File Spondylolisthesis
File Spondylolisthesis
SPONDYLOLISTHESIS LUMBAL
DI SUSUN OLEH :
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat allah SWT, dimana ia telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Salam
serta sshalawat tak lupa pula kita kirimkan kepada junjungan kita nabi besar
Muuhammad SAW, dimana beliau telah membawa kita dari alam kegelapan menuju
alam yang terang benderang sekarang ini. Makalah ini berisikan paparan informasi
tentang “SPONDYLOLISTHESIS LUMBAL” yang sangat simple atas isi dan
beberapa bagiannya.
Makalah ini berisikan teks yang otentik yaitu teks yang bersumber dari berbagai
buku yang kemudian direhap sesuai dengan pengetahuan kami peroleh. Oleh karena
itu apabila ada kesalahan penulisan dan kesalahan rehap mohon ,aaf yang sebesar-
besarnya, karena itulah batas kemampuan kami .ucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu kami atas terselesainya tugas makalah kami. Selain itu
kami pun mengucapkan teri kasih kepada para penulis yang tulisannya kami kutip
sebagai bahan rujukan. Mudah-midahan makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan
rujukan dasar tentang dalam penyusunan selanjutnya dan dapat bermanfaat bagi kita
semua.
penulis
2
3
DAFTAR ISI
SAMPUL ……………………………………………………………….. 1
BAB I ……………………………………………………………………. 5
Definisi …………………………………………………………... 5
Etiologi ……………………………………………………………. 5
Patofisiologi ……………………………………………………... 7
BAB II ……………………………………………………………………. 9
Inspeksi/observasi ……………………………………………….. 9
4
BAB 1
PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Spondyloarthrosis lumbalis adalah suatu patologi yang diawali degenerasi
pada diskus kemudian menyusul facet. Segmen yang sering terkena biasanya pada
segmen lumbal bawah yaitu pada segmen L5-S1,L4-L5, Kata spondylolisthesis
berasal dari bahsa Yunani yang terdiri atas kata “spondylo” yang berarti tulang
belakang (vertebra) dan “listhesis” yang berarti bergeser. Maka spondilolistesis
adalah suatu pergeseran korpus vertebrae (biasanya kedepan) terhadap korpus
vertebra yang terletak dibawahnya. Umumnya terjadi pada pertemuan lumbosacral
(lumbosacral joints) dimana L5 bergeser (slip) diatas S1, akan tetapi hal tersebut
dapat terjadi pula pada tingkat vertebra yang lebih tinggi. 3
Umumnya diklasifikasikan ke dalam lima bentuk : kongenital atau displastik,
isthmus, degeneratif, traumatik dan patologis. Banyak kasus dapat diterapi secara
konservatif. Meskipun demikian, pada individu dengan radikulopati, klaudikasio
neurogenik, abnormalitas postural dan cara berjalan yang tidak berhasil dengan
penanganan non-operatif, dan terdapatnya pergeseran yanf progresif, pembedahan
dianjurkan. Tujuan pembedahan adalah untuk menstabilkan segmen spinal dan
dekompresi elemen saraf jika dibutuhkan.
B. ETIOLOGI
5
a. Tipe I disebut dengan spondilolistesis displastik (kongenital) dan terjadi
akibat kelainan kongenital. Biasanya pada permukaan sacral superior dan
permukaan L5 inferior atau keduanya dengan pergeseran vertebra L5. 4
b. Tipe II, istmhik atau spondilolitik, dimana lesi terletak pada bagian isthmus
atau pars interartikularis, mempunyai angka kepentingan klinis yang
bermakna pada individu di bawah 50 tahun. Jika defeknya pada pars
interartikularis tanpa adanya pergeseran tulang, keadaan ini disebut dengan
spondilolisis. Jika satu vertebra mengalami pergeseran kedepan dari
vertebra yang lain, kelainan ini disebut dengan spondilolistesis. Tipe II
dibagi dalam tiga subkategori :
6
sendi tersebut akan mengakibatkan pergeseran vertebra ke depan atau ke
belakang. Tipe spondilolistesis ini sering dijumpai pada orang tua. Pada
tipe III, spondilolistesis degenerative pergeseran vertebra tidak melebihi 30
%.
d. Tipe IV, spondilolistesis traumatic, berhubungan dengan fraktur akut pada
elemen posterior (pedikel, lamina atau permukaan/ facet) dibandingkan
dengan fraktur pada bagian pars interartikularis.
e. Tipe V, spondilolistesis patologik, terjadi karena kelemahan struktur tulang
sekunder akibat proses penyakit seperti tumor atau penyakit tulang lainnya.
D. PATOFISIOLOGI
Spondylolisthesis displastik snagat jarang, akan tetapi cenderung
berkembang dengan cara progresif dan sering behubungan dengan
defisit neurologis berat.
Sangat sulit di terapi karena bagian elemen posterior dan prosesus
transversus cenderung berkembang kurang baik, meninggalkan area
permukaan kecil untuk fusi pada area bagian posterior.
Spondylolisthesis ishmic (juga disebut dengan spondylolisthesis
spondilotik),erupakan kondisi yang paling sering dijumpai dengan
angka prevalensi 5-7%
7
Kebanyakan spondylolisyhesis isthmic tidak begejala akan tetapi
inseden timbulnya gejala tidak diketahui, dengan mempelajari
perkembangan pergeseran tulang vertebra pada usia
pertengahan,mendapatkan banyak yang mengalami nyeri
punggung,akan tetapi kebanyakan diantaranya tidak mengalami/tanda
spondylolisthesis isthemic.
8
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anamnesis umum
Nama : Ny. N.H
Umur : 43 tahun
J.kelamin : perempuan
Pekerjaan : IRT
Alamat : Pinrang
B. Anamnesis khusus
Keluhan utama : nyeri pada lumbal
Lokasi keluhan : lumbal menjalar ke tungkai kiri
RPP : sekitar 4 minggu yang lalu pasien datang ke rumah sakit dalam
keadaan sadar dengan keluhan nyeri pinggang, nyeri yang dirasa
pasien semakin lama semakin memberat.
C. Pemeriksaan vital sign
Tekanan darah : 120/70
Denyut nadi : 78x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,3˚c
D. Inspeksi/Observasi
Statis
lumbale lordosis atau flat back
Dinamis:
Pasien sulit melakukan gerakan pada lumbal
Pasien sulit melakukan perubahan posisi
Pasien sulit untuk duduk dan berdiri
9
E. Pemeriksaan fungsi dasar
Gerak aktif : nyeri dan kaku pada gerak aktif lumbal
terutama pada gerakan ekstensi
Gerak pasif :
Nyeri dan ROM terbatas dengan firm end feel
Keterbatsan gerak dalam capsular pattren
TIMT : gerak isometric negative atau kadang juga
terasa nyeri
10
Keterangan :
Skala 0-2 : tidak nyeri (tidak ada rasa sakit. Merasa normal)
Skala 3-5 : nyeri ringan (masih bisa ditahan,aktivitas tak terganggu)
Skala 6-8 : nyeri sedang (mengganggu aktifitas fisik)
Skala 9-10 : nyeri berat (tidak dapat melakukan aktifitas secara mandiri.
H. Problemakika fosioterapi
Activity limitation
Membungkuk
Tidak bisa duduk terlalu lama
Tidak bisa berdiri terlalu lama
Tidak bisa mengangkat barang berat
Body function and impairtmant
Nyeri pinggang
Pegal
Spasme otot paravertebra
Participation restriction
Keterbatsan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
11
BAB III
A. Tujuan Intervensi
Tujuan jangka pendek :
Mengurangi nyeri
Meningkatkan kekuatan otot
Tujuan jangka panjang :
Mengembalikan aktivitas fungsional ADL
B. Prosedur Intervensi
IRR
Pastikan bahwa alat sudah siap, posisi pasien tidur miring dibed dan di beri
pengangga di bawah lutut supaya rileks, dan bagian yang diobati tidak
berubah. Terlebih dahulu pasien diberi penjelasan tentang tujuan terapi dan
mengenai panas yang dirasakan yaitu rasa hangat. Kemudian lakukan tes
panas dingin untuk mengetahui apakah pasien mengalami gangguan
sensibilitas atau tidak. Dari hasil pemeriksaan sensibilitas pasien tidak
megalami sensibilitas daerah yang diobati. Pada saat di mulai IR di atur agak
posisisnya tegak lurus dengan daerah yang diterapi. Jaraknya 45-60 cm, dan
waktu yang di gunakan 15 menit, menggunakan arus continous dengan
isensitas normal atau rasa hangat menurut pasien, frekuensi terapi yang
dilakukan sebanyak 3kali dalam satu minggu.
TERAPI LATIHAN
Pada terapi latihan hal yang perlu diperhatikan adalah :
1. Pasien di anjurkan apabila beraktivitas memakai korset, bila sedang
tidur korset di lepas.
12
2. Menganjurkan melakukan teknik latihan yang sudah di ajarkan
minimal 2kali sehari ketika di rumah
3. Mengangkat benda denga benar.
Cara mengangkat benda dengan benar ialah dengan menempelkan kedua
kaki berjauhan dan lutut ditekuk, usahakan benda sedekat mungkin dengan
tubuh. Kemudian mulailah mengangkat dengan punggung dipertahankan
lurus. Perbaikan sikap tubuh saat berdiri yaitu, dengan mengusahan
punggung tetap lurus, kepala menghadap kedepan, dan menghindari sikap
membungkuk. Begitu saat duduk, usahan duduk di kursi dengan sandaran
punggung yang menjaga punggung tetap lurus dan bahu bersandar dengan
rileks.
TENS
Tidur tengkurap senyaman mungkin. Informasikan kepada pasien selama
menjalani terapi. Penatalaksanaan tarapi, posisikan pasien tidur tengkurap
senyaman mungkin dengan daerah pantat atau paha kiri. Kemudian kedua
pada mektrode di pasang dengan metode pain point yaitu dipasang pada
pantat dan paha kiri. Setelah di aturparameter mengunakan arus biphasic
asymetris dan phase duration 200Hz, ferkuensi 80Hz, burst 2, waktunya
yaitu 15menit, kemudian putar tombol on-off ke posisi on lalu intensitas di
naikkan sampai toleransi pasien, lakukan pemeriksaan setelah beberapa
menit dan pastikan terapi masih sesuai dengan tujuan.
C. Evaluasi
Evaluasi sesaat :nyeri yang dirasakan mulai berkurang. Pengukuran
insensitas nyeri (VAS) yang awalnya nyerinya 7 berkuramg menjadi 4
Evaluasi berkala : mengembalikan kapasitas fungsional pasien untuk dapat
kembali melakukan aktivitas dan pekerjaannya.
13
BAB IV
PENUTUP
14