PENDAHULUAN
Suatu zat dikatakan tak larut, jika zat tersebut larut dalam jumlah
yang sangat sedikit. Kelarutan suatu zat akan tergantung pada
temperatur dan tekanan yang diberikan. Jumlah maksimal zat terlarut
dalam sejumlah tertentu pelarut dan pada suhu tertentu merupakan
ukuran kelarutan suatu zat yang larut tersebut (Chang, 2005).
Kelarutan adalah jumlah zat yang dapat larut dalam sejumlah pelarut
sampai membentuk larutan jenuh. Adapun cara menentukan kelarutan
suatu zat ialah dengan mengambil sejumlah tertentu pelarut murni,
misalnya 1 liter. Kemudian memperkirakan jumlah zat yang dapat
membentuk larutan lewat jenuh, yang ditandai dengan masih
terdapatnya zat padat yang tidak larut. Setelah dikocok ataupun diaduk
akan terjadi kesetimbangan antara zat yang larut dengan zat yang tidak
larut (Atkins, 1994).
Persamaan Van’t Hoff merupakan suatu bentuk persamaan umum
yang menyatakan tentang hubungan tetapan kesetimbangan suatu
proses dengan suhu pada tekanan tetap. Adapun persamaan tersebut
dapat dituliskan sebagai berikut :
!"#$ D&
!%
= '% (
(Atkins, 1994)
Kelarutan bergantung pada berbagai kondisi seperti suhu, tekanan,
konsentrasi bahan – bahan lain dalam larutan itu,dan pada komposisi
pelarutnya.
Kelarutan zat menurut suhu sangat berbeda–beda. Pada suhu tertentu
larutan jenuh yang bersentuhan dengan zat terlarut yang tidak larut
dalam larutan itu adalh sebuah contoh mengenai kesetimbangan
dinamik. Karena dihadapkan dengan sistem kesetimbangn, dapat
menggunakan prinsip le chatelier. Untuk menganalisis bagaimana
gangguan itu pada sistem akan mempengaruhi kedudukan
kesetimbangan. Gangguan ini antara lain perubahan pada suhu ini
cenderung menggeser kesetimbangan kearah penyerap kalor (Atkins,
1994).
Umumnya dapat dikatakan bahwa kelarutan endapan bertambah
besar dengan kenaikan suhu, meskipun dalam beberapa hal yang
istimewa (seperti kalium sulfat) terjadi hal yang sebaliknya. Laju
kenaikan dengan suhu berbeda-beda dalam beberapa hal sangat kecil
sekali dsalam hal-hal lainnya sangat besar (Vogel,1990).
Efek panas dalam pembentukkan larutan dapat digunakan dalam
penerapan prinsip Le-Chateliers untuk menghitung efek temperatur
pada kelarutan. Dengan menggunakan terminologi dari termodinamika,
bahwa kandungan panas atau entalpi dari sistem telah meningkat sesuai
dengan jumlah energi termal. Perunahan entalpi untuk proses diberikan
dengan menggurangi entalpi akhir sistem dengan entalpi mula-mula.
Secara umum ∆H positif untuk setiap perubahan perubahan
makroskopik yang terjadi pada tekanan konstan ika energi panas
mengalir dalam sistem saat perubahan terjadi dan negatif jika penas
mengalir keluar. Proses dimana entalpi dalam sistem meningkat disebut
proses endotermik. Sedangkan entalpi yang mengalami penurunan
disebut eksotermik. Pembentukkan apakah larutan itu eksotermik atau
endotermik tergantung pada temperatur dan sifat alamiah dari solute
dan solvent.
Jika entalpi dari larutan adalah negatif peningkatan temperatur
menyebabkan penurunan kelarutan. Kebanyakan padatan solute
memiliki entalpi positif dari larutan sehingga kelarutan mereka
meningkat sesuai dengan kenaikkan temperatur.
Hampir semua perubahan kimia merupakan proses eksotermik
ataupun proses endotermik. Hampir semua perubahan kimia merupakan
proses eksotermik. Kebanyakan, tetapi tidak semua reaksi yang terjadi
secara spontan adalah reaksi eksotermik (Sukardjo, 1997).
III. METODOLOGI
3.1. ALAT
• Termometer • Bulb
• Buret 50mL • Pipet volumemetri 5mL
• Erlenmeyer 250mL • Batang pengaduk
• Baki • Kaca arloji
• Statif & Klem • Corong
• Gelas kimia 1000mL • Spatula
• Gelas kimia 250mL • Pipet tetes
• Penangas air
3.2. BAHAN
• As. Oksalat jenuh • Es batu & garam dapur
• NaOH 0,25M • Akuades
• Indikator PP
3.3. PROSEDUR
Mulai
Duplo N
?
N
Duplo
?
Selesai
IV. HASIL PERCOBAAN
y = a x + b
Sehingga untuk memperpleh nilai ∆H dilakukan subsitusi :
a = -∆H/R
∆H = -mR
Dari grafik hubungan antara 1/T vs lnS kita dapat menentukan nilai
m sabagai kemiringan garisnya. Dengan mengetahui harga m kita bisa
menentukan panas pelarutan (∆H) nya. Dalam hal ini kita akan
mendapatkan dua buah grafik yaitu grafik hubungan antara lnS vs 1/T
jika suhunya dinaikkan serta grafik lnS vs 1/T jika suhunya diturunkan.
Dari grafik hubungan antara lnS vs 1/T jika suhunya dinaikkan
didapatkan nilai a nya -3026,2 dan ∆H 25,26 kJ/mol. Sedangkan dari
grafik hubungan antara lnS vs 1/T jika suhunya diturunkan didapatkan
nilai a nya -2576,8 dan ∆H 21,42 kJ/mol. Harga ∆H dari kedua percobaan
diatas bernilai positif, hal itu berarti kelarutan H2C2O4 bersifat
endotermis. Selain dari grafik hasil percobaan, sifat kelarutan asam
oksalat juga dapat dilihat dari data hasil percobaan. Data hasil percobaan
menunjukkan bahwa volume NaOH yang dibutuhkan untuk menitrasi 5
ml H2C2O4 bertambah jika suhunya dinaikkan dan berkurang jika
suhunya diturunkan. Jumlah volume NaOH yang dibutuhkan berbanding
lurus dengan kelarutan H2C2O4.
Harga ∆H untuk kedua percobaan diatas tidaklah sama besar, hal itu
disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya tingkat ketelitian dalam
penentuan titik ekuivalen dan suhu H2C2O4 pada saat dititrasi dapat
berubah, karena suhu merupakan suatu nilai yang fluktuatif.
V. KESIMPULAN
Suhu S
(K) (mol/1000g)
298 2,19
293 1,56
288 1,52
283 1,36
278 1,08
• Perhitungan
Pembakuan larutan NaOH standar :
6 ; <3==3 3=3< >?=3@3A
[NaOH] simplo = :B< 3=3< >?=3@3A ; C D38&E
6 ; F,*HI* J
= L
*6K ; F,F*F*P
MNO
= 0,25 M
6 ; F,*HI* J
[NaOH] duplo = L
*6K ; F,F*F*HP
MNO
= 0,248M
[D38&]=4<S@>T[D38&] UVS@>
[NaOH]rata-rata = 6
F,6H BTF,69W B
= 6
= 0,249 M
F,69IXY" 1 6*,9XZ
= * 1 HXZ
= 1,06
10, 15, 20, 25oC mengikuti langkah diatas yang diganti ialah V
y = -3026,2 x + 10,939
)D& *
lnS = '
% + c
)D&
'
= -3026,2 R = 8,314J/K.mol
DH = 25,16 kJ/K.mol
Pers. Garis lnS vs 1/T pada proses penaikan suhu :
y = -2576,8 x + 9,359
)D& *
lnS = '
% + c
)D&
= -2576,8 R = 8,314J/K.mol
'
DH = 21,42 kJ/K.mol
Grafik
0,4
0,3 Linear (Kurva
0,2 Penaikan Suhu)
0,1
0
0,0033 0,0034 0,0035 0,0036 0,0037
1/T
0,4 Suhu
0,3 Linear (Kurva
0,2 Penurunan Suhu)
0,1
0
0,0033 0,0034 0,0035 0,0036 0,0037
1/T