimbangkan dan memperhatikan keseimbangan dan stabilitas sumber daya alam dan
lingkungannya dalam konsep SATO UMI.” Lanjutnya
Dengan diterapkannya konsep SATO UMI, diharapkan kedepannya dapat mengoptimalkan
pemanfaatan lahan tambak, marginal dan idol serta sumber daya perikanan dan kelautan di
wilayah pesisir Indonesia, guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pendapatan
ekonomi Lokal, Regional dan Nasional. “Untuk itu saya setuju kalau untuk wilayah sabang ini
dijadikan contoh untuk penerapan konsep SATO UMI di Indonesia ini.” Tutupnya.

Anda mungkin juga menyukai