Anda di halaman 1dari 31

44

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Pengkajian
Kasus 1 (A1)
Klien bernama An.I berumur 12 tahun , lahir di Cianjur pada
tanggal 25 November 2006 dan berjenis kelamin laki-laki. Klien
tinggal bersama ibu dan ayahnya di Kp. Cimenteng Kabupaten Cianjur.
Klien masuk rumah sakit pada tanggal 11-03-2019 dengan diagnosa
medis Demam Typhoid dan peneliti melakukan pengkajian pada klien
tanggal 14-03-2019. Keluarga yang dapat dihubungi yaitu Ny.N usia
29 tahun selaku ibu klien, beliau bekerja sebagai ibu rumah tangga dan
pendidikan terakhirnya SMA.
Pada saat dilakukan pengkajian ibu klien mengeluh anaknya
demam disertai mual muntah. Demam di rasakan 7 hari sebelum
masuk rumah sakit dengan suhu 38.20C. Demam sering meningkat
pada malam dan sore hari serta menurun pada pagi hari. Ibu klien
mengatakan bahwa sebelumnya klien belum pernah sakit/dirawat di
rumah sakit. Ibu klien mengatakan bahwa anggota keluargannya tidak
ada yang mengalami penyakit yang sama seperti klien.
Ibu klien mengatakan selama masa kehamilan saat mengandung
An.I tidak pernah mengalami pendarahan maupun kelainan saat
kehamilan juga sering memeriksakan kehamilanya ke bidan desa. An.I
lahir spontan di bidan desa dengan berat lahir 3100 gram dan panjang
lahir 48 cm, Ibu klien mengatakan tidak ada kelainan maupun
perdarahan saat persalinan. Ibu klien juga mengatakan dulu klien
sudah mengikuti proses imunisasi dasar lengkap mulai dari BCG, DPT
I, DPT II, DPT III, Polio 1, 2, 3, Hepatitis B 1,2,3, dan campak di
posyandu dan bidan setempat.
Pola kebiasaan sehari-hari (ADL) klien mengalami masalah pada
nutrisi karena di sebabkan nafsu makan menurun porsi makan hanya
45

menghabiskan ¼ porsi. Pada eliminasi mengalami gangguan karena


intake cairan yang di keluarkan tidak sebanding dengan intake cairan
yang masuk. Sedangkan untuk pola istirahat tidur klien mengatakan
susah tidur, ingin tidur dirumah, mudah marah, dengan hasil skor 40
(20-100) dengan pengukuran metode CSHQ.
Pemeriksaan fisik klien menunjukan keadaan umum klien lemas,
tampak cemas. kesadaran composmentis dengan GCS (E4V5M6) tanda-
tanda vital di dapatkan respirasi 18x/Menit, nadi 120x/menit dan suhu
o
39.2 C. Pemeriksaan kepala didapatkan bentuk kepala simetris,
rambut berwarna hitam merata, tidak ada bejolan, tidak ada nyeri tekan
pada kepala. Pada mata didapatkan bentuk kedua mata simetris, tidak
menggunakan alat bantu seperti kacamata, pupil bulat, konjungtiva
anemis sclera tidak ikterik.
Pada pemeriksaan hidung didapatkan, bentuk kedua lubang hidung
simetris fungsi penciuman baik dan tidak ada nyeri tekan. Pada telinga
tidak ada serumen, kedua telinga bentuknya simetris, fungsi
pendengaran baik dan tidak ada nyeri tekan pada kedua telinga. Pada
pemeriksaan mulut didapatkan mulut tampak lembab, tidak ada karies
pada gigi, tidak ada karang gigi, lidah lotor/putih, kemerahan pada
tenggorokan dan tonsil serta tidak ada nyeri tekan pada area
bibir/mulut. Pada leher tidak ada pembesaran JVP, tidak ada
pembesaran kelejar tyroid dan tidak ada nyeri tekan pada leher.
Pada periksaan thorak warna kulit merata, tarikan dinding dada
simetris, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan pada thorak kanan dan
kiri. Hasil auskultasi bunyi nafas vesikuler tidak ada suara nafas
tambahan. Abdomen ditemukan warna kulit merata, tidak ada lesi,
bising usus 12x/menit, tidak ada nyeri tekan di area abdomen dan
terdengar suara timpani pada saat di perkusi. Ektremitas atas terpasang
infus di tangan kanan, tidak ada lesi di kedua tangan, turgor kulit < 2
detik dan tidak ada nyeri tekan di kedua tangan. Esktremitas bawah
tidak terdapat lesi di kedua kaki, tidak ada edema dan tidak ada nyeri
46

tekan di kedua kaki. Pada genetalia tidak ada lesi dan tidak ada nyeri
tekan.
Terapi pengobatan yang diberikan pada klien yaitu infus ringer
lactat melalui intravena, ceptriaxon 2x1 gram pemeberian melaui
intravena pada pukul 05:00 dan 17:00 WIB. Omeprazole 1x20 mg
pemberian melalui intravena pada pukul 17:00 WIB dan paracetamol
syrup 1 sdt setiap 4 jam sekali.
Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 12-03-2019 hematologi
lengakap terdapat gangguan pada haemoglobin 12,4 (13,5-17,5 g/dL),
Hematrokrit 37,4 (42-52 %), eritrosit 4,59 (4,7-6,1 10^6/L), PDW
15,4 (9-14 fL), differntial limfosit % 8,5 (26-36 %), diferential
eosinofil% 0,3 (1-3 %), Absolut limfosit# 0,52 (1.00-1,4310^6/L).
Hasil pemeriksaan laboratorium elektrolit terdapat gangguan pada
cacium ion 0,98 (1,15-1,29 mmol/L). Hasil pemeriksaan
imunoserologi (widal) salmonella typhi-0 Negatif (Negatif) dan
Salmonella T yphi-H Positif 1/40 (Negatif).

Kasus II (A2)
Klien bernama An.T berumur 9 tahun , lahir di Kabupaten Cianjur
pada tanggal 11 juni 2010 dan berjenis kelamin laki-laki. Klien tinggal
bersama ibu dan ayahnya di Kp.Cintakarya Kecamatan Mande
Kabupaten Cianjur. Klien masuk rumah sakit pada tanggal 23-03-2019
dengan diagnosa medis Demam Typhoid dan peneliti melakukan
pengkajian pada klien tanggal 26-03-2019. Keluarga penanggung
jawab yaitu Tn.E usia 43 tahun selaku Ayah klien, beliau bekerja
sebagai wiraswasta dan pendidikan terakhirnya SMA.
Pada saat dilakukan pengkajian ibu klien mengeluh anaknya
demam. Demam dirasakan di seluruh tubuh dengan suhu 38,20C.
Demam sering meningkat pada malam dan sore hari serta menurun
pada pagi hari. Ibu klien mengatakan bahwa seminggu yang lalu klien
dirawat di rumah sakit dengan penyakit atau diagnosa medis yang
sama.
47

Di keluarga klien tidak ada anggota yang mengalami penyakit yang


sama seperti klien. Ibu klien mengatakan selama masa kehamilan saat
mengandung An.T tidak pernah mengalami pendarahan maupun
kelainan saat kehamilan juga sering memeriksakan kehamilanya ke
bidan desa. An.T lahir spontan di bidan desa dengan berat lahir 3200
gram dan panjang lahir 50 cm, Ibu klien mengatakan tidak ada
kelainan maupun perdarahan saat persalinan. Ibu klien juga
mengatakan dulu klien sudah mengikuti proses imunisasi dasar
lengkap mulai dari BCG, DPT I, DPT II, DPT III, Polio 1, 2, 3,
Hepatitis B 1,2,3, dan campak di posyandu dan bidan setempat.
Pola kebiasaan sehari-hari (ADL) klien mengalami masalah pada
nutrisi karena di sebabkan nafsu makan menurun porsi makan hanya
menghabiskan ¼ porsi dan klien mengeluhkan nyeri menelan. Pada
eliminasi mengalami gangguan karena intake cairan yang di keluarkan
tidak sebanding dengan intake cairan yang masuk. Sedangkan untuk
pola istirahat tidur ibu klien mengatakan anaknya sulit tidur, rewel
dengan hasil skor 20 (20-100) dengan pengukuran metode CSHQ.
Pemeriksaan fisik klien menunjukan keadaan umum klien lemas,
tampak cemas dan gelisah. Kesadaran composmentis dengan GCS
(E4V5M6) tanda-tanda vital di dapatkan respirasi 120x/Menit, nadi
120x/menit dan suhu 38.2oC. Pemeriksaan kepala didapatkan bentuk
kepala simetris, distribusi rambut berwarna hitam merata, warna
rambut hitam merata, tidak ada benjolan, tidak ada lesi, tidak ada nyeri
tekan pada kepala. Pada mata didapatkan kedua mata simetris, tidak
menggunakan alat bantu penglihatan seperti kacamata, konjungtiva
anemis, sclera tidak ikterik, tidak ada nyeri tekan pada mata.
Pada pemeriksaan hidung didapatkan bentuk kedua lubang hidung
simetris, tidak ada secret, tidak ada pendarahan, tidak ada lesi,fungsi
penciuman baik. Pada telinga bentuk kedua telinga simetris, tidak ada
serumen, fungsi pendengaran baik dan tidak ada nyeri tekan pada
kedua telinga. Pada pemeriksaan mulut didapatkan mulut tampak
lembab, tidak ada karies pada gigi, tidak ada karang gigi, lidah
48

lotor/putih, kemerahan pada tenggorokan dan tonsil serta tidak ada


nyeri tekan pada area bibir/mulut. Pada leher tidak ada pembesaran
JVP, tidak ada pembesaran kelejar tyroid dan tidak ada nyeri tekan
pada leher.
Pada periksaan thorak warna kulit merata, tarikan dinding dada
simetris, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan pada thorak kanan dan
kiri. Hasil auskultasi bunyi nafas vesikuler tidak ada suara nafas
tambahan. Abdomen ditemukan warna kulit merata, tidak ada lesi,
bising usus 12x/menit .
Ektremitas atas terpasang infus di tangan kiri, tidak ada lesi di
kedua tangan, turgor kulit < 2 detik dan tidak ada nyeri tekan di kedua
tangan. Ektremitas bawah tidak terdapat lesi di kedua kaki, tidak ada
edema dan tidak ada nyeri tekan di kedua kaki. Klien mengatakan di
genetalia tidak ada lesi dan tidak ada nyeri tekan.
Terapi pengobatan yang diberikan pada klien yaitu infus ringer
lactak melalui intravena, ceptriaxon 1x2 gram pemeberian melaui
intravena pada pukul 17:00 WIB. Dexsametason 2x1 gram pemberian
melalui intravena pada pukul 05:00 dan 17:00 WIB, Ondansetron
2x6gram melalui intravena 05:00 dan 17:00 WIB, Antasid 2x1 cth
melaui oral 05:00 dan 17:00 sebelum makan dan paracetamol 3x ½
tablet panas.
Hasi pemeriksaan laboratorium pada tanggal 24-03-2019
hematologi lengakap terdapat gangguan pada MCV 69,8 (80-90 fL),
MCH 22,7 (27-31 pg), MCHC 32,5 (33-37 %), PDW 15,6 (9-14
fL),MPV 7,2 (8-12 fL) differntial limfosit % 15,5 (26-36 %). Hasil
pemeriksaan laboratorium elektrolit terdapat gangguan pada cacium
ion 0,98 (1,15-1,29 mmol/L). Hasil pemeriksaan pada tanggal 02-04-
2019 imunoserologi (widal) salmonella typhi-0 Positif 1/80 (Negatif)
dan Salmonella T yphi-H Positif 1/80 (Negatif).
49

2. Diagnosa Keperawatan
Kasus 1 (A1)
Diagnosa yang muncul pada A1 Tanggal 15-03-2019 diantranya:
Hipertermi berhubungan dengan pengeluaran endotoksin yang
merangsang sintesis dan pelepasan pirogen sehingga mempengaruhi
pusat termoregulasi.. Hipertermi ini disebabkan karena bakteri
salmonella typhi yang menyebar melalui 5F (food, finggers, fly,
formita dan feses) sehingga masuk ke saluran pencernaan. Sebagian
bakteri ini ada yang dimusnahkan di lambung dan sebagian bakteri
yang tidak termusnahkan di lambung akan masuk ke halus dan
peredaran darah. Dari peredaran darah bakteri salmonella akan
menginvasi jaringan limfoid (hati dan limpa) setelah enginvasi di
jaringan limfoid bakteri salmonella ini akan mereinnfeksi diusus halus
(berkembang biak) sehingga akan mengelurakan endotoks yang
merangsan sintesis da pelepasan pirogen sehingga sampai ke
hipotalamus. Hipotalamus itu sendiri akan mempengaruhi pusat
termoregulasi sehingga muncul diagnosa keprawatan hipertermi.
Data subjektifnya ibu klien mengeluh anaknya demam dan data
objektifnya terdapat tanda-tanda vital respirasi 18x/menit, nadi 120
x/menit, suhu 39.2 0C, dan hasil laboratorium imunoserologi (widal)
salmonella typhi-0 Negatif (Negatif) dan Salmonella T yphi-H Positif
1/40 (Negatif).
Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat. Resiko tinggi nutrisi kurang
dari kebutuhan disebab oleh bakteri salmonella typhi yang menyebar
melalui 5F (food, finggers, fly, formita dan feses) sehingga masuk ke
saluran pencernaan. Sebagian bakteri ini ada yang dimusnahkan di
lambung dan sebagian bakteri yang tidak termusnahkan di lambung
akan masuk ke halus dan peredaran darah. Dari peredaran darah
bakteri salmonella akan menginvasi jaringan limfoid (hati dan limpa)
setelah enginvasi di jaringan limfoid bakteri salmonella ini akan
mereinnfeksi diusus halus (berkembang biak) sehingga akan
50

mengelurakan endotoksi yang merangsang sintesis dan pelepasan


pirogen.
Bakteri yang menyebar ke seluruh tubuh melalui sistem peredaran
darah dapat menyebabkan terjadinya tukak mukosa sehingga intake
nutrisi tidak adekuat Data subjektif ibu klien mengeluh nafsu makan
anaknya menurun. Data objektif, porsi makan habis ¼ porsi, bising
usus 12x/menit, tanda-tanda vital respirasi 18x/menit, nadi 120 x/menit,
suhu 39.2 0C.
Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan proses evaporasi
dan intake cairan yang tidak adekuat. Resiko defisit volume cairan ini
disebabkan oleh bakteri salmonella typhi yang menyebar melalui 5F
(food, finggers, fly, formita dan feses) sehingga masuk ke saluran
pencernaan. Sebagian bakteri ini ada yang dimusnahkan di lambung
dan sebagian bakteri yang tidak termusnahkan di lambung akan masuk
ke halus dan peredaran darah. Dari peredaran darah bakteri salmonella
akan menginvasi jaringan limfoid (hati dan limpa) setelah menginvasi
di jaringan limfoid bakteri salmonella ini akan mereinnfeksi diusus
halus (berkembang biak) sehingga akan mengelurakan endotoksi yang
merangsang sintesis dan pelepasan pirogen sehingga sampai ke
hipotalamus.
Hipotalamus itu sendiri akan mempengaruhi pusat termoregulasi
sehingga terjadi evaporasi dan menimbulkan diagnosa keperawatan
resiko difisit volume cairan. Data subjektif ibu klien mengatakan
bahwa klien jarang minum. Data Objektif konjungtiva anemis,
terpasang infus Ringer Lactat di tangan kanan klien, tanda-tanda vital
0
respirasi 18x/menit, nadi 120 x/menit, suhu 38,8 C, dan hasil
laboratorium elektrolit natrium 126,4 (135-140 mq/L), Kalium 3,64
(3,50-5,30 mq/L), calcium ion 0,98 (1,15-1,29 mmol/L).
Gangguan pola tidur berhubungan dengan hospitalisasi. Gangguan
pola tidur ini disebabkan oleh bakteri salmonella typhi yang menyebar
melalui 5F (food, finggers, fly, formita dan feses) sehingga masuk ke
saluran pencernaan. Sebagian bakteri ini ada yang dimusnahkan di
51

lambung dan sebagian bakteri yang tidak termusnahkan di lambung


akan masuk ke halus dan peredaran darah. Dari peredaran darah
bakteri salmonella akan menginvasi jaringan limfoid (hati dan limpa)
setelah menginvasi di jaringan limfoid bakteri salmonella ini akan
mereinnfeksi diusus halus (berkembang biak) sehingga akan
mengelurakan endotoksin yang merangsang sintesis dan pelepasan
pirogen sehingga sampai ke hipotalamus.
Hipotalamus akan mempengaruhi pusat termoregulasi sehingga
terjadi hipertermia. Hipertemia itu sendiri yang menimbulkan diagnosa
gangguan pola tidur. Data subjektif klien mengatakan bahwa klien
susah tidur, ingin tidur dirumah. Data Objektif klien mudah marah
Kasus II (A2)
Diagnosa yang muncul pada A1 Tanggal 03-04-2019 doantranya:
Hipertermi berhubungan dengan pengeluaran endotoksin yang
merangsang sintesis dan pelepasan pirogen sehingga mempengaruhi
pusat termoregulasi.. Hipertermi ini disebabkan karena bakteri
salmonella typhi yang menyebar melalui 5F (food, finggers, fly,
formita dan feses) sehingga masuk ke saluran pencernaan. Sebagian
bakteri ini ada yang dimusnahkan di lambung dan sebagian bakteri
yang tidak termusnahkan di lambung akan masuk ke halus dan
peredaran darah.
Dari peredaran darah bakteri salmonella akan menginvasi jaringan
limfoid (hati dan limpa) setelah enginvasi di jaringan limfoid bakteri
salmonella ini akan mereinnfeksi diusus halus (berkembang biak)
sehingga akan mengelurakan endotoks yang merangsan sintesis da
pelepasan pirogen sehingga sampai ke hipotalamus. Hipotalaus itu
sendiri akan mempengaruhi pusat termoregulasi sehingga muncullah
diagnosa keprawatan hipertermi. Data subjektifnya ibu klien mengeluh
anaknya demam dan data objektifnya, teraba panas di tubuh klien,
tanda-tanda vital respirasi 20x/menit, nadi 120 x/menit, suhu 38,2 0C,
Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat. Resiko tinggi nutrisi kurang
52

dari kebutuhan disebab oleh bakteri salmonella typhi yang menyebar


melalui 5F (food, finggers, fly, formita dan feses) sehingga masuk ke
saluran pencernaan. Sebagian bakteri ini ada yang dimusnahkan di
lambung dan sebagian bakteri yang tidak termusnahkan di lambung
akan masuk ke halus dan peredaran darah. Dari peredaran darah
bakteri salmonella akan menginvasi jaringan limfoid (hati dan limpa)
setelah enginvasi di jaringan limfoid bakteri salmonella ini akan
mereinnfeksi diusus halus (berkembang biak) sehingga akan
mengelurakan endotoksi yang merangsang sintesis dan pelepasan
pirogen.
Bakteri yang menyebar ke seluruh tubuh melalui sistem peredaran
darah dapat menyebabkan terjadinya tukak mukosa sehingga intake
nutrisi tidak adekuat Data subjektif ibu klien mengeluh nafsu makan
anaknya menurun. Data objektif, porsi makan habis ¼ porsi, bising
usus 12x/menit, tanda-tanda vital respirasi 18x/menit, nadi 120 x/menit,
suhu 39.2 0C.
Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan proses evaporasi
dan intake cairan yang tidak adekuat. Resiko defisit volume cairan ini
disebabkan oleh bakteri salmonella typhi yang menyebar melalui 5F
(food, finggers, fly, formita dan feses) sehingga masuk ke saluran
pencernaan. Sebagian bakteri ini ada yang dimusnahkan di lambung
dan sebagian bakteri yang tidak termusnahkan di lambung akan masuk
ke halus dan peredaran darah. Dari peredaran darah bakteri salmonella
akan menginvasi jaringan limfoid (hati dan limpa) setelah menginvasi
di jaringan limfoid bakteri salmonella ini akan mereinnfeksi diusus
halus (berkembang biak) sehingga akan mengelurakan endotoksi yang
merangsang sintesis dan pelepasan pirogen sehingga sampai ke
hipotalamus.
Hipotalamus itu sendiri akan mempengaruhi pusat termoregulasi
sehingga terjadi evaporasi dan menimbulkan diagnosa keperawatan
resiko difisit volume cairan. Data subjektif ibu klien mengatakan
bahwa klien jarang minum karena nyeri menelan. Data Objektif turgor
53

kulit > 2 detik, konjungtiva anemis, terpasang infus Ringer Lactat di


tangan kanan klien, tanda-tanda vital respirasi 18x/menit, nadi 120
x/menit, suhu 38,8 0C, dan hasil laboratorium elektrolit natrium 126,4
(135-140 mq/L), Kalium 3,64 (3,50-5,30 mq/L), calcium ion 0,98
(1,15-1,29 mmol/L).
Gangguan pola tidur berhubungan dengan hospitalisasi. Gangguan
pola tidur ini disebabkan oleh bakteri salmonella typhi yang menyebar
melalui 5F (food, finggers, fly, formita dan feses) sehingga masuk ke
saluran pencernaan. Sebagian bakteri ini ada yang dimusnahkan di
lambung dan sebagian bakteri yang tidak termusnahkan di lambung
akan masuk ke halus dan peredaran darah. Dari peredaran darah
bakteri salmonella akan menginvasi jaringan limfoid (hati dan limpa)
setelah menginvasi di jaringan limfoid bakteri salmonella ini akan
mereinnfeksi diusus halus (berkembang biak) sehingga akan
mengelurakan endotoksi yang merangsang sintesis dan pelepasan
pirogen sehingga sampai ke hipotalamus.
Hipotalaus akan mempengaruhi pusat termoregulasi sehingga
terjadi hipertermia. Hipertermia itu sendiri yang menyebabkan
munculnya diagnosa gangguan pola tidur dengan hasil skor 20. Data
subjektif ibu klien mengatakan bahwa klien sulit tidur, tidak mau tidur
siang. Data Objektif klien tampak rewel.
3. Intervensi
Kasus 1 (A1)
Berdasarkan diagnosa pertama Hipertermi berhubungan dengan
pengeluaran endotoksin yang merangsang sintesis dan pelepasan
pirogen sehingga mempengaruhi pusat termoregulasi. Tujuan
perencanaan keparawatan ini yaitu setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan suhu tubuh anak dalam
kisaran normal (36,5oC- 37,5 oC) nursing outcome classification
(NOC) dari diagnosa hipertermi ini yaitu Hidration, Adherence
behavior dan immune status dengan kriteria hasil keseimbangan antara
produksi panas, panas yang di terima dan kehilangan panas serta suhu
54

tubuh stabil 36,5oC- 37,5 oC selama proses infeksi berlangsung.


Peneliti menyusun perencanaan keperawatan diantaranya: Observasi
TTV setiap 2-4 jam selama periode demam (khususnya HR dan Suhu),
observasi tingkat kesadaran klien, dan kolaborasi untuk pemberian
antipiretik.
Diagnosa yang kedua resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat. Tujuan
dibuatnnya perencanaan keparawatan ini yaitu setelah dilakukan
dyindakan 3x24 jam diharapkan tidak terjadi kekurangan nutrisi.
Nursing outcome classification (NOC) dari diagnosa resiko
kekurangan nutrisi ini yaitu nutritional status, nutritional status:food
and fluid intake, nutritional stayus:nutrien intake dan weigh control.
Kriteria hasilnya adalah adanya peningkatan berat badan sesuai dengan
tujuan, mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi, tidak ada tanda-
tanda malnutrisi dan tidak terjadi penurunan barat badan yang berarti.
Peneliti menyusun perencanaan keperawatan diantaranya: Kaji keluhan
mual dan muntah, beri makanan dalam porsi kecil dengan frekuensi
sering dan hidangkan selagi hangat, beri makanan yang tidak
merangsang lambung, ciptakan lingkungan yang bersih dan tidak
baudan kolaborasi untuk pemberian: Obat-obatan: antiemetik, vit.
Diagnosa yang kedua kedua resiko nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat. Tujuan
dibuatnnya perencanaan keparawatan ini yaitu setelah dilakukan
dyindakan 3x24 jam diharapkan tidak terjadi kekurangan nutrisi.
Nursing outcome classification (NOC) dari diagnosa resiko
kekurangan nutrisi ini yaitu nutritional status, nutritional status:food
and fluid intake, nutritional stayus:nutrien intake dan weigh control.
Kriteria hasilnya adalah adanya peningkatan berat badan sesuai dengan
tujuan, mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi, tidak ada tanda-
tanda malnutrisi dan tidak terjadi penurunan barat badan yang berarti.
Peneliti menyusun perencanaan keperawatan diantaranya: Kaji keluhan
mual dan muntah, beri makanan dalam porsi kecil dengan frekuensi
55

sering dan hidangkan selagi hangat, beri makanan yang tidak


merangsang lambung, ciptakan lingkungan yang bersih dan tidak
baudan kolaborasi untuk pemberian: Obat-obatan: antiemetik, vit.
Diagnosa yang ketiga resiko defisit volume cairan berhubungan
dengan proses evaporasi dan intake cairan yang tidak adekuat. Tujuan
dibuatnnya perencanaan keparawatan ini yaitu setelah dilakukan
tindakan 3x24 jam diharapkan tidak terjadi kekurangan volume cairan.
Nursing outcome classification (NOC) dari diagnosa resiko defisit
volume cairan yaitu fluid balance, hydration, nutritional status: food
and fluid intake. Kriteria hasilnya mempertahannkan urine output
sesuai dengan usia dan berat badan, berat jenis urine normal, tekanan
darah, nadi dan suhu tubuh dalam batas normalmdan tidak ada tanda-
tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab
dan tidak ada rasa haus yang berlebih. Peneliti menyusun perencanaan
keperawatan diantaranya: Berikan penjelasan tentang pentingnya
kebutuhan cairan klien dan keluarga observasi intake dan output,
anjurkan klien untuk minum 2,5 liter/24 jam, observasi kelancaran
tetesan infus dan kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral
/parenteral).
Diagnosa yang keempat gangguan pola tidur berhubungan dengan
hospitalisasi. Tujuan dibuatnnya perencanaan keparawatan ini yaitu
setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan gangguan pola tidur
dapat teratasi. Nursing outcome classification (NOC) dari diagnosa
resiko defisit volume cairan yaitu arixiety control, comfort level, pain
level, Rest : Extent and pattern. Kriteria hasilnya kualitas dan jumlah
jam tidur dalam batas normal, perasaan fresh sesudah tidur/istirahat,
mampu mengidentifikasi hal-hal yang dapat meningkatkan tidur.
Peneliti menyusun perencanaan keperawatan diantaranya: Lakukan
pengkajian masalah gangguan pola tidur klien karakteristik dan
penyebab kurang tidur, fasilitasi untuk mempertahankan aktivitas
sebelum tidur (membaca), ciptakan lingkungan yang nyaman, lakukan
tindakan terapi Sleep Hygiene.
56

Kasus II (A2)
Berdasarkan diagnosa pertama Hipertermi berhubungan dengan
pengeluaran endotoksin yang merangsang sintesis dan pelepasan
pirogen sehingga mempengaruhi pusat termoregulasi. Tujuan
dibuatnnya perencanaan keparawatan ini yaitu setelah dilakukan
dyindakan 3x24 jam diharapkan suhu tubuh anak dalam kisaran
normal (36,5oC- 37,5 oC) nursing outcome classification (NOC) dari
diagnosa hipertermi ini yaitu Hidration, Adherence behavior dan
immune status dengan kriteria hasil keseimbangan antara produksi
panas, panas yang di terima dan kehilangan panas serta suhu tubuh
stabil 36,5oC- 37,5 oC selama proses infeksi berlangsung. Peneliti
menyusun perencanaan keperawatan diantaranya: Observasi TTV
setiap 2-4 jam selama periode demam (khususnya HR dan Suhu),
observasi tingkat kesadaran klien, dan kolaborasi untuk pemberian
antipiretik.
Diagnosa yang kedua resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat. Tujuan
dibuatnnya perencanaan keparawatan ini yaitu setelah dilakukan
dyindakan 3x24 jam diharapkan tidak terjadi kekurangan nutrisi.
Nursing outcome classification (NOC) dari diagnosa resiko
kekurangan nutrisi ini yaitu nutritional status, nutritional status:food
and fluid intake, nutritional stayus:nutrien intake dan weigh control.
Kriteria hasilnya adalah adanya peningkatan berat badan sesuai dengan
tujuan, mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi, tidak ada tanda-
tanda malnutrisi dan tidak terjadi penurunan barat badan yang berarti.
Peneliti menyusun perencanaan keperawatan diantaranya: Kaji keluhan
mual dan muntah, beri makanan dalam porsi kecil dengan frekuensi
sering dan hidangkan selagi hangat, beri makanan yang tidak
merangsang lambung, ciptakan lingkungan yang bersih dan tidak
baudan kolaborasi untuk pemberian: Obat-obatan: antiemetik, vit.
57

Diagnosa yang ketiga resiko defisit volume cairan berhubungan


dengan proses evaporasi dan intake cairan yang tidak adekuat. Tujuan
dibuatnnya perencanaan keparawatan ini yaitu setelah dilakukan
tindakan 3x24 jam diharapkan tidak terjadi kekurangan volume cairan.
Nursing outcome classification (NOC) dari diagnosa resiko defisit
volume cairan yaitu fluid balance, hydration, nutritional status: food
and fluid intake. Kriteria hasilnya mempertahannkan urine output
sesuai dengan usia dan berat badan, berat jenis urine normal, tekanan
darah, nadi dan suhu tubuh dalam batas normalmdan tidak ada tanda-
tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab
dan tidak ada rasa haus yang berlebih. Peneliti menyusun perencanaan
keperawatan diantaranya: Berikan penjelasan tentang pentingnya
kebutuhan cairan klien dan keluarga observasi intake dan output,
anjurkan klien untuk minum 2,5 liter/24 jam, observasi kelancaran
tetesan infus dan kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral
/parenteral).
Diagnosa yang keempat gangguan pola tidur berhubungan dengan
hospitalisasi. Tujuan dibuatnnya perencanaan keparawatan ini yaitu
setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan gangguan pola tidur
dapat teratasi. Nursing outcome classification (NOC) dari gangguan
pola tidur yaitu arixiety control, comfort level, pain level, Rest : Extent
and pattern. Kriteria hasilnya kualitas dan jumlah jam tidur dalam
batas normal, perasaan fresh sesudah tidur/istirahat, mampu
mengidentifikasi hal-hal yang dapat meningkatkan tidur. Peneliti
menyusun perencanaan keperawatan diantaranya: Lakukan pengkajian
masalah gangguan pola tidur klien karakteristik dan penyebab kurang
tidur, fasilitasi untuk mempertahankan aktivitas sebelum tidur
(membaca), ciptakan lingkungan yang nyaman.
58

4. Implementasi
Kasus I (A1)
Diagnosa pertama hipertermi berhubungan dengan pengeluaran
endotoksin yang merangsang sintesis dan pelepasan pirogen sehingga
mempengaruhi pusat termoregulasi. Implementasi yang dilakukan
adalah mengobservasi TTV setiap 4 jam sekali dengan hasil suhu 37.5
o
C, Nadi 120 x/menit, respirasi 18x/menit (13-03-2019 pukul 14:00
WIB) dan melakukan kolaborasi pemberian obat antiperitik berupa
Parasetamol Syirup 1 sdm (13-03-2019, 14:00 WIB).
Diagnosa yang kedua resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat. Implementasi
yang dilakukan yaitu menciptakan lingkungan yang bersih (13-03-
2019, 14:00 W2B), memberikan makan dalam porsi kecil dengan
frekuensi sering (13-03-2019, 14:00 WIB), dan memberikan makanan
yang tidak merangsang lambung (13-03-2019, 14:00 WiB).
Diagnosa yang ketiga resiko defisit volume cairan berhubungan
dengan proses evaporasi dan intake cairan yang tidak adekuat.
Implementasi yang dilakukan yaitu mengobservasi intake dan output
(13-03-2019, 14:00 WIB), menganjurkan klien banyak minum (13-03-
2019, 14:00 WiB), dan kolaborasi pemberian terapi cairan lewat
intravena (infus) Ringger Lactat di tangan kanan klien (13-03-2019,
14:00 WiB).
Diagnosa yang keempat gangguan pola tidur berhubungan dengan
hospitalisasi. Implementasi yang dilakukan yaitu membina hubungan
saling percaya antara perawat dengan anak/keluaga dengan di
lakukannya komunikasi terapetik (13-03-2019, 14:00 WIB),
melakukan pengkajian masalah gangguan pola tidur (13-03-2019,
14:00 WIB), memberikan lingkungan yang nyaman nyaman dan bantal
yang nyaman (13-03-2019, 14:00 WIB), memfasilitasi untuk
mempertahankan aktivitas sebelum tidur : membaca buku (13-03-2019
WIB 14:00 WIB), menganjurkan keluarga klien untuk memberikan
susu hangat sebelum tidur (13-03-2019 WIB 14:00 WIB),
59

menganjurkan keluarga untuk melakukan mesase pada daerah


belakang (13-03-2019 WIB 14:00 WIB), memberi pengetahuan
kesehatan pada keluarga meliputi : jadwal tidur, mengurangi stress dan
latihan relaksasi.
Kasus II (A2)
Diagnosa pertama hipertermi berhubungan dengan pengeluaran
endotoksin yang merangsang sintesis dan pelepasan pirogen sehingga
mempengaruhi pusat termoregulasi. Implementasi yang dilakukan
adalah Mengobservasi TTV setiap 4 jam sekali dengan hasil suhu 37.2
o
C, Nadi 120 x/menit, respirasi 20x/menit (26-03-2019 pukul 18:00
WIB) dan melakukan kolaborasi pemberian obat antiperitik berupa
Parasetamol ½ tablet setiap panas (26-03-2019, 18:00WIB).
Diagnosa yang kedua resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat. Implementasi
yang dilakukan yaitu menciptakan lingkungan yang bersih (26-03-
2019, 18:00 WIB), memberikan makan dalam porsi kecil dengan
frekuensi sering (26-03-2019, 18:00 WIB), dan memberikan makanan
yang tidak merangsang lambung (26-03-2019, 18:00 WiB).
Diagnosa yang ketiga resiko defisit volume cairan berhubungan
dengan proses evaporasi dan intake cairan yang tidak adekuat.
Implementasi yang dilakukan yaitu mengobservasi intake dan output
(26-03-2019, 18:00 WIB), menganjurkan klien banyak minum (26-03-
2019, 18:00 WIB), dan kolaborasi pemberian terapi cairan lewat
intravena (infus) Ringger Lactat di tangan kanan klien 26-03-2019,
18:00 WiB).
Diagnosa yang keempat gangguan pola tidur berhubungan dengan
hospitalisasi. Implementasi yang dilakukan yaitu membina hubungan
saling percaya antara perawat dengan anak/keluaga dengan di
lakukannya komunikasi terapetik (26-03-2019, 18:00 WIB),
melakukan pengkajian masalah gangguan pola tidur (26-03-2019,
18:00 WIB), memberikan lingkungan yang nyaman nyaman dan bantal
yang nyaman (26-03-2019, 18:00 WIB), memfasilitasi untuk
60

mempertahankan aktivitas sebelum tidur : membaca buku (26-03-2019


WIB 18:00 WIB), menganjurkan keluarga klien untuk memberikan
susu hangat sebelum tidur (26-03-2019 WIB 18:00 WIB),
menganjurkan keluarga untuk melakukan mesase pada daerah
belakang (26-03-2019 WIB 18:00 WIB), memberi pengetahuan
kesehatan pada keluarga meliputi : jadwal tidur, mengurangi stress dan
latihan relaksasi (13-03-2019 WIB 14:00 WIB).

5. Evaluasi
Kasus I (A1)
Diagnosa pertama hipertermi berhubungan dengan pengeluaran
endotoksin yang merangsang sintesis dan pelepasan pirogen sehingga
mempengaruhi pusat termoregulasi. Pada saat dilakukan evaluasi pada
tanggal (13-03-2019 pukul 14:00) data subjektif ibu klien mengatakan
merasa tenang karena suhu tubuh anaknya menurun tidak panas seperti
sebelumnya. Data objektif tanda vital suhu 37.5 oC, nadi 120 x/menit,
respirasi 18x/menit. Asessmentnya masalah teratasi sebagian. Planning
intervensi dilanjutkan observasi tanada-tanda vital dan melakukan
kolaborasi pemberian obat antiperitik.
Observasi hari kedua (14-03-2019 pukul 18:00) untuk diagnosa
pertama data subjektif ibu klien mengatakan anaknya demam tetapi
tidak seperti hari kemarin, tanda tanda vital suhu 37.5 oC, nadi 120
x/menit, respirasi 20x/menit, kolaborasi pemeberian obat antipiretik.
Peneliti melakukan evaluasi (14-03-2019 pukul 18:00) suhu 36.5 oC,
nadi 120 x/menit, respirasi 20x/menit. Planing selanjutnya observasi
tanda-tanda vital dan melakukan kolaborasi pemberian obat antiperitik.
Observasi hari ketiga (15-03-2019 pukul 20:00) untuk diagnosa
pertama data subjektif ibu klien mengatakan anaknya sudah membaik,
data objektif, tanda tanda vital suhu 36.5 oC, nadi 120 x/menit,
respirasi 20x/menit. Assesment hipertemi teratasi planing anjurkan klin
banyak minum, Peneliti melakukan implementasi menganjurkan klien
banyak minum. Peneliti melakukan evaluasi (15-03-2019 pukul 20:00)
61

dan di tanda vital suhu 36.7 oC, nadi 120 x/menit, respirasi 20x/menit.
Planing selanjutnya observasi tanda-tanda vital, dan melakukan
kolaborasi pemberian obat antiperitik.
Diagnosa yang kedua resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat. Pada saat
dilakukan evaluasi pada tanggal 13-03-2019 pukul 10:00 data subjektif
ibu klien mengatakan nafsu makan anaknya menurun. Data objektif
porsi makan hanya habis ¼ porsi, tanda vital suhu 36.5 oC, nadi 120
x/menit, respirasi 18x/menit. Asessmentnya masalah belum teratasi.
Planning intervensi dilanjutkan.
Evaluasi hari kedua (14-03-2019 pukul 16:00) untuk diagnosa yang
kedua data subjektif ibu klien mengatakan klien sudah mulai mau
makan meskipun hanya setengahnya dari porsi makannya, data
objektif tanda-tanda vital suhu 36.5 oC, nadi 120 x/menit, respirasi
20x/menit. Assesment masalah nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
teratasi sebagian. Planing intervensi di lanjutkan.
Evaluasi hari ketiga (15-03-2019 pukul 20:00) untuk diagnosa
yang kedua data subjektif ibu klien mengatakan klien sudah mulai mau
makan dan habis,data objektif tanda-tanda vital suhu 36.6 oC, nadi 120
x/menit, respirasi 20x/menit. Assesment masalah nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh teratasi. Planing intervensi di lanjutkan.
Diagnosa yang ketiga resiko defisit volume cairan berhubungan
dengan proses evaporasi dan intake cairan yang tidak adekuat. Pada
saat dilakukan evaluasi pada tanggal 13-03-2019 pukul 14:00.
Subjektifnya ibu klien mengatakan bahwa klien sering berkeringat
setelah panas, objektifnya klien tampak berkeringat, turgor kulit >2
detik mukosa bibir kering tanda vital suhu 36.4 oC, Nadi 120 x/menit,
respirasi 18x/menit. Assesment masalah belum teratasi. Planing
intervensi dilanjutkan.
Evaluasi hari kedua (14-03-2019 pukul 16:00) untuk diagnosa
ketiga subjektifnya ibu klien mengatakan bahwa klien sering
berkeringat setelah panaas, objektifnya klien tampak berkeringat,
62

turgor kulit >2 detik mukosa bibir kering tanda-tanda vital suhu 36.6
o
C, nadi 120 x/menit, respirasi 20x/menit. Assesment masalah teratasi
sebagian. Planing intervensi di lanjutkan.
Evaluasi hari ketiga (15-03-2019 pukul 20:00) untuk diagnosa
ketiga data subjektif ibu klien mengatakan klien sudah mulai membaik,
turgor kulit <2 detik, bibir tampak lembab, tanda-tanda vital suhu 36.6
o
C, nadi 120 x/menit, respirasi 20x/menit. Assesment masalah teratasi.
Planing intervensi di lanjutkan.
Diagnosa yang keempat gangguan pola tidur hospitalisasi. Pada
saat dilakukan evaluasi pada tanggal 13-03-2019 pukul 14:00.
Subjektifnya ibu klien mengatakan klien sulit tidur, objektifnya klien
dan klien tampak cemas, jam istirshat/tidur klien tidak teratur, tanda
vital suhu 37.5 oC, nadi 120 x/menit, respirasi 18x/menit. Assesment
masalah teratasi sebagian. Planing intervensi dilanjutkan.
Evaluasi hari kedua (14-03-2019 pukul 16:00) untuk diagnosa
keempat subjektifnya ibu klien mengatakan bahwa sekarang sudah
tidak secemas kemarin, objektifnya klien tampak tenang, tidur jam
kilen mulai terartur, tanda-tanda vital suhu 36.8 oC, nadi 120 x/menit,
respirasi 20x/menit. Assesment masalah teratasi sebagian. Planing
intervensi di lanjutkan.
Evaluasi hari ketiga (15-03-2019 pukul 20:00) untuk diagnosa
ketiga data subjektif ibu klien mengatakan klien sudah mulai membaik,
data objektif klien dan keluarga tampak tenang, jam tidur klien teratur.
Assesment Masalah teratasi. Planing intervensi di lanjutkan.

Kasus II (A2)
Diagnosa pertama hipertermi berhubungan dengan pengeluaran
endotoksin yang merangsang sintesis dan pelepasan pirogen sehingga
mempengaruhi pusat termoregulasi. Pada saat dilakukan evaluasi pada
tanggal 26-03-2019 pukul 14:00 data subjektif ibu klien mengatakan
suhu tubuh anaknya menurun tidak panas seperti sebelumnya. Data
Objektif vital suhu 37.6 oC, nadi 120 x/menit, respirasi 20x/menit.
63

Asessmentnya masalah teratasi sebagian. Planning intervensi


dilanjutkan observasi tanada-tanda vital dan melakukan kolaborasi
pemberian antipiretik.
Pada saat dilakukan observasi hari kedua 27-04-2019 pukul 14:00)
untuk diagnosa pertama data subjektif ibu klien mengatakan anaknya
demam, data objektif tanda tanda vital suhu 37.5 oC, nadi 120 x/menit,
respirasi 20x/menit. Assesment hipertemi planing anjurkan klin banyak
minum, observasi tanda-tanda vital dan kolaborasi pemeberian obat
antipiretik.
Pada saat dilakukan observasi hari ketiga (28-04-2019 pukul
14:00) untuk diagnosa pertama data subjektif ibu klien mengatakan
anaknya sudah membaik, data objektif tanda tanda vital suhu 36.7 oC,
nadi 120 x/menit, respirasi 20x/menit. Assesment hipertemi teratasi
planing anjurkan klin banyak minum, Peneliti melakukan
implementasi menganjurkan klien banyak minum. Peneliti melakukan
evaluasi (05-04-2019 pukul 18:00) suhu 36.7 oC, Nadi 120 x/menit,
respirasi 20x/menit. Planing selanjutnya observasi tanda-tanda vital,
lakukan tindakan kompres hangat basah bila terjadi demam ulang.
Diagnosa yang kedua resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat. Pada saat
dilakukan evaluasi pada tanggal 26-03-2019 pukul 14:00 data subjektif
ibu klien mengatakan nafsu makan anaknya menurun. Data objektif
porsi makan hanya habis ¼ porsi, tanda vital suhu 36.5 oC, nadi 120
x/menit, respirasi 18x/menit. Asessmentnya masalah belum teratasi.
Planning intervensi dilanjutkan.
Evaluasi hari kedua (27-03-2019 pukul 14:00) untuk diagnosa yang
kedua data subjektif ibu klien mengatakan klien sudah mulai mau
makan meskipun hanya setengahnya dari porsi makannya, data
objektif tanda-tanda vital suhu 36.5 oC, nadi 120 x/menit, respirasi
20x/menit. Assesment masalah nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
teratasi sebagian. Planing intervensi di lanjutkan.
64

Evaluasi hari ketiga (28-03-2019 pukul 20:00) untuk diagnosa


yang kedua data subjektif ibu klien mengatakan klien sudah mulai mau
makan dan habis,data objektif tanda-tanda vital suhu 36.6 oC, nadi 120
x/menit, respirasi 20x/menit. Assesment masalah nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh teratasi. Planing intervensi di lanjutkan.
Diagnosa yang ketiga resiko defisit volume cairan berhubungan
dengan proses evaporasi dan intake cairan yang tidak adekuat. Pada
saat dilakukan evaluasi pada tanggal 26-03-2019 pukul 14:00.
Subjektifnya ibu klien mengatakan bahwa klien sering berkeringat
setelah panas, objektifnya klien tampak berkeringat, turgor kulit >2
detik mukosa bibir kering tanda vital suhu 36.4 oC, Nadi 120 x/menit,
respirasi 18x/menit. Assesment masalah belum teratasi. Planing
intervensi dilanjutkan.
Evaluasi hari kedua (27-03-2019 pukul 16:00) untuk diagnosa
ketiga subjektifnya ibu klien mengatakan bahwa klien sering
berkeringat setelah panas, objektifnya klien tampak berkeringat, turgor
kulit > 2 detik mukosa bibir kering tanda-tanda vital suhu 36.6 oC, nadi
120 x/menit, respirasi 20x/menit. Assesment masalah teratasi sebagian.
Planing intervensi di lanjutkan.
Evaluasi hari ketiga (28-03-2019 pukul 20:00) untuk diagnosa
ketiga data subjektif ibu klien mengatakan klien sudah mulai membaik,
turgor kulit < 2 detik, bibir tampak lembab, tanda-tanda vital suhu 36.6
o
C, nadi 120 x/menit, respirasi 20x/menit. Assesment masalah teratasi.
Planing intervensi di lanjutkan.
Diagnosa yang keempat gangguan pola tidur hospitalisasi. Pada
saat dilakukan evaluasi pada tanggal 26-03-2019 pukul 14:00.
Subjektifnya ibu klien mengatakan klien sulit tidur, objektifnya klien
dan klien tampak cemas, jam istirshat/tidur klien tidak teratur, tanda
vital suhu 37.5 oC, nadi 120 x/menit, respirasi 18x/menit. Assesment
masalah teratasi sebagian. Planing intervensi dilanjutkan.
Evaluasi hari kedua (27-03-2019 pukul 16:00) untuk diagnosa
keempat subjektifnya ibu klien mengatakan bahwa sekarang sudah
65

tidak secemas kemarin, objektifnya klien tampak tenang, tidur jam


kilen mulai terartur, tanda-tanda vital suhu 36.8 oC, nadi 120 x/menit,
respirasi 20x/menit. Assesment masalah teratasi sebagian. Planing
intervensi di lanjutkan.
Evaluasi hari ketiga (28-03-2019 pukul 16:00) untuk diagnosa
ketiga data subjektif ibu klien mengatakan klien sudah mulai membaik,
data objektif klien dan keluarga tampak tenang, jam tidur klien teratur.
Assesment Masalah teratasi. Planing intervensi di lanjutkan.

6. Aplikasi Tindakan Utama


Kasus I (A1)
Aplikasi kompres hangat basah dilakukan yang pertama pada An.I
usia 12 Tahun Kp.Cimenteng Girang. Sebelum dilakuakn intervensi
terlebih dahulu peneliti melakukan pengakajian dan meminta
persetujuan ibu klien untuk meminta persetujuan berupa Informed
Consent dan menjelaskan mengenai tindakan terapi sleep hygiene ini
tujuannya untuk apa, setelah ibu klien menyetujui kemudian peneliti
mempersiapkan untuk melakukan tindakan terapi sleep hygiene karena
pada tanggal 13-03-2019 klien sulit tidur dan mudah terbangun.
Setelah perlengkapan untuk terapi sleep hygiene siap, peneliti
menjumpai klien tepatnya pukul 14:00 WIB.
Pertama-tama peneliti melakukan komunikasi terapeutik pada klien
dan keluarga klien, setelah itu peneliti melakukan pengkajian masalah
gangguan pola tidur pada kilen,, menciptakan keadaan tempat tidur
yang nyaman, bersih dan banhtal yang nyaman, memberikan susu
hangat sebelum tidur, menganjurkan ibu untuk melakukan mesase
pada daerah belakang, membacakan buku tentang pengetahuan, setelah
itu memerintahkan klien untuk membaca do’a sebelum tidur.
Pada hari kedua yaitu tanggal 14-03-2019 pukul 14:00 dilakukan
observasi kembali, peneliti meminta ijin kepada keluarga dan klien
untuk melakukan tindakan terapi sleep hygiene, hasilnya kualitas tidur
klien mulai membaik dengan hasil kuisioner CSHQ skor 60 (20-100).
66

Pada hari ketiga yaitu tanggal 15-03-2019 pukul 20:00 dilakukan


observasi kembali dan kualitas tidur klien sudah membaik dengan hasil
kuisioner CSHQ skor 80 (20-100).

Kasus II (A2)
Aplikasi terapi sleep hygiene dilakukan yang pertama pada An.T
usia 9 Tahun Kp.Cintakarya Kec.Mande. Sebelum dilakuakn intervensi
terlebih dahulu peneliti melakukan pengakajian dan meminta
persetujuan bapa klien untuk meminta persetujuan berupa Informed
Counsent dan menjelaskan mengenai tindakan terapi sleep hygiene ini
tujuannya untuk apa, setelah ibu klien menyetujui kemudian peneliti
mempersiapkan untuk melakukan tindakan terapi sleep hygiene karena
pada tanggal 26-03-2019 klien sedang cemas dan gelisah. Setelah
perlengkapan untuk terapi sleep hygiene siap, peneliti menjumpai klien
teptnya pukul 14:00 WIB.
Pertama-tama peneliti melakukan komunikasi terapeutik pada
klien dan keluarga klien, setelah itu peneliti melakukan pengkajian
masalah gangguan pola tidur pada kilen, menciptakan keadaan tempat
tidur yang nyaman, bersih dan banhtal yang nyaman, memberikan susu
hangat sebelum tidur, menganjurkan ibu untuk melakukan mesase
pada daerah belakang, membacakan buku tentang pengetahuan, setelah
itu memerintahkan klien untuk membaca do’a sebelum tidur.
Pada hari kedua yaitu tanggal 27-03-2019 pukul 14:00 dilakukan
observasi klien. Peneliti dengan meminta ijin kepada klien dan
keluarga melakukan tindakan terapi sleep hygiene pada klien dapatkan
hasil kuisioner CSHQ skor 40 (20-100).
Pada hari ketiga yaitu tanggal 28-03-2019 pukul 14:00 dilakukan
observasi kembali dan kualitas tidur klien sudah membaik dengan hasil
kuisioner CSHQ skor 60 (20-100).
67

B. Pembahasan
Pada BAB ini peneliti membahasproses telaah yang terjadi antara
teori dan kenyataan A1 dan A2. A1 dilakukan pada tanggal 13-15 Maret
2019 dan pada A2 dilakukan pada tanggal 26-18 Maret 2019. Penelitian
yang dilakukan meliputi:
1. Pengkajian
Dari hasil pengkajian pada A1 ibu klien mengeluh demam, tampak
lemas,cemas, gelisah, kesadaran compos mentis, tanda-tanda vital di
dapatkan respirasi 20x/Menit, nadi 120x/menit dan suhu 39.2 oC,
mukosa mulut kering, turgor kulit > 2detik, hasil laboratorium
imunoserologi (widal) salmonella typhi-0 Negatif (Negatif) dan
Salmonella T yphi-H Positif 1/40 (Negatif).
Pengkajian pada anak usia sekolah yang mengalami demam
typhoid dapat di lihat dari tanda dan gejala sebagai berikut demam
tinggi yang bersifat febris remiten (naik turun), nyeri kepala dan perut,
kembung, mual, muntah, lemas dan nafsu makan menurun. Selain itu
pada anak harus di kaji mengenai tahap pertumbuhan dan
perkemabnganya mulai dari psikoseksual, psikososial, dan kognitif
(Sudoyp Aru dalam Nuratif, 2015)
Dari hasil pengkajian pada A2 ibu klien mengeluh anaknya demam,
tampak lemas, kesadaran compos mentis, tanda-tanda vital di dapatkan
respirasi 20x/Menit, nadi 120x/menit dan suhu 38.2 oC, mukosa bibir
kering,mual muntah, turgor kulit < 2detik, sebelumnya seminggu yang
lalu klien di rawat dirumah sakit dengan diagnosa medis yang sama,
hasil laboratorium imunoserologi (widal) salmonella typhi-0 Positif
1/80 (Negatif) dan Salmonella T yphi-H Positif 1/80 (Negatif).
A1 dan A2 pada pengkajian tanda-tanda vital didapatkan perbedaan
suhu yang sangat spesifik yaitu A1 38,8oC dan A2 37,9oC. Nuratif
(2015) mengatakan bahwa pada demam typhoid terdapat periode
infeksi. A1 berada pada periode infeksi minggu pertama sehingga
demamnya akan tinggi berbeda dengan A2 karena patologinya pada
minggu pertama yaitu bakterimia atau baru ditemukannya bakteri
68

salmonella typhi di dalam darah dan belum menyebar ke organ lain hal
ini bisa dibuktikan dengan hasil laboratorium imunoserologi (widal)
yang masih rendah yaitu salmonella typhi-0 Negatif (Negatif) dan
Salmonella T yphi-H Positif 1/40 (Negatif). Sedangkan A2 seminggu
sebelumnya dirawat di rumah sakit dengan diagnosa demam typhoid
maka A2 ini bukan lagi fase awal infeksi demam typhoid tetapi sudah
memasuki periode infeksi minggu kedua sehingga demamnyapun tidak
akan setinggi minggu pertama.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa A1 dan A2 peneliti menemukan diagnosa yang utama
yaitu hipertermi berhubungan dengan proses penyakit. Jika
dihubungkan dengan teori antra A1 dan A2 tidak ada kesenjangan
karena diagnosa-diagnosa yang peneliti tegakkan masuk kedalam
diagnosa keperawatan yang muncul pada pathway dengan demam
Typhoid menurut Marni (2016), Nursalam (2008), Suriardi dalam
Marious (2015) yaitu hipertermi berhubungan dengan proses penyakit,
nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan, resiko nutrisi
Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat, tukak mukosa, resiko defisit volume cairan berhubungan
dengan peningkatan suhu tubuh dan intake yang tidak adekuat,
gangguan pola tidur berhubungan dengan hospitalisasi.

3. Intervensi
Pada A1 dan A2 peneliti tidak menemukan kesenjangan antara A1
dan A2 dalam intervensi karena diagnosa yang di tegakan peneliti ada
perbedaan sehingga di intervensinyapun ttidak ada kesenjangan
kesenjangan. Pada diagnosa yang utama yaitu gangguan pola tidur
berhubungan dengan hospitalisasi. Intervensinya dilakukan tindakan
Sleep hygiene meliputi : kaji pola tidur klien, ciptakan lingkungan
yang nyaman dan bantal yang nyaman, fasilitasi untuk
mempertahankan aktivitas sebelum tidur : membaca, anjurkan klien
69

untuk minum susu hangat, anjurkan keluarga untuk melakukan mesase


sebelum tidur pada daerah belakang, keluarga untuk mengecilkan
suara telepon atau alarm.

4. Implementasi
A1 dan A2 peneliti tidak menemukan kesenjangan dalam
implementasi karena intervensi yang peneliti rencanakan sesuai
dengan diagnosa yang di tegakan. Berdasarkan masalah keperawatan
tersebut peneliti melakukan implementasi selama 3 hari sesuai dengan
tujuan, kriteria, standar dan intervensi yang telah dibuat sesuai
diagnosis prioritas utama.
Di implementasi ini peneliti lebih mengutamakan aplikasi terapi
sleep hygiene karena terapi sleep hygiene dipercaya efektif dalam
mengatasi gangguan pola tidur hal ini sejalan dengan jurnal yang
dikemukan oleh Ahsan, Rinik, Eko Kapti, Shindy Anggreini Putri
(2017) menyebutkan bahwa terapi sleep hygiene merupakan salah satu
terapi non-farmakologis untuk mengatasi gangguan pola tidur.

5. Evaluasi
Lyer et.al (1998) dalam nursalam (2013) mengemukakan tujuan
dari evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai
tujuan . hal ini dapat dilakukan dengan melihat respon klien terhadap
asuhan keperawatan yang diberikan sehingga perawat dapat
mengambil keputusan. Jenis evaluasi yang akan peneliti lakukan yaitu
SOAP.
Evaluasi yang didapat pada A1 dilakukan pada tanggal 15-03-2019
Diagnosa yang pertama didapatkan data subjektif ibu klien
mengatakan anaknya sudah tidak demam, data objektif hasil tanda-
tanda vital nadi 120 x/menit, respirasi 24 x/menit, dan suhu 36,5 ºC.
Diagnosa kedua didapatkan data subjektif ibu klien mengatakan nasfu
makan anaknya bertambah, data objektif klien menghabiskan porsi
makanannya. Analisa masalah teratasi, planning intervensi dihentikan.
70

Diagnosa ketiga didapatkan data objektif mukosa bibir klien tampak


lembab. Analisa masalah teratasi, palnning intervensi dihentikan.
Diagnosa keempat didapatkan objektif klien tampak tenang, gangguan
pola tidur teratatasi. Analisa masalah teratasi, planning intervensi
dihentikan.
Evaluasi yang didapat pada A2 dilakukan pada tanggal 28-03-2019
Diagnosa yang pertama didapatkan data subjektif ibu klien
mengatakan anaknya sudah tidak demam, data objektif hasil tanda-
tanda vital nadi 120 x/menit, respirasi 24 x/menit, dan suhu 36,0 ºC.
Diagnosa kedua didapatkan data subjektif ibu klien mengatakan nasfu
makan anaknya bertambah, data objektif klien menghabiskan porsi
makanannya. Analisa masalah teratasi, planning intervensi dihentikan.
Diagnosa ketiga didapatkan data objektif mukosa bibir klien tampak
lembab. Analisa masalah teratasi, palnning intervensi dihentikan.
Diagnosa keempat didapatkan data objektif klien tampak tenang,
gangguan pola tidur teratatasi. Analisa masalah teratasi, planning
intervensi dihentikan.
71

6. Analisa PICOT
Unsur Pembahasan
Problem/Pasien A1 usia dan A2 dengan diagnosa medis Demam
Typhoid Usia Anak Sekolah di RSUD Sayang
Cianjur.
Intervensi Pada kasus I dan Kasus II dilakukan tindakan
terapi sleep hygiene.
Comparasi Tindakan terapi Sleep Hygiene dilakukan selama
3 kali pertemuan.
Outcome Dari hasil penelitian yang dilakukan Aplikasi
Tindakan Terapi Sleep Hygiene terbukti efektif
untuk mengatasi gangguan pola tidur.
Time/Teori Kasus I
Melihat hasil setelah dilakukan tindakan
tindakan sleep hygiene A1 pada hari pertama
dengan skor awal 40, dilakukan tindakan terapi
sleep hygiene mengalami peningkatan skor
menjadi 60. Di hari kedua dilakukan terapi sleep
hygiene dengan skor awal 60 megalami
peningkatan menjadi 80. Di hari ketiga skor
klien stabil yaitu 80.
Kasus II
Melihat hasil setelah dilakukan tindakan
tindakan sleep hygiene A1 pada hari pertama
dengan skor awal 20, dilakukan tindakan terapi
sleep hygiene mengalami peningkatan skor
menjadi 40. Di hari kedua dilakukan terapi sleep
hygiene dengan skor awal 40 mnegalami
peningkatan menjadi 60. Di hari ketiga skor
klien yaitu 60 mengalami peningkatan menjadi
80. Melihat dari hasil tersebut aplikasi tindakan
72

terapi sleep hygiene selama 20 menit efektif


dalam mengatasi gangguan pola tidur pada A2.
73

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. pengkajian A1 dan A2 tidak ada kesenjangan dan kedua kasus tersebut
terjadi pada anak usia sekolah (6-12 tahun) yang didiagnosis secara
medis demam typhoid serta di rawat di ruang samolo III RSUD Sayang
Cianjur.
2. Data subjektif dan objektif yang di dapatkan pada pengkajian peneliti
menemukan 4 masalah keperawatan pada A1 dan 4 masalah
keperawatan pada A2. Dari ke 4 diagnosa tersebut terdapat 4 diagnosa
yang sama yaitu hipertermi berhubungan dengan pengeluaran
endotoksin yang merangsang sintesis dan pelepasan pirogen sehingga
mempengaruhi pusat termoregulasi, nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat, resiko
defisit volume cairan berhubungan dengan proses evaporasi dan intake
cairan yang tidak adekuat dan gangguan pola tidur berhubungan
dengan proses hospitalisasi. maslah/diagnosa nyeri akut berhubungan.
3. Pada perencanaan keperawatan/intervensi tidak ada kesenjangan antara
A1 dan A2 dengan teori.
4. Begitu pula pada saat evaluasi tidak ditemukan kesenjangan antara
kasus A1 dan A2 dengan teori karena dari hari pertama sampai ketiga
antara kasus A1 dan A2 mengalami perkembangan/perbaikan setelah
dilakukan implementasi oleh peneliti.
5. A1 dan A2 telah dilakukan aplikasi tindakan terapi sleep hygiene
selama 3 hari berturut-turut. A1 pada hari pertama 13-03-2019
dilakukan tindakan terapi sleep hygiene dengan hasil skor 60 (20-100)
menjadi 80 (20-100). Pada hari kedua 14-03-2019 dilakukan tindakan
terapi sleep hygiene yang awalnya 80 (20-100) menjadi 100 (20-100).
Sedangkan A2 pada hari pertama 26-03-2019 dilakukan tindakaan
tindakan terapi sleep hygiene dengan hasil skor 40 (20-100) menjadi
74

60 (20-100). Pada hari kedua 27-03-2019 dilakukan tindakan terapi


sleep hygiene yang awalnya 60 (20-100) menjadi 80 (20-100).
6. Dari penelitian atau aplikasi terapi sleep hygiene ini dapat di tarik
kesimpulan bahwa kompres hangat basah pada anak usia sekolah (6-12
tahun) yang mengalami gangguan pola tidur dengan demam typhoid
efektif dalam mengatasi gangguan pola sesuai dengan penelitian Ahsan,
Rinik Eko Kapti, Shindy Anggraeini Putri (2017) yang menyebutkan
bahwa sleep hygiene efektif dalam mengatasi gangguan pola tidur.

B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Sebaiknya lebih ditingkatkan lagi dalam fasilitas sumber pustaka yang
disediakan di institusi pendidikan sehingga akan lebih memudahkan
bagi mahasiswa dalam penelitian.
2. Bagi Rumah Sakit
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan sebaiknya pihak
rumah sakit lebih meningkatkan fasilitas pelayanan dan kualitas
asuhan keperawatan anak.
3. Bagi Perawat
Sebaiknya perawat tidak melupakan tugas dan kewajiban perawat
seperti dalam melakukan tindakn keperawatan lebih mengutamakan
sikap careing dan membantu memenuhi kebutuhan dasar klien.
4. Bagi Klien dan Keluarga
Sebaiknya keluarga dapat mengaplikasikan tindakan Sleep Hygiene
dirumah pada anggota keluarga yang mengalami hipertermi.

Anda mungkin juga menyukai