Anda di halaman 1dari 90

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN KORBAN TINDAK PIDANA

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23


TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

(Studi Kasus Putusan Nomor 21/Pid.B/2010/PN Kudus dan Putusan Nomor


149/Pid.Sus/2018/PN Kudus)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Strata (S-1) Ilmu Hukum

Program Kekhususan Hukum Pidana

Diajukan Oleh :

Bagas Haryaloka

(30301508948)

Dosen Pembimbing

Dr. H. Achmad Sulchan.,S.H.,M.H

NIDN : 06-3103-5702

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2019
ii
iii
iv
v
MOTTO

“Ketakutanmu akan sebuah kegagalan itulah yang membuat hidupmu gagal”

(HabibSyech)

“Jangan menutupi cahaya orang lain agar dirimu Nampak bercahaya”

(HabibSyech)

“Jangan pernah bosan mendengarkan motivasi dari orang tuamu, karna motivasi
tak cukuphanya sekali tapi harus berkali-kali”

(Sukoco S.H)

“lebih baik terlihat hina di hadapan semua orang karna membela agama dan
kebenaran daripada terlihat mulia dihadapan semua orang karna membela
kedzoliman”

(Bagas Haryaloka)

vi
PERSEMBAHAN

 Bapak dan Ibu tercinta, Bapak Sukoco S.H dan Ibu Suparti terima kasih

atas semua pengorbanan mu, perjuanganmu, dan doa mu disetiap langkah

kakiku meraih impian, sehingga saya dedikasikan Skripsi ini sebagai

bentuk baktiku kepada bapak dan ibu.

 Kakak – kakaku tersayang, Siska Ris Sulistyo Ningsih S.H, Nunuk

Asriningtyas S.H, Aka Tidono Putro, Relia Norma Utami Spd, Niken

Hermi Widyasmoro S.H. Terima kasih telah Mendukungku,

Menasehatiku, Menyemangatiku, dalam perjalanan kumeraih sebuah Cita-

Cita.

 Dosen – dosen Fakultas Hukum UNISSULA. Terima kasih telah

memberikan nasehat dan ilmu pengetahuan yang bermanfaat kepada saya

tanpa kenal lelah.

 Sahabat – sahabat dan rekan – rekan seperjuangan. Terima kasih telah

memberikan motivasi dan dorongan kepada saya untuk selalu maju

kedepan.

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas

berkat rahmat, taufik, dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyusun Skripsi

ini. Semoga sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepadaNabi Muhammad

SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, kepada umatnya hingga akhir Zaman

nanti… AAMIIN

Dalam penyelesaian Skripsi yang berjudul Perlindungan Hukum Terhadap

Perempuan Korban Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Studi Kasus

Pengadilan Negeri Kudus) Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan

Skripsi ini banyak mengalami kendala. Namun berkat bantuan, bimbingan, kerja

sama dari berbagai pihak dan juga berkah dari ALLAH SWT sehingga kendala -

kendala yang dihadapi dapat denganmu dah diatasi. Untuk itu penulis

menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Bapak Ir. PrabowoSetyawan, MT., P.HD selaku Rektor Universitas Islam Sultan

Agung Semarang.

2. Bapak Prof. Dr. H. Gunarto S.H., SE.Akt.,M.Hum selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

3. Bapak Dr. H. Amin Purnawan, S.H., Sp.N.,M.Hum selaku DosenWali.

4. Bapak Dr. H. Acmad Sulchan.,S.H.,M.H selaku Dosen pembibing.

5. Bapak Dr. Drs. Munsharif Abdul Chalim, S.H., M.H. selaku Dosen Penguji

6. Bapak Arpangi, S.H., M.H. selaku Dosen Penguji

7. Bapak dan ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung

Semarang.

viii
8. Staff dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

9. Bapak dan Ibu tercinta yang selalu memberikan dukungan dan doa baik moral

maupun materil dengan tulus dan ikhlas. Bagiku mereka adalah Jiwa serta Sprit

untuk terselesaikanya Skripsi ini.

10. Kakak – Kakaku tersayang yang selalu memberikan semangat dan motivasi

kepada penulis, sehingga dapat terselesaikanya Skripsi ini.

11. Seluruh sahabat – sahabatku (pras, devis, rama) dan juga kekasih tercinta (Tiara

Lanita) yang ada di Universitas Islam Sultan Agung Semarang yang selalu

memberikan semangat dan juga dukungan penuh kepada saya.

12. Semua Pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, saya ucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya karna telah ikut membantu melancarkan

penyelesaian Skripsi ini.

Penulis menyadari betapa banyaknya kekurangan dalam Skripsi ini, oleh

karena itu penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya dan mohon kritik dan

saran agar dapat memperbaiki Skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk

kita semua. AAMIIN…

Semarang, Desember 2018

Penulis

BagasHaryaloka
30301508948

ix
ABSTRAK

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan masalah klasik


dalam dunia hukum. Walaupun sudah terdapat Undang – Undang untuk
melindungi Korban dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga yaitu Undang - Undang
No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga akan
tetapi hal ini belum cukup mengantisipasi kekerasan tersebut. Dalam hal ini perlu
adanya perhatian dan perlindungan hukum baik pemerintah, aparat penegak
hukum, maupun dari masyarakat sehingga diharapkan setiap orang yang
mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya KDRT wajib melakukan upaya
pencegahan dan memberikan pertolongan. Sebenarnya apa penyebab nya dan
seperti apa bentuk perlindungan bagi perempuan korban tindak pidana KDRT
yang diatur dalam hukum positif Indonesia.

Metode dalam penelitianm ini, penulis menggunakan metode Yuridis


Sosiologis. Yuridis Sosiologis yaitu metode yang dipergunakan di dalam
penelitian hukum yang bertujuan memperjelaskan dan sesungguhnya yang terjadi
di masyarakat terhadap suatu permasalahan yang akan diteliti.

Hasil penelitian diatas menjelaskan bahwa pengaturan tindak pidana


KDRT dalam hukum positif lebih bersifat umum sementara Undang - Undang No.
23 Tahun 2004 mengatur lebih spesifik. Hambatan yang terjadi dalam penerapan
Undang - Undang No. 23 Tahun 2004 adalah lemahnya system pemidanaan yang
tidak mencantumkan batas minimum pemidanaan terhadap pelaku. Sehingga
keadilan terhadap perempuan masih belum maksimal. Berkaitan dengan hal diatas
faktor – faktor penyebab terjadinya tindak pidana KDRT antara lain faktor
kecemburuan, faktor ekonomi, faktor kurangnya pengetahuan tentang Undang-
Undang KDRT. Sedangkan perlindungan hukum terhadap perempuan sudah
diatur di dalam Undang - Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Korban Kekerasan,Tindak Pidana, KDRT

x
ABSTRACT

Domestic Violence is a classic problem in the world of law. Even though


there is an Act to protect Victims from Domestic Violence, namely Law Number
23 of 2004 concerning the Elimination of Domestic Violence but this is not
enough to anticipate the violence.In this case there is a need for attention and legal
protection for the government, law enforcement officials, and the community, so
that everyone who hears, sees, or knows about the occurrence of domestic
violence is obliged to take preventive measures and provide assistance. Actually
what is the cause and what kind of protection for women victims of criminal acts
of violence in the household that are regulated in Indonesian positive law.

The method in this study, the author uses the Juridical Sociological
method. Juridical Sociology is a method used in legal research that aims to clarify
the real situation that occurs in the community towards a problem that will be
examined.

The results of the above study explain that the regulation of criminal acts
of domestic violence in positive law is more general in nature while Law No. 23
of 2004 regulates more specifically.The results of the above study explain that the
regulation of criminal acts of domestic violence in positive law is more general in
nature while Law Number 23 of 2004 regulates more specifically. Barriers that
occur in the application of Law Number 23 of 2004 is the weakness of the
criminal system which does not specify the minimum sentence of punishment
against the perpetrator.So that justice for women is still not optimal. In connection
with the above factors the causes of domestic violence include jealousy, economic
factors, lack of knowledge about the Domestic Violence Law. Whereas legal
protection for women is regulated in Law Number 23 of 2004 concerning the
Elimination of Domestic Violence.

Keywords : Legal Protection, Victims of Violence, Crime, Domestic Violence

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................................... ii

MOTTO ..............................................................................................................................iii

PERSEMBAHAN .............................................................................................................. vii

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... viii

ABSTRAK ...........................................................................................................................x

ABSTRACT .......................................................................................................................xi

BAB I .................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1

A.Latar Belakang Masalah ................................................................................................ 1

B. Perumusan Masalah ..................................................................................................... 12

C. Tujuan Penelitian ......................................................................................................... 12

D. Kegunaan Penelitian .................................................................................................... 13

E. Terminologi .................................................................................................................. 14

F. Metode Penelitian ........................................................................................................ 15

G. Sistematika Penulisan .................................................................................................. 18

BAB II .............................................................................................................................. 20

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................... 20

A. Perlindungan Hukum .................................................................................................. 20

xii
B. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) ................................................................. 21

C. Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga ................................................................... 28

D. Tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga ........................................................ 32

E.Pandangan Islam Terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga ..................................... 37

BAB III ............................................................................................................................. 43

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................................................ 43

A. Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Korban Tindak Pidana Kekerasan Dalam

Rumah Tangga dalam undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekersan

Dalam Rumah Tangga. ..................................................................................................... 43

1. Ketentuan Dasar Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga(KDRT)

dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2004. ............................................................. 43

2. Pengaturan Perlindungan Korban KDRT dalam Undang-Undang Nomor. 23

Tahun 2004 ............................................................................................................... 47

B. Pertimbangan Hakim dalam Memutus Perkara Kekerasan Dalam Rumah Tangga .... 56

1. Pertimbangan Hakim dalam Putusan Perkara Nomor 21/Pid.B /2010/PN Kudus

59

2. Pertimbangan Hakim dalam Putusan Perkara Nomor 149/Pid. Sus/2018/PN

Kudus ........................................................................................................................ 63

BAB IV ............................................................................................................................. 69

PENUTUP ........................................................................................................................ 70

A. Kesimpulan .................................................................................................................. 70

B. Saran ............................................................................................................................ 71

xiii
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 73

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) telah menjadi fenomena

dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Kekerasan terjadi bukan saja

dalam area publik, namun juga dalam area domestik yang melahirkan

kekerasan dalam rumah tangga. Ironisnya dari berbagai kasus kekerasan

dalam rumah tangga, perempuan khususnya istri yang mengalami tindak

pidana kekerasan oleh suaminya, baik kekerasan fisik, psikis, seksual,

maupun ekonomi.

Dalam perkembanganya korban kekerasan dalam rumah tangga

sulit mengajukan penderitaan yang mereka alami kepada para penegak

hukum, karena kuatnya pandangan bahwa perlakuan kasar seorang suami

kepada istri merupakan bagian dari peristiwa privat (urusan rumah

tangga), oleh karena itu tidak bisa dilaporkan kepada aparat

kepolisian.Sehingga penderitaan korban kekerasan dalam rumah tangga

berkepanjangan tanpa perlindungan.1

Dalam beberapa tahun ini kekerasan terhadap perempuan menjadi

sebuah fenomena menarik yang terjadi didalam masyarakat dan sudah

1
Dikdik M.Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan antara
Norma dan Realita (Edisi 1, Cet. I; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal 135

1
merupakan isu global. Kekerasan terhadap perempuan tidak saja dalam

bentuk seminar, loka karya, diskusi, maupun, dialog publik oleh para

praktisi, akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan masyarakat luas

dalam lingkup nasional, akan tetapi perbincangan ini terjadi dalam forum

internasional. Kekerasan disini merupakan kekerasan yang dialami oleh

seorang perempuan/istri baik di lingkungan rumah tangga maupun di luar

lingkungan rumah tangga.Namun yang ingin ditonjolkan disini adalah

kekerasan terhadap perempuan/istri di dalam rumah tangga.2

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan masalah

serius yang kurang mendapat perhatian dari masyarakat yang disebabkan

oleh beberapa hal.Pertama, kekerasan dalam rumah tangga memiliki ruang

lingkup yang relatife tertutup dan terjaga kerahasiaanya karena terjadi

didalam keluarga.Kedua, kekerasan yang terjadi sering dianggap wajar

karena diyakini bahwa memperlakukan istri sekehendak suami merupakan

hak suami sebagai kepala rumah tangga. Ketiga, tidak seorangpun

diperbolehkan ikut campur dalam urusan rumah tangga karena hal itu

merupakan urusan pribadi dalam keluarganya. Keempat, kekerasan dalam

rumah tangga terjadi dalam lembaga yang formal (resmi) yaitu

perkawinan. Bahwa hal tersebut sesuai dengan falsafah pancasila serta

cita-cita untuk pembinaan hukum nasional perlu adanya Undang-Undang

tentang perkawinan yang berlaku bagi semua warga negara. 3 Dalam Pasal

2
Riska Adi Wijaya, Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Korban Tindak Pidana
Kekerasan dalam Rumah Tangga, Fakultas Hukum Unissula Semarang Tahun 2015, hal 2
3
Undang-Undang R.I Nomor 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam

2
1 Undang-Undang perkawinan menyatakan bahwa “ perkawinan ialah

ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai

suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (Rumah Tangga) yang

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dalam konteks perlindungan terhadap korban kekerasan dalam

rumah tangga, harus ada upaya preventif dan represif yang dilakukan, baik

oleh masyarakat maupun pemerintah melalui aparat penegak hukumnya,

seperti pemberian perlindungan atau pengawasan dari berbagai ancaman

yang dapat membahayakan nyawa korban KDRT, pemberian bantuan

medis maupun hukum secara memadai. Proses pemeriksaan dan peradilan

yang adil terhadap para pelaku kejahatan, pada dasarnya merupakan salah

satu perwujudan dari perlindungan hak asasi manusia serta instrumen

penyeimbang. Di sinilah dasar filosofis dibalik pentingnya perlindungan

terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga. Pentingnya korban

mendapat pemulihan sebagai upaya penyeimbang kondisi korban yang

mengalami gangguan, dikemukakan lebih luas oleh muladi, bahwa korban

KDRT perlu dilindungi karena :

Pertama, masyarakat dianggap sebagai suatu wujud system

kepercayaan yang melembaga. Kepercayaan ini terpadu melalui norma-

norma yang diekspresikan didalam struktur kelembagaan, seperti

kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan sebagainya. Terjadinya kejahatan

terhadap diri korban akan bermakna kehancuran sistem kepercayaan

tersebut, sehingga pengaturan hukum pidana dan hukuman lain yang

3
menyangkut korban sebagai sarana pengendalian system kepercayaan

tersebut.

Kedua, adanya argument kontrak sosial dan solidaritas sosial

karena Negara boleh dikatakan memonopoli seluruh reaksi sosial terhadap

kejahatan dan melarang tindakan-tindakan yang bersifat pribadi. Oleh

karena itu, apabila terdapat korban KDRT, maka Negara harus

memperhatikan kebutuhan korban dengan cara peningkatan pelayanan dan

pengaturan hak.

Ketiga, perlindungan korban yang biasanya dikaitkan dengan salah

satu tujuan pemidanaan yaitu penyelesaian konflik. Dengan penyelesaian

konflik yang ditimbulkan oleh adanya tindak pidana akan memulihkan

keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.4

Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

menyebutkan bahwa:

Setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari

segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah pancasila dan Undang-

Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga,

merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap

martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus.

4
Titon Slamet Kurnia, reparasi (reparation) terhadap korban pelanggaran HAMdi Indonesia
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005), Cet. I, hal 29

4
Korban kekerasan dalam rumah tangga, yang kebanyakan adalah

perempuan, harus mendapat perlindungan dari negara dan/atau masyarakat

agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan,

penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat

manusia.

Dalam kenyataanya, kasus kekerasan dalam rumah tangga banyak

terjadi, sedangkan system hukum di indonesia belum menjamin

perlindungan terhadap kekerasan dalam rumah tangga.

Faktor-Faktor yang menyebabkan terjadinya KDRT5:

Pertama, suami merasa dirinya lebih berkuasa daripada istrinya,

dan istrinya merasa bahwa ia harus melakukan kehendak suaminya.

Gagasan tersebut telah terkonstruksi melalui sosialisasi dalam keluarga,

bahwa seorang wanita adalah obyek seks, istri adalah pelayan suami. Hal

ini telah kuat melekat dalam pandangan para suami sehingga peraturan

yang ada dalam hukum pidana maupun norma-norma kesusilaan merasa

terkalahkan.

Kedua, faktor ketergantungan ekonomi pada suami merupakan

faktor dominan terjadinya kekerasan suami terhadap istri, dan ini sangat

mempengaruhi pemahaman istri terhadap tindakan suami yang keras

dalam keluarganya serta memaksa sang istri untuk menerima perlakuan

kekerasan suami sehingga membuat istri tidak mau melaporkan kepada


5
Anastasia Innurtrisniyati, Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan: Kekerasan Dalam
Rumah Tangga, JurnalYustika Medika Hukum dan Keadilan, Vol 14, Surabaya, 2011, hal 108

5
institusi hukum dan pihak-pihak lain seperti lembaga swadaya masyarakat

maupun lembaga konsultasi perkawinan.

Ketiga, kekerasan sebagai alat untuk menyelesaikan konflik. Cara

ini yang paling sering dilakukan dalam ruang lingkup keluarga.

Keempat, kekerasan dalam rumah tangga yang disebabkan karena

persaingan. Hal ini terjadi karena suami/istri dari latarbelakang yang sama,

misalnya dalam pendidikan, umur, pekerjaan, dan gaji yang seimbang. Hal

ini menciptakan rasa persaingan antara satu dengan yang lainya, sehingga

suami tidak mau disepelekan begitupun dengan istri.

Kelima, frustasi juga merupakan salah satu penyebab terjadinya

tindak kekerasan suami terhadap istri dalam rumah tangga, hal ini bisa

disebabkan karena suami belum mampu melakukan sesuatu untuk istri

dengan alasan belum siap menikah, belum memiliki pekerjaan dan

penghasilan. Kemampuan yang masih serba terbatas karena masih

tergantung kepada orang tua dan karena istri belum mempunyai anak.

Adapun akibat dari adanya kekerasan dalam rumah tangga yaitu

korban KDRT pada umumnya mengalami stress dan depresi. Selain itu

korban KDRT juga ketakutan dan trauma. Tidak hanya itu saja, korban

KDRT biasanya takut bertemu pelaku sehingga putus komunikasi antara

korban dan pelaku KDRT. Adanya cacat fisik atau berujung pada

perceraian.

6
Ada ungkapan bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati.

Maka dalam masalah KDRT sangat penting dilakukan pencegahan

sebelum terjadi KDRT. Adapun kiat mencegah sebelum terjadinya KDRT

antara lain6 :

1) Keluarga wajib mengajarkan ajaran agama. Seorang suami harus

menjadi imam bagi istri, anak-anak dan keluarga. Serta seorang

suami harus bisa mengatur urusan rumah tangganya dengan baik.

2) Harus dikembangkan komunikasi timbal balik antara suami, istri

dan anak-anak.

3) Istri wajib mendidik anak sejak kecil, kalau marah jangan pernah

memukul dan berkata kasar.

4) Kalou ada permasalahan harus diselesaikan dengan cara berdialog

ataupun musyawarah.

5) Jika terjadi pertengkaran serius, salah satu atau kedua-duanya

harus meminta bantuan kepada orang yang dituakan untuk

dilakukan mediasi.

Upaya penanganan dalam KDRT antara lain:

1) Istri dan suami melakukan dialog. Keduany harus bisa mencari

solusi untuk memecahkan masalah yang menyebabkan terjadinya

KDRT. Jika anak-anaknya sudah mulai besar, ajak mereka supaya

berbicara kepada ayahnya, jika KDRT dilakukan oleh suami.

6
https://musniumar.wordpress.com/2012/07/09/pencegahan-dan-penanganan-kekerasan-dalam-
rumah-tangga-kdrt/, diakses pada tanggal 2 agustus 2018, jam 14.30

7
2) Selesaikan masalah KDRT dengan kepala dingin. Cari waktu yang

tepat untuk sampaikan bahwa KDRT bertentangan dengan hukum

Negara, hukum agama, budaya dan adat-istiadat masyarakat.

3) Laporkan kepada keluarga yang dianggap berpengaruh yang bisa

memberikan solusi terhadap penyelesaian KDRT agar tidak terus

terulang.

4) Jika korban KDRT sudah terlalu parah (luka-luka), maka

dilakukan visum.

5) Laporkan kepada pihak berwajib bahwa telah terjadi KDRT.

Melapor kepada aparat kepolisian merupakan tindakan paling

terakhir karena bisa berujung pada perceraian.

Dari pernyataan diatas korban kekerasan dalam rumah tangga

dapat menurun, apabila jika terjadi KDRT hendaknya segera melaporkan

kepada aparat penegak hukum, sehingga kasus tersebut dapat segera

ditangani dan korban KDRT segera mendapatkan perlindungan, sehingga

ditahun yang akan datang kita tidak lagi mendengar banyaknya perempuan

yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.

Adapun peran aparat penegak hukum dalam penghapusan

kekerasan dalam rumah tangga7 :

1. Peran Kepolisian (Pasal 16-20 UU KDRT)

7
Moerti Hadiati Soeroso, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Yuridis-
Viktimologis, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal 68-70

8
Saat kepolisian menerima laporan mengenai kasus

kekerasan dalam rumah tangga, mereka harus segera

menerangkan mengenai hak-hak korban KDRT untuk

mendapatkan pelayanan untuk mendapatkan pelayanan dan

pendampingan. Setelah menerima laporan tersebut

kepolisian harus mengambil langkah-langkah sebagai

berikut :

a. Memberikan perlindungan sementara pada

korban.

b. Meminta surat penetapan perintah

perlindungn dari pengadilan.

c. Melakukan penyelidikan.

2. Peran Advokat

Dalam memberikan perlindungan dan pelindungan

bagi korban maka advokat wajib :

a. Memberikan konsultasi hukum mengenai

hak-hak korban dan proses peradilan.

b. Mendampingi korban di tingkat penyidikan,

penuntutan dan pemeriksaan dalam sidang

pengadilan.

c. Melakukan koordinasi dengan sesama

penegak hukum, relawan pendamping, dan

9
pekerja sosial agar proses peradilan berjalan

sebagaimana mestinya.

3. Peran Pengadilan

Sementara itu, Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga

tidak luput mengatur bagaimana peran pengadilan dalam

memberikan perlindungan terhadap korban, khususnya

mengenai mekanisme perintah perlindungan.

Seperti telah dijelaskan diatas, bahwa kepolisian

harus meminta surat penetapan perintah perlindungan dari

pengadilan. Maka, setelah menerima permohonan itu,

pengadilan harus :

a. Mengeluarkan surat penetapan yang berisi

perintah perlindungan bagi korban dan

anggota keluarga lain.

b. Atas permohonan korban ataupun kuasanya,

pengadilan dapat mempertimbangkan untuk

menetapkan suatu kondisi khusus yaitu

pembatasan gerak pelaku, larangan

memasuki tempat tinggal bersama, larangan

mangawasi atau mengintimidasi korban.

4. Peran Kejaksaan

10
Lembaga pemerintah yang menjalankan kekuasaan

negara secara merdeka terutama dalam menjalankan tugas

dan kewenanganya di bidang penuntutan dan menjalankan

tugas dan wewenang di bidang penyelidikan dan juga

penuntutan perkara tindak pidana korupsi dan pelanggaran

Hak Asasi Manusia berat serta kewenangan kekuasaan

negara.

Perlu diketahui bahwa hukum pidana bukanlah satu-satunya

strategi yang dapat mempengaruhi masalah penghapusan kekerasan

terhadap perempuan. Bagaimanapun juga struktur dan tradisi suatu Negara

dapat mempengaruhi bentuk dan sikap terhadap perempuan dan tindak

kekerasan yang diderita.8

Dalam hal ini kekerasan terhadap perempuan haruslah diperhatikan

dan mendapat perlindungan hukum, KDRT merupakan masalah sosial,

oleh karena itu setiap orang yang mendengar, melihat, dan mengetahuinya

terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya

pencegahan dan memberikan pertolongan. Oleh karena itu peran

pemerintah dan aparat penegak hukum dalam memberikan perlindungan

dan pelayanan bagi perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga

(KDRT) haruslah maksimal. Perlindungan hukum terhadap korban

kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) haruslah disadari oleh setiap

8
Ibid, hal 6

11
orang, agar tidak terjadi lagi khususnya kekerasan terhadap seorang

perempuan/istri korban KDRT.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan sebuah


penelitian dan penulisan skripsi dengan judul: PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP PEREMPUAN KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN
DALAM RUMAH TANGGA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23
TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM
RUMAH TANGGA

(Studi Kasus Putusan Nomor 21/Pid.B/2010/PN Kudus dan Putusan Nomor


149/Pid.Sus/2018/PN Kudus)

B. Perumusan Masalah

Untuk menghindari meluasanya permasalahan yang akan dibahas,

maka penulis membatasi ruang lingkup permasalahan kedalam bentuk

perumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap perempuan korban tindak

pidana KDRT dalam undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang

penghapusan kekerasan dalam rumah tangga ?

2. Bagaimana pertimbangan hakim dalam memutus perkara tindak pidana

kekerasan dalam rumah tangga?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan utama yang ingin dicapai pada sebuah penelitian adalah sebagai

berikut:

12
1. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap perempuan

korban tindak pidana KDRT dalam undang-undang No. 23 Tahun

2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.

2. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam memutus perkara

tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat atau kegunaan baik

secara teoritis maupun praktis. Adapun kegunaan peneltian ini adalah

sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan bisa memberikan sumbangan pemikiran

terhadap khazanah ilmu pengetahuan hukum dalam pngembangan

ilmu hukum pidana, khususnya pemahaman teoritis tentang

perlindungan hukum terhadap perempuan korban tindak pidana

kekerasan dalam rumah tangga.

b. Untuk memenuhi tugas dalam penelitian hukum, sebagai syarat

menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan

Agung Semarang.

c. Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah kepustakaan

dan bahan bacaan serta dapat dipakai sebagai acuan terhadap

penelitian sejenis untuk kajian-kajian berikutnya.

2. Kegunaan Praktis

13
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan serta

dapat memberikan konstribusi dan solusi kongkrit mengenai perlindungan

hukum terhadap perempuan korban tindak pidana kekerasan dalam rumah

tangga (KDRT).

E. Terminologi

Kata-kata dalam judul di atas berdasarkan pendapat para Ahli dan di

kamus Besar Bahasa Indonesia :

Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan

terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang

bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun

tidak tertulis.9

Perempuan adalah salah satu dari dua jenis kelamin manusia,

satunya lagi adalah laki-laki.

Korban adalah pemberian untuk menyatakan kebaktian, kesetiaan,

dan sebagainya.Orang, binatang, dan sebagainya yang menjadi menderita

(mati dan sebagainya) akibat suatu kejadian, perbuatan jahat, dan

sebagainya.

Tindak Pidana adalah keadaan yang dibuat seseorang atau barang

sesuatu yang dilakukan, dan perbuatan itu menunjuk baik pada akibatnya

maupun yang menimbulkan akibat.

9
Rahayu, 2009, Pengangkutan Orang, etd.eprints.ums.ac.id.

14
Kekerasan adalah perihal (yang bersifat, berciri) keras, perbuatan

seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya

orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain, dan

paksaan.

Rumah Tangga adalah suatu kumpulan dari masyarakat terkecil

yang terdiri dari pasangan suami istri, anak-anak, mertua, dan sebagainya.

F. Metode Penelitian

1. Metode Pendekatan

Berdasarkan permasalahn yang diteliti oleh penulis, maka metode

pendekatan penelitianya adalah yuridis sosiologis.Yuridis sosiologis

yaitu penelitian yang bertujuan memperjelas keadaan sesunggunya

yang ada di masyarakat terhadap suatu permalahan yang akan diteliti.

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang diterapkan dalam penelitian yang

dilakukan ini bersifat deskriptif analisis.Spesifikasi penelitian

deskriptif yaitu penelitian yang sifatnya menggambarkan atau

memaparkan data yang ditemukan dalam penelitian.

3. Metode Data Penelitan

Penelitian yang dilakukan oleh penulis berdasarkan pada data yang

dikumpulkan bersumber dari :

a. Data Primer

15
Data yang diperoleh langsung dari narasumber yang dapat

dipercaya atau hasil dari wawancara dari pihak yang

terkait. Dalam penelitian ini wawancara yang digunakan

adalah wawancara yang bebas terpimpin, artinya dengan

terlebih dahulu mempersiapkan daftar pertanyaan diluar

pedoman yang sudah dibuat sepanjang masih relevan

terhadap maksut-maksut dari penelitian yang telah

direncanakan melalui responden, maka diperlukan metode

purposive non random sampling atau penarikan sample

dengan cara mengambil subjek didasarkan pada tujuan

tertentu. Teknik ini dipilih karna keterbatasan waktu, biaya,

dan tenaga sehingga tidak dapat mengambil sample yang

besar dan jauh letaknya.(M. Ali, Penelitian

KependidikanProsedur dan Strategi, Sinar Pagi, Jakarta,

1985, hal 51).

b. Data Sekunder

Data yang berasal dari penelitian kepustakaan, guna

mendapatkan landasan teoritis dan beberapa pendapat

ataupun tulisan para ahli dan juga memperoleh informasi

baik dalam bentuk ketentuan formal ataupun data melalui

naskah resmi yang ada.

Data sekunder diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :

a) Bahan Hukum Primer

16
Bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat berupa

peraturan perundang-undangan yang terkait dengan substansi

perundang-undangan di Indonesia.

b). Bahan Hukum Sekunder

Bahan yang memberi penjelasan bagi sumber data primer yang

terdiri dari buku-buku, hasil penelitian, jurnal yang berkaitan

dengan materi penelitian.

c). Bahan Hukum Tersier

Sumber data yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap

sumber data primer maupun sumber data sekunder.

4. Lokasi Penelitian

Pengadilan Negeri Kudus

5. Metode Analisa Data

Setelah data terkumpul dari lapangan dengan lengkap maka tahap

berikutnya adalah mengelola dan menganalisis data, dimana data

yang diperoleh dari lapangan akan dianalisis secara kualitatif, yaitu

data yang diperoleh akan digambarkan sesuai dengan keadaan yang

sebenarnya, apa yang dikatakan oleh responden baik secara lisan

maupun tulisan, yang akan diteliti dan dipelajari sebagai satu kesatuan

yang utuh, kemudian dilakukan analisis guna menjawab permasalahan

yang diajukan dan mencari jalan keluar yang diharapkan hingga

17
akhirnya bisa mendapatkan sebuah skripsi Ilmiah, yang berkaitan

dengan Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Korban Tindak

Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga.Dengan menggunakan

landasan teori yang ada, sehingga dapat mencapai kesimpulan jadwal

penelitian.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum

Terhadap Perempuan Korban Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah

Tangga (Studi Kasus Pengadilan Negeri Kudus)” ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang

masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,

metode penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis menguraikan tentang perlindungan hukum,

kekerasan dalam rumah tangga, korban dan tindak pidana, pandangan

islam terhadap kekerasan dalam rumah tangga.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis ingin menguraikan tentang faktor-faktor

yang menyebabkan kekerasan dalam rumah tangga dan perlindungan

18
hukum terhadap perempuan korban tindak pidana kekerasan dalam rumah

tangga dan upaya mengatasinya.

BAB IV PENUTUP

Dalam bab terakhir ini penulis menguraikan tentang kesimpulan

dan saran.

19
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perlindungan Hukum

Dalam ilmu hukum perlindungan adalah bentuk pelayanan yang

wajib diberikan oleh aparat penegak hukum (aparat keamanan) agar

memberikan rasa aman baik fisik maupun mental kepada korban dan para

saksi dari sebuah ancaman, gangguan , teror dan kekerasan dari pihak

manapun pada saat tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan atas

pemeriksaan di sidang pengadilan.10

Menurut Satijipto Raharjo, perlindungan hukum yaitu memberikan

pengayoman hukum terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang dirugikan

oleh orang lain dan perlindungan hukum itu diberikan kepada masyarakat

agar dapat menikmati hak-hak yang diberikan oleh hukum.11

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang

Perlindungan Saksi dan Korban adalah segala upaya pemenuhan hak dan

pemberian bantuan agar memberikan rasa aman kepada korban yang wajib

dilaksanakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) atau

lembaga lainya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.

a). Perlindungan Saksi

10
Id.m.wikipedia.org/wiki/pengertian_Perlindungan_Hukum, diakses pada tanggal 7 agustus
2018, Jam 11.27
11
Satijipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakt, 2000), hal. 54

20
Perlindungan yang diberikan kepada saksi berupa,

pengamanan, pengawalan, bantuan medis dan pemberian

kesaksian tanpa hadir langsung dipengadilan.

b). Perlindungan Korban

Perlindungan yang diberikan kepada korban berupa,

pendampingan, mendapat informasi mengenai perkembangan

kasus dan penggantian biaya transportasi.

Perlindungan hukum Korban kejahatan sebagai bagian dari

perlindungan masyarakat, bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti

melalui pemberian restitusi dan kompensasi, pelayanan medis dan bantuan

hukum.

B. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

a). Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Kekerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan seseorang atau

sejumlah orang yang berposisi kuat (merasa kuat) kepada seseorag atau

sejumlah orang yang berposisi lemah (dianggap lemah/dilemahkan),

dengan sarana kekuatanya, baik secara fisik maupun non fisik dengan

sengaja dilakukan untuk menimbulkan penderitaan kepada obyek

kekerasan.12

12
Mufidah Ch dkk, Haruskah Perempuan dan Anak Dikorbankan? Panduan Pemula Untuk
Pendampingan Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, Pilar Media (Anggota IKAPI),
Malang, 2006, hal 2

21
Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah tindakan kekerasan yang

dilakukan oleh pengasuh orangtua/pasangan KDRT dapat ditujukan dari

berbagai bentuk, diantaranya fisik (kekuatan fisik), kekerasan seksual

(aktivitas seksual yang dipaksakan), kekerasan emosi (ancaman kritik

yang menjatuhkan).

Kekerasan Dalam Rumah Tangga menurut pasal 1 UU Nomor 23

tentang penghapusan KDRT tahun 2004 yaitu :

“setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat

timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologi

dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan

perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan

hukum dalam lingkup rumah tangga”.

Dalam RUU Anti-KDRT pasal 1 angka 1 yaitu :

“setiap perbuatan terhadap perempuan dan pihak yang tersubordinasi

lainnya, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara

fisik, seksual, ekonomi dan/atau psikologis, termasuk ancaman untuk

melakukan perbuatan pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara

sewenang-wenang dalam lingkup rumah tangga”.13

b). Jenis-Jenis Kekerasan Dalam Rumah Tangga

13
RUU Anti-KDRT tanggal 6 Mei 2003, pasal 1 angka 1

22
Kekerasan dapat dikategorikan kedalam 4 jenis yaitu,

kekerasan represif, kekerasan alternatife, kekerasan langsung dan

kekerasan tidak langsung. Pengertian dari kekerasan tersebut adalah

:14

1. Kekerasan Represif

Kekerasan yang berkaitan dengan

pencabutan hak dasar untuk dilindungi dari

kesakitan dan penderitaan.

2. Kekerasan Alternatif

Kekerasan yang merujuk pada pencabutan

hak-hak individu yang lebih tinggi.

3. Kekerasan Langsung

Kekerasan yang merujuk pada tindakan yang

menyerang fisik atau psikologis secara

langsung.

4. Kekerasan Tidak langsung

Suatu tindakan yang dapat membahayakan

manusia, bahkan kadang-kadang sampai

ancaman kematian, tetapi tidak melibatkan

hubungan langsung antara korban dengan

pihak yang bertanggungjawab atas

kekerasan tersebut.

14
Ridwan, Kekerasan Berbasis Gender, Purwokerto, Pusat Studi Gender, 2006, hal 61

23
c). Macam-Macam Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang

penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, tindak

kekerasan terhadap istri/anak/suami/subyek dalam rumah

tangga dibedakan menjadi 4 macam :

1. Kekerasan Fisik, yaitu perbuatan yang menimbulkan rasa

sakit, jatuh sakit atau luka berat.

2. Kekerasan Psikis, yaitu perbuatan yang mengakibatkan

ketakutan, hilangnya kepercayaan diri, rasa tidak berdaya

dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.

3. Kekerasan Seksual, yaitu perbuatan yang memaksa

melakukan hubungan seksual dengan cara yang tidak wajar

dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual

dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan

tertentu.

4. Penelantaran Rumah Tangga (kekerasan ekonomi), meliputi

tindakan:

a. Setiap orang yang memeliki kewajiban secara

hukum karena persetujuan atau perjanjian

memberikan kehidupan, pemeliharaan, atau

perawatan kepada orang tersebut dalam lingkup

rumah tangga, tetapi tidak melaksanakan

kewajibanya tersebut.

24
b. Setiap orang yang menimbulkan ketergantungan

ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang

untuk bekerja dengan layak.15

d). Faktor-Faktor Penyebab Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Faktor-Faktor penyebab Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang

dikemukakan oleh fahra Ciciek16 antara lain :

a. Masyarakat masih mendasarkan anak laki-laki

dengan membimbingnya agar memiliki keyakinan

bahwa laki-laki harus kuat dan berani. Suami

seolah-olah mempunyai hak atas istrinya sehingga

dengan cara apapun seorang suami dapat bertindak

terhadap istrinya tersebut termasuk dalam bentuk

kekerasan.

b. Adanya kebiasaan mendorong seorang perempuan

atau istri agar selalu tergantung pada seorang suami

khususnya secara ekonomi. Hal inilah yang

membuat seorang perempuan sepenuhnya berada

dibawah kuasa suami. Akibatnya seorang istri selalu

diberlakukan semena-mena oleh seorang suami.

15
Anitya Lintang Suryani, Tinjauan Viktimologi Perlindungan Hukum Perempuan Sebagai
Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga dari Perspektif Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
dan Hukum Islam, Fakultas Hukum Unissula Semarang Tahun 2018, hal 32
16
Fahra Ciciek, Jangan Ada Lagi Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Jakarta, Gramedia Pustaka
Utama, 2003, hal 30

25
c. Fakta menunjukan bahwa laki-laki dan perempuan

tidak diposisikan setara dalam masyarakat.

Anggapan suami mempunyai kekuasaan terhadap

istri ini dapat berada dibawah kendali suami. Jika

istri melakukan kesalahan, maka suami dapat

berbuat sesuai keinginanya termasuk melakukan

sebuah kekerasan.

d. Masyarakat tidak menganggap KDRT sebagai

persoalan yang sosial, tetapi persoalan pribadi

antara suami/istri. Banyak masyarakat beranggapan

bahwa masalah KDRT adalah urusan pribadi atau

masalah rumah tangga orang lain, sehingga kita

tidak berhak mencampurinya.

e. Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama

yang menganggap bahwa laki-laki boleh menguasai

perempuan. Penafsiran ini bisa mengakibatkan

pemahaman bahwa bahwa agama juga

membenarkan suami untuk melakukan pemukulan

terhadap istri dalam rangka mendidik.

e). Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Anak

26
Kekerasan Rumah Tangga juga bisa terjadi kepada seorang anak,

adapun faktor-faktor model yang menyebabkan terjadinya

kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak antara lain :17

a. Psychodynamic model, terjadinya kekerasan karena

kurangnya jejak seorang ibu. Seseorang yang tidak

pernah dirawat atau diasuh oleh ibunya secara baik,

dia tidak bisa menjadi ibu dan merawat anaknya

sendiri.

b. Personality or character trail model, hamper mirip

dengan Psychodynamic, namun dalam hal ini tidak

terlalu memperhatikan apa yang pernah dialami oleh

orang tua sebagai pelaku kekerasan, tetapi

menganggap bahwa ini akibat orang tua si anak

yang belum cukup dewasa, terlalu agresif, frustasi/

berkarakter buruk.

c. Social learning model, kurangnya kemampuan

sosial, yang ditujukan dengan perasaan tidak puas

karena menjadi orang tua, merasa terganggu dengan

kehadiran seorang anaknya, menuntut anak untuk

selalu bersikap dewasa.

17
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan, Bandung, PT Refika
Adiatma, 2012, hal 17-18

27
d. Family structure model, yang menunjukan pada

dinamika antar keluarga yang mempunyai hubungan

kausal dengan kekerasan.

e. Environmental stress model, yang melihat anak dan

perempuan sebagai masalah multidimensional dan

menempatkan “tekanan” sebagai penyebab utama.

Jika ada perubahn faktor-faktor yang membentuk

lingkungan manusia, seperti pendidikan yang

rendah, tidak adanya pekerjaan, maka akan

menimbulkan kekerasan pada seorang anak.

f. Social-psychological model, dalam hal ini “frustasi”

dan “stress” menjadi faktor utama terjadinya

kekerasan terhadap anak.

g. Mental illness model, kekerasan pada anak terjadi

karena kelainan syaraf, penyakit kejiwaan.

C. Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga

a). Pengertian Korban

Viktimologi berasal dari kata victim (dalam bahasa latin) korban,

dan logos yang berarti ilmu pengetahuan. Arief Gosita mendefinisikan

viktimologi sebagai studi tentang korban, yakni sebab dan dampak

timbulnya korban sebagai kenyataan sosial.

28
Arief Gosita memaknai korban adalah mereka yang menderita

jasmani dan rohani akibat tindak orang lain mencari pemenuhan

kepentingan individu (diri sendiri) atau orang lain yang bertentangan

dengan hak asasi penderita.18

Secara etiologis pengertian korban ada di dalam UU Nomor 13

Tahun 2006 tentang Perlindugan Saksi dan Korban yang menyatakan

bahwa:

“seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, atau kerugian

financial yang merupakan salah satu faktor yang menimbulkan suatu

tindak pidana”.19

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan

KDRT tentang pengertian korban adalah orang yang mengalami kekerasan

dan/atau ancaman kekerasan dalam ruang lingkup keluarga.

Kemudian menurut UU Nomor 27 tahun 2004 tentang Komisi

Kebenaran dan Rekonsiliasi, yang dimaksud korban adalah:

“orang perseorangan atau kelompok orang yang mengalami penderitaan,

baik fisik, mental ataupun emosional, kerugian ekonomi atau mengalami

perampasan hak-hak dasarnya sebagai akibat pelanggaran hak-hak dasar

hak asasi manusia yang berat termasuk korban atau ahli warisnya”.

18
Milda Marlia, Marital Rape (Kekerasan Seksual terhadap Istri), Pustaka Pesantren,
Yogyakarta, 2007, hal67
19
Yuyantilalata.blogspot.com/2012/10/korban-victim.html?m=1, diakses pada tanggal 8 agustus
2018, jam 19.52

29
Menurut Muladi di dalam buku Dikdik M Arief Mansur korban

adalah orang-orang yang baik secara individual maupun kolektif telah

menderita kerugian fisik maupun mental, emosional, ekonomi, atau

gangguan substansial terhadap hak-hak yang fundamental, melalui

perbuatan atau komisi yang melanggar hukum pidana disetiap Negara

termasuk penyalahgunaan kekuasaan.20

b). Jenis Korban

Perkembangan ilmu viktimologi selain mengajak masyarakat untuk

lebih memperhatikan posisi korban juga memilih jenis korban

hingga kemudian muncul berbagai jenis korban, yaitu sebagai

berikat :

a. Nonparticipating Victims, yaitu mereka yang tidak peduli

terhadap upaya penanggulangan kejahatan.

b. Lactent Victims, yaitu mereka yang memiliki karakter

tertentu sehingga menjadi korban.

c. Participating Victims, yaitu mereka memudahkan perilaku

dirinya untuk menjadi korban.

d. Procative Victims, yaitu mereka yang menimbulkan

rangsangan terjadinya suatu kejahatan.

e. False VICTIMS, yaitu mereka menjadi korban karena

perbuatan yang dilakukan sendiri.

20
Dikdik M Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan (Antara
Norma dan Realita), Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2007, hal 47

30
c). Hak-hak dan Kewajiban Korban

Di dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 membahas

tentang hak korban dan saksi yaitu sebagai berikut :

a. Memperoleh pelindungan atas keamanan pribadi, keluarga,

dan harta benda, serta terbebas dari ancaman yang

berkenaan dengan kesaksian yang akan datang, sedang atau

akan diberikanya.

b. Ikut dalam proses memilih dan menentukan bentuk

perlindungan dan dukungan keamanan.

c. Memberikan keterangan tanpa sebuah tekanan.

d. Mendapat penerjemah.

e. Bebas dari sebuah pertanyaan yang menjerat.

f. Memperoleh informasi dari putusan pengadilan.

g. Mengetahui dalam hal terpidana terbebaskan.

h. Memperoleh identitas baru.

i. Memperoleh tempat kediaman baru.

j. Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai

kebutuhan.

k. Mendapatkan nasehat hukum.

l. Mendapatkan bantuan biaya hidup sementara sampai batas

waktu perlindungan berakhir.

31
Kewajiban-kewajiban yang harus di selesaikan oleh korban yaitu

sebagai berikut 21:

a. Tidak membuat korban mengadakan pembalasan (main

hakim sendiri).

b. Berpartisipasi bersama masyarakat agar mencegah

perbuatan dan korban yang lebih banyak.

c. Mencegah kehancuran si pembuat korban oleh diri

sendiri maupun orang lain.

d. Ikut serta membina korban.

e. Bersedia dibina atau membina diri sendiri agar tidak

menjadi korban lagi.

f. Tidak menuntut kompensasi dengan kempauan pembuat

korban.

g. Member kompensasi kepada pihak korban sesuai dengan

kemampuan (mencicil).

h. Menjadi saksi bila tidak membahayakan diri sendiri.

D. Tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga

a). Pengertian tindak pidana

Tindak pidana dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP). Dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan

hukum pidana sering menggunakan istilah delik, sedangkan si pembuat

21
Bambang Waluyo, Viktimologi Perlindungan Korban dan Saksi, Jakarta, Sinar Grafika, 2011,
hal 44-45

32
undang-undang merumuskan undang-undang sebagai peristiwa pidana

atau perbuatan pidana atau tindak pidana. Tindak pidana merupakan

sebuah istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu

hukum, yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri-ciri

tertentu pada peristiwa hukum pidana.Seharusnya tindak pidana

diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas agar

dapat memisahkan istilah yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari di

masyarakat.22

Menurut prof. Moeljatno, SH, beliau berpendapat bahwa

pengertian tindak pidana yaitu perbuatan yang dilarang oleh suatu

aturan hukum dimana larangan tersebut disrtai dengan ancaman

(sanksi) berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar

larangan tersebut.23

R. Susilo berpendapat tindak pidana adalah perbuatan yang

dilarang atau diwajibkan oleh undang-undang yang apabila dilakukan

atau atau diabaikan, maka orang yang mengancam atau mengabaikan

tersebut akan diancam pidana.24

Berdasarkan pendapat diatas pengertian tindak pidana yang

dimaksud adalah perbuatan pidana atau tindak pidana senantiasa

merupakan suatu perbuatan yang tidak sesuai atau melanggar suatu

22
Kartonegoro, Diklat Kuliah Hukum Pidana, Balai Lektur Mahasiswa, Jakarta, hal 62
23
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hal 54
24
R. Susilo, Pokok-pokok Hukum Peraturan Umum dan Delik-Delik Khusus, Bandung, Karya
Nusantara, 1984, hal 6

33
aturan hukum atau perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum yang

disertai dengan sanksi pidana dimana aturan tersebut diajukan kepada

perbuatan sedangkan ancamanya ataupun sanksi pidananya ditujukan

kepada orang yang melakukan atau menimbulkan kejadian terebut.25

b). Unsusr-Unsur tindak pidana

Unsur tindak pidana dapat dibedakan menjadi 2 (dua) sudut

pandang yaitu :

1. Sudut teoritis

Berdasarkan pendapat para ahli hukum, yang tercantum

pada bunyi rumusanya.

2. Sudut Undang-Undang

Bagaimana kenyataan tindak pidana itu dirumuskan

menjadi tindak pidana tertentu dalam pasal-pasal peraturan

perundang-undangan yang ada.

Menurut Soeryono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka,

suatu peristiwa pidana mempunyai unsur-unsur :

1) Sikap tindak dan perilaku manusia.

2) Masuk lingkup laku perumusan kaidah hukum

pidana.

25
Ibid, hal 54

34
3) Melanggar hukum, kecuali ada dasar pembenaran.

4) Didasarkan pada kesalahan, kecuali bila ada dasar

peniadaan kesalahan.

Menurut Van Hamel sebagaimana sebagaimana dikutip

oleh susanto bahwa unsur-unsur tindak pidana atau tindak

kejahatan meliputi hal-hal sebagai berikut 26:

1) Perbuatan dirumuskan dalam undang-undang.

2) Melawan hukum

3) Dilakukan dengan kesalahan.

4) Patut dipidana

Dalam rumusan tindak pidana Kitab Undang-Undang hukum

pidana terdapat 11 unsur tindak pidana yaitu :

1) Tingkah laku

2) Melawan hukum

3) Kesalahan

4) Akibat konstitutif

5) Keadaan yang menyertai

6) Syarat tambahan untuk dapat dituntut pidana

7) Syarat tambahan untuk dapat dipidana

8) Syarat tambahan untuk memperberat pidana

9) Unsur obyek hukum pidana

26
Susanto, Diktat Kriminologi, FH UNDIP, Semarang, 1990, hal 15

35
10) Kualitas subyek hukum pidana

11) Syarat tambahan untuk meringankan pidana

c). Pendapat Ahli Tentang Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah

Tangga

Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga menurut

para Ahli :

1. R.Susilo

Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga

adalah perbuatan yang dilarang atau diwajibkan oleh

undang-undang yang apabila dilakukan atau diabaikan,

maka orang yang mengancam atau mengabaikan tersebut

akan diancam pidana.

2. Prof. moeljatno, S.H

Tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga

yaitu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum

dimana larangan tersebut disertai dengan ancaman (sanksi)

berupa pidana tertentu.

d). Dakwaan

Surat dakwaan adalah sebuah akta yang dibuat oleh Jaksa


Penuntut Umum (JPU) yang berisi rumusan tindak pidana yang
didakwaakan kepada terdakwa berdasarkan kesimpulan dan atau

36
analisis dari hasil penyidikan yang dilakukan oleh penyidik atas
dasar BAP yang diterima Oleh JPU.27

Ditinjau dari berbagai kepentingan yang berkaitan dengan


pemeriksaan perkara pidana, maka fungsi surat Dakwaan dapat
dikategorikan :28

1. Bagi Pengadilan/Hakim, Surat Dakwaan merupakan dasar


sekaligus membatasi ruang lingkup pemeriksaan, dasar
pertimbangan dalam menjatuhkan keputusan.
2. Bagi Penuntut Umum, Surat Dakwaan merupakan dasar
pembuktian, analisis yuridis, tuntutan pidana dan
penggunaan upaya hukum.
3. Bagi Terdakwa/Penasihat Hukum, Surat Dakwaan
merupakan dasar untuk mempersiapkan pembelaan.

E. Pandangan Islam Terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Kehidupan rumah tangga merupakan konteks menegakan

syariat islam menuju ridho Allah Swt. Suami dan istri harus

saling melengkapi dan bekerjasama dalam membangun rumah

tangga yang harmonis menuju Taqwa kepada Allah Swt. Allah

Swt berfirman :

َ‫ض يَ ۡأ ُم ُرون‬ ٖۚ ۡ‫ض ُه ۡم أَ ۡو ِليَا ٓ ُء بَع‬ ُ ۡ‫َو ۡٱل ُم ۡؤ ِمنُونَ َو ۡٱل ُم ۡؤ ِم َٰنَتُ بَع‬
َ‫صلَ َٰوة‬َّ ‫ع ِن ۡٱل ُمن َك ِر َويُ ِقي ُمونَ ٱل‬ َ َ‫وف َويَ ۡن َه ۡون‬ ِ ‫ِب ۡٱل َمعۡ ُر‬
ٓ
‫سولَهُ ٖۚۥٓ أ ُ ْو َٰلَئِ َك‬ َ َّ َ‫ٱلز َك َٰوة َ َويُ ِطيعُون‬
ُ ‫ٱَّلل َو َر‬ َّ َ‫َويُ ۡؤتُون‬
‫يز َح ِكي ٌم‬ ٌ ‫ع ِز‬ َ َّ ‫ٱَّللُ ِإ َّن‬
َ ‫ٱَّلل‬ ُۗ َّ ‫سيَ ۡر َح ُم ُه ُم‬
َ
27
Achmad Sulchan, Kemahiran Litigasi Hukum Pidana, Semarang, Unissula Press, 2016
28
Ibid, hal 60-61

37
Wal mu`minuuna wal mu`minaatu ba'dhuhum auliyaa-u ba'dhin
ya`muruuna bil ma'ruufi wa yanhauna 'anil munkari wa
yuqiimuunash-shalaata wa yu'tuunazzakaata wa yuthii'uunallaha
wa rasuulahuu uulaa-ika sayarhamuhumullahu innallaha 'aziizun
hakiim(un)

“Dan orang-orang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian

mereka menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka

menyuruh mengerjakan yang ma’ruf, mencegah dari yang

mungkar, mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan mereka

taat kepada Allah dan Rosul-nya. Mereka akan diberi rahmat

oleh Allah ; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha

Bijaksana. (QS. At-Taubah [9] : 71)”29

Berdasarkan kajian terhadap Al-Quran dan sunnah Nabi

Muhammad, Khoiruddin Nasution menyimpulkan lima prinsip

perkawinan antara lain30 :

a. Prinsip Musyawarah dan Demokrasi

Dalam kehidupan rumah tangga berarti

segala aspek kehidupan dalam rumah tangga

harus diputuskan dan diselesaikan berdasarkan

musyawarah.

29
QS. At-Taubah [9] : 71
30
Nugroho Setiawan Priandono,Perlindungan Hukum Korban Tindak Pidana Kekerasan Dalam
Rumah Tangga, Fakultas hukum Unissula Semarang Tahun 2014, hal 36-38

38
b. Prinsip Menciptakan Rasa Aman dan Tentram

dalam Keluarga

Dalam kehidupan rumah tangga harus

tercipta suasana cinta kasih, saling saying, saling

melindungi dan setiap anggota keluarga harus

menciptakan prinsip ini.

c. Prinsip Menghindari Adanya Kekerasan

Jangan sampai didalam rumah tangga ada

anggota keluarga yang berhak memukul atau

melakukan tindakan kekerasan dalam bentuk

apapun atau alasan apapun, baik antar pasangan

atau pasangan dengan anak.

d. Prinsip Keadilan

Menempatkan sesuatu pada posisi yang

semestinya.Jika ada anggota keluarga yang

mendapatkan kesempatan untuk

mengembangkan diri harus didukung tanpa

membeda-bedakan jenis kelamin.Dengan prinsip

ini maka anggota keluarga harus sadar bahwa

dirinya adalah bagian dari keluarga dengan hak

dan kewajiban yang berbeda-beda untuk

dilaksanakan secara konsekuen dan

proporsional.

39
Dalam kaitanya upaya untuk membangun keluarga yang harmonis

dan diliputi kasih saying menuju keluarga yang bermartabat, terdapat 3

(tiga) kata kunci yang harus dipegangi dalam kehidupan berkeluarga

sakinah, mawaddah, rahmah31:

1. Sakinah

Kesadaran perlunya kedamaian ketentraman,

keharmonisan, kejujuran, keterbukaan dan berlandaskan

spiritualis dan ketuhanan.

2. Mawaddah

Saling mencintai karena cintanya penuh dengan

kelapangan terhadap keburukan dan kekurangan orang yang

dicintai.

3. Rahmah

Sikap rahmah ini termanifestasikan dalam bentuk

perasaan saling simpati, mengaggumi dan juga menghormati

antara kedua belah pihak sehingga akan muncul kesadaran

saling memiliki untuk melakukan yang terbaik bagi

pasanganya sebagaimana dirinya ingin diperlakukan.

Kekerasan Terhadap Perempuan Menurut Hukum Islam :

Menurut Zaitunnah Subhan, terdapat beberapa konsep yang

kemudian melahirkan tindak kekerasan terhadap perempuan

31
H.M. Amin Abdullah, Menuju Keluarga Bahagia, Jogjakarta, PSW IAIN Sunan Kalijaga-
McGill-ICHEP, 2002, hal 18-24

40
yang didasarkan pada hadis-hadist Nabi Muhammad Saw,

antara lain32:

a. Konsep Wali dalam Perkawinan, dimana seorang

wali harus laki-laki. Akibatnya, laki-laki bisa

memaksakan kehendaknya kepeda perempuan,

ketika dia tidak setuju dengan pilihan perempuan,

karena perempuan tidak bisa disebut seorang wali.

b. Konsep Cerai dan Poligami. Konsep cerai talak

yang merupakan hak mutlak seorang suami, dimana

suami bisa saja melakukan kehendaknya kapanpun

dan di manapun.

c. Konsep Muhrim yang dalam banyak hal-hal

membatasi ruang gerak perempuan secara mandiri.

d. Konsep khitan bagi perempuan. Konsep ini dipakai

untuk mengurangi kepekaan genital kaum

perempuan. Rosullullah Saw bersabda :

“ khitan adalah sunnah bagi laki-laki dan suatu

kemuliaan bagi perempuan. Sedangkan menurut Al-

Baihaqi hadist diatas di nilai lemah (dhaif) karena

sanadnya terputus (munaqthi). Para ulama

berpendapat bahwa bagi perempuan adalah sunnah

yang lebih didasarkan pada alasan-alasan sosiologis

32
Zaitunah Subhan, Kekerasan Terhadap Perempuan, Pustaka Pesantren, 2004, hal 47-49

41
yang mana perempuan pada waktu itu dalam posisi

yang subordinat. Perempuan dituntut untuk selalu

siap melayani kebutuhan seksual suaminya,

sementara dia sendiri tidak diharpakan bertindak

agresif untuk kebutuhan yang sama.

42
BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Korban Tindak Pidana

Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam undang-undang No.23

Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekersan Dalam Rumah Tangga.

1. Ketentuan Dasar Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah

Tangga (KDRT) dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2004.

Regulasi tentang kekerasan dalam rumah tangga memiliki

norma hukum pidana didalamnya, namun ada beberapa

perkembangan delik sebagai akibat adanya suatu kebutuhan.

KDRT sebenarnya sudah diatur dalam KUHP, namun aturanya

terlalu umum dan luas, sehingga dispesifikasikan kedalam Undang-

Undang tersendiri.

Dalam penentuan pemidanaan pelaku kekerasan dalam

rumah tangga, dalam perspektif Undang-Undang KDRT,

didasarkan atas beberapa hal :

a. Dasar Pemidanaan

43
Sanksi terhadap pelaku tindak pidan berpedoman pada

ketentuan pasal 10 KUHP mengenai jenis-jenis pidana, yaitu

pidana pokok terdiri dari33 :

a). Pidana mati

b). Pidana penjara

c). Pidana kurungan

d).Pidana denda

e). Pidana tutupan

adapun pidana tambahanya :

a). Perampasan barang tertentu

b). Pencabutan hak-hak tertentu

c). Pengumuman keputusan hakim

b. Dasar Penuntutanya

ketentuan pidana penjara atau denda diatur dalam BAB VIII pasal

44 dan dikaitkan dengan pasal 51 Undang-Undang KDRT. Berikut

penjabaranya menurut pasal 4434:

(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup

rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 (lima) huruf a

33
Ibid, hal 39
34
Undang-Undang, Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga No.23 Tahun 2004, Pasal 44

44
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda

paling banyak Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).

(2) Dalam har perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

mengakibatkan korban jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan

pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling

banyak Rp. 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).

(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

mengakibatkan matinya korban, di pidana dengan pidana penjara

paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak

Rp.45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).

(4) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

oleh suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan

penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata

pencaharian atau kegiatan sehari-hari, di pidana dengan pidana penjara

paling lama 4 (empat) bulan.

Selanjutnya, dimana perlu dikaitkan dengan pasal 51, dari Undang-

Undang yang sama berbunyi :

“Tindak pidana kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam pasal

44 ayat (4) merupakan delik aduan.

c. Dasar Pembuktianya

Untuk membuktikan kesalahan terdakwa di pengadilan, diperlukan

sekurang-kuranganya dua alat bukti yang sah (Pasal 183 KUHP), yaitu :

45
1. Keterangan Saksi

Keterangan saksi adalah alat bukti yang petama didalam

kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), pada

umumnya tidak ada perkara yang luput dari pembuktian

keterangan saksi.

2. Keterangan Ahli

Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh

seseorang yang memiliki keahlian khusus hal yang diperlukan

untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan

pemeriksaan.

3. Surat

Surat adalah alat bukti tertulis yang harus dibuat atas

sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah.

4. Petunjuk

Petunjuk adalah perbuatan atau keadaan yang karena

persesuainya, baik antara satu dengan yang lain, maupun tindak

pidana itu sendiri.

5. Keterangan Terdakwa

Keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa nyatakan

didalam persidangan tentang perbuatan yang ia lakukan atau

yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.

46
Pada tindak pidana KDRT, alat bukti yang paling mudah

digunakan adalah hasil keterangan dari ahli (visumet repertum)

kekerasan dan keterangan saksi dimana yang dapat menjadi saksi

adalah mereka yang memiliki garis sedarah atau semenda dalam garis

lurus baik saudara, suami atau istri. Padahal menurut Pasal 168

KUHAP tidak dapat didengar dan dapat mengundurkan diri sebagai

saksi.35

2. Pengaturan Perlindungan Korban KDRT dalam Undang-Undang

Nomor. 23 Tahun 2004

a). Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam Konsep HAM

Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar secara kodrat dan

melekat pada diri manusia. Bersifat universal dan langgeng, untuk

itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, tidak boleh

dikurangi, dan tidak boleh dirampas oleh siapapun. Dalam

Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, pasal 51

menyebutkan bahwa36 :

(1) Seorang istri selama dalam ikatan perkawinan mempunyai hak

dan tanggung jawab yang sama dengan suaminya atas semua

hal yang berkenaan dengan kehidupan perkawinanya,

hubungan dengan anak-anaknya, dan hak pemilikan serta

pengelolaan harta bersama.


35
Ibid, hal 43
36
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Ham, Pasal 51

47
(2) Setelah putusnya perkawinan, seorang wanita mempunyai hak

dan tanggung jawab yang sama dengan mantan suaminya atas

semua hal yang berkenaan dengan anak-anaknya, dengan

memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak.

(3) Setelah putusanya perkawinan, seorang wanita mempunyai hak

yang sama dengan mantan suaminya atas semua hal yang

berkenaan dengan harta bersama tanpa mengurangi hak anak,

sesuai dengan ketentuan peraturan peundang-undangan.

Dalam upaya memberikan perlindungan hukum terhadap

perempuan sebagai korban kekerasan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

telah mengeluarkan Deklarasi Penghapusan Diskriminasi terhadap

Perempuan, yang memuat hak dan kewajiban berdasarkan persamaan hak

perempuan dan laki-laki.

Disini terlihat jelas bahwa Negara berkomitmen untuk melindungi

hak-hak perempuan dan menghapuskan segala bentuk diskriminasi yang

ada. Kekerasan terhadap perempuan merupakan pelanggaran Hak Asasi

Manusia terhadap :

 Hak atas kehidupan

 Hak atas persamaan

 Hak untuk pendidikan lanjut

 Hak atas kemerdekaan dan keamanan pribadi

 Hak atas perlindungan yang sama dimuka umum

48
 Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan fisik maupun mental

sebaik-baiknya

 Hak untuk tidak disiksa secara sewenang-wenang

 Hak atas pekerjaan yang layak dan kondisi kerja yang baik

Setelah melewati perjuangan panjang selama kurang lebih tujuh

tahun yang dilakukan para aktivis gerakan perempuan dari berbagai

elemen, sehingga lahirlah Undang-Undang pemberantasan KDRT di

Indonesia yang secara legal formal, ketentuan ini di berlakukan sejak

Tahun 2004.

b). Peran Pemerintah dalam Mencegah Tindak Pidana KDRT

Di dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 terdapat

ketentuan mengenai perlindungan hukum terhadap korban KDRT,

berikut penjelasanya terdapat dalam pasal 12 Undang-Undang

KDRT menyatakan bahwa dalam melaksanakan tanggung jawab

dan mencegah KDRT pemerintah melaksanakan37:

a. Merumuskan kebijakan tentang penghapusan kekerasan

dalam rumah tangga.

b. Menyelenggarakan komunikasi, informasi, dan edukasi

tentang kekerasan dalam rumah tangga.

c. Menyelenggarakan advokasi dan sosisalisasi tentang

kekerasan dalam rumah tangga.

37
Ibid, hal 6 Pasal 12

49
d. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitife

gender dan isu kekerasan dalam rumah tangga serta

menetapkan standard an akreditasi pelayanan yang sensitife

gender.

Selain Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 yang mengatur

tentang Perlindungan dan Pemulihan Korban KDRT, lahirlah

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006

tentang Penyelenggaraan dan kerjasama pemulihan korban

kekerasan dalam Rumah Tangga, berikut ketentuanya 38:

Pasal 1:

Dalam Peraturan Pemerintah ini dimaksud dengan :

a. Pemulihan korban adalah segala upaya untuk penguatan

korban kekerasan dalam rumah tangga agar lebih

berdaya, baik secara fisik maupun psikis.

b. Penyelenggaraan pemulihan adalah segala tindakan

yang meliputi pelayanan dan pendampingan kepada

korban kekerasan dalam rumah tangga.

c. Pendampingan adalah segala tindakan berupa

konseling, terapi psikologis, advokasi, dan bimbingan

rohani, guna penguatan diri korban kekerasan dalam

38
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006, Penyelenggaraan dan
kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga, pasal 1

50
rumah tangga untuk menyelesaikan permasalahan yang

dihadapi.

d. Kerjasama adalah cara yang sistematis dan terpadu

antar penyelenggara pemulihan dalam memberikan

pelayanan untuk memulihkan korban kekerasan dalam

rumah tangga.

e. Petugas penyelenggara pemulihan adalah tenaga

kesehatan, pekerja social, relawan pendamping,

dan/atau pembimbing rohani.

f. Menteri adalah menteri yang lingkup dan tanggung

jawabnya di bidang pemberdayaan perempuan dan

masyarakat.

c). Hambatan Dalam Pemulihan Korban KDRT

Hambatan yang sering terjadi dalam Pemulihan KDRT

antara lain39 :

 Perasaan takut, trauma, emosional, sensitife, labil, banyak

menangis akan kekerasan yang telah menimpanya cukup

mempersulit proses pemulihan korban, karena korban masih

terpaku pada pemikiran-pemikiranya sendiri sehingga sulit

untuk diajak komunikasi mengingat sikap korban yang

39
Mohammad Taufik Makaro, Letkol Sus, Weny Bukamo, Syaiful Azri, Op. Cit, hal 191-192

51
menutup diri dan enggan menceritakan hal yang telah menimpa

dirinya.

 Korban yang masig kurang mengerti kemana harus melapor

yang tepat jika jika telah mengalami KDRT.

 Adanya perasaan malu pada diri seseorang ketika melakukan

konseling, karena banyak anggapan masyarakat yang menilai

bahwa orang yang sering melakukan konseling adalah orang

yang mengalami gangguan kejiwaan.

 Sikap masyarakat yang masih acuh tentang KDRT yang

dialami tetangganya.

d). Upaya-Upaya Dalam Mengatasi Hambatan Pemulihan Korban KDRT

Dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, telah

disebutkan bahwa untuk menangani korban KDRT, korban berhak

mendapatkan :

a. Perlindungan dari pihak Keluarga, Kepolisian, Kejaksaan,

Pengadilan, Advocat, Lembaga Sosial, atau pihak lainya

baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah

perlindungan dari Pengadilan.

b. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.

c. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan

korban. Ganti rugi dari pemerintah ataupun pelaku yeng

menyebabkan kerugian yang luar biasa pada korban.

52
d. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada

setiap proses pemeriksaan sesuai dengan peraturan

perundang-undanga.

e. Pelayanan bimbingan rohani.

Sedangkan dalam bab VI, tentang perlindungan menyatakan bahwa :

 Perlindungan dari Pihak Keluarga dan Masyarakat :

Dalam pasal 26 disebutkan bahwa40:

“Korban dapat memberikan kuasa kepada keluarga atau

orang lain untuk melaporkan KDRT kepada pihak

kepolisian baik ditempat korban berada maupun ditempat

kejadian perkara.”

 Dalam Pasal 27 menyebutkan bahwa41:

“Dalam hal Korban adalah seorang anak, laporan dapat

dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh, atau anak yang

bersangkutan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 Perlindungan Pihak Kepolisian42:

a. Dalam waktu 1 x 24 jam terhitung sejak mengetahui

atau menerima laporan KDRT, kepolisian wajib

segera memberikan perlindungan sementara pada

40
Undang-Undang RI, Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Op. Cit, Pasal 26
41
Ibid, Pasal 27
42
Ibid, Pasal 16

53
korban, yang diberikan paling lama 7 (tujuh) hari

sejak korban diterima.

b. Dalam waktu 1 x 24 jam terhitung sejak diberikanya

perlindungan sementara terhadap korban, kepolisian

wajib meminta surat penetapan perintah

perlindungan dari pengadilan.

c. Dalam meberikan perlindungan sementara,

kepolisian dapat bekerjasama dengan tenaga

kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping dan

pembimbing rohani untuk mendampingi korban.

d. Kepolisian wajib memberikan keterangan kepada

korban untuk mendapatkan pelayanan dan

pendampingan.

e. Kepolisian wajib segera melakukan penyelidikan

setelah mengetahui atau menerima laporan tentang

KDRT.

f. Kepolisian segera menyampaikan kepada korban

mengenai :

 Identitas Petugas agar korban mengenalinya.

 Kewajiban kepolisian untuk melindungi

korban.

 KDRT adalah kejahatan terhadap martabat

manusia.

54
 Perlindungan dari Pihak Pengadilan

Palas 28:

“Ketua pengadilan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari

sejak diterimanya permohonan wajib mengeluarkan

suratpenetapan perintah perlindungan bagi korban dan

anggota keluarga lain.43

 Perlindungan dari Advokat

Dalam hal memberikan perlindungan dan pelayanan,

advokat wajib (pasal 25 )44 :

1. Memberikan konsultasi hukum mengenai hak-

hak korban dan proses peradilan.

2. Mendapingi korban di tingkat penyidikan,

penuntutan dan pemeriksaan di sidang

pengadilan.

3. Melakukan koordinasi dengan penegak hukum,

relawan pendamping, dan pekerja sosial agar

proses peradilan berjalan sebagaimana

semestinya.

 Perlindungan dari Bidang Kesehatan (Pasal 21)45 :

1. Dalam memberikan pelayanan kesehatan, tenaga

kesehatan harus :

43
Ibid, Pasal 28
44
Nur Rochaeti, Cedaw dan Hukum Nasional tentang Hak Asasi Perempuan, Makalah pada
Pelatihan Pendidikan HAM Berspektif Gender, Semarang, hal 7-8 Februari 2005
45
Ibid, Pasal 21

55
1) Memerika kesehatan korban dengan

standar profesianya.

2) Membuat laporan tertulis hasil

pemeriksaan terhadap korban atas

permintaan penyidik kepolisian.

2. Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilakukan sarana kesehatan milik

pemerintah.

 Perlindungan dari Pihak keagamaan (Pasal 24)46:

“Dalam memberikan pelayanan, pembimbing rohani harus

memberikan penjelasan mengenai hak, kewajiban, dan

memberikan penguatan iman dan taqwa kepada korban.”

Semua pihak diharuskan untuk turut ikut serta dalam mencegah

dan menagani masalah KDRT.Biasanya seorang wanita sudah tidak

tahan dengan kekerasan yang di alaminya dan meminta bantuan

kepada instansi-instansi tertentu yang telah disediakan.

B. Pertimbangan Hakim dalam Memutus Perkara Kekerasan Dalam

Rumah Tangga

Banyaknya Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga diakibatkan

adanya faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kekerasan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Sdr. Roky Syahlendra, S.H ada 3

46
Ibid, Pasal 24

56
faktor utama yang menyebabkan terjadinya Kekerasan Dalam Rumah

tangga yang ada di Kota Kudus, yaitu47:

1. Faktor Kecemburuan

Kecemburuan merupakan salah satu masalah yang dapat

menimbulkan kesalah pahaman dan juga kekerasan. Misalnya

serang suami tega membunuh dan memutilasi istrinya, karena

suaminya mengetahui istrinya pergi deengan laki-laki lain.

Masih banyak lagi kasus kecemburuan yang dapat memicu

terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.

2. Faktor Ekonomi

Ekonomi atau Keuangan sering kali menjadi pemicu terjadinya

perselisihan diantara suami atau istri.Banyaknya kebutuhan

rumah tangga yang semakin hari semakin meningkat

mendorong suami untuk bekerja dengan penghasilan yang

lebih, gaji yang tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari

menimbulkan pertengkaran, pertengkaran tersebut seringkali

mengakibatkan timbulnya tindak kekerasan.

3. Faktor kurangnya pengetahuan tentang Undang-Undang KDRT

Kuranganya pengetahuan mengenai Undang-Undang KDRT

juga dapat memicu terjadinya kekerasan, apabila terjadi

perselisihan terkadang suami atau istri diakhiri dengan

kekerasan, baik kekerasan fisik maupun psikis.Bahkan

47
Wawancara dengan Roxy Syahlendra S.H, Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Kudus, Pada
hari Senin, tanggal 9 Juli 2018

57
terkadang suami memukul istri dianggap sebagai hal yang biasa

karena suami tidak tahu dengan adanya Undang-Undang

KDRT.

Dari beberapa faktor diatas, faktor kecemburuan lah yang paling sering

menjadi faktor penyebab terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga,

berdasarkan hasil wawancara dengan Roky Syahlendra S.H.

Selanjutnya saya melakukan wawancara dengan Sdr. Rudi Fakhrudin

Abbas, S.H selaku hakim di Pengadilan Negeri Kudus mengenai

Pertimbangan beliau dalam menjatuhkan pidana kepada Terdakwa pada

kasus KDRT Tahun 2018 di Pengadilan Kudus.

Kemudian beliau menjawab, Pertimbangan putusan yang saya lakukan

yaitu48:

1) Pertimbangan mengenai hal-hal yang memberatkan dan

meringankan terdakwa.

2) Pertimbangan atas saksi Korban ataupun dampak yang

ditimbulkan setelah terjadinya KDRT.

3) Pertimbangan setelah melakukan musyawarah majelis hakim, dan

pada musyawarah tersebut kita sudah mengambil keputusan

dengan seadil-adilnya.

48
Wawancara dengan Rudi Fakhrudin Abbas, S.H selaku Hakim Pengadilan Negeri Kudus, Pada
hari Senin, tanggal 25 februari 2018

58
Kemudian yang terakhir saya melakukan Wawancara dengan Sdr.

Maria Rina Sulistyowati, S.H., M.Hum selaku hakim di pengadilan

Negeri Kudus. Saya bertanya, apakah pelaku menyesali perbuatanya

setelah melakukan KDRT terhadap istrinya dan apakah pelaku

berbelit-belit dalam memberikan keterangan didalam persidangan?

Kemudian beliau menjawab pertanyaan saya 49:

“ yang namanya penyesalan pasti ada, namun penyesalan yang

dilakukan terdakwa sudah terlambat dan Alhamdulillah terdakwa

memberikan keterangan di dalam persidangan dengan sebenar-

benarnya, sehingga membuat kami para majelis hakim yang

menangani kasus KDRT tersebut merasa terbantu dengan keterangan

terdakwa dan bisa mengadili terdakwa dengan seadil-adilnya”.

1. Pertimbangan Hakim dalam Putusan Perkara Nomor 21/Pid.B

/2010/PN Kudus

Pengadilan Negeri Kudus yang memeriksa dan mengadili perkara

pidana pada tingkat pertama dengan pemeriksaan secara biasa telah

menjatuhkan putusan seperti tersebut kepada Sdr. NS Bin M karena

telah melakukan Kekerasan terhadap NF.

Dalam putusan tersebut Majelis Hakim mempertimbangkan

dakwaan dalam pasal 44 ayat (1) Undang-Undang No.23 Tahun 2004

yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut :

49
Wawancara dengan Maria Rina Sulistyowati, S.H., M.Hum selaku Hakim Pengadilan Negeri
Kudus, Pada hari Senin, tanggal 25 februari 2018

59
a. Barang Siapa

b. Telah Melakukan Kekerasan Fisik

c. Dalam Lingkup Rumah Tangga

a) Unsur Barang Siapa

Bahwa yang dimaksud dengan barang siapa adalah setiap

orang selaku subyek hukum.

Menimbang, bahwa dipersidangan Terdakwa telah

menerangkan identitasnya yang ternyata sama dan bersesuaian

dengan identitas Terdakwa sebagaimana termuat dalam surat

dakwaan Jaksa Penuntut Umum, hal mana juga telah dibenarkan

oleh saksi-saksi, sehingga benar bahwa Terdakwa adalah orang

yang dimaksud oleh Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaanya.

Menimbang, bahwa dengan demikian unsur pertama

menurut Majelis Hakim telah terbukti.

b) Unsur Telah Melakukan Kekerasan Fisik

Menimbang, bahwa Keterangan dari saksi-saksi dan

keterangan Terdakwa pada tanggal 3 Nopember 2009 sekitar jam

19.30 WIB dirumahnya turut desa janggalan RT.06/01, kec.Kota,

kab. Kudus telah melakukan pemukulan berkali-kali terhadap

istrinya yaitu saksi NF dengan tangan kosong ke wajah saksi NF

sehingga menderita lecet di bagian Pipi, dengan bengkak di Bibir,

dan memar di bagian Dahi sesuai dengan Visum Et Repertum yang

60
di tanda tangani oleh Dr. Besar Wahyu Riyadi pada tanggal 10

Nopember 2009.

Menimbang, bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas

maka menurut Majelis Hakim unsur tersebut telah terpenuhi dan

terbukti oleh perbuatan Terdakwa.

c) Unsur Dalam Lingkup Rumah Tangga

Menimbang, bahwa Terdakwa adalah suami sah dari saksi

NF berdasarkan bukti foto copy surat akte nikah Terdakwa

dengan saksi NF Binti NM (Alm).

Menimbang, bahwa berdasarkan seluruh uraian telah

memenuhi unsur dalam lingkup rumah tangga.

Menimbang, bahwa berdasarkan seluruh uraian

pertimbangan tersebut diatas maka seluruh unsur-unsur telah

terbukti secara sah dan meyakinkan.

Menimbang, bahwa selama pemeriksaan tidak ditemukan

hal-hal yang dapat menghapuskan kesalahan Terdakwa, baik

alasan pemaaf maupun pembenar maka para Terdakwa

haruslah dinyatakan bersalah dan harus di hukum setimpal

dengan perbuatanya.

Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dinyatakan

bersalah dan dipidana maka di bebani pula Terdakwa untuk

membayar biaya perkara ini.

61
Menimbang, bahwa untuk menjatuhkan hukuman yang

seadil-adilnya sesuai dengan rasa keadilan, maka terlebih

dahulu akan di pertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan

hal-hal yang meringankan hukuman Terdakwa tersebut sebagai

berikut :

 Hal-hal yang Memberatkan :

 Bahwa terdakwa telah berulang kali melakukan

perbuatan yang sama akibat Terdakwa sering

minum-minuman keras.

 Bahwa perbuatan Terdakwa menyebabkan

penderitaan dan menimbulkan trauma pada istri dan

anak-anak.

 Hal-hal yang Meringankan :

 Bahwa Terdakwa mengakui kesalahanya dan

menyesali perbuatanya serta tidak akan mengulangi

lagi.

 Bahwa terdakwa belum pernah di hukum dan istri

Terdakwa telah memaafkan perbuatan Terdakwa.

Menimbang, berdasarkan hal-hal tersebut diatas dan alasan-

alasan permohonan terdakwa maka menurut hemat Majelis Hakim

hukuman sebagaimana yang akan disebutkan pada bagian amar

putusan ini sudahlah memenuhi rasa keadilan yang seadil-adilnya.

62
Mengingat Pasal 44 ayat (1) Undang-Undan g No. 23

Tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga, serta

ketentuan perundang-undangan lain yang bersangkutan.

MENGADILI/MEMUTUS

1) Menyatakan Terdakwa NS Bin M telah terbukti secara sah dan

menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “kekerasan fisik

dalam lingkup rumah tangga”.

2) Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa tersebut dengan pidana

penjara selama 8 (delapan) bulan.

3) Menetapkan agar masa tahanan yang telah dijalani terdakwa

dikurangkan segenapnya dengan pidana yang dijatuhkan tersebut.

4) Menetapkan agar Terdakwa tetap ditahan.

5) Membebani Terdakwa membayar ongkos perkara sebesar Rp.

2000,- ( dua ribu rupiah ).50

2. Pertimbangan Hakim dalam Putusan Perkara Nomor 149/Pid.

Sus/2018/PN Kudus

Pengadilan Negeri di Kudus yang memeriksa dan mengadili

perkara pidana pada tingkat pertama dengan pemeriksaan secara biasa

telah menjatuhkan putusan seperti tersebut kepada Sdr. TH Bin W

karena telah melakukan Kekerasan terhadap MAR Binti S.

50
Putusan Musyawarah Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kudus Pada Tanggal 31 Maret 2010

63
Dalam putusan tersebut Majelis Hakim mempertimbangkan

dakwaan dalam pasal 44 ayat (1) Undang-Undang No.23 Tahun 2004

yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut :

a. Setiap orang

b. Melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah

tangga.

a). Unsur setiap orang

Menimbang, bahwa yang dimaksud setiap orang

adalah orang sebagai subyek hukum yang dapat

dipertanggung jawabkan dalam melakukan perbuatan

pidana yang dilakukanya. Dalam hubungan dengan perkara

ini, subyek hukum dimaksud adalah Terdakwa TH Bin W,

dengan demikian terdakwa sebagai subyek hukum telah

dapat memenuhi unsur “setiap orang” sebagaimana yang

dimaksud oleh Undang-Undang.

b). Unsur Melakukan Perbuatan Kekerasan Fisik Dalam Lingkup

Rumah Tangga

Menimbang, bahwa Pasal 6 Undang-Undang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

menyebutkan, kekerasan fisik adalah perbuatan yang

mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat.

64
Menimbang, bahwa Terdakwa menikah dengan

MAR pada tanggal 26 September 2015, dimana setelah

pernikahan terdakwa tinggal bersama dengan MAR di

Dukuh Pucangkerep Rt.06/01 Ds.kramat, Kec. Kota, Kab.

Kudus.

Menimbang, bahwa pada hari kamis, tanggal 17

April 2018 sekitar pukul 11.00 Wib, MAR memaksa ikut

kegiatan Terdakwa di STAIN Kudus, namun karena

terdakwa tidak mengijinkan, maka saat dihalaman rumah,

MAR di pukul terdakwa dengan menggunakan helm

sehingga mengenai kepalanya bagian kiri, namun pada saat

itu Mira Arqista Rahmania masih menggunakan helm,

kemudian Terdakwa juga mendorong dan menendang

dengan menggunakan kaki kanan berkali-kali yang

diarahkan kebagian kepala, sedangkan ketika di dalam

rumah Terdakwa menggigit lengan kiri MAR dan

mendorongnya hingga terjatuh.

Menimbang, bahwa kemudian hari kamis , tanggal

17 Mei 2018 pukul 15.45 Wib, pada saat Terdakwa berada

di rumah dan sedang membuka laptop diruang tamu, MAR

berusaha mencari perhatian terdakwa dengan cara menutup

laptop Terdakwa, namun Terdakwa tidak terima dan

65
langsung menendang muka MAR dan terkena pipi bagian

kanan dan kiri, kemudian MAR masuk kedalam kamar.

Menimbang, bahwa perbuatan Terdakwa yang

menimbulkan rasa sakit bagi MAR tersebut telah sesuai

dengan pengertian kekerasan fisik yang dimaksudkan oleh

Undang-Undang dan berdasarkan fakta di persidangan

MAR adalah istri terdakwa, oleh karenanya unsur

“melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup

rumah tangga” telah terpenuhi pada perbuatan Terdakwa.

Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur dari

pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan

Dalam Rumah Tangga telah terpenuhi, maka Terdakwa

haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan

menyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana

didakwakan dalam dakwaan tunggal.

Menimbang, bahwa dalam pertimbangan, Majelis

Hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat menghapuskan

pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan pemaaf,

maka terdakwa harus mempertanggungjawabkan

perbuatanya.

66
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa ditahan

dan penahanan terhadap terdakwa dilandasi alasan yang

cukup, maka perlu ditetapkan agar Terdakwa tetap berada

dalam tahanan.

Menimbang, bahwa untuk menjatuhkan pidana

terhadap Terdakwa, maka perlu dipertimbangkan terlebih

dahulu keadaan yang memberatkan dan meringankan

Terdakwa.

Keadaan yang memberatkan

 Perbuatan Terdakwa yang menimbulkan rasa

trauma kepada saksi korban MAR.

Keadaan yang yang meringankan

 Terdakwa merasa bersalah, menyesali perbuatanya

dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi.

Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dijatuhi

pidana, maka haruslah dibebani pula untuk membayar

biaya perkara.

Memperhatikan, Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum

67
Acara Pidana serta peraturan Perundang-Undangan lain

yang bersangkutan.

MENGADILI/MEMUTUS

1. Menyatakan Terdakwa TH Bin W telah terbukti

secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan

tindak pidana “melakukan perbuatan kekerasan fisik

dalam lingkup rumah tangga” sebagaimana dalam

dakwaan tunggal.

2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena

itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) Tahun

dan 8 (delapan) Bulan.

3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan

yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan

seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

4. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan.

5. Menetapkan barang bukti berupa :

- 1 (satu) buah helm warna hitam merk VOG,

dimusnahkan.

6. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar

biaya perkara sejumlah Rp. 2.000,00 (dua ribu

rupiah).51

51
Putusan Musyawarah Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kudus Pada Tanggal 31 Maret 2010

68
Dari 2 (dua) kasus perkara pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga

tersebut diatas, pertimbangan Hakim secara yuridis mempertimbangkan hal-hal

sebagai berikut :

1. Pertimbangan penerapan Pasal-pasal yang sesuai dengan tindak pidana

yang dilakukan oleh Terdakwa sesuai dengan perbuatan yang dilakukanya.

2. Pertimbangan hal-hal yang memberatkan dan meringankan Terdakwa.

3. Pertimbangan atas saksi Korban yang menimpa dirinya ataupun dampak

yang ditimbulkan setelah terjadinya kekerasan yang dilakukan oleh

Terdakwa kepada Korban. Misalnya, menimbulkan trauma, cacat ataupun

luka didalam tubuh Korban.

69
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Perlindungan hukum terhadap Perempuan sebagai korban Tindak


Pidana KDRT dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2004 tentang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga lebih spesifik

mengatur tentang kekerasan terhadap perempuan dalam lingkup rumah

tangga. Didalam Undang-Undang tersebut berisi upaya perlindungan

dan pemulihan korban KDRT. Sesuai ketentuan pasal 10 Undang-

Undang PKDRT, disebutkan bahwa untuk menangani korban KDRT,

korban berhak mendapat perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian,

kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainya baik

sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari

pengadilan.

Kelemahan dari Undang-Undang PKDRT ancaman hukuman yang

tidak mencantumkan hukuman minimal dan hanya hukuman maksimal

sehingga berupa ancaman alternatif kurungan atau denda dirasa terlalu

ringan bila dibandingkan dengan dampak yang diterima korban jika

korban mengalami cacat fisik, psikis, atau bahkan korban meninggal.

Sebagai Undang-Undang yang memfokuskan pada proses penanganan

70
pidana dan penghukuman dari korban. Oleh karena itu perlu upaya

strategis diluar diri korban guna mendukung dan memberikan

perlindungan bagi korban dalam rangka mengungkapkan kasus KDRT

yang menimpanya.

2. Pertimbangan hakim dalam memutus perkara tindak pidana kekerasan


dalam rumah tangga seringkali menggunakan Pasal 44 ayat (1)

Undang-Undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan

Dalam Rumah Tangga dan juga Undang-Undang No. 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana serta Peraturan Perundang-Undangan.

Dalam memutus suatu perkara biasanya hakim terlebih dahulu

mengumpulkan bukti-bukti yang dialami Korban dan juga melihat

bekas luka yang diderita oleh si Korban, setelah itu para Majelis

Hakim melakukan Musyawarah bersama untuk mengadili Terdakwa

berdasarkan bukti-bukti yang terdapat di persidangan.

Dalam musyawarah Majelis dilakukan secara tertutup, karena dalam

musyawarah itu masing-masing Hakim yang ikut memeriksa

persidangan akan mengemukakan pendapat hukumnya tentang perkara

tersebut secara rahasia dengan arti tidak diketahui oleh yang bukan

ketua majelis.

Kemudian Ketua Majelis akanmempersilahkan Hakim anggota II

untuk mengemukakan pendapatnya, disusul oleh Hakim anggota I dan

yang terakhir Kertua Majelis akan menyampaikan pendapatnya.

B. Saran

71
a. Seharusya Pemerintah memberikan sosialisasi kepada masyarakat

mengenai adanya Undang-Undang No.23 Tahun 2004 tentang

penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Tujuanaya agar

KDRT tidak hanya diketahui oleh kalangan akademis saja, namun

masyarakat secara luas dapat mengetahui dan mengerti sanksi apa

yang akan diberikan apabila melakukan tindakan kekerasan dalam

lingkup rumah tangga.

b. Agar para istri yang menjadi korban kekerasan dalam rumah

tangga tidak takut untuk melaporkan kekantor polisi terdekat

maupun Lembaga Swadaya Masyarakat yang ada di sekitar tempat

tinggalnya ketika mendapatkan tindak kekerasan oleh suaminya.

c. Dimana dari banyak faktor-faktor kasus KDRT yang terjadi

diharapkan dapat dicegah dengan cara :

 Meningkatkan keimanan dan akhlaq yang baik serta

berpegang teguh kepada agamanya.

 Menciptakan kerukunan dan kedamaian didalam sebuah

keluarga.

 Meningkatkan komunikasi yang baik antara suami dan istri.

 Meningkatkan rasa saling percaya, pengertian dan saling

menghargai antar anggota keluarga.

 Seorang istri harus mampu mengkoordinir berapapun

keuangan yang ada dala keluarga, sehingga seorang istri

dapat mengatasi apabila terjadi pendapatan yang minim.

72
DAFTAR PUSTAKA

A. Al-Quran :

Quran Surat At-Taubah ayat 71

B. Buku-Buku:

Achmad Sulchan, 2016 Kemahiran Litigasi Hukum Pidana,


Semarang, Unissula Press

Anastasia Innurtrisniyati, 2011, Perlindungan Hukum Terhadap


Perempuan: Kekerasan Dalam Rumah Tangga, JurnalYustika Medika
Hukum dan Keadilan, Vol 14, Surabaya

Anitya Lintang Suryani, 2018, Tinjauan Viktimologi Perlindungan


Hukum Perempuan Sebagai Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga
dari Perspektif Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 dan Hukum
Islam, Fakultas Hukum Unissula Semarang

Bambang Waluyo, 2011,Viktimologi Perlindungan Korban dan


Saksi, Jakarta, Sinar Grafika

Dikdik M.Arief Mansur dan Elisatris Gultom, 2007, Urgensi


Perlindungan Korban Kejahatan antara Norma dan Realita (Edisi 1,
Cet. I; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada)

Fahra Ciciek, 2003, Jangan Ada Lagi Kekerasan Dalam Rumah


Tangga, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama

H.M. Amin Abdullah, Menuju Keluarga Bahagia, 2002Jogjakarta,


PSW IAIN Sunan Kalijaga-McGill-ICHEP

Kartonegoro, Diklat Kuliah Hukum Pidana, Balai Lektur


Mahasiswa, Jakarta

Maidin Gultom, 2012, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan


Perempuan, Bandung, PT Refika Adiatma

Milda Marlia, 2007, Marital Rape (Kekerasan Seksual terhadap


Istri), Pustaka Pesantren, Yogyakarta

73
Moeljatno, 1987, Asas-asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta

Mohammad Taufik Makaro, Letkol Sus, Weny Bukamo, Syaiful Azri,


Op. Cit

Moerti Hadiati Soeroso, 2010, Kekerasan Dalam Rumah Tangga


Dalam Perspektif Yuridis- Viktimologis, Sinar Grafika, Jakarta

Mufidah Ch dkk, 2006, Haruskah Perempuan dan Anak


Dikorbankan? Panduan Pemula Untuk Pendampingan Korban
Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, Pilar Media (Anggota
IKAPI), Malang

Nur Rochaeti, 2005,Cedaw dan Hukum Nasional tentang HakAsasi


Perempuan, Makalah pada Pelatihan Pendidikan HAM Berspektif
Gender, Semarang

Nugroho Setiawan Priandono, 2014Perlindungan Hukum Korban


Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Fakultas hukum
Unissula Semarang

Ridwan, 2006, Kekerasan Berbasis Gender, Purwokerto, Pusat Studi


Gender

Riska Adi Wijaya, 2015, Perlindungan Hukum Terhadap


Perempuan Korban Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga,
Fakultas Hukum Unissula, Semarang

R. Susilo, 1984, Pokok-pokok Hukum Peraturan Umum dan Delik-


Delik Khusus, Bandung, Karya Nusantara

Satijipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya


Bakt)

Susanto, 1990, Diktat Kriminologi, FH UNDIP, Semarang

Titon Slamet Kurnia, 2005, reparasi (reparation) terhadap korban


pelanggaran HAMdi Indonesia(Bandung: Citra Aditya Bakti), Cet. I

Zaitunah Subhan, 2004,Kekerasan Terhadap Perempuan, Pustaka


Pesantren

C. Peraturan Perundang-Undangan :

Undang-Undang No. 29 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

74
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan

RUU Anti-KDRT tanggal 6 Mei 2003

Undang-Undang, No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan


Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006


tentang Penyelenggaraan dan kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan
Dalam Rumah Tangga

D. Lain-lain

https://musniumar.wordpress.com/2012/07/09/pencegahan-dan-
penanganan-kekerasan-dalam-rumah-tangga-kdrt/, diakses pada tanggal 2
agustus 2018

http://tesishukum.com/pengertian-perlindungan-hukum-menurut-para-
ahli/, diakses pada tanggal 9 september 2018

https://id.wikipedia.org/wiki/Perempuan, diakses pada tanggal 9


september 2018

https://id.wikipedia.org/wiki/Korban, diakses pada tanggal 9


september 2018

http://www.sarjanaku.com/2012/12/pengertian-tindak-pidana-dan-
unsur.html, diakses pada tanggal 9 september 2018

https://asiaaudiovisualra09gunawanwibisono.wordpress.com/2009/08/
24/kekerasan-adalah/, diakses pada tangga 9 september 2018

http://teoribagus.com/uncategorized/keluarga/pengertian-rumah-
tangga, diakses pada tanggal 9 september 2018

Kamusbahasaindonesia.org/pelayanan%20medis, diakses pada tanggal


7 agustus 2018

Yuyantilalata.blogspot.com/2012/10/korban-victim.html?m=1,
diakses 8 agustus 2018

75
76

Anda mungkin juga menyukai