Anda di halaman 1dari 9

Makalah

Pengertian Hukum Ekonomi Syaria Secara Umum

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Ummat islam dalam melaksanakan Ibadah kepada allah dan hubungan sesama makhluk ciptaan allah,
diatur berdasarkan kepada Al-qur’an, Hadist dan Ijtihat para ulama. Dimana keseluruhan peraturan yang
mengatur tentang Tata cara beribadah dan prilaku kehidupan ummat islam disebut dengan syariah, lebih
umum disebut dengan Hukum syariah atau hokum islam.

Demikian juga dalam hal Ekonomi dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup ummat islam, diatur juga
didalam perturan Hukum islam atau syariah. Didalam al-qur’an suroh 4 ANNISA ayat 29 yang sekira-kira
artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta Sesamamu dengan jalan Batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku atas dasar suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu; sesungguhnya allah maha penyayang bagimu”. (Qs. 4 Annisa ayat : 29)

Dari pengertian Al-qur’an suroh Annisa Ayat :29 diatas dapat memberikan gambaran kepada kita, bahwa
Al-qur’an sebagai landasan Hukum islam atau syariah mengatur ummat Islam dalam Perniagaan haruslah
berlandaskan suka sama. Kemudian disebutkan juga ummat islam dilarang memakan harta sesame
ummat islam dengan cara yang bathil atau jahat. Dengan Larangan dan perintah Tentang Perniagaan
didalam Al-qur’an, maka hal inilah yang melatar belakangi kami Kelompok I dalam menulis makalah
tentang “Pengertian Hukum Ekonomi Syariah Secara Umum”.

Dari judul makalah diatas, tentu menimbulkan beberapa pertanyaan didalam pikiran Penulis, yang antara
lain :

1) Apakah yang dimaksud dengan Hukum Ekonomi Syariah.?

2) Bagaimana Pendapat Para Ahli dan Ulama tentang Hukum Ekonomi Syariah.?

3) Kapan Ekonomi Syariah dan Hukum Ekonomi syariah mulai dikembangkan.?

4) Asas dan prinsif apa saja yang terkandungan Hukum ekonomi syariah.?

5) Apa yang membedakan Ekonomi syariah dan ekonomi umum.?

Dalam penulisan makalah ini, penulis akan memaparkan tentang penyelesaian beberapa pertanyaan
diatas kepada pembaca.

2. Pengertian Hukum Ekonomi Syariah.


Bila merumuskan pengertian Ekonomi syariah dalam persi undang-undang no. 3 tahun 2006 tentang
perubahan atas undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama, maka Ekonomi syariah
adalah perbuatan dan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsif syariah, antara lain :

a) Bank Syariah

b) Lembaga Keuangan mikro syariah

c) Asuransi syariah

d) Reasuransi syariah,

e) Reksa dana syariah

f) Obligasi Syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah

g) Sekuritas Syariah

h) Pembiayaan Syariah

i) Pegadaian Syariah

j) Dana pension Lembaga keuangan syariah

k) Bisnis syariah.

Pengertian ekonomi syariah diatas, dapat dipahami dan dirumuskan beberapa tujuan system ekonomi
syariah[1] diantaranya :

a. Kesejahtraan ekonomi dalam kerangka Norma moral islam (dasar Pemikiran Q.S Al-baqarah ayat 2
dan 168, Al-maidah ayat : 87-88, Al-Jumu’ah ayat 10).

b. Membentuk masyarakat dengan tatanan social yang solid berdasarkan keadilan dan persaudaraan
yang universal (Qs. Al-Hujarat ayat 13, Al-maidah ayat : 8, Asy-syu’araa ayat 183),

c. Mencapai distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil dan merata (Qs. Al-an’aam ayat 165, An-
nahl ayat : 71, Az-Zukhruf Ayat : 32).

d. Menciptakan kebebasan Individu dalam konteks kesejahtraan Sosial (Qs. Ar-Ra’du ayat : 36, Lukman
Ayat : 22

Disampi pengertian Ekonomi Syariah diatas ada juga pengetian lain yang disebut dengan Ekonomi Islam.
Prof. Dr. H. Zainuddin Ali berpendapat bahwa pengertian Ekonomi Islam adalah kumpulan norma hukum
yang bersumber dari Al-qur’an dan Hadist yang mengatur mengatur Perekonomian umat manusia[2].
Tujuan ekonomi islam menggunakan pendekatan Antara lain : (a) kosumsi manusia dibatasi sampai pada
tingkat yang dibutuhkan dan bermanfaat bagi kehidupan manusia. (b). alat pemuas kebutuhan manusia
seimbang dengan tingkat kwalitas manusia agar mampu meningkatkan kecerdasan dan kemapuan
teknologinya guna menggali sumber-sumber alam yang m asih terpendam. (c). dalam mengatur
distribusi dan sirkulasi barang dan jasa, nilai-nilai moral harus diterapkan; (d). pemerataan pendapatan
dilakukan dengan mengingat sumber kekayaan seseorang yang diproleh dari usah yang halal, maka zakat
sebagai sarana distribusi pendapatan merupakan sarana yang ampuh.

3. Hukum Ekonomi Syariah menurut para ahli dan Ulama.

Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur
berdasarkan peraturan hukum agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam
rukun iman dan rukun Islam.[3]

Berikut ini definisi Ekonomi dalam Islam menurut Para Ahli[4] :

S.M. Hasanuzzaman, “ilmu ekonomi Islam adalah pengetahuan dan aplikasi ajaran-ajaran dan aturan-
aturan syariah yang mencegah ketidakadilan dalam pencarian dan pengeluaran sumber-sumber daya,
guna memberikan kepuasan bagi manusia dan memungkinkan mereka melaksanakan kewajiban-
kewajiban mereka terhadap Allah dan masyarakat.”

M.A. Mannan, “ilmu ekonomi Islam adalah suatu ilmu pengetahuan social yang mempelajari
permasalahan ekonomi dari orang-orang memiliki nilai-nilai Islam.”

Khursid Ahmad, ilmu ekonomi Islam adalah “suatu upaya sistematis untuk mencoba memahami
permasalahan ekonomi dan perilaku manusia dalam hubungannya dengan permasalahan tersebut dari
sudut pandang Islam.”

M.N. Siddiqi, ilmu ekonomi Islam adalah respon “para pemikir muslim terhadap tantangan-tantangan
ekonomi zaman mereka. Dalam upaya ini mereka dibantu oleh Al Qur’an dan As Sunnah maupun akal
dan pengalaman.”

M. Akram Khan, “ilmu ekonomi Islam bertujuan mempelajari kesejahteraan manusia (falah) yang dicapai
dengan mengorganisir sumber-sumber daya bumi atas dasar kerjasama dan partisipasi.”

Louis Cantori, “ilmu ekonomi Islam tidak lain merupakan upaya untuk merumuskan ilmu ekonomi yang
berorientasi manusia dan berorientasi masyarakat yang menolak ekses individualisme dalam ilmu
ekonomi klasik

4. Nilai dan prinsif Dasar Pengembangan Ekonomi syariah

Dalam perkembangan Ekonomi Syariah ada lima nilai yang teridetifikasi dalam Hukum Ekonomi
Syariah[5], antara lain :

a) Nialai Ketuhanan (Ilahiah)

b) Nilai Kepemimpinan (Khilafah)

c) Nilai Keseimbangan (Tawazun)

d) Nilai Keadilan (‘Adalah)


e) Nilai kemaslahatan (maslahah)

Ada dua pendekatan dalam pengembangan Ekonomi syariah, Yang pertama pedekatan Metode normatif
atau lebih dikenal dengan pendekatan emosional. Sebutan ini dikatakan pendekatan emosional karena
bersumber dari wahyu Allah yang harus diikuti tanpa keragan didalamnya. Secara aspiratif memposisikan
wahyu allah diatas segala-galanya dan apapun yang disebutkan didalam wahyu allah tidak memerlukan
Interpretasi dan rasionalisasi pemahaman, karenal hal itu justru akan mngurangi nilai keimanan. Jadi,
telah dipahami secara Indoktrinatif.[6] Pendekatan kedua dilakukan secara Rasional objektif yang biasa
disebut dengan pendekatan Empiris atau ilmiah.

Didalam Al-qur’an surat Al-Mutahffifin ayat 1-3 menyebutkan tentang asas dan prinsif Ekonomi syariah
yang artinya :

“kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) yaitu orang-orang yang apabila menerima
takaran dari orang lain mereka maminta dipenuhi dan apabila mereka menakar dan menimbang untuk
orang lain, mereka mengurang” (QS. Al-Muthaffifin : 1-3)

Dari pengertian ayat diatas jelas disebutkan Larangan kepada ummat islam dalam melakukan transaksi
Ekonomi dilarang berbuat curang dan mengurangi ukuran timbangan dalam menjual dan membeli
barang.

Didin Hafidhuddin sebgaimana dikutif Mokh. Saiful Bakhri, menyatakan transaksi bisnis didalam ekonomi
syariah harus senantiasa dikaitkan dengan keyakinan kepada allah swt. Artinya memiliki implementasi
tauhid dan keyakinan bahwa allah senantiasa mengawasi setiap tindakan ciptaannya. Dengan demikian
setiap Ummat islam dalam melakukan bisnis ekonomi syariah, tidak mungkin melakukan kecurangan.[7]

Berikut dipaparkan beberapa prinsif yang lahir dari nilai Ilahiah, yang layaknya teraktualisasi dalam
kegiatan ekonomi syariah :

Nilai-nilai

Aktualisasi Nilai

Indikator Negatif

Ilahiah (Ketuhanan

Akidah

Ibadah

Syariah

Pemilik Mutlak

Tazkiiah (halal-tayyib)
Atheisme

Sekularisme

Komunisme

Eigendom (Hak milik Mutlak Manusia)

Syarat suatu bangunan dapat berdiri kokoh adalah tiang yang kokoh. Jika bangunan yang kokoh tersebut
adalah ekonomi syariah.[8] Maka tiang penyangganya adalah Prinsif-prinsif Ekonomi syariah[9] berikut :

a) Siap menerima resiko.

Prinsif ekonomi syariah yang dapat dijadikan pedoman oleh setiap muslim dalam bekerja untuk
menghidupi dirinya dan keluarganya. Yaitu menerima risiko yang terkait dengan pekerjaan itu. Keuntngan
dan manfaat yang diproleh juga terkait dengan jenis pekerjaannya. Karena itu, tidak ada
keuntungan/manfaat yang diproleh seseorang tanpa risiko. Hal ini merupakan jiwa dari prinsif “dimana
ada manfaat, disitu ada risiko” (Al kharaj bid dhaman).

b) Tidak Melakukan Penimbunan.

Dalam system ekonomi syariah, tidak seorang pun diizinkan untuk menimbun uang. Tidak boleh
menyimpan uang tanpa dipergunakan. Dengan kata lain, Huum islam tidak memperbolehkan Uang
Kontan (Cash) yang menganggur tanpa dimanfaatkan. Oleh karena itu, pemerintah harus memberikan
sanksi bagi mereka yang menimbun uang dengan mengenakan pajak untuk uang kontan tersebut.

c) Tidak Monopoli

Dalam system ekonomi syariah tidak diperbolehkan seseorang, baik dari perorangan maupun lembaga
bisnis dapat melakukan monopoli. Harus ada kondisi persaingan, bukan monopoli atau oligopoli.

d) Pelarangan Interes Riba.

Ada orang berpendapat bahwa Al-qua’an hanya mearang riba dalam bentuk bunga berbunga (Compound
Interest) dan bunga yang dipraktekkan Bank Konvensioanal (simple Interest) bukan riba. Namun, Jumhur
ulama mangatakan bahawa bunga BANk adalah riba. Namun Prof. Dr. H zainuddin Ali berpendapat
semua bentuk Interest adalah riba.

5. Hak milik dalam pandangan Islam

a. Pengetian hak milik

Istilah milik berasal dari bahasa arab yaitu milk. Dalam kamus Almunjid dikemukakan bahwa kata-kata
yang bersamaan arti dengan Milk (yang berasal dari kata kerja Malaka) adalah malkan, milkan,
malakatan, mamlakatan, mamlikatan dan mamlukatan.
Milik dalam bahasa dapat diartikan memiliki sesuatu dan sanggup bertindak secara bebas terhadapnya
(Hasbi Ash Shiddieqqy, 1989 ; 8)

Menurut istilah, milik dapat didefenisikan “suatu ikhtisas yang menghalangi yang lain, menurut syariat,
yang membenarkan pemilik ikhtisas betindak terhadap barang miliknya sekehendaknya, kecuali ada
penghalang (Hasbi Ash Shiddieqqy, 1989 ; 8).

Maksud Kata menghalangi diatas adalah sesuatu yang mencegah orang yang bukan pemilik sesuatu
barang atau mempegunakan/memanfaatkan dan bertindak tanpa persetujua terlbih dahulu dari
pemiliknya.[10] Sebaliknya, pengetian penghalang adalah sesuatu ketentuan yang mencegah pemilik
untuk bertindak terhadap harta miliknya.

b. Sifat Hak milik

pemilikan pribadi dalam pandangan islam tidaklah bersifat mutlak/absolute (bebas tanpa kendali dan
batas). Sebab didalam beebagai ketentuan hokum islam dijumpai bebera batasan dan kendali yang tidak
boleh dikesampingkan oleh seorang muslim dalam pengelolaan dan pemanfaatan harta benda miliknya.
Untuk itu dapat disebut perinsif dasarnya sebagai berikut :

· Pada hakikatnya individu hanyalah mewakili masyarakat.

· Harta benda tidak boleh hanya berada ditangan pribadi (kelompok) anggota masyarakat (Sayyid,
1984 : 146-152)

6. Sistem Ekonomi Islam

Yang dimaksud dengan system ekonomi Islam adalah Ilmu Ekonomi yang dilaksanakan dalam praktik
(Penerapan Ilmu Ekonomi) sehari-harinya bagi individu, keluarga, kelompok masyarakat maupun
pemerintah/penguasa dalam rangka mengorganisir factor produksi, distrbusi dan pemanfaatan barang
dan jasa yang dihasilkan tunduk dalam peraturan perundangan-undangan islam (Sunnatullah).

Dengan demikian, sumber terpenting peraturan/perundang-undangan perekonomian Islam adalah


Alquran dan sunnah. Meskipun demikian, sangat disayangkan belum ada literature yang mengupas
tentang system ekonomi islam seca menyeluruh.

Hal iu (pluralism system ekonomi) muncul disebabkan oleh ketidak mampuan umat Islam melahirkan
suatu konsep system ekonomi islam (menghbungkan system ekonomi dan syariat). Kondisi ini
dikemukakan oleh Muhammad Syafi’I Antonio dilukiskan dengan mengemukakan, “disatu piak kita
mendapat para ekonom, bangkir, dan usahawan yang aktif dalam menggerakkan roda pembangunan
ekonomi tetapi ‘lupa’ membawa pelita agama karena memang tidak menguasai syariat telebih Fikih
muamalah secara mendalam. Dilan pihak, kita menemukan para kiai dan ulama yang menguasai secara
mendalam konsep-konsep fikih ulumul qur’an dan disiplin lainnya, tetapi kurang menguasai dan
memantau fenomena ekonomi dan gejolak bisnis disekitarnya. Akibatnya, ada semacam tendensi
“biarlah kamu mengatur urusan akhirat dan mereka urusan dunia. Padahal islam adalah risalah untuk
dunia dan akhirat”. (Muhammad syafi’I Antonio, 1992/1993;1)
7. Perbedaan sistem Ekonomi Syariah dengan sistem Ekonomi Konvensional.

Ekonomi konvensional pada filosofi Positivisme yang mendewakan Power Of Ratonality. Pendewaan
terhadap rasionalitas ini memiliki dampak pada tergusurnya nilai-nilai dan aspek-aspek subjektif seperti
nilai etika dan moral yang bersifat teologis. Nilai-nilai yang bersifat teologis dipandang sebagai wilayah
yang berdiri secara terpisah dari ekonomi, tidak memiliki relasi dengan ekonomi. Ekonomi pada akhirnya
betul-betul menjadi disiplin ilmu yang bebas nilai (value free)(etzioni, 1992 dan mydal, 1969).

Dominasi Filosofi Positivisme yang demikian kuat telah melintasi batas Negara sehingga ekonomi
positivistic ini dikenal juga dengan ekonomi arus utama (mainstream economics), yaitu disiplin ilmu yang
menekankan diri pada praktik ekonomi sebagaimana adanya (As it is) yang berfungsi sebagai instrument
untuk menjelasakan (to explan) dan meramalkan (to predict) praktik ekonomi sehingga ditemukan
hokum universal dalam ilmu Ekonomi (Triyuwono, 2006)

Hokum universal ini, menurut Triyuwono (2006) dapat dicapai apabila proses formulasi teori ekonomi
benar-benar staril dari kepentingan-kepentingan yang bersifa subjektif, steril dari nilai-nilai budaya,
agama dan kepentingan social politik. Dengan kata lain, ekonomi harus bebas dari intervensi nilai agama,
nilai budaya dan Nilai social Serta Politik Lokal.

Penerapan hukum universal dalam ekonomi mainstream memiliki potensi kuat yang tidak hanya
memberangus nilai-nilai lokal (local wisdom) yang berlaku dalam masyarakat, teapi juga melahirkan
konsekuensi yang sangat luas seperti peradaban fragmatis, konsumtif (Featherstone, 2001), hedonis yang
merusak sandi-sandi kemanusiaan (Suman dan Yustika, 1997 ; Triyuwono, 2000; Budiman, 1997; Butt,
1991dan Etzioni, 1992), penyakit peradaban (Capra, 2000), Absurditas Pembangunan (Al Buray, 1986)
dan Modrenisasi kemiskinan Atau kemiskinan terencana (Amin, 1974) pada sisi lain, Universalisme
Hukum ekonomi yang diusung oleh Kapitalisme memunculkan Ketergantungan yang berlebihan pada apa
yang disebut dengan profit Oriented Atau Capital Oriented, sehingga nilai-nilai lain, selain profit yang
bersifat Imaterial, menjadi suatu yang mustahil. Karena dijiwai oleh spirit kapita oriented yang
berlebihan, maka kapitalisme lebih berpihak sedikit kelompok elit yang mampu mengasesnya sehingga
dalam konteks ini terjadilah kesenjangan ekonomi yang melebar antara The have/agniya dengan The
Have Not/fuqara (Ibrahim,2005).

Titik balik perbedaa ini, pada gilirannya membuat manusia sudah tiak berpijak pada nilai yang secara
sungguh-sungguh merupakan kebenaran (Berger, 1981), yang bersumber dari kebenaran sejati. Ekonomi,
selanjutanya ditegakkan diatas sendi yang rapuh, yang mengabaikan aspek supranatural. Ia berpijak pada
utopia tentang kehidupan yang diciptakan oleh manusia sendiri untuk kemudian mengisi dan
merekayasa manusia menjadi makhluk yang “menuhankan” Rasio dan “reifikatif” (menserba-bedakan
segala sesuatu)(suman dan Yustika, 1997)[11]

8. Kesimpulan.

v Hukum ekonomi syariah adalah ilmu yang mempelajari tentang sistem ekononomi dan atau transaksi
yang berlandaskan nilai-nilai ketuhanan dan syariah Islam.
v system ekonomi Islam adalah Ilmu Ekonomi yang dilaksanakan dalam praktik (Penerapan Ilmu
Ekonomi) sehari-harinya bagi individu, keluarga, kelompok masyarakat maupun pemerintah/penguasa
dalam rangka mengorganisir factor produksi, distrbusi dan pemanfaatan barang dan jasa yang dihasilkan
tunduk dalam peraturan perundangan-undangan islam (Sunnatullah).

v yang membedakan sistem ekonomi syariah dengan ekonomi Konvensional adalah dimana disatu pihak
kita mendapat para ekonom, bangkir, dan usahawan yang aktif dalam menggerakkan roda pembangunan
ekonomi tetapi ‘lupa’ membawa pelita agama karena memang tidak menguasai syariat telebih Fikih
muamalah secara mendalam.

9. Penutup

Demikianlah isi makalah kami ini, diajukan untuk mendapatkan Nilai hukum Ekonomi Syariah. Dalam
penunilsan makalah yang sangat sederhana ini, ada kekurangan dan kesalahan dalam pembuatan
makalah kami ini, besar harapan kami dapat dikritik dan dikroreksi, sebagai bahan pembelajar buat kami
dalam mengerjaan tuga-tugas makalah selanjutnya.
Daftar Pustaka

1) Hukum Ekonomi Syariah ; Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A ; Sinar Grafika. Hlm. 3

2) Fahmi zone, Kajian ekonomi islam, hal.2

3) Hukum Ekonomi Islam Di Indoneisa; Dr. H.M. Arfin Hamid, SH, MH; Ghalia Indonesia; Hal-89

4) Mokh. Saiful Bakhri; Ekonomi syariah dalam sorotan, Ed (Jakarta, Pemodalan Nasional Madani,
2003), hlm.16

5) A.M. saifuddin ; studi system ekonomi islam, (Jakarta : Media dakwah, 1984), hlm, 105.

6) Hukum Ekonomi Syariah ; Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A ; Sinar Grafika. Hlm.7

[1] Hukum Ekonomi Syariah ; Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A ; Sinar Grafika. Hlm. 3

[2] Ibid, hlm-4

[3] Fahmi zone, Kajian ekonomi islam, hal.

[4] Ibid. hlm-4

[5] Hukum Ekonomi Islam Di Indoneisa; Dr. H.M. Arfin Hamid, SH, MH; Ghalia Indonesia; Hal-89

[6] Ibid. hal-88

[7] Mokh. Saiful Bakhri; Ekonomi syariah dalam sorotan, Ed (Jakarta, Pemodalan Nasional Madani, 2003),
hlm.16

[8] A.M. saifuddin ; studi system ekonomi islam, (Jakarta : Media dakwah, 1984), hlm, 105.

[9] Hukum Ekonomi Syariah ; Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A ; Sinar Grafika. Hlm.7

[10] Hukum ekonomi islam, Dr. Suhrawardi K. Lubis, S.H., Sp.N., MH,;2012; Sinar Grafika. Hlm-6

[11] Paradigm, metodologi dan aplikasi Ekonomi syariah, Muhammad ; Graha Ilmu; 2008. Hal 1-3

Anda mungkin juga menyukai