Anda di halaman 1dari 13

Perlawanan Bangsa Indonesia

“Bagaimana bentuk perlawanan bangsa


Indonesia terhadap kolonialisme pada
abad ke-19?”
Annisa Sophia Rainy (1506732702)
Dhelia Puri Ariani (1506684716)
Judith Novita Sari (1506755800)
Risda Dewi Sartika (1506684501)
Struktur Perlawanan

Pimpinan Sistem Peralatan


dan Pengikut Perbentengan dan Taktik
Pimpinan dan Pengikut

Bangsawan: Tokoh Agama atau Ulama: Semboyan:


● Memiliki pengikut setia ● Sebagai penasehat, ● Memberikan pegangan
dari dalam kerajaan pemberi landasan mental di kalangan
● Lebih mudah keyakinan untuk pengikut
mengerahkan massa mempertebal ● Semboyan yang
untuk berperang semangat dan tekad mengandung unsur
berperang agama memiliki
● Landasan kerohanian pengaruh besar dalam
sangat diperlukan saat mempertebal
berperang semangat juang.
Contoh: Perang Jihad,
Perang Melawan Kafir,
dsb
Sistem Perbentengan

● Dalam perang tentunya dibutuhkan suatu benteng sebagai tempat kedudukan


pasukan/berkumpulnya pasukan sebelum dikerahkan ke medan perang
● Tempat berdirinya benteng serta dimensi dari benteng tersebut dibangun sesuai
dengan kondisi alam dan kebutuhan pasukan

● Contoh: Diponegoro memilih Gua Selarong sebagai pusat sementara pasukan yang
baru tengah ia susun; dikelilingi lembah di timur dan selatan, jika didaki dari arah gua
akan terbuka jalan untuk bergerak ke arah barat dan utara. Gua di bukit Menoreh juga
pernah digunakan; markas pasukan Diponegoro umumnya bersifat sementara karena
gaya perlawanannya yang suka berpindah-pindah
Peralatan dan Taktik
● Kebanyakan senjata yang digunakan oleh pasukan Indonesia ialah senjata tradisional
(misal: bandil/pelempar batu, tongkat kayu, tombak, keris, pedang, panah), senjata
senapan belum terlalu banyak digunakan jikapun ada yang menggunakan kebanyakan
merupakan hasil rampasan perang dari Belanda
● Intinya adalah pasukan Indonesia menggunakan berbagai alat yang bisa digunakan
untuk melawan Belanda dan menggunakan berbagai macam cara, seperti mencegat
prajurit yang keluar markas hingga menyerang secara gerilya
● Di Kalimantan, keadaan alam yang masih berupa hutan rimba dan rawa-rawa
memberikan keuntungan besar bagi para pejuang Indonesia, mereka biasanya
memasang jebakan-jebakan di dalam hutan yang sekiranya akan dilalui pasukan
Belanda. Pohon yang tinggi-tinggi juga dipanjat oleh pejuang Indonesia untuk
mengintai pasukan Belanda.
Perang di Saparua (1817)
● Perang di Saparua dikenal pula dengan sebutan perlawanan Thomas Matulessi karena dalam
perlawanan ini Thomas Matulessi yang menjadi pimpinan perlawanan
● Pemberontakan terjadi karena kegelisahan masyarakat akibat penyerahan kembali daerah Maluku
dari tangan Inggris ke Belanda
○ Sebelumnya penyerahan-wajib dan kerja-wajib (verplichte leverantien, herendiensten) dihapus pada
pemerintahan Inggris, namun pemerintah Belanda mengharuskannya lagi
○ Tarif barang yang disetor diturunkan dan pembayaran ditunda-tunda
○ Penggantian uang kertas sebagai pengganti uang logam
○ Belanda menggerakkan tenaga dari kepulauan Maluku untuk menjadi soldadu dalam tentara kolonial
○ Faktor lain Peristiwa yang menyangkut Anthony Rhebok, Philip Latumahina dan Daniel Sorbach akibat
mengalami percekcokan saat minum-minum sehingga kedua orang tersebut mengalami hukuman
pukulan rotan, yang akhirnya membangkitkan rasa dendam terhadap Residen Van Den Berg.
Perang Paderi (1819 - 1832)
● Perang Paderi melawan Belanda sudah ada sejak tahun 1821 - 1838. Pada awal abad XIX gerakan
kaum Wahabbi dengan puritanismenya melanda Sumatera Barat
○ Membersihkan kehidupan agama Islam dari pengaruh kebudayaan setempat yang menyalahi ajaran Islam
ortodoks
● Perang Paderi melawan Belanda terbagi menjadi tiga masa
○ Tahun 1821 – 1825 → ditandai dengan meluasnya perlawanan rakyat ke seluruh daerah Minangkabau → tujuan
kaum Paderi bukan hanya untuk mematahkan posisi kaum adat, tetapi juga untuk mengusir belanda dari
Sumatera Barat
○ Tahun 1825 – 1830 →ditandai dengan sedikit redanya perang karena Belanda berhasil mengadakan perjanjian
dengan sebagian kaum Paderi yang lelah bertempur, juga karena Belanda tidak dapat mengerahkan tenaganya
berhubung dengan adanya perlawanan rakyat di Jawa yaitu perlawanan Pangeran Diponegoro
○ 1830 – 1838 → ditandai dengan perlawanan yang lebih hebat dari kaum Paderi dan penyerbuan Belanda secara
besar-besaran, diakhiri dengan tertangkapnya pemimpin-pemimpin Paderi →tahun 1831 selesai penumpasan
perlawanan Diponegoro di Jawa
Perang Diponegoro (1825 - 1830)

● Permulaan Perang Diponegoro terjadi pada tanggal 20 Juni 1825


● Penyebab muncul Perang Diponegoro
○ Sebab utama Perang Diponegoro adalah peristiwa yang terjadi di Keraton Yogyakarta maupun wilayah
sekitarnya, sebagai akibat dari ikut campurnya kekuasaan asing dalam tata pemerintahan kerajaan – Belanda.
○ Tahun 1816 kekuasaan penjajah kembali ke tangan Belanda yang menyebabkan timbul peraturan baru
○ Yang meledakkan perang ialah provokasi yng dilakukan penguasa Belanda yang merencanakan pembuatan jalan
menerobos tanah Pangeran Diponegoro dan membongkar makam keramat
● Kota Yogyakarta dikepung agar terjadi kelaparan dan penduduk Belanda merasa terancam, pembunuhan dan
perampokan terjadi. Perang ini dilaksanakan dengan taktik gerilya yang menyebar luar kemana-mana, Semarang dan
daerah pantai sekitarnya.
● Tanggal 28 Maret 1830, Pangeran Diponegoro ditawan dan diantar ke Semarang untuk selanjutnya lewat Batavia
dibuang ke Manado.
Perlawanan Sulawesi Selatan (1600an -
1825an
Sejak Belanda melakukan ekspansi dengan membangun kantor dagang di Sulawesi Selatan tahun 1607,
hubungan Belanda dengan masyarakat Sulawesi Selatan terjalin dengan baik. Meskipun terjadi pula
perlawanan kekuasaan asing yang dipimpin oleh Sultan Hasanuddin tahun 1666

● Perjanjian Bonggaya (1667) memberikan kesempatan bagi Belanda menguasai Sulawesi Selatan.
● Pengawasan Belanda yang kurang terhadap wilayah kekuasaannya di Sulawesi membuat daerah
tersebut kembali ke kuasaan raja setempat sebagai tanah pinjaman.
● Kerajaan-kerajaan yang melakukan perlawanan terhadap Belanda adalah Kerajaan Tanetta, Suppa,
dan Bone.
● Kerajaan Bone merupakan kerajaan terkuat dan berpengaruh dalam perlawanan menghadapi
Belanda.
● Pertempuran terus ada sampai akhir abad 19
Perang Banjar
Kedatangan Belanda pada abad ke-16 untuk mengeksploitasi hasil alam di Kalimantan Selatan tidak
disambut baik oleh orang-orang Banjar. Kebencian kepada Belanda mulai memuncak ketika terjadi
perpindahan tahta dari Pangeran Abdulrakhman kepada Pangeran Tamjidillah.

Pertempuran di Banjar mengalami pasang surut hingga tahun 1906 pertempuran tersebut dapat dikatakan
sudah berakhir karena sebagian besar rakyat telah menyerah.

Strategi yang dilakukan oleh rakyat di antaranya adalah dengan membangun benteng, melakukan
perlawanan secara gerilya, strategi ‘beratip dan beamal’, hingga melakukan perkawinan antara keluarga
Pagustian dengan putera-putera rakyat untuk melawan Belanda yang ingin memperkecil pengaruh
Pegustian di kalangan rakyat.
Perang Jagaraga
Perang Jagaraga yang terjadi pada tahun 1848 dan 1849, diawali dari perang Buleleng pada tahun 1846.

● Belanda menuduh raja Buleleng tidak menepati perjanjian pada tahun 1841 dan 1843. Di samping itu,
sering terjadinya tawan karang kepada kapal-kapal Belanda yang ada di daerah kekuasaanya.
● Perjanjian penghapusan tawan karang sering kali dilakukan oleh Belanda namun kerajaan Buleleng
juga sering tidak mengindahkan perjanjian tersebut.
○ Hal ini dilakukan untuk mempertahankan adat yang mempunyai segi religius dan ekonmis yang tidak bisa begitu
saja dihapuskan
● Peperangan dipimpin oleh Patih I Gusti Ketut Jlantik Gingsir
● Pertahanan yang dilakukan dengan membangun benteng-benteng dan membangun parit dan pagar-
pagar bambu beruncing untuk menghambat kedatangan Belanda. Senjata yang digunakan berupa
tombak keris, sumpitan, panahan.
● Perang Buleleng dan Perang Jagaraga I, dimenangkan oleh Kerajaan Buleleng. Sedangkan Perang
Jagaraga II dimenangkan oleh Belanda.
Perang Aceh

Perlawanan rakyat Aceh dalam menghadapi Belanda dimulai ketika Inggris dan Belanda menandatangani
traktat Sumatera pada tahun 1871. Mengetahui hal tersebut, Kerajaan Aceh kemudian meminta bantuan
kepada Turki, Amerika, dan Italia untuk menghadapi ancaman pihak Belanda yang ingin memperluas
kekuasaannya di pulau Sumatera.

Strategi yang dilakukan oleh rakyat Aceh adalah dengan mendirikan benteng, perang gerilya, hingga
mengkhotbahkan perang sabil (hikayat perang sabil) untuk memberikan semangat jihad melawan Belanda.

Belanda cukup kesulitan menghadapi Aceh karena orang-orang Aceh sangat berani dan gigih dalam
memperjuangkan kaumnya. Cara-cara seperti memberikan ultimatum kepada Sultan Aceh, memutus
hubungan jalur laut, hingga membangun Masjid Agung tidak memberikan keuntungan yang berarti untuk
Belanda.
Perlawanan Si Singa Mangaraja
● Belanda mulai memasuki tanah Batak pada tahun 1860 dan mulai melakukan misi kristenisasi.
● Kedatangan Belanda dianggap membahayakan bagi tanah Batak sehingga Si Singa Mangaraja XII
mulai menggerakan rakyat untuk menentang ajaran yang dibawa oleh Belanda
● Pada tahun 1878, mulai terjadi pertempuran-pertempuran hebat di tanah Batak.
● Rakyat Batak memiliki benteng pertahanan berupa benteng alam dan benteng buatan.
● Daerah-daerah yang berhasil ditaklukan oleh Belanda, seperti Silindung dan D. Toba diharuskan untuk
membayar denda.
● Pertahanan rakyat Batak dan kekuatan Si Singa Mangaraja yang semakin melemah membuat
sebagian besar tanah Batak berhasil dikuasai oleh Belanda
● Pertempuran melawan Belanda ditutup dengan dibunuhnya Si Singa Mangaraja pada tahun 1907,
dan tanah Batak dengan semua struktur kehidupan tradisionalnya berhasil direbut oleh Belanda

Anda mungkin juga menyukai