Anda di halaman 1dari 6

Nama : Ika Indayati

No. Mhs : 18/436647/PBI/01585

1. Jawaban :
a. Saat mengerjakan soal, aladin membutuhkan energy untuk melakukan hal itu
sehingga tubuhnya memerlukan pasokan glukosa untuk menghasilkan energy
mengerjakan soal. Namun karena aladin tidak sarapan maka tubuh perlu menjaga
agar kadar gula darah tetap normal , tubuh memecah simpanan glikogen dalam
hati menjadi gula darah . Jika bantuan pasokan gula darah ini pun akhirnya habis
juga, tubuh akan kesulitan memasok jatah gula daarah ke otak. Akibatnya anak
bisa menjadi gelisah, bingung, pusing, mual, berkeringat dingin, kejang perut
bahkan bisa sampai pingsan. Ini merupakan gejala hipoglikemia atau merosotnya
kadar gula darah
b. Agar dapat berfungsi, otak memerlukan zat gula yakni glukosa. Meskipun volume
otak hanya meliputi dua persen berat tubuh manusia, otak memerlukan sekitar
separuh dari kebutuhan glukosa seluruh tubuh. Jadi otak berusaha mengamankan
seluruh persediaan glukosa bagi kebutuhannya. Tanpa insulin, glukosa tidak dapat
sampai ke otot. Jadi otak memberi isyarat untuk menghentikan produksi insulin.
Hasilnya otot tidak memperoleh insulin. Otak mengendalikan metabolisme
sedemikian rupa agar otak itu sendiri dapat bertahan hidup.
c. Yang terjadi pada saat itu adalah gluconeogenesis. Adapun pengaturannya adalah :
Hati dapat membuat glukosa melalui glukoneogenesis dan menggunakan glukosa
melalui glikolisis sehingga harus ada suatu sistem pengaturan yang mencegah agar
kedua lintasan ini bekerja serentak. Sistem pengaturan juga harus menjamin bahwa
aktivitas metabolik hati sesuai dengan status gizi tubuh yaitu pembentukan glukosa
selama puasa dan menggunakan glukosa saat glukosa banyak. Aktivitas
glukoneogenesis dan glikolisis diatur secara terkoordinasi dengan cara perubahan
jumlah relatif glukagon dan insulin dalam sirkulasi.

1
Bila kadar glukosa dan insulin darah turun, asam lemak dimobilisasi dari
cadangan jaringan adipose dan aktivitas -oksidasi dalam hati meningkat. Hal ini
mengakibatkan peningkatan konsentrasi asam lemak dan asetil-KoA dalam hati.
Karena asam amino secara serentak dimobilisasi dari otot, maka juga terjadi
peningkatan kadar asam amino terutama alanin. Asam amino hati diubah menjadi
piruvat dan substrat lain glukoneogenesis. Peningkatan kadar asam lemak, alanin,
dan asetil-KoA semuanya memegang peranan mengarahkan substrat masuk ke
glukoneogenesis dan mencegah penggunaannya oleh siklus asam sitrat. Asetil-KoA
secara alosterik mengaktifkan piruvat karboksilase dan menghambat piruvat
dehidrogenase. Oleh karena itu, menjamin bahwa piruvat akan diubah menjadi
oksaloasetat. Piruvat kinase dihambat oleh asam lemak dan alanin, jadi menghambat
pemecahan PEP yang baru terbentuk menjadi piruvat.
Pengaturan hormonal fosfofruktokinase dan fruktosa-1,6-bisfosfatase
diperantarai oleh senyawa yang baru ditemukan yaitu fruktosa 2,6-bisfosfat.
Pembentukan dan pemecahan senyawa pengatur ini dikatalisis oleh enzim-enzim
yang diatur oleh fosforilasi dan defosforilasi. Perubahan konsentrasi fruktosa-2,6-
bisfosfat sejajar dengan perubahan untuk glukosa dan insulin yaitu konsentrasinya
meningkat bila glukosa banyak dan berkurang bila glukosa langka. Fruktosa-2,6-
bisfosfat secara alosterik mengaktifkan fosfofruktokinase dan menghambat fruktosa
1,6-bisfosfatase. Jadi, bila glukosa banyak maka glikolisis aktif dan glukoneogenesis
dihambat. Bila kadar glukosa turun, peningkaan glukagon mengakibatkan penurunan
konsentrasi fruktosa-2,6-bisfosfat dan penghambatan yang sederajat pada glikolisis
dan pengaktifan glukoneogenesis.

2. Jawaban:
a. Siklus Calvin ialah merupakan suiatu jalur metabolik yang ditemukan dalam stroma
dari kloroplas di mana karbon masuk dalam bentuk CO2 dan keluar dalam bentuk gula.
Siklus menghabiskan ATP sebagai sumber energi dan mengkonsumsi NADPH2 saat
mengurangi daya untuk menambahkan elektron energi tinggi untuk membuat gula.
Hipotesis yang dapat dibuat berdasarkan kasus tersebut adalah :

2
- Daun yang diambil pada malam hari tidak memiliki banyak simpanan gula karena
belum terakumulasi maksimal sebab siklus calvin belum terjadi secara maksimal
juga
- Sedangkan daun yang diambil pada pagi hari jam 10 memiliki akumulasi gula yang
lebih banyak karena telah terjadi siklus calvin pada malam hari dan terakumulasi
hingga pagi hari.
b. Pada malam hari pemecahan glikolitik pati adalah sumber energi utama. Sedangkan
pada siang hari dengan adanya cahaya, sel-sel tumbuhan fotosintetik menghasilkan
triose phosphate intermediate yang umum untuk glikolisis dan glukoneogenesis, dan
mengubahnya menjadi heksosa, sukrosa, dan pati.

3. Gen bakteri yang mengkode protein yang diperlukan untuk fiksasi N2 dinamai nif dan
gen fix, dan yang menginduksi pembentukan nodul disebut gen nod, nol dan noe.
Tanaman inang memberi sinyal kesiapannya untuk membentuk nodul dengan
mengeluarkan beberapa flavonoid sebagai senyawa sinyal untuk kemo-daya tarik
rhizobia. Flavonoid ini berikatan dengan protein gen nod bakteri. Protein, yang terikat
flavonoid, mengaktifkan transkripsi gen nodulasi, nol dan noe lainnya.
Apabila terjadi penghambatan metabolisme flavonoid maka akan menyebabkan
terhambatnya proses nodulasi akar Medicago sp oleh bakteri Rhizobium sp karena
peran flavonoid yang sangat penting diatas tidak berjalan. Akibatnya, proses fiksasi
nitrogen akan sangat terhambat dan tentu saja mempengaruhi proses metabolism
nitrogen karena tanaman tidak dibantu oleh bakteri.

4. Jawaban:
a. Kapasitas serapan nitrat pada akar disesuaikan dengan kondisi lingkungan.
Untuk mengefektifkan serapan nitrat walau lingkungan dalam kondisi yang
sangat rendah nitrogen, maka yang dilakukan oleh tanaman adalah : nitrat
diambil ke dalam sel-sel akar kemudian disimpan sementara di vakuola.
Selanjutnya nitrat direduksi menjadi NH4 + ke dalam sel epidermis dan kortikal

3
akar kemudian NH4 + ini digunakan terutama untuk sintesis glutamin dan
asparagine.
b. Nitrogen yang berasal dari udara bebas akan masuk ke dalam tanah, bersama
dengan aliran air hujan yang terserap dalam tanah, Nitrogen larut dalam air
hujan tsb, dan dengan bantuan petir akan diubah menjadi NO3. Dalam tanah
nitrogen berada dalam bentuk Nitrat dan Amonia. Akar dapat langsung
menyerap kedua molekul tsb. Nitrat dan ammonia akan disalurkan ke bagian
tubuh tumbuhan lain melalui pembulu xylem. Nitrat yang sudah terserap, akan
direduksi nitrit kemudian ditransfer kedaun dan direduksi lagi membentuk
ammonia melalui proses reduktase dengan bantuan NADPH.
Ammonium yang terbentuk akan diubah menjadi senyawa organic yaitu asam
amino melalui proses aminasi reduksi, asam amino yang terbentuk seperti as.
Aspartat, as. Gultamat, as. Alanin, akan berada bebas di sitoplasma. Dengan
adanya induksi cahaya terhadap gen2 yang mengkode pembentukan kloroplas
termsuk RUBISCO, maka akan terjadi transkripsi membentuk mRNA yang
selanjutnya mRNA tsb akan masuk ksitoplasma dan akan diterjemahkan
dengan as. Amino yang sudah terbentuk. Sehingga trbentuk rantai polipeptida
yang pada akhirnya akan terbentuk protein RUBISCO.

5. Judul penelitian : KETAHANAN PANAS CEMARAN Escherichia coli,


Staphylococcus aureus, Bacillus cereus dan BAKTERI PEMBENTUK SPORA
YANG DIISOLASI DARI PROSES PEMBUATAN TAHU DI SUDAGARAN
YOGYAKARTA
Nama jurnal : AGRITECH, Vol. 35, No. 3, Agustus 2015
LinkJurnal: :
https://www.researchgate.net/publication/311095140_KETAHANAN_PANAS_CEM
ARAN_Escherichia_coli_Staphylococcus_aureus_Bacillus_cereus_dan_BAKTERI_
PEMBENTUK_SPORA_YANG_DIISOLASI_DARI_PROSES_PEMBUATAN_TA
HU_DI_SUDAGARAN_YOGYAKARTA

4
Tujuan penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat cemaran
Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Bacillus cereus dan Bakteri pembentuk spora
pada proses pembuatan tahu dan mempelajari sifat ketahanan panas dari masing-
masing cemaran.
Metode: Tahapan penelitian dimulai dari pengamatan proses pembuatan tahu, isolasi
dan identifikasi dan analisa kuantitatif cemaran Escherichia coli, Staphylococcus
aureus, Bacillus cereus dan bakteri pembentuk spora pada proses pembuatan tahu.
Isolat yang berasal dari proses pemasakan dan proses penggumpalan digunakan untuk
pengujian ketahanan panas dengan melihat nilai D dan Z menggunakan regresi linier.
Hasil : Ketahanan panas bakteri dipengaruhi oleh komposisi pangan seperti jumlah
karbohidrat, protein dan lemak, perbedaan strain, perbedaan faktor lingkungan seperti
suhu pertumbuhan, media pertumbuhan, paparan terhadap panas. Jumlah mikroba pada
bahan juga mempengaruhi ketahanan mikroba terhadap panas (Bryne, 2006). Setiap
bakteri akan mempunyai penyesuaian terhadap kondisi lingkungan dengan cara yang
berbeda-beda, seperti pada saat nutrisi berkurang, penurunan pH atau pada kondisi
dimana suhu menurun atau meningkat (Hengge-Aronis, 2002 dalam Ouazzou dkk.,
2012). Komposisi dari media cair yang digunakan untuk pemanasan seperti jumlah
karbohidrat, protein dan lemak juga mempengaruhi ketahanan panas dari bakteri.
Komposisi pangan dan medium pemanas yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sari kedelai dari pabrik tahu Budiyono, kandungan sari kedelai berdasarkan uji
proksimat yang dilakukan memiliki kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat yang
tinggi (data tidak dipublikasikan). Adanya lemak dalam media pemanasan akan
meningkatkan ketahanan panas bakteri karena lemak dapat melindungi sel dari panas
disamping itu lemak juga dapat melindungi spora dari kerusakan karena panas (Desai
dan Varadaraj, 2010).
Perbedaan strain juga mempengaruhi ketahanan terhadap panas, hal ini
dikarenakan strain menunjukkan asal isolat tersebut di isolasi. Masing-masing akan
memiliki kondisi lingkungan yang berbeda-beda seperti suhu pertumbuhannya, media
pertumbuhannya, penerimaan panas sebelumnya seperti heat stress. Pada penelitian ini
isolate berasal dari kondisi lingkungan dengan suhu diatas suhu pertumbuhan bakteri

5
tersebut, yaitu proses penggumpalan dengan suhu 63-65°C dan proses pemasakan
dengan suhu 93-98°C, sehingga isolat yang masih dapat bertahan pada kondisi tersebut
memiliki ketahanan panas lebih tinggi ditunjukkan dengan nilai D dan Z yang besar.
Kenaikan suhu dapat menyebabkan bakteri meningkatkan toleransinya terhadap panas
terutama pada bakteri yang menyebabkan kebusukan pada pangan dan bakteri patogen
(Cebrian, dkk., 2009).
Semakin banyak jumlah mikroba pada bahan, maka suhu yang dibutuhkan lebih
tinggi dengan waktu yang lebih lama untuk menurunkan jumlah mikroba tersebut. Pada
penelitian ini menggunakan jumlah cemaran 1,0 x 107 CFU/ml, jumlah ini cukup tinggi
sehingga suhu dan waktu yang dibutuhkan lebih tinggi dan lama maka nilai D dan Z
yang didapat juga lebih tinggi. Bakteri yang digunakan mempunyai termo toleran
karena terbiasa tumbuh pada lingkungan dengan suhu yang tinggi.

Anda mungkin juga menyukai