Anda di halaman 1dari 14

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kelarutan adalah jumlah zat yang dapat larut dalam sejumlah pelarut
sampai membentuk larutan jenuh. Apabila suatu larutan suhunya
diubah, maka hasil kali kelarutannya juga akan berubah. Larutan ada
yang jenuh, tidak jenuh, dan lewat jenuh. Larutan dikatakan jenuh pada
temperatur tertentu, bila larutan tidak dapat melarutkan lebih banyak zat
terlarut. Bila jumlah zat terlarut kurang dari larutan jenuh disebut
larutan tidak jenuh, dan bila jumlah zat terlarut lebih dari larutan jenuh
disebut larutan lewat jenuh. Daya larut suatu zat dalam zat lain,
dipengaruhi oleh jenis zat pelarut, temperatur, dan sedikit tekanan.
Aplikasi kelarutan dalam dunia industri adalah pada pembuatan reaktor
kimia, pada proses pemisahan dengan cara pengkristalan integral, selain
itu juga dapat digunakan untuk dasar atau ilmu dalam proses pembuatan
granul -granul pada industri baja. Sedangkan pada kehidupan sehari-
hari yaitu kelarutan gula dalam air. Gula yang dilarutkan ke dalam air
panas, dan satu lagi dilarutkan ke dalam air dingin, maka gula yang
akan lebih cepat larut pada air panas karena semakin besar suhu
semakin besar pula kelarutannya. Karena aplikasi kelarutan yang
bermanfaat dan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan
maka praktikum kelarutan zat padat dalam cairan perlu dilakukan.
1.2. Tujuan Praktikum
• Menentukan nilai Kelarutan C2H2O4 pada proses penaikan suhu.
• Menentukan nilai Kelarutan C2H2O4 pada proses penurunan suhu.
• Menentukan nilai DH Kelarutan C2H2O4 pada proses penaikan &
penurunan suhu.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Suatu zat dikatakan tak larut, jika zat tersebut larut dalam jumlah
yang sangat sedikit. Kelarutan suatu zat akan tergantung pada
temperatur dan tekanan yang diberikan. Jumlah maksimal zat terlarut
dalam sejumlah tertentu pelarut dan pada suhu tertentu merupakan
ukuran kelarutan suatu zat yang larut tersebut (Chang, 2005).
Kelarutan adalah jumlah zat yang dapat larut dalam sejumlah pelarut
sampai membentuk larutan jenuh. Adapun cara menentukan kelarutan
suatu zat ialah dengan mengambil sejumlah tertentu pelarut murni,
misalnya 1 liter. Kemudian memperkirakan jumlah zat yang dapat
membentuk larutan lewat jenuh, yang ditandai dengan masih
terdapatnya zat padat yang tidak larut. Setelah dikocok ataupun diaduk
akan terjadi kesetimbangan antara zat yang larut dengan zat yang tidak
larut (Atkins, 1994).
Persamaan Van’t Hoff merupakan suatu bentuk persamaan umum
yang menyatakan tentang hubungan tetapan kesetimbangan suatu
proses dengan suhu pada tekanan tetap. Adapun persamaan tersebut
dapat dituliskan sebagai berikut :
!"#$ D&
!%
= '% (

Jika T1 ke T2 di integrasikan maka di peroleh :


)D& *
lnS = ' %
+c

(Atkins, 1994)
Kelarutan bergantung pada berbagai kondisi seperti suhu, tekanan,
konsentrasi bahan – bahan lain dalam larutan itu,dan pada komposisi
pelarutnya.
Kelarutan zat menurut suhu sangat berbeda–beda. Pada suhu tertentu
larutan jenuh yang bersentuhan dengan zat terlarut yang tidak larut
dalam larutan itu adalh sebuah contoh mengenai kesetimbangan
dinamik. Karena dihadapkan dengan sistem kesetimbangn, dapat
menggunakan prinsip le chatelier. Untuk menganalisis bagaimana
gangguan itu pada sistem akan mempengaruhi kedudukan
kesetimbangan. Gangguan ini antara lain perubahan pada suhu ini
cenderung menggeser kesetimbangan kearah penyerap kalor (Atkins,
1994).
Umumnya dapat dikatakan bahwa kelarutan endapan bertambah
besar dengan kenaikan suhu, meskipun dalam beberapa hal yang
istimewa (seperti kalium sulfat) terjadi hal yang sebaliknya. Laju
kenaikan dengan suhu berbeda-beda dalam beberapa hal sangat kecil
sekali dsalam hal-hal lainnya sangat besar (Vogel,1990).
Efek panas dalam pembentukkan larutan dapat digunakan dalam
penerapan prinsip Le-Chateliers untuk menghitung efek temperatur
pada kelarutan. Dengan menggunakan terminologi dari termodinamika,
bahwa kandungan panas atau entalpi dari sistem telah meningkat sesuai
dengan jumlah energi termal. Perunahan entalpi untuk proses diberikan
dengan menggurangi entalpi akhir sistem dengan entalpi mula-mula.
Secara umum ∆H positif untuk setiap perubahan perubahan
makroskopik yang terjadi pada tekanan konstan ika energi panas
mengalir dalam sistem saat perubahan terjadi dan negatif jika penas
mengalir keluar. Proses dimana entalpi dalam sistem meningkat disebut
proses endotermik. Sedangkan entalpi yang mengalami penurunan
disebut eksotermik. Pembentukkan apakah larutan itu eksotermik atau
endotermik tergantung pada temperatur dan sifat alamiah dari solute
dan solvent.
Jika entalpi dari larutan adalah negatif peningkatan temperatur
menyebabkan penurunan kelarutan. Kebanyakan padatan solute
memiliki entalpi positif dari larutan sehingga kelarutan mereka
meningkat sesuai dengan kenaikkan temperatur.
Hampir semua perubahan kimia merupakan proses eksotermik
ataupun proses endotermik. Hampir semua perubahan kimia merupakan
proses eksotermik. Kebanyakan, tetapi tidak semua reaksi yang terjadi
secara spontan adalah reaksi eksotermik (Sukardjo, 1997).
III. METODOLOGI

3.1. ALAT
• Termometer • Bulb
• Buret 50mL • Pipet volumemetri 5mL
• Erlenmeyer 250mL • Batang pengaduk
• Baki • Kaca arloji
• Statif & Klem • Corong
• Gelas kimia 1000mL • Spatula
• Gelas kimia 250mL • Pipet tetes
• Penangas air
3.2. BAHAN
• As. Oksalat jenuh • Es batu & garam dapur
• NaOH 0,25M • Akuades
• Indikator PP
3.3. PROSEDUR

Mulai

Dimasukkan 100mL As. oksalat ke erlenmeyer

Disiapkan baki yang diisi air & garam dan diberi es


batu lalu dimasukkan erlenmeyer sebelumnnya

Dilakukan pembakuan NaOH, dititrasi dengan padatan As.


Oksalat yang sudah di larutkan

Duplo N
?

Dilakukan titrasi terhadap 5mL As. oksalat pada


suhu ; 5,10,15,20,25oC

N
Duplo
?

Data Volume (mL) NaOH yang digunakan


untuk titrasi

Selesai
IV. HASIL PERCOBAAN

4.1. HASIL PERCOBAAN


Pada praktikum kali ini, NaOH yang akan digunakan untuk
melakukan titrasi akan di bakukan terlebih dahulu dengan cara dititrasi
oleh As. Oksalat.
Dalam proses tersebut diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 4.1. Data pembakuan NaOH
Titrasi ke- Massa C2H2O4 (g) Volume NaOH (mL)
I 0,1591 10,1
II 0,1591 10,15

Tabel 4.2. Data Volume Titrasi NaOH pada Penaikan suhu


T (oC) rair Volume C2H2O4 V titrasi (NaOH) (mL)
(mL) I II Rata-rata
5 1 5 21,6 21,2 21,4
10 26,8 26,1 26,45
15 29,8 29,7 29,75
20 36,4 36,3 36,35
25 45,6 45,5 45,55

Tabel 4.3. Data Volume Titrasi NaOH pada Penurunan Suhu


T (oC) rair Volume C2H2O4 V titrasi (NaOH) (mL)
(mL) I II Rata-rata
25 1 5 43 45,2 44,1
20 31,6 31,5 31,55
15 30,8 30,5 30,65
10 27,5 27,4 27,45
5 21,5 21,9 21,7
4.2. PEMBAHASAN
Percobaan yang berjudul kelarutan sebagai fungsi temperatur ini
bertujuan untuk memahami pengertian larutan jenuh, menentukan harga
kelarutan dan mengetahui pengaruh temperatur terhadap kelarutan suatu
zat serta dapat menentukan panas pelarutan suatu zat. Panas pelarutan
atau entalpi pelarutan merupakan entalpi yang diperlukan atau
dilepaskan jika 1 mol zat dilakukan dalam sejumlah pelarut sehingga
diperoleh konsentrasi tertentu dari larutan. Dalam percobaan ini kita
akan menentukan panas pelarutan dari asam oksalat. Asam oksalat
merupakan asam dikarboksilat dengan rumus kimia H2C2O4 ; padatan
kristal, tak bewarna, dan bersifat racun. Digunakan dalam laboraturium
sebagai pereaksi analitik (larutan baku), untuk bahan pengelantang,
pembersih logam, dan untuk pembuatan senyawa organik.
Pada percobaan ini kita melihat bagaimana kelarutan dari H2C2O4
pada berbagai temperatur. Baki akan diisi garam, air ledeng, dan batu es
yang berfungsi untuk menurunkan suhu H2C2O4 sehingga nantinya kita
juga dapat melihat kelarutan H2C2O4 pada suhu rendah. Tujuan
penambahan garam adalah untuk menurunkan titik beku campuran
didalam baki agar dapat mencapai suhu yang rendah yaitu dibawah titik
beku air.
Pada perobaan ini dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok yang
pertama mengamati perubahan kelarutan H2C2O4 jika suhunya
dinaikkan dan kelompok kedua mengamati perubahan kelarutan
H2C2O4 jika suhunya diturunkan. Kelompok yang pertama mengamati
kelarutan H2C2O4 pada suhu; 5, 10, 15, 20, 25oC dan kelompok kedua
sebaliknya, yaitu mengamati perubahan kelarutan pada suhu 25, 20, 15,
10, 5oC. 10 ml larutan asam oksalat diambil pada pada setiap suhu
diatas. Kemudian larutan dititrasi dengan larutan NaOH 0,5 M. Titrasi
ini merupakan titrasi asam lemah oleh basa kuat yang biasa disebut
sebagai titrasi alkalimetri.Adapun reaksinya adalah sebagai berikut:
H2C2OH + NaOH → NaHC2O4 + H2O
Sebelum H2C2O4 dititrasi oleh NaOH ,terlebih dahulu kedalam
larutan H2C2O4 ditambahkan indikator pp (fenolftalein). Fenolftalein
merupakan senyawa organik berupa ; padatan kristal, tak bewarna, larut
dalam alkohol dan pelarut organik ; rentang perubahan pH nya adalah 8,2
– 10. Pemilihan indikator pp ini adalah karena titrasi ini merupakan titrasi
asam lemah oleh basa kuat yang memiliki titik ekuivalen diatas 7. Hal itu
cocok dengan rentang perubahan pH dari indikator pp .Indikator pp tidak
bewarna dalam suasana asam dan bewarna merah muda dalam suasana
basa.
Dalam reaksi titrasi ini kita menghitung berapa banyak volume
NaOH yang dibutuhkan untuk menitrasi 5 ml larutan H2C2O4. Mol NaOH
merupakan hasil kali antara konsentrasinya dengan volume NaOH yang
dibutuhkan. Kelarutan H2C2O4 dinyatakan sebagai jumlah mol NaOH
setiap 1000 gram larutan.
Setelah mengetahui volume NaOH yang diperlukan untuk menitrasi
5 ml H2C2O4 maka kemudian kita bisa menentukan harga S (kelarutan)
sebagai jumlah mol NaOH dalam 1000 gram larutan dengan cara :
+,-./ 1 2,-./
S= r345 1 2&67689

Sehingga dibuat grafik ln S terhadap 1/T (K-1) dimana sumbu x ialah


lnS dan sumbu y ialah 1/T. Persamaan garisnya adalah sebagai berikut:
)D& *
lnS = '
% + c

y = a x + b
Sehingga untuk memperpleh nilai ∆H dilakukan subsitusi :
a = -∆H/R
∆H = -mR
Dari grafik hubungan antara 1/T vs lnS kita dapat menentukan nilai
m sabagai kemiringan garisnya. Dengan mengetahui harga m kita bisa
menentukan panas pelarutan (∆H) nya. Dalam hal ini kita akan
mendapatkan dua buah grafik yaitu grafik hubungan antara lnS vs 1/T
jika suhunya dinaikkan serta grafik lnS vs 1/T jika suhunya diturunkan.
Dari grafik hubungan antara lnS vs 1/T jika suhunya dinaikkan
didapatkan nilai a nya -3026,2 dan ∆H 25,26 kJ/mol. Sedangkan dari
grafik hubungan antara lnS vs 1/T jika suhunya diturunkan didapatkan
nilai a nya -2576,8 dan ∆H 21,42 kJ/mol. Harga ∆H dari kedua percobaan
diatas bernilai positif, hal itu berarti kelarutan H2C2O4 bersifat
endotermis. Selain dari grafik hasil percobaan, sifat kelarutan asam
oksalat juga dapat dilihat dari data hasil percobaan. Data hasil percobaan
menunjukkan bahwa volume NaOH yang dibutuhkan untuk menitrasi 5
ml H2C2O4 bertambah jika suhunya dinaikkan dan berkurang jika
suhunya diturunkan. Jumlah volume NaOH yang dibutuhkan berbanding
lurus dengan kelarutan H2C2O4.
Harga ∆H untuk kedua percobaan diatas tidaklah sama besar, hal itu
disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya tingkat ketelitian dalam
penentuan titik ekuivalen dan suhu H2C2O4 pada saat dititrasi dapat
berubah, karena suhu merupakan suatu nilai yang fluktuatif.
V. KESIMPULAN

• Nilai kelarutan (S) C2H2O4 pada proses penaikan suhu sebagai


berikut:
Suhu S
(K) (mol/1000g)
278 1,06
283 1,31
288 1,48
293 1,8
298 2,26

• Nilai kelarutan (S) C2H2O4 pada proses penurunuan suhu sebagai


berikut:

Suhu S
(K) (mol/1000g)
298 2,19
293 1,56
288 1,52
283 1,36
278 1,08

• Nilai DH Kelarutan C2H2O4 pada proses penaikan & penurunan suhu


berturut-turut 2,52 kJ/mol & 2,14 kJ/mol
DAFTAR PUSTAKA

Atkins, PW. 1994. Kimia Fisika. Jakarta: Erlangga.


Day, R., A. Dan Underwood, A. L. 2002. ”Analisis Kimia
Kuantitatif”. Edisi Ke-6. Erlangga. Jakarta.
Chang, R. 2005. “Konsep-konsep Inti Kimia Dasar”. Erlangga.
Jakarta.
Sukardjo, Pr. 1997. Kimia Fisika. Rineka Cipta : Yogyakarta.
Vogel. 1990. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.
Jakarta : PT Kalman
LAMPIRAN

• Perhitungan
Pembakuan larutan NaOH standar :
6 ; <3==3 3=3< >?=3@3A
[NaOH] simplo = :B< 3=3< >?=3@3A ; C D38&E
6 ; F,*HI* J
= L
*6K ; F,F*F*P
MNO

= 0,25 M
6 ; F,*HI* J
[NaOH] duplo = L
*6K ; F,F*F*HP
MNO

= 0,248M
[D38&]=4<S@>T[D38&] UVS@>
[NaOH]rata-rata = 6
F,6H BTF,69W B
= 6

= 0,249 M

Mencari nilai kelarutan (S) :

Nilai S C2H2O4 proses penaikan suhu saat suhu 5oC


+,-./ 1 2,-./
S = r345 1 2&67689

F,69IXY" 1 6*,9XZ
= * 1 HXZ

= 1,06

Untuk nilai S C2H2O4 proses penaikan suhu saat suhu

10, 15, 20, 25oC mengikuti langkah diatas yang diganti ialah V

rata-rata yang digunakan dalam menitrasi C2H2O4 pada setiap

suhu. Begitu pula pada proses penurunan suhu C2H2O4 .


Tabel 7.2. Nilai S pada proses penaikan suhu
T 1/T S Ln S
(K) (K-1) (mol/1000g)
278 0,0036 1,06 0,06
283 0,0035 1,31 0,27
288 0,0035 1,48 0,39
293 0,0034 1,80 0,59
298 0,0034 2,26 0,82

Tabel 7.2. Nilai S pada proses penurunan suhu


T 1/T S Ln S
(K) (K-1) (mol/1000g)
298 0,0033 2,19 0,78
293 0,0034 1,56 0,45
288 0,0035 1,52 0,42
283 0,0035 1,36 0,31
278 0,0036 1,08 0,07

Mencari nilai DH kelarutan pada proses penaikan suhu dan

penurunan suhu C2H2O4 :

Pers. Garis lnS vs 1/T pada proses penaikan suhu :

y = -3026,2 x + 10,939
)D& *
lnS = '
% + c

)D&
'
= -3026,2 R = 8,314J/K.mol

-DH = -3026,2 x 8,314

DH = 25,16 kJ/K.mol
Pers. Garis lnS vs 1/T pada proses penaikan suhu :

y = -2576,8 x + 9,359
)D& *
lnS = '
% + c

)D&
= -2576,8 R = 8,314J/K.mol
'

-DH = 2576,8 x 8,314

DH = 21,42 kJ/K.mol

Grafik

Grafik Penaikan Suhu


y = -3026,2x + 10,939
0,9 R² = 0,9884
0,8
0,7
0,6
0,5 Kurva Penaikan Suhu
Ln S

0,4
0,3 Linear (Kurva
0,2 Penaikan Suhu)
0,1
0
0,0033 0,0034 0,0035 0,0036 0,0037
1/T

Grafik Penurunan Suhu


0,9
0,8 y = -2576,8x + 9,359
R² = 0,9169
0,7
0,6
0,5
Kurva Penurunan
Ln S

0,4 Suhu
0,3 Linear (Kurva
0,2 Penurunan Suhu)

0,1
0
0,0033 0,0034 0,0035 0,0036 0,0037
1/T

Anda mungkin juga menyukai