Anda di halaman 1dari 5

Akta yang dibuat oleh notaris termasuk dalam bentuk akta atau tulisan otentik sebagaimana yang diatur

dalam
Pasal 1868 Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-undang Hukum Perdata) yang berbunyi sebagai berikut :
"Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh
atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya."

Untuk memahami makna pasal di atas, kita harus membedah bagian per bagian dari pasal tersebut.
Pertama, mengenai bentuk yang ditetapkan oleh undang-undang. Bentuk atau sistematika dari akta notaris
tidak diatur dalam Burgerlijk Wetboek, melainkan pada Pasal 38 Undang-undang Nomor 2 Tahun
2014 juncto Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Kedua, akta tersebut harus dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai (pejabat-pejabat) umum. Pejabat
umum merupakan pejabat yang berwenang membuat segala macam akta yang tidak menjadi bagian atau
domain dari pejabat khusus lainnya, seperti Pejabat Pembuat Akta Tanah, catatan sipil, imigrasi, dan lain
sebagainya.
Ketiga, akta tersebut harus dibuat di tempat di mana akta dibuatnya. Seorang pejabat umum memiliki
wilayah kerja yang sudah ditentukan berdasarkan surat keputusan pengangkatannya. Wilayah kerja notaris
meliputi satu provinsi dari kota/kabupaten tempat kedudukan (kantor) notaris tersebut

Dengan demikian apabila akta notaris tidak dibuat dalam bentuk yang sudah ditetapkan oleh undang-undang
(ada yang tidak lengkap atau kurang), dan/atau tidak dibuat oleh pejabat (notaris) yang berwenang, dan/atau
tidak dibuat maupun ditandatangani pada wilayah kerja yang bersangkutan, maka menimbulkan konsekuensi
akta tersebut tidak memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna seperti akta otentik. Akta tersebut hanya akan
berlaku sebagai tulisan di bawah tangan, sepanjang ditandatangani oleh para pihak dalam akta tersebut. (Pasal
1869 Burgerlijk Wetboek)

SISTEMATIKA AKTA NOTARIS


Berdasarkan Pasal 38 Undang-undang Jabatan Notaris (yang diubah dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun
2014), sistematika akta notaris secara garis besar terdiri atas :

1. Awal akta atau kepala akta;


2. Badan akta; dan
3. Akhir atau penutup akta.
Awal akta atau kepala akta memuat :

1. Judul akta;
2. Nomor akta;
3. Jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun ditandatanganinya akta tersebut;
4. Nama lengkap dan tempat kedudukan notaris. [Akta notaris pengganti dan pejabat
sementara notaris juga wajib memuat nomor dan tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat yang
mengangkatnya.]
Badan akta memuat :
1. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan,
tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili. Hal ini lazim dikenal dalam praktek
sebagai komparisi;
2. Keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap;
3. Isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan;
4. Nama lengkap, tempat, dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat
tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.
Akhir atau penutup akta memuat :
1. Uraian mengenai pembacaan akta;
2. Uraian mengenai penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan
akta jika ada;
3. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal
dari tiap-tiap saksi akta; dan
4. Uraian tentang ada tidaknya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian tentang
adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian, serta jumlah
perubahannya.

1. Akta relaas atau akta pejabat


Disebut juga sebagai akta berita acara. Akta ini dibuat oleh seorang notaris dan memuat uraian otentik
mengenai tindakan yang dilakukan. Bisa juga berdasarkan keadaan yang disaksikan langsung oleh notaris
ketika menjalankan jabatannya. Contoh akta relaas terdiri dari berita acara/risalah rapat RUPS suatu perseroan
terbatas, akta pencatatan budel, dan lain-lain.

2. Akta partij

Akta yang dibuat di hadapan notaris. Isinya memuat uraian dari yang diceritakan atau dijelaskan oleh para pihak
yang menghadap kepada notaris. Salah satu contoh akta ini adalah perjanjian kredit.

2. LEGALISASI

legalisasi pada intinya yaitu para pihak membuat surat yang dibuat di bawah tangan,
dibawa ke Notaris, lalu menandatanganinya di hadapan Notaris, kemudian dicatatkan
dalam Buku Legalisasi. Tanggal pada saat penandatanganan dihadapan Notaris itulah,
sebagai tanggal terjadinya perbuatan hukum, yang melahiran hak dan kewajiban antara
para pihak.

Penjelasan detailnya, Notaris dapat pula membacakan/menjelaskan isi dari surat tersebut
atau hanya mengesahkan tanda tangan dan kepastian tanggalnya saja. Poinnya tetap pada
para pihak harus membubuhkan tanda tangannya di hadapan Notaris, untuk kemudian
tanda tangan tersebut disahkan olehnya. Notaris menetapkan kepastian tanggal, sebagai
tanggal ditandatanganinya perjanjian di bawah tangan antara para pihak. Notaris kemudian
menuliskan redaksi Legalisasi pada surat tersebut.

Pengesahan tanda tangan dan penetapan kepastian tanggal, dicatatkan dalam buku
khusus, yaitu Buku Legalisasi. Notaris yang menyaksikan dan mengesahkan tanda tangan,
menetapkan kepastian tanggal, sebagai pejabat yang diberi kewenangan oleh UU untuk
menjelaskan/membenarkan/memastikan bahwa benar pada tanggal sebagaimana tertulis
dalam Buku Legalisasi, para pihak membuat perjanjian di bawah tangan dan menghadap
padanya untuk menandatangani surat tersebut. Redaksi yang tertulis di lembar legalisasi
tersebut, sebatas itulah pertanggungjawaban Notaris.

3. WAARMEKING

Notaris, dalam jabatannya, berwenang pula membukukan surat di bawah tangan, dengan
mendaftar dalam buku khusus. Buku khususnya disebut dengan Buku Pendaftaran Surat Di
Bawah Tangan. Dalam keseharian, kewenangan ini dikenal juga dengan sebutan
Pendaftaran surat dibawah tangan dengan kode: “Register” atau Waarmerking atau
Waarmerk.

Dalam hal ini notaris hanya menerima pendaftaran atas akta yang sudah ditandatangani
oleh para pihak. Tidak dibuat oleh atau ditandatangani di hadapan notaris.

4. LEGALISIR

Dalam prakteknya hal yang dilakukan untuk istilah legalisir ini adalah mencocokan fotocopy
suatu dokumen dengan aslinya dengan judul Pencocokan Fotocopy. Pada fotocopy
tersebut akan di stempel/cap disetiap halaman yang di fotocopi dengan paraf Notaris dan
halaman terakhir dari Pencocokan Fotocopy tersebut akan dicantumkan keterangan bahwa
fotocopy tersebut sama dengan aslinya

Jadi dapat disimpulkan bahwa proses legalisasi, waarmerking dan legalisir merupakan akta
di bawah tangan (bukan akta otentik) karena para pihak tidak membuatnya di hadapan
notaris. Yang merupakan akta autentik hanyalah akta notaris. Ini berkaitan dengan
kekuatan pembuktian. Dimana akta otentik memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna
di Pengadilan, berbeda dengan akta di bawah tangan.

Secara umum, pada setiap akta otentik, termasuk pula akta notaris, dapat dibedakan tiga kekuatan pembuktian,
yaitu sebagai berikut:
1. Kekuatan pembuktian lahiriah atau kekuatan pembuktian yang luar ( uitwendige bewijskracht ), adalah
persyaratan formal yang diperlukan agar akta notaris dapat digunakan sebagai akta dijamin.
2. kekuatan pembuktian formal ( formale bewijskracht ) adalah kepastian fakta kejadian dan fakta tersebut dalam
akta betul-betul dilakukan oleh notaris atau diterima oleh pihak-pihak yang menghadap.
3. Kekuatan pembuktian materil (materi bewijskracht) adalah kepastian bahwa apa yang ada di dalam akta ini
merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapatkan hak
dan umum, juga pembuktian sebaliknya (tegenbewijs).

Anda mungkin juga menyukai