Anda di halaman 1dari 4

STRUKTUR LOGIKA PENELITIAN DALAM

HYPOTHETICO-DEDUCTIVE METHODE
…..berpikir adalah kegiatan mental yang menghasilkan pengetahuan .Metode
ilmiah merupakan eskpresi

mengenai cara bekerja pikiran

(T.H. Huxley)

Proses kegiatan ilmiah, demikian menurut Ritche Calder ( 1955, dalam


Suriasumantri, 1985), dimulai ketika manusia mengamati sesuatu.Mengapa
manusia mulai mengamati sesuatu? Kita mulai mengamati objek tertentu kalau
kita mempunyai perhatian terhadap objek tersebut. “Perhatian” itulah yang
oleh John Dewey (1933,dalam Suriasumantri,1985) disebut suatu masalah atau
kesukaran yang dirasakan bila kita menemukan sesuatu dalam pengalaman kita
yang menimbulkan pertanyaan.

Bahwa manusia menemukan masalah dalam kehidupannya dan mencari cara


untuk menemukan jalan pemecahannya bukanlah hal yang istimewa dalam
dunia ini.Namunsejarah mencatat, bahwa cara manusia memecahkan masalah
yang berbeda-beda seiring dengan perkembangan peradaban.Dilihat dari
perkembangan kebudayaan manusia maka sikap manusia dalam menghadapi
masalah dapat dibedakan menurut ciri-ciri tertentu.

Menurut Van Peursen (1976), sikap manusia menghadapi masalah ini


berkembang melalui tiga tahap. Yakni tahap mistis,tahap ontologis dan tahap
fungsional. Yang dimaksud dengan tahap mistis adalah sikap manusia yang
merasakan dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatan gaib di sekitarnya. Yang
dimaksud dengan tahap ontologis adalah sikap manusia yang tidak lagi
merasakan dirinya terkepung dengan kekuatan gaib dan bersikap mengambil
jarak dari objek di sekitarnya serta memulai melakukan penelaahan-
penelaahan terhadap objek tersebut. Sedangkan tahap fungsioanl adalah sikap
manusia yang bukan saja merasa telah bebas dari kepungan kekuatan gaib dan
mempunyai pengetahuan berdasarkan penelaahan terhadap objek-objek di
sekitar kehidupannya, namun lebih dari itu ia dia memfungsionalkan
pengetahuan tersebut bagi kepentingan dirinya.

Ilmu berkembang pada tahap ontologis ini, manusia berpendapat bahwa


terdapat hukum-hukum tertentu, yang terlepas dari kekuatan dunia mistis,
yang menguasai gejala-gejala empiris.

Dalam usaha untuk memecahkan masalah tersebut ilmu tidak berpaling kepada
perasaan tetapi pada pikiran yang berdasarkan penalaran.Ilmu mencoba
mencari penjelasan mengenai masalah yang dihadapinya agar ia mengerti
hakikat permasalahan itu dan dengan demikian maka ia dapat
memecahkannya.Secara ontologis,maka ilmu membatasi diri masalah yang
dihadapinya hanya pada masalah yang terdapat di dalam ruang lingkup
jangkauan pengalaman manusia.

Karena masalah yang dihadapinya adalah nyata maka ilmu mencari jawabannya
pada dunia yang nyata pula. Ilmu dimulai dengan fakta dan diakhiri dengan
fakta, apapun teori yang menjembatani keduanya. Yang dimaksud teori di sini
adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat di dalam dunia fisik tersebut.
Teori merupakan abstraksi intelektual di mana pendekatan secara rasional
digabungkan dengan pengalaman empiris.

Maksud dari pendekatan secara rasional di sini adalah bahwa suatu ilmu
sebetulnya disusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif. Sedangkan
secara empiris berarti ilmu memisahkan antara pengetahuan yang sesuai
dengan fakta dengan yang tidak. Dengan kata lain, suatu teori ilmiah harus
memenuhi dua syarat utama yakni ; (a) konsisten dengan teori-teori
sebelumnya yang memungkinkan tidak terjadinya kontradiksi dalam teori
keilmuan secara keseluruhan; (b) harus cocok dengan fakta-fakta empiris sebab
teori yang bagaimanapun konsistennya sekiranya tidak didukung oleh pengujian
empiris tidak dapat diterima kebenarannya secara ilmiah.

Jadi logika ilmiah merupakan gabungan antara logika deduktif dan logika
induktif di mana rasionalisme dan empirisme hidup berdampingan dalam
sebuah sistem dengan mekanisme yang korektif.
Karena semua penjelasan rasional yang diajukan harus teruji kebenarannya
secara empiris maka status dari penjelasan rasional itu barulah bersifat
sementara.Penjelasan sementara inilah yang lazim disebut
sebagai hipotesis. Secara teoritis sebenarnya kita boleh saja mengajukan
sebanyak-banyaknya hipotesis sesuai dengan hakikat rasionalisme yang
bersifat pluralistik.Hanya saja dari sekian hipotesis yang diajukan itu hanya
satu yang diterima berdasarkan kriteria kebenaran korespondensi yakni
hipotesis yang didukung oleh fakta-fakta empiris.

Hipotesis ini pada dasarnya disusun secara deduktif dengan mengambil premis-
premis dari pengetahuan ilmiah yang sudah diketahui sebelumnya.Penyusunan
seperti ini memungkinkan terjadinya konsistensi dalam mengembangkan ilmu
secara keseluruhan dan menimbulkan pula efek kumulatif dalam kemajuan
ilmu.

Hipotesis dalam kaitan proses berfikir ilmiah di atas berposisi sebagai penunjuk
jalan yang memungkinkan peneliti untuk mendapatkan jawaban, karena alam
itu sendiri membisu dan tidak responsif terhadap pertanyaan-pertanyaan.

Dengan adanya jembatan berupa penyusunan hipotesis ini maka metode ilmiah
sering dikenal sebagai proses HYPOTHETICO-DEDUCTIVE METHODE atau disebut
proses LOGICO-HYPOTHETICO VERIFIKASI, yang menurut Tyndall dikatakan
“perkawinan yang berkesinambungan antara deduktif dan induktif”. Dalam hal
ini proses induksi mulai memegang peranan dalam tahap verifikasi atau
pengujian hipotesis di mana dikumpulkan fakta-fakta empiris untuk menilai
apakah sebuah hipotesis didukung oleh fakta atau tidak.

Pada tahap pembuktian sebenarnya dilakukan proses menuju vonis apakah teori
ilmiah yang mengandung penjelasan sementara tadi dapat diterima
kebenarnya atau tidak secara ilmiah.Seorang ilmuwan harus selalu bersifat
skeptis: dia selalu meragukan segala sesuatu.Ketika dihadapkan pada suatu
masalah maka yang pertama-tama ada dalam pikirannya adalah mencari
penjelasan yang masuk akal dan tidak bersifat kontradiktif dengan
pengetehauan ilmiah yang diketahuinya. Kemudian dia melakukan pembuktian
sebab konsistensi secara logis saja tidak cukup, dengan kata lain menghendaki
verifikasi secvara empiris. Baru setelah penjelasan itu ternyata didukung oleh
fakta-fakta dalam dunia fisik yang nyata maka dia akan percaya.

Jadi secara sederhana proses berpikir seorang ilmuwan dapat disimpulkan


sebagai sesuatu yang dimulai dengan ragu-ragu dan diakhiri dengan percaya
atau tidak percaya

Alur berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan dalam
beberapa langkah yang mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan ilmiah yang
berintikan proses logico-hypotetico –verifikasi sebagai berikut:

Perumusan masalah

Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis

Perumusan hipotesis

Pengujian hipotesis

Penarikan kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai