Anda di halaman 1dari 32

MODUL PRAKTIKUM

KIMIA ENERGITIKA KINETIKA

disusun oleh:
Dr. Eng. Haryo Satriya Oktaviano, S.Si. M. Eng

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN KOMPUTER
UNIVERSITAS PERTAMINA
2018
DAFTAR ISI

PERCOBAAN 1 ..............................................................................................................................3

PROSES ADSORPSI ISOTERM LARUTAN ............................................................................3

KINETIKA ADSORPSI ........................................................................................................... 10

PERCOBAAN 2 ........................................................................................................................... 14

PENENTUAN KINETIKA ESTER SAPONIFIKASI DENGAN METODE


KONDUKTOMETRI ............................................................................................................... 14

PERCOBAAN 3 ........................................................................................................................... 20

KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI TEMPERATUR.............................................................. 20

PERCOBAAN 4 .........................................................................................................................244

DISTRIBUSI SOLUT ANTARA DUA PELARUT TAK BERCAMPUR ............................244

PERCOBAAN 5 .........................................................................................................................288

VISKOMETRI ........................................................................................................................288

REFERENSI ................................................................................................................................. 32

2
PERCOBAAN 1
PROSES ADSORPSI ISOTERM LARUTAN

TUJUAN PERCOBAAN
Dalam percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu mempelajari secara
kuantitatif sifat-sifat adsorpsi zat terlarut dari suatu larutan pada permukaan adsorben.
DASAR TEORI
Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan suatu zat baik berupa gas ataupun zat cair
pada permukaan adsorben. Masker gas mengandung adsorben yang digunakan untuk
menyerap gas-gas beracun yang berbahaya bagi si pemakai. Beberapa mineral alam
seperti zeolit dan lempung baik yang belum maupun yang sudah termodifikasi dapat
digunakan pula sebagai adsorben.
Methylene blue merupakan zat warna yang sering digunakan pada industri
tekstil. Methylene blue adalah senyawa kimia aromatik heterosiklik dengan rumus
kimia C16H18N3SCl. Pada suhu ruangan senyawa ini berbentuk padatan, tak berbau,
berbentuk bubuk warna hijau tua yang akan menghasilkan larutan warna biru tua bila
dilarutkan dalam air. Penggunaan adsorben seperti bentonite komersial dari PT
Clariant sebagai penyerap zat warna merupakan alternatif yang memberikan harapan
terhadap pengolahan limbah.
Adsorpsi terjadi di permukaan padatan sebagai akibat gaya-gaya valensi atau
gaya-gaya atraktif lainnya dari atom-atom atau molekul-molekul pada permukaan
padatan. Apabila kita tinjau sebuah atom atau molekul didalam padatan, maka atom
atau molekul tersebut menerima gaya tarik yang seimbang dari atom-atom atau
molekul-molekul disekitarnya. Untuk atom atau molekul pada permukaan padatan gaya
tarik yang dialami tidak ke segala arah, sehingga sebagai kompensasinya atom-atom
atau molekul-molekul tersebut bersifat adsorptif terhadap adsorbat.

3
Gambar 1. Interaksi antara permukaan adsorben dengan adsorbat
Secara umum adsorbsi terbagi atas dua macam yaitu adsorpsi fisik dan adsorpsi
kimia. Pada adsorpsi fisik gaya yang menyebabkan adsorpsi tersebut sama dengan gaya
yang menyebabkan kondensasi dari suatu gas membentuk cairan. Panas yang
dibebaskan relatif kecil dan adsorpsi ini bersifat reversible. Adsorpsi fisik dapat
membentuk lapisan adsorbat dengan ketebalan beberapa lapis molekul. Pada adsorpsi
kimia panas yang dibebaskan cukup besar dan lapisan adsorbat yang terbentuk
umumnya hanya terdiri dari satu lapis. Besar kecilnya adsorpsi dipengaruhi antara lain
oleh macam adsorben, macam zat yang diadsorpsi, konsentrasi adsorbat, temperatur,
tekanan dan luas permukaan.
Untuk adsorben yang permukaannya besar, maka adsorbsinya juga makin besar.
Makin besar konsentrasi zat terlarut, makin banyak pula zat terlarut yang teradsorpsi.
Sifat adsorpsi pada permukaan zat padat adalah sangat selektif, artinya pada campuran
berbagai zat hanya satu komponen yang teradsorpsi oleh zat padat tertentu. Jika suatu
adsorben dibiarkan kontak dengan larutan, maka jumlah zat yang teradsorb akan
bertambah naik secara bertahap sampai suatu keadaan keseimbangan tercapai (Moore,
W. J., 1974).
Spektrofotometer UV-VIS digunakan untuk mengukur konsentrasi methylene
blue dengan panjang gelombang maksimum 664 nm. Adapun jumlah methylene blue
yang teradsorbsi bisa dihitung dengan persamaan :
(Co−Ce)V
qe =
m
dimana qe adalah jumlah methylene blue yang teradsobsi pada satuan massa bentonit
(mg/g), Co adalah konsentrasi methylene blue sebelum diadsorb (mg/L) dan Ce adalah

4
konsentrasi methylene blue setelah diadsorb, V adalah volume Larutan metilen Biru (L),
dan m adalah berat adsorben (g).

Beberapa persamaan matematis telah dikembangkan untuk mempelajari data


adsorbsi. Dua persamaan yang umum digunakan untuk mempelajari adsorbsi larutan
pada adsorben adalah persamaan Freundlich dan Langmuir. Pada persamaan adsorpsi
isoterm Freundlich pengaruh konsentrasi larutan terhadap adsorbsi dapat dinyatakan
sebagai berikut :
qe = Kf Ce1/n
1
log qe = log (Kf . Ce)
𝑛
1 1
log qe = log Kf + log Ce
𝑛 𝑛
di mana Kf dan 1/n adalah konstanta empiris.

Jika ditulis dalam logaritma diperoleh suatu persamaan garis lurus, diperoleh
dari persamaan tersebut nilai gradien adalah 1/n, nilai intersep adalah 1/n log Kf . Slope
adalah indikator dari besar energi dan macam-macam energi yang berhubungan dengan
proses adsorpsi. Intersep k mengindikasikan kapasitas serapan, semakin besar nilai k,
semakin besar afinitas adsorben terhadap adsorbat, dengan demikian adsorben dengan
luas permukaan besar akan memiliki nilai k yang besar pula (Lynam, M. L., dkk, 1995).
Persamaan Freundlich tidak berlaku jika konsentrasi adsorbat terlalu tinggi (Moore, W.
J., 1974).
Adsorbsi isoterm Langmuir menggambarkan bahwa pada permukaan adsorben
terhadap sejumlah situs aktif yang sebanding dengan luas permukaanadsorben. Pada
setiap situs aktif hanya satu molekul yang dapat diserap. Ikatan antara adsorbat dan
adsorben harus cukup kuat untuk mencegah migrasi molekul yang telah terserap
sepanjang permukaan adsorben. Interaksi antar molekul-molekul adsorbat dalam
lapisan hasil adsorbsi diabaikan. Teori ini mengasumsukan bahwa ikatan yang terjadi
tidak tergantung pada ikatan yang telah terbentuk pada situs aktif yang berada di
dekatnya (Daniels and Alberty, 1995).
Menurut persamaan isoterm Langmuir, pengaruh konsentrasi larutan terhadap
adsorpsi dapat dituliskan sebagai berikut :
𝑞𝑚 . 𝐾𝑎 . 𝐶𝑒
qe =
(1+𝐾𝑎.𝐶𝑒)

5
1 + 𝐾𝑎. 𝐶𝑒 𝐶𝑒
=
𝑞𝑚. 𝐾𝑎 𝑞𝑒
1 𝐾𝑎. 𝐶𝑒 𝐶𝑒
+ =
𝑞𝑚. 𝐾𝑎 𝑞𝑚. 𝐾𝑎 𝑞𝑒
Ce 1 1
= + Ce
qe qm. Ka qm
1
Dari kurva tersebut nilai dapat ditentukan dari gradiennya sedangkan nilai
𝑞𝑚
1
ditentukan dari intersepnya. Seperti pada teori Freundlich, teori adsorbsi
𝑞𝑚.𝐾𝑎

Langmuir juga hanya berlaku untuk larutan dengan konsentrasi rendah (larutan encer).
Energi bebas Gibbs (𝛥𝐺) digunakan untuk memprediksi apakah suatu reaksi dapat
berjalan secata spontan atau tidak. Energi bebas dari suatu adsorpsi bisa digambarkan
dengan persamaan :

ΔG = −RT ln Ka

di mana ΔG adalah perubahan energi bebas (J/mol), R konstanta gas universal (8,314
J/mol K), dan T adalah suhu (K). Nilai diperoleh dari persamaan Langmuir. Adapun
hubungan hubungan antara ΔG dan Ka, perubahan konstanta kesetimbangan dengan
suhu dapat digambarkan :

dln Ka ΔH
=
dT RT 2
ΔH
ln Ka = +Y
RT
RT ln Ka = ΔH − TRY
ΔS = RY
Persamaan : RT ln Ka = ∆𝐻 − 𝑇𝑅𝑌 ; ∆𝑆 = 𝑅𝑌 dan ∆𝐺, dapat direpresentasikan sebagai
berikut :
ΔG = ΔH − TΔS

6
METODE PERCOBAAN

Alat :
1. Spekrofotometer UV-VIS
2. Erlenmeyer 100mL
3. Pipet volumetri 50mL, pipet ukur 25mL dan Bulp
4. Tabung reaksi
5. Pipet tetes dan Spatula
6. Gelas kimia 250 mL
7. Labu takar 100 mL
8. Tabu takar 50 mL
Bahan :
1. Methylene blue
2. Adsorben
3. Aquadest
Prosedur Kerja :
a. Pengukuran Methylene Blue
1. Dibuat 5 larutan methylene blue dengan konsentrasi (100, 200, 240, 280, 320,
360) ppm di labu akar 100 mL
2. Diambil 50 mL dari setiap larutan tsb, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 100
mL dan ditambah adsorben sebanyak 0,2 gram untuk setiap larutan.
3. Larutan ditutup dengan aluminium foil dan dishaker selama 30 menit
4. Diambil masing masing larutan di point (1) untuk diencerkan sebanyak 100x,
setelah itu diukur dengan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang
664 nm.
5. Setalah 30 menit, larutan pada point (3) dicentrifuge selama 10 menit dengan
kecepatan 6000 rpm.
6. Setelah dicentrifuge dituang ke dalam tabung reaksi dan diamkan selama 10-15
menit.
7. Diukur larutan point (6) dengan spektrofotometer UV-VIS.

b. Pembuatan deret standar

7
1. Dibuat deret standar dengan konsentrasi (0,3 ; 0,5 ; 1 ; 2 ; 3 ; 4 ; 5)ppm di
labu takar 50 mL
2. Diukur larutan standar tersebut dengan spektrofotometer UV-VIS pada
panjang gelombang 664 nm.

8
PENGOLAHAN DATA DAN PERHITUNGAN
Untuk menghitung konsentrasi methylene blue sebenarnya sebelum dan
sesudah adsorbsi digunakan persamaan sebagai berikut :
y−a
x=
b
dimana y adalah absorbansi, nilai a dan b didapat dari pengukuran deret standar.
Konsentrasi kesetimbangan (Ce) dari asam asetat adalah konsentrasi methylene
blue akhir setelah adsorbsi. Dari data yang diperoleh selanjutnya dibuat kurva-kurva
Ce
sebagai berikut: kurva Ce vs qe, kurva log Ce vs log qe, dan kurva Ce vs qe.

Energi Gibbs (∆G) = ∆H − TΔS, nilai ∆H dan ∆S ditentukan dari kemiringan dan
intersep yang didapat dari grafik plot energi Gibbs (∆G) versus temperature (K).

STASTISTIK
Pada banyak percobaan tidak jarang data yang kita peroleh apabila kita
gambarkan dalam bentuk kurva berbentuk kurva yang linear. Karena hasil percobaan
mengandung kesalahan, maka pasangan data (x,y) yang kita peroleh berfluktuasi
disebelah kiri atau kanan dari garis lurus yang optimal. Untuk dapat membuat garis
lurus yang paling optimal dengan kesalahan paling sedikit, maka perlu digunakan
metode regresi linear.

Menurut metode itu persamaan matematis dari garis lurus diatas dapat
dituliskan sebagai berikut: 𝑦 = 𝑚𝑥 + 𝑏 , dimana:
y = nilai ordinat
x = nilai absis
m = gradien
b = intersep
nilai m dan b dapat dihitung sebagai berikut:

9
𝑁 ∑ 𝑥(𝑖 )𝑦(𝑖 ) − ∑ 𝑥(𝑖 )𝑦(𝑖 )
𝑚=
𝑁 ∑ 𝑥(𝑖)2 − (∑ 𝑥(𝑖 ))2
∑ 𝑦(𝑖 )𝑥(𝑖)2 − ∑ 𝑥(𝑖 )𝑦(𝑖 ) ∑ 𝑥(𝑖 )
𝑏=
𝑁 ∑ 𝑥(𝑖)2 − (∑ 𝑥 (𝑖 ))2
i mempunyai nilai dari 1 sampai N
N jumlah data
x(i) variabel x hasil eksperimen untuk koordinat x
y(i) variabel y hasil ekperimen untuk koordinat y
Korelasi antar variabel dinyatakan dengan koefisien korelasi r
∑(𝑥(𝑖 ) − 𝑥̅ ) − (𝑦(𝑖 ) − 𝑦̅)
𝑟=
√(∑(𝑥(𝑖 ) − 𝑥̅ )2 ∑(𝑦(𝑖 ) − 𝑦̅)2 )
Untuk 𝑥̅ dan 𝑦̅ nilai rata-rata x dan y dengan -1 ≤ r ≤ +1
Jika x dan y sempurna berkorelasi maka r=1, jika r=-1 berarti terdapat korelasi negatif
sempurna antara x dan y, untuk nilai r=0 berarti tidak ada korelasi antara x dan y.

10
KINETIKA ADSORPSI

TUJUAN PERCOBAAN
Dalam percobaan ini akan dilakukan kajian kinetika adsorpsi bentonite
komersial dari PT Clariant terhadap methylene blue dalam larutan.
DASAR TEORI
Salah satu sifat penting dari permukaan zat adalah adsorpsi. Adsorpsi digunakan
untuk menyatakan bahwa ada zat lain yang diserap pada zat itu, misalnya bentonite
dapat menyerap molekul-molekul asam asetat dalam larutannya. Tiap partikel adsorben
dikelilingi oleh molekul yang diserap, karena terjadi interaksi tarik menarik. Faktor
yang mempengaruhi adsorpsi adalah:
 Macam adsorben
 Macam zat yang diadsorpsi
 Konsentrasi adsorben dan zat yang diadsorpsi
 Luas permukaan
 Temperatur
 Tekanan
Umumnya adsorben bersifat spesifik, hanya menyerap zat tertentu. Kecepatan
adsorpsi bentonite terhadap molekul methylene blue dalam larutan tekanan dan
temperatur tertentu akan mencapai kesetimbangan dengan kecepatan desorpsi.
Kinetika adsorpsi sebelum kesetimbangan tercapai dapat dipelajari:
𝑑𝑐
− = k 𝐶"
𝑑𝑡
dc/dt = kecepatan adsorpsi
k = konstanta adsorpsi
C = konsentrasi adsorbat
N = orde kecepatan adsorpsi
Dalam kinetika adsorpsi dapat dipelajari hubungan konsentrasi spesies terhadap
perubahan waktu. Kinetika adsorpsi bentonite terhadap methylene blue dapat
ditentukan dengan mengukur perubahan konsentrasi methylene blue sebagai fungsi
waktu dan menganalisanya dengan perhitungan harga k (konstanta kecepatan adsorpsi
atau dengan grafik.
Analisis Kinetika Adsorpsi

11
 Orde satu
𝑑𝑐
− 𝑑𝑡 = k C
𝐶 𝑑𝐶 𝐶
∫𝐶0 − 𝑑𝑡 = k ∫𝐶0 𝑑𝑡
𝐶
𝑙𝑛 𝐶 = −𝑘𝑡
0

ln 𝐶 = −𝑘𝑡 + ln 𝐶𝑜
Grafik ln C vs t merupakan garis lurus dengan slope –k dan intersep ln Co
 Orde dua
𝐶 𝑑𝐶 𝐶
∫𝐶0 − 𝐶 2 = ∫𝐶0 𝑘 𝑑𝑡
1 1
− = 𝑘𝑡
𝐶 𝐶𝑜
1 1
Grafik 𝐶 vs t merupakan garis lurus dengan slope k dan intersep .
𝐶𝑜

 Orde tiga
𝐶 𝑑𝐶 𝐶
∫𝐶0 − 𝐶 2 = ∫𝐶0 𝑘 𝑑𝑡
1 1
− = 𝑘𝑡
2𝐶2 2𝐶02
1 1
= 2𝑘𝑡 +
𝐶2 𝐶02
1 1
Grafik 𝐶 2 lawan t merupakan garis lurus dengan slope 2k dan intersep .
𝐶02

METODE PERCOBAAN
Alat :
1. Erlenmeyer 100mL
2. Pipet volumetri 50mL, Pipet ukur 25mL, Bulp
3. Aluminium foil
4. Labu takar 500 ml
Bahan :
1. Larutan larutan methylene blue 1000 ppm
2. Adsorben
3. Aquadest
4. Tabung reaksi

12
Prosedur kerja:
1. Siapkan 5 buah erlenmeyer 100mL, diisi dengan larutan asam asetat 1M masing-
masing 25mL.
2. Tambahkan 2 gram karbon aktif ke dalam masing-masing erlenmeyer yang
berisi larutan asam asetat, kemudian dishaker dengan waktu masing-masing 15
menit, 30 menit, 45 menit, 60 menit, dan 75 menit.
3. Disaring, filtrat masing-masing dipipet 5mL dan dititrasi dengan NaOH 0,5 M
sebanyak 2 kali.
*Note :
Jangan lupa Stardardisasi larutan NaOH sebelum digunakan.
Cari konsentrasi sebenearnya dari larutan asam asetat 1M.

13
PERCOBAAN 2
PENENTUAN KINETIKA ESTER SAPONIFIKASI DENGAN METODE
KONDUKTOMETRI

TUJUAN PERCOBAAN
Dalam percobaan ini diharapkan mahasiswa mampu menentukan order reaksi,
konstanta laju reaksi dan energi aktivasi dari saponifikasi ester dengan metoda
konduktometri.
TEORI DASAR
Bila ditinjau reaksi 𝐴 + 𝐵 + 𝐶 + ⋯ → 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
Selama terjadi reaksi maka konsentrasi reaktan akan turun dan konsentrasi
produk akan naik. Laju reaksi adalah kecepatan penurunan konsentrasi reaktan atau
kecepatan kenaikan konsentrasi produk, yang ditentukan oleh konsentrasi reaktan
pada beberapa waktu. Bila konsentrasi reaktan turun maka laju reaksi juga turun, dan
bila konsentrasi reaktan naik maka laju reaksi juga naik.
𝑑{𝐴} 𝑑{𝐵} 𝑑{𝐶}
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 = − =− =−
𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡
𝑑[𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘]
=
𝑑𝑡
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 = [𝐴]𝑛1 [𝐵]𝑛2 [𝐶]𝑛3 …
Dimana n1+ n2 + n3+.... adalah order reaksi.
Hubungan antara laju reaksi dengan konsentrasi disebut persamaan kecepatan,
ditulis dalam persamaan:
𝑑{𝐴} 𝑑{𝐵} 𝑑{𝐶} 𝑑[𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘]
=− =− =− =
𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡
= 𝑘𝑟 [𝐴]𝑛1 [𝐵]𝑛2 [𝐶]𝑛3 …
Dimana 𝑘𝑟 adalah konstanta laju reaksi yang harganya berubah-ubah sesuai dengan
perubahan temperatur.
A. Integrasi Persamaan untuk Reaksi Order ke Satu
𝐴 → 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
Bila a adalah konsentrasi awal dari A, x adalah penurunan konsentrasi A pada waktu t,
dan (a-x) adalah konsentrasi A pada waktu t, maka laju reaksinya adalah:
𝑑 [ 𝐴] 𝑑(𝑎 − 𝑥 ) 𝑑𝑥
− =− =
𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡

14
𝑑 [𝐴]
− = 𝑘𝑟 [𝐴]
𝑑𝑡
Dapat ditulis sebagai:
𝑑𝑥 𝑑 (𝑎 − 𝑥 )
= 𝑘 𝑟 (𝑎 − 𝑥 ) 𝑎𝑡𝑎𝑢 = 𝑘𝑟 𝑑𝑡
𝑑𝑡 𝑑𝑡
Dan apabila diintegrasikan akan diperoleh
𝐼𝑛(𝑎 − 𝑥 ) = −𝑘𝑟 𝑡 + 𝑐𝑜𝑛𝑠𝑡
Pada t=0, const akan berharga −𝐼𝑛 𝑎, sehingga:
𝐼𝑛(𝑎 − 𝑥 ) = −𝑘𝑟 𝑡 + 𝐼𝑛 𝑎
Grafik 𝐼𝑛(𝑎 − 𝑥 ) vs t berbentuk garis lurus dengan slope −𝑘𝑟 .
B. Integrasi Persamaan untuk Reaksi Order Kedua
 Reaksi dengan Dua Reaktan
𝐴 + 𝐵 → 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
Bila a adalah konsentrasi awal dari A, b adalah konsentrasi awal B, x merupakan
penurunan konsentrasi A dan B pada waktu t, dan pada waktu t konsentrasi 𝐴 = 𝑎 − 𝑥
sedangkan konsentrasi 𝐵 = 𝑏 − 𝑥 .
𝑑[𝐴] 𝑑[𝐵]
Persamaan kecepatan : − =− = 𝑘𝑟 [𝐴][𝐵]
𝑑𝑡 𝑑𝑡

𝑑𝑥
= 𝑘𝑟 (𝑎 − 𝑥 )(𝑏 − 𝑥)
𝑑𝑡
Atau
𝑑𝑥
= 𝑘𝑟 𝑑𝑡
(𝑎 − 𝑥 )(𝑏 − 𝑥)
1 1 1
( − ) 𝑑𝑥 = 𝑘𝑟 𝑑𝑡
(𝑎 − 𝑥) 𝑏 − 𝑥 𝑎 − 𝑥

Setelah diintegralkan hasilnya:


𝐼𝑛(𝑎 − 𝑥 ) − 𝐼𝑛(𝑏 − 𝑥)
𝑘𝑟 𝑡 = + 𝑐𝑜𝑛𝑠𝑡
𝑎−𝑏

𝑎
𝐼𝑛
Pada t = 0, x = 0 sehingga konstanta berharga 𝑎−𝑏𝑏 , sehingga diperoleh:
1 𝑏(𝑎 − 𝑥)
𝑘𝑟 𝑡 = 𝐼𝑛
(𝑎 − 𝑥) 𝑎(𝑏 − 𝑥)

15
 Reaksi dengan Reaktan Tunggal atau Reaksi antara Dua Reaktan dengan Konsentrasi
Awal Sama Besar
2𝐴 → 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
Reaksi yang lain;
𝐴 + 𝐵 → 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 , dimana a = b
Persamaan laju reaksi:
𝑑𝑥
= 𝑘𝑟 (𝑎 − 𝑥 )2
𝑑𝑡
𝑑𝑥
(𝑎−𝑥)2
= 𝑘𝑟 𝑑𝑡

Setelah diintegralkan hasilnya menjadi:


1
𝑘𝑟 𝑡 = + 𝑐𝑜𝑛𝑠𝑡
𝑎−𝑥
1 1 1
Pada t=0, x=0 sehingga konstanta = − 𝑎 dan 𝑘𝑟 𝑡 = 𝑎−𝑥 − 𝑎
1
Penggambaran grafik 𝑎−𝑥 vs t membentuk garis lurus dengan slope = 𝑘𝑟

C. Persamaan Integral untuk Reaksi Order Ketiga


𝐴 + 𝐵 + 𝐶 → 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘
Bila a, b, c masing-masing merupakan konsentrasi awal dari A, B, C dan x adalah
penurunan konsentrasi pada waktu t, persamaan kecepatan dapat ditulis:
𝑑𝑥
= 𝑘𝑟 (𝑎 − 𝑥)(𝑏 − 𝑥)(𝑐 − 𝑥)
𝑑𝑡

Untuk keadaan sederhana dimana konsentrasi awal masing-masing reaktan


adalah sama yaitu a, persamaan diatas menjadi:
𝑑𝑥 𝑑𝑥
= 𝑘𝑟 (𝑎 − 𝑥)3 ` atau = 𝑘𝑟 𝑑𝑡
𝑑𝑡 (𝑎−𝑥)3

Integrasi persamaan diatas menghasilkan:


1 1
= 𝑘𝑟 𝑡 − 2𝑎2
2(𝑎−𝑥)2
1
Grafik vs t membentuk garis lurus dengan slope 2𝑘𝑟 .
(𝑎−𝑥)2

Dalam percobaan ini dicoba untuk mencari order reaksi dan konstanta laju reaksi dari
reaksi saponifikasi ester. Reaksi yang terjadi: 𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐶2 𝐻5 + 𝑂𝐻 − → 𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂− +
𝐶2 𝐻5 𝑂𝐻

16
Dengan pertambahan waktu maka daya hantar larutan akan menurun karena
hantaran yang semula disebabkan oleh ion OH- yang kuat diganti dengan ion 𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂−
yang lebih lemah. Data yang perlu dicatat adalah Λ t (daya hantar molar pada saat t) dan
Λ∞ (daya hantar molar pada saat t = ∞)
Bila a ≈ f (Λt -Λ∞ ), x ≈ f (Λ0 - Λ𝑡 ), a-x ≈ f (Λt -Λ∞ ) maka akan diperoleh:
1 1
= + 𝑘𝑡
(Λ𝑡 − Λ∞ ) (Λ0 − Λ∞ )
1
Dengan membuat grafik (Λ vs t maka akan dapat diperoleh nilai slope = k.
𝑡 −Λ∞ )

Konstanta laju reaksi tergantung pada dua faktor yaitu:


a. Frekuensi tumbukan antara molekul-molekul reaktan
b. Harga dari energi aktivasi
Untuk menghitung energi aktivasi (Ea) dipakai persamaan Arrhenius:
𝐸
𝑘𝑟 = 𝐴𝑒 𝑅𝑇
𝐸
ln 𝑘𝑟 = ln 𝐴 −
𝑅𝑇
Dari persamaan ini dapat dilihat bahwa energi aktivasi dapat ditentukan bila
dilakukan perhitungan konstanta laju reaksi pada beberapa temperatur. Kemudian
1 𝐸
dibuat grafik ln 𝑘𝑟 vs 𝑇 . Grafik berbentuk garis lurus dengan slope = − 𝑅.

METODE PERCOBAAN
Alat:
1. Labu ukur 250 ml
2. Gelas kimia 250 ml, 500 ml
3. Erlenmayer 100 ml
4. Gelas ukur 100 ml
5. Pipet ukur 25 ml
6. Pipet ukur 5 ml
7. Pipet tetes
8. Filler
9. Thermometer
10. Kaca arloji
11. Batang pengaduk

17
12. Magnetic stirrer
13. Stopwatch
14. Buret
15. Hotplate
16. Botol semprot
17. Statif dan klem
Bahan:
1. NaOH
2. Etil asetat
3. Asam oksalat
4. Akuades
Prosedur Kerja
1. Buat larutan NaOH 1 M pada labu ukur 250 ml dan bakukan dengan asam oksalat
(duplo)
2. Diambil 12,5 mL larutan NaOH 1 M dan diencerkan menjadi 500 mL.
3. Disiapkan pula 1,2 mL CH3COOC2H5 pekat dan diencerkan menjadi 500 mL.
4. Ambil masing-masing larutan sebanyak 100 ml
5. Buat kondisi masing-masing larutan pada suhu kamar, 40 dan 50 oC (gunakan
thermometer).
6. 100 mL larutan NaOH dan 100 mL larutan CH3COOC2H5 dicampurkan, kemudian
ukur daya hantarnya tiap 30 detik selama 5 menit dengan menggunakan
konduktometry dan amati.
7. Biarkan larutan selama 30 menit pada suhu pengukuran lalu ukur dengan
konduktometry untuk menghitung Λ∞
Perhitungan
1
1. Penggambaran grafik (Λ vs t diperoleh garis lurus dengan slope k.
𝑡 −Λ∞ )

1 𝐸
2. Penggambaran grafik ln 𝑘𝑟 vs 𝑇 akan diperoleh garis lurus dengan slope − 𝑅.

3. Λ∞ diberikan dari hasil trial asisten

*Note : Pembuatan grafik dibuat di kertas milimeter blok jika pada program
excel tidak bisa menampilkan grafik. Disarankan menggunakan milimeter blok

18
untuk pembuatan grafik dan perhitungan mencari slope dengan metode regresi
linear pada kalkulator.

19
PERCOBAAN 3
KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI TEMPERATUR

TUJUAN PERCOBAAN
Dalam percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu memahami pengertian
larutan jenuh, menentukan harga kelarutan dan penentuan pengaruh temperatur
terhadap kelarutan suatu zat, dan menghitung panas pelarutan suatu zat.
DASAR TEORI
Jika kedalam sejumlah berat tertentu pelarut dimasukan perlahan-lahan suatu
zat, umumnya akan diperoleh keadaan dimana penambahan sejumlah zat berikutnya
tidak menambah jumlah zat yang terlarut. Keadaan kesetimbangan antara zat padat
dengan solut yang terdapat didalam larutannya disebut larutan jenuh. Tiap-tiap zat
memiliki harga kelarutan yang berbeda-beda, sebagai contoh etanol (alkohol) dengan
air, propanon (aseton) dengan air atau minyak dapat membentuk larutan dengan baik
pada semua perbandingan massanya dikarenakan memiliki sifat yang saling
melarutkan, sedangkan eter dalam air atau minyak dalam air sangat sedikit terlarut
bahkan hampir tidak terlarut.
Kelarutan zat padat dapat ditentukan dengan cara menambahkan butiran zat
padat dalam jumlah tertentu kedalam 25 mL pelarut dan diaduk pada setiap
penambahan butiran zat padat. Sebagai contoh NaCl mempunyai harga kelarutan kira-
kira 9g dalam 25 mL air, sedangkan NaNO 3 memiliki kelarutan lebih dari 20g dalam 25
mL air.
Kelarutan umumnya diungkapkan dalam bentuk jumlah gram solut dalam 100
gram pelarut pada temperatur tertentu. Umumnya harga kelarutan zat padat
bertambah dengan kenaikan temperatur, sehingga penting untuk diketahui pada
temperatur berapa harga kelarutan itu ditentukan. Pengaruh temperatur terhadap
harga kelarutan beberapa garam anorganik dalam air diperlihatkan pada Gambar 1.
Pada grafik terlihat bahwa harga kelarutan NaCl relatif tidak dipengaruhi oleh
temperatur, sedangkan harga kelarutan KNO 3 dalam 100g air meningkat dari 25g pada
15oC menjadi 140g pada 70oC. Teknik ini dikenal sebagai rekristalisasi yang merupakan
salah satu metode penting untuk pemisahan dan pemurnian suatu zat.
Pada larutan jenuh terjadi keseimbangan antara zat terlarut dalam larutan dan
zat yang tidak terlarut. Dalam keseimbangan ini kecepetan melarut sama dengan

20
kecepatan mengendap yang berarti konsentrasi zat dalam larutan akan selalu tetap.
Proses keseimbangan ini akan bergeser apabila dilakukan suatu perubahan yang
dikenakan pada sistem tersebut.

Gambar 1. Pengaruh temperatur terhadap harga kelarutan beberapa garam


anorganik dalam air
Jika keseimbangan diganggu, misalnya dengan mengubah temperatur, maka
konsentrasi larutannya akan berubah. Menurut Van’t Hoff pengaruh temperatur
terhadap kelarutan dapat dinyatakan sebagai berikut:
𝑑 ln 𝑠 ΔH
=
𝑑𝑇 𝑅T 2
Persamaan ini merupakan ekspresi secara matematis azaz Le Chatelier. Jika
pesamaan ini diintegrasikan dari T1 ke T2, maka akan menghasilkan:
−ΔH 1
ln 𝑠 = +𝐶
𝑅 𝑇
𝑠2 −ΔH 𝑇1 − 𝑇2
ln = ( )
𝑠1 𝑅 𝑇1 𝑇2
s1, s2 = Kelarutan zat pada temperatur T1 dan T2 (mol/100g solven)
ΔH = Panas pelarutan/mol
C = Konstanta integrasi
R = Konstanta gas umum
Panas pelarutan yang dihitung ini adalah panas yang diserap jika 1mol padatan
dilarutkan dalam larutan sudah dalam keadaan jenuh. Hal ini berbeda dengan panas
pelarutan untuk larutan encer yang biasa terdapat dalam tabel panas pelarutan. Panas
pelarutan yang biasa terdapat dalam tabel merupakan panas pengenceran dari keadaan
jenuh menjadi keadaan encer.

21
Pada umumnya panas pelarutan yang biasa terdapat positif, sehingga menurut
Van’t Hoff kenaikan temperatur akan meningkatkan jumlah zat yang terlarut (panas
pelarutan positif = endotermis), sedangkan untuk zat-zat yang panas pelarutnya negatif
(eksotermis), kenaikan suhu aka menurunkan jumlah zat yang terlarut.

METODE PERCOBAAN
Bahan :
1. Larutan asam oksalat jenuh
2. Larutan NaOH 0,5 M
3. Indikator PP
4. Es batu dan garam dapur
Alat :
1. Termometer -10 – 100oC
2. Buret 50 mL
3. Erlenmeyer 250 mL
4. Gelas kimia 1000 mL
5. Bulb
6. Pipet volumetri 10 mL
7. Pengaduk gelas
8. Kain
Prosedur Kerja :
1. Masukan 100 mL larutan asam oksalat jenuh ke dalam Erlenmeyer.
2. Siapkan gelas piala 1000 mL, sebagai wadah yang berisi campuran air dan garam
dapur (2-3 sendok makan) dan diberi pecahan es batu sehingga mencapai suhu
0oC. Masukkan erlenmeyer kedalam es. Posisi erlenmeyer diatur sehingga
seluruh bagian larutan jenuh tercelup wadah. Larutan selalu diaduk supaya
temperatur menjadi homogen.
3. Sesudah tercapai keseimbangan pada suhu 0oC (±5 menit), diambil 10 mL asam
oksalat tersebut, kristal asam oksalat jangan sampai ikut terhisap (diatur supaya
kristal turun dan mengendap). Kemudian larutan 10 mL (2 x 5 mL) asam oksalat
dititrasi dengan larutan NaOH 0,5 M. Proses titrasi dilakukan dua kali.

22
4. Suhu diatur untuk pengamatan pada temperatur 5, 10, 15, 20 dan 25 oC. Untuk
setiap temperatur percobaan, pengambilan larutan masing-masing sebanyak 2 x
5 mL.
5. Proses dilakukan dengan kenaikan (5 ke 25 oC) dan penurunan suhu (25 ke 5 oC)

PENGOLAHAN DATA DAN PERHITUNGAN


Untuk memudahkan perhitungan :
Volume larutan =
̃ volume akuades
Berat larutan =
̃ 10 x ρair
NaOH yang diperlukan untuk menitrasi asam oksalat misalkan a mL, maka :
a mL
mol NaOH = x 0,5 mol
1000 mL

Untuk 100 gram larutan, diperlukan


100 a mL
≈ 100 x ρ x x 0,5 mol
air 1000 mL

Konsentrasi asam oksalat,

Panas pelarutan dihitung dengan :


1. Dibuat grafik ln s versus 1/T.
2. Pilih dua titik yang terlewati garis dan kemudian gunakan data tersebut untuk
menghitung panas pelarutan dengan persamaan (3).
a x 0,5
s = mol/1000g
100 x ρair
3. Gunakan data-data yang berada didekat garis untuk menghitung slope dengan
metode regresi linear berdasarkan persamaan 2 (lebih lanjut lihat lampiran).
ΔH
Harga slope = − sehingga ΔH dapat dihitung. Disini slope ΔH dianggap bukan
R

merupakan fungsi suhu (ΔH konstan) pada daerah suhu percobaan (0-25 oC).

23
PERCOBAAN 4
DISTRIBUSI SOLUT ANTARA DUA PELARUT TAK BERCAMPUR

TUJUAN PERCOBAAN
Dalam percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu menentukan konstanta
kesetimbangan suatu solut terhadap dua pelarut yang tidak bercampur.
DASAR TEORI
Bila dua macam pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan kedalam suatu
tempat, maka akan terlihat suatu batas, dimana hal ini menunjukkan dua perlarut
tersebut tidak bercampur. Jika suatu solut dapat bercampur baik dalam pelarut I
maupun dalam pelarut II ditambahkan kedalam kedua pelarut tersebut, maka akan
terjadi pembagian solut kedalam dua pelarut tersebut (Castellan, 1983). Potensial kimia
solut dalam pelarut I dapat ditulis sebagai berikut :
𝜇𝐼 = 𝜇𝐼𝑜 + 𝑅𝑇𝑙𝑛 𝛼𝐼 (1)
Dan dalam pelarut II :
𝑜
𝜇𝐼𝐼 = 𝜇𝐼𝐼 + 𝑅𝑇𝑙𝑛 𝛼𝐼𝐼 (2)
Dimana αI dan αII merupakan aktivitas solut dalam kedua pelarut.
Pada saat terjadi kesetimbangan kecepatan solut yang keluar dari pelarut yag
satu sama dengan kecepatan solut yang masuk kepelarut lain dan sebaliknya sehingga
harga kedua potensial akan sama:
𝜇𝐼 = 𝜇𝐼𝐼 (3)
𝜇𝐼𝑜 + 𝑅𝑇𝐼𝑛 𝛼𝐼 = 𝜇𝐼𝐼
𝑜
+ 𝑅𝑇𝐼𝑛 𝛼𝐼𝐼 (4)
𝑜
𝛼 𝜇𝐼𝐼 −𝜇𝐼𝑜
𝑙𝑛 𝛼 𝐼 = (5)
𝐼𝐼 𝑅𝑇

Karena harga 𝜇𝐼𝑜 dan 𝜇𝐼𝐼


𝑜
konstan pada temperatur dan tekanan tertentu, persamaan
menjadi:
𝛼𝐼
=𝐾 ; K = konstan (6)
𝛼𝐼𝐼

Jika larutan memiliki sifat ideal, aktifitas (α) dalam persamaan (6) dapat diganti dengan
fraksi mol:
𝑥𝐼
=𝐾 (7)
𝑥𝐼𝐼

Lebih lanjut, jika larutan yang terjadi adalah larutan biner maka mol fraksi dapat diganti
dengan satuan konsentrasi yang lain seperti mol per liter larutan atau mol per 1000

24
gram pelarut, sehingga perbandingan banyaknya solut dalam pelarut I dan dalam
pelarut II adalah keadaan setimbang:
𝑐𝐼
= 𝐾𝑑 (8)
𝑐𝐼𝐼

Kd : koefisien distriubsi
CI : konsentrasi solut dalam solven I
CII : konsentrasi solut dalam solven II
Harga Kd akan tetap jika berat molekul solut dalam pelarut I sama dengan berat
molekul dalam pelarut II. Jika berat molekul tidak sama sebagai akibat terjadinya
disosiasi solut atau asosiasi solut dalam salah satu pelarut, maka rumus (8) tidak dapat
memberikan hasil yang akurat. Misal solut C mempunyai berat molekul normal dalam
solven I tetapi dalam solven II solut C berasosiasi membentuk senyawa kompleks CII
(Daniels, dkkm 1956):
nC Cn
Dalam solven I Dalam solven II
(air) (organik)
Harga konstanta kesetimbangannya:
𝑛
𝐶(𝑎𝑖𝑟)
𝐾=𝐶 dimana; C = C mol (9)
𝑛(𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘)

𝐶
𝐶𝑛 = 𝑛 𝑚𝑜𝑙 n= konstanta

Maka diperoleh:
𝑛
𝐶(𝑎𝑖𝑟)
𝐾= 𝐶𝑛(𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘) (10)
𝑛

Persamaan (10) apabila diambil harga logaritma naturalnya:


𝑛𝑙𝑛𝐶(𝑎𝑖𝑟)−𝑙𝑛𝐶(𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘)
𝑙𝑛𝐾 = (11)
𝑛

𝑙𝑛𝐾 = 𝑛 𝑙𝑛𝐶(𝑎𝑖𝑟) − 𝑙𝑛𝐶(𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘) + 𝑙𝑛 𝑛


𝑛
𝑙𝑛𝐶(𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘) = 𝑛 𝑙𝑛𝐶(𝑎𝑖𝑟) + 𝑙𝑛 (12)
𝐾

Dengan membuat grafik ln C(organik) vs ln C(air) maka akan didapat harga n sebagai slope
𝑛
dan harga 𝐾 sebagai intersep, sehingga harga K dapat ditentukan.

25
METODE PERCOBAAN
Bahan :
1. Asam asetat 1M
2. Diklorometana
3. Larutan standar NaOH 0,5M
4. Indikator PP
Alat :
1. Corong pisah 250 mL
2. Erlenmeyer 100 mL
3. Buret 50 mL
4. Pipet ukur 10 mL dan 25 mL, pipet volumetri 25 mL
Prosedur Kerja :
1. Buatlah masing-masing 50 mL larutan asam asetat yang konsentrasinya 1,0; 0,8;
0,6; 0,4; 0,2 M.
2. Masing-masing larutan diambil 25 mL, masukkan kedalam corong pisah, sisanya
diambil lagi 10 mL dimasukkan kedalam erlenmeyer lalu dititrasi dengan larutan
standar NaOH 0,5 M sehingga dapat diketahui konsentrasi mula-mula dari asam
asetat sesungguhnya. Titrasi dilakukan sebanyak 2 kali.
3. Larutan asam asetat dalam corong pisah ditambah dengan 25 mL diklorometana
kemudian dikocok sampai terjadi kesetimbangan selama 10 menit. Kemudian
dibiarkan sampai terjadi pemisahan yang jelas antara air dan diklorometana.
Lapisan air dipisahkan kemudian diambil 10 mL dititrasi dengan larutan standar
NaOH 0,5 M, sehingga dapat diketahui konsentrasi dalam air sebelum
kesetimbangan. Semua titrasi dilakukan dua kali.
4. Percobaan ini dilakukan untuk setiap konsentrasi asam asetat yang berbeda
seperti yang dibuat pada langkah 2 dan 3.
PENGOLAHAN DATA
1. Penentuan konsentrasi asam asetat mula-mula.
Konsentrasi asam asetat mula-mula dapat diketahui dari titrasi larutan standar
NaOH 0,5 M. Misal banyaknya larutan NaOH 0,5 M yang dibutuhkan a mL, maka
konsentrasi asam asetat:
𝐶𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 . 𝑉𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 = 𝐶𝑁𝑎𝑂𝐻 . 𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻

26
0,5. 𝑎
𝐶𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 = 𝑀
10
2. Penentuan konsentrasi asam asetat setelah kesetimbangan.
Konsentrasi asam asetat setelah kesetimbangan dapat diketahui dengan
menitrasi lapisan air. Misal banyaknya larutan NaOH 0,5 M yang dibutuhkan b
mL, maka konsentrasi asam asetat:
𝐶𝑎𝑖𝑟 . 𝑉𝑎𝑖𝑟 = 𝐶𝑁𝑎𝑂𝐻 . 𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻
0,5. 𝑏
𝐶𝑎𝑖𝑟 = 𝑀
10
Sedangkan konsentrasi asam asetat dalam diklorometana dapat ditentukan
sebagai berikut:
𝐶𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 = 𝐶𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝐶𝑎𝑖𝑟
3. Penentuan harga n dan K.
Harga n dan K ditentukan dengan membuat grafik ln C air vs ln Corganik (lihat
𝑛
persamaan 12) sehingga didapatkan harga n sebagai slope dan sebagai
𝐾

intersep.
Pengertian!
1. Gas yang terjadi selama pengocokan harus dibuang sesering mungkin.

27
PERCOBAAN 5
VISKOMETRI

TUJUAN PERCOBAAN
1. Menentukan angka kental relatif suatu zat cair terhadap zat standar dengan
metode pipa kapiler.
2. Menentukan energi aktivasi suatu zat cair dengan cara viskometri.
DASAR TEORI
Viskositas yaitu besarnya gesekan internal pada suatu fluida riil. Viskositas
terdapat pada gas maupun zat cair yang pada intinya merupakan gaya gesekan antara
lapisan-lapisan yang tersusun pada fluida, waktu lapisan-lapisan tersebut bergerak satu
melewati lainnya. Pada gas, viskositas muncul dari tumbukan sedangkan pada zat cair
disebabkan oleh adanya gaya ahesi maupun kohesi. Angka kental dinamis dirumuskan
dalam bentuk
𝐺
𝜂=
𝑑𝑣
𝐴 𝑑𝑦

G = gaya gesek yang melawan aliran


A = luas permukaan lapisan yang bergesekan
dv = selisih kecepatan antara dua lapisan
dy = jarak kedua lapisan
Ada beberapa cara menentukan viskositas, antara lain :
1. OSTWALD (metode pipa kapiler)
Prinsip utama Ostwald adalah membandingkan gesekan atau aliran zat cair pada pipa
viskometer
𝑑𝑣
𝐺 = − 𝜂𝐴2 𝑑𝑟 ′
𝑑𝑣
𝐴1 . 𝑃 = − 𝜂𝐴2 𝑑𝑟 ′
𝑑𝑣
π𝑟 ′ 2p = − 𝜂 2 π 𝑟 ′ 𝑙 𝐴2 𝑑𝑟 ′
0 −𝑝 𝑟
∫𝑣 𝑑𝑣 = ∫ 𝑟 ′ 𝑑𝑟 ′
2𝜂𝑙 𝑟 ′
𝑃
𝑉 = 4𝜂𝑙 (𝑟 2 − 𝑟 ′2 )........................... (Poiseulle I)
𝑑𝑣
𝐺 = − 𝜂𝐴2 𝑑𝑟 ′ (𝑟)

28
𝐺 = 𝐴1 . 𝑃
𝐴1 = 𝜋𝑟 ′2 𝐴2 = 𝜋𝑟 ′1
Pada saat ditinjau element zat cair berkecepatan sama
𝐴 = 2𝜋𝑟 ′ 𝑑𝑟 ′
Sehingga debit aliran:
𝑑𝑣 𝑃
𝑑𝑄 = 𝑑𝑟 ′ = 𝑉 (𝑟 ′ )𝑑𝐴 = 4𝜂𝑙 (𝑟 2 − 𝑟 ′2 )𝐴
2𝑝𝜋 𝑟
𝑄= 4𝜂𝑙
∫0 ( 𝑟 2 − 𝑟 ′2 )𝑟 ′ 𝑑𝑟 ′
𝑉 2𝑝𝜋 1 ′2 2 1
𝑄= = ( 𝑟 𝑟 − 4 𝑟 ′4 )𝑟0
𝑡 4𝜂𝑙 2
𝑉 𝑝𝜋
= 8𝜂𝑙 𝑟 4
𝑡

𝜋𝑟 4𝑡𝑝
𝜂= .................................... (Poiseulle II)
8𝑣𝑙

Bila dibandingkan antara air dengan zat-zat maka viskositas menjadi:


𝜂𝑥 𝑡𝑥𝑃𝑥 𝑡𝑥𝑃𝑥
= 𝑡𝑎𝑃𝑎 𝜂𝑥 = 𝑡𝑎𝑃𝑎 𝜂𝑎
𝜂𝑎

ALAT DAN BAHAN


Alat :
1. Viskometer Ostwald
2. Stopwatch
3. Piknometer
4. Gelas ukur
5. Thermostat
6. Thermometer
7. Pompa karet
8. Corong gelas
Bahan :

1. Akuades
2. Aseton
3. Ethanol
4. Gliserol

29
Prosedur Kerja
Penentuan Kekentalan
1. Penentuan Kekentalan dan Energi Aktivasi secara Viskometri
 Ditimbang piknometer kosong (Pk), piknometer berisi air (Pa) dan
piknometer berisi zat cair lain (Pb) pada ToC.
 Alat viskometer Ostwald dibersihkan dengan air.
 Diisi dengan akuadest kira-kira ¾ bagian tabung bentuk bola disebelah kiri.
 Air dihisap dengan pompa karet sampai permukaan air melewati tanda garis
pada bagian kapiler sebelah kanan atas.
 Pompa dilepaskan dan stopwatch dihidupkan pada waktu permukaan air
melewati tanda atas.
 Dicatat waktu yang diperlukan sampai permukaan air melewati tanda pada
bagian kapiler sebelah bawah.
 Diulangi dua kali.
 Dilakukan juga untuk air bersuhu 27, 40, dan 50oC.
 Dilakukan juga untuk alkohol, aseton dan sampel.
PENGOLAHAN DATA
Berat piknometer kosong = g
Berat piknometer + air (27,40,50oC) = g
Berat piknometer + etanol (27,40,50oC) = g
Berat piknometer + aseton (27,40,50oC) = g
Berat piknometer + sampel (27,40,50oC) = g
Suhu kamar = oC

30
Penentuan Viskositas Berdasarkan Suhu
Waktu alir (sekon)
Temperatur
Air Etanol Minyak
(oC)
I II Rerata I II Rerata I II Rerata
27
40
50

Penentuan viskositas Gliserol


Sampel Waktu alir (sekon)
Temperatur
(oC) I II Rerata
27
40
50

31
REFERENSI

1. Alberty, R.A.& Daniels, F., 1984, Kimia Fisika, jilid 2 (terjemahan), Penerbit Erlangga,
Jakarta, hal : 114-146.
2. Castellan, G. W., 1983, Physical Chemistry, edisi ke-3, Addison-Wesley, Singapore, hal ;
222-223, 285-287, 337-339, 760-761.
3. Daniels, F., Williams, J. W., Mathews,. J.H., Bender, P., Alberty, R. A., 1986, Experimental
Physical Chemistry, edisi ke-5, McGraw-Hill Book Company, Inc., New York, Hal; 60-64,
101-104, 257-259, 523-525.
4. Hong, S., Wen, C., He, J., Gan, F. & Shan-Ho, Y., 2009. Adsorption Thermodynamics of
Methylene Blue onto Bentonite. Journal of Hazardous Materials. 167 hal 630-633.
5. Lynam, M.M., Kilduff, J.E., and Webber Jr., J., 1995, Jounal of Chem. Ed. Vol. 72, hal: 81-82.
6. Moore, W.J., 1974, Physical Chemistry, edisi ke-4, Prentice-Hall, Inc., Indiana, hal: 517-
518.
7. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Fisika I, Universitas Gadjah Mada.
8. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Fisika II, Universitas Gadjah Mada.

32

Anda mungkin juga menyukai