Anda di halaman 1dari 20

PRESENTASI KASUS

TONSILITIS KRONIK

Disusun oleh :

SHALMA DESTIANY GANAR

NPM 1102014246

Pembimbing :

dr. Irma Suryati, Sp.THT-KL

KEPANITRAAN ILMU TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN

PERIODE 2 SEPTEMBER – 5 OKTOBER 2019

RSUD KOJA, JAKARTA UTARA

1
BAB I

LAPORAN KASUS

I.1. IDENTITAS PASIEN


Nama : Nn. DA
Umur : 21 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Koja
Agama : Islam

I.2. ANAMNESIS
Aloanamnesis
Keluhan Utama
Nyeri menelan memberat sejak 1 bulan yang lalu
Keluhan Tambahan
Tenggorokan terasa perih, terasa ada yang mengganjal, terasa
berlendir, batuk.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang rujukan dari poli THT RS Sukmul dengan keluhan
nyeri menelan memberat sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan nyeri menelan dirasa sejak 8 tahun yang lalu, namun hanya
diobati di puskesmas. Nyeri dirasa hilang timbul, setelah berobat di
puskesmas perasaan nyeri menelan berkurang dan jarang kambuh. Namun,
1 bulan yang lalu, nyeri menelan dirasa semakin sering dan saat diberi obat
seperti biasanya keluhan tidak berkurang.
Tenggorokan terasa berlendir, rasa seperti ada yang mengganjal di
tenggorokan, tidak sulit membuka mulut, demam kalau sedang nyeri
menelan, batuk ada namun tidak berdahak.
Riwayat Pengobatan
Pasien sudah pernah dibawa berobat ke puskesmas, didiagnosa
mengalami tonsillitis sejak 8 tahun yang lalu dan disarankan untuk

2
menjalani operasi namun pasien menolak. Selama nyeri tenggorokan,
pasien selalu meminta obat ke puskesmas. Setelah diberi obat, keluhan
bekurang. Keluhan dibiarkan saja dan lama kelamaan semakin memberat.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat nyeri menelan dan batuk berulang
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien
Riwayat Kebiasaan
Pasien dulu suka mengkonsumsi minuman serbuk dingin dan suka
mengkonsumsi makanan pedas, panas dan gorengan.
I.3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Compos Mentis
Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 130/85 mmHg
Nadi : 113x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36,8oC
a. Telinga

Telinga Kanan Kiri


Daun Telinga
- Anotia, mikrotia, makrotia - -
- Keloid - -
- Perikondritis - -
- Kista - -
- Fistel - -
- Ott hematom - -
- Nyeri tekan tragus/daun telinga + -
- Warna daun telinga Merah muda Merah muda
Liang Telinga
- Atresia - -

3
Telinga Kanan Kiri
- Serumen prop - -
- Epidermis prop - -
- Korpus alineum - -
- Jaringan granulasi - -
- Exositosis - -
- Osteoma - -
- Furunkel - -
Membran timpani
- Warna Seperti mutiara Seperti mutiara
- Reflek cahaya Jam 7 Jam 5
- Hiperemis - -
- Retraksi - -
- Bulging - -
- Atropi - -
- Perforasi - -
- Bula - -
- Sekret Minimal Minimal
Retro auricular
- Fistel - -
- Kista - -
- Abses - -
Pre auricular
- Fistel - -
- Kista - -
- Abses - -
b. Hidung

Hidung Kanan Kiri


Rinoskopi anterior

4
- Vestibulum Nasi Lebar lubang Lebar lubang
hidung normal, hidung normal,
krusta (-), bisul (-) krusta (-), bisul (-)
- Kavum Nasi Hiperemis (-), Hiperemis (-),
sekret (-), sekret (-),
rambut (+) rambut (+)
- Selaput Lendir Hiperemis (-), Hiperemis (-),
edema (-) edema (-)
- Septum Nasi Deviasi (-), massa Deviasi (-), massa
(-) (-)
- Lantai + dasar hidung Licin, massa (-) Licin, massa (-)
- Konka inferior Hiperemis (-), Hiperemis (-),
edema (-), edema (-),
permukaan licin permukaan licin
- Meatus nasi inferior Sekret (-) Sekret (-)
- Konka media Sulit dinilai Sulit dinilai
- Meatus nasi media Sekret (-), polip (-) Sekret (-), polip (-)
- Polip - -
- Korpus alienum - -
- Massa tumor - -
- Fenomena palatum mole Sulit dinilai Sulit dinilai
Rinoskopi posterior
- Kavum Nasi Hiperemis (-) Hiperemis (-)
- Selaput Lendir Lendir (-) Lendir (-)
- Koana Sulit dinilai Sulit dinilai
- Septum nasi Deviasi (-) Deviasi (-)
- Konka superior Sulit dinilai Sulit dinilai
- Meatus nasi media Secret (-), polip(-) Secret (-), polip(-)
- Muara tuba Sulit dinilai Sulit dinilai
- Adenoid Sulit dinilai Sulit dinilai

5
- Massa tumor - -
- Polip - -
Transluminasi sinus Kanan Kiri
Sinus maksilaris Tampak bayangan Tampak bayangan
seperti bulan sabit seperti bulan sabit
Sinus frotal Tampak cahaya Tampak cahaya
c. Mulut

Hasil
Selaput lendir mulut Hiperemis (-), Edema (-), ulkus (-), massa
(-)
Bibir Stomatitis (-), Lembab, hiperemis (-),
krusta (-), ulkus (-)
Lidah Hiperemis (-), Edema (-), atropi (-), ulkus
(-), gerakan segala arah
Gigi Lengkap, karies (+) M1 rahang kiri
bawah
Kelenjar ludah Ptialismus (-)
d. Faring

Hasil
Uvula Ditengah, hiperemis (-), edema (-), ulkus
(-), permukaan licin.
Palatum molle Hiperemis (-), edema (-), ulkus (-)
Palatum durum Hiperemis (-), edema (-), ulkus (-),
benjolan (-).
Plika anterior Hiperemis (-), edema (-)
Tonsil Ukuran : T3 – T3
Hiperemis (-/-), kripta melebar (+/+),
detritus (-/-)
Plika posterior Hiperemis (-), Edema (-)

6
Mukosa orofaring Hiperemis (-), edema (-), ulkus (-)
e. Kelenjar getah bening
Pembengkakan (-)
I.4. DIAGNOSIS
Tonsilitis Kronik
I.5. PENATALAKSAAN
1. Pro tonsilektomi
2. Ceftriaxone 2 x 1 gram

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. DEFINISI
Tonsilitis kronis diartikan sebagai infeksi atau inflamasi pada
tonsilita palatina yang menetap. Tonsillitis kronis disebabkan oleh
serangan berulang dari tonsillitis akut yang mengakibatkan kerusaka yang
permanen pada tonsil. Organisme pathogen dapat meneta[ untuk sementara
waktu ataupun untuk waktu yang lama dan mengakibatkan gejala-gejala
aku kembali ketika daya tahan tubuh penderita mengalami.1
II.2. ANATOMI DAN FISIOLOGI TONSIL
Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen
yang letaknya di bawah epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ.
Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi :
1. Tonsila lingualis terletak pada radix linguae
2. Tonsila palatina terletak pada istmus faucium antara arcus
glossopatainus dan arcus glossopharingeus
3. Tonsila pharingea (adenoid), terletak pada dinding dorsal dari
nasofaring
4. Tonsila tubaria, terletak pada bagian lateral nasofasing di sekitar
ostium tuba auditiva
5. Plaques dari peyer (tonsul perut) terletak pada ileum
Dari kelima macam tonsil tersebut, tonsila lingualis, tonsila
palatina (tonsil faucium), tonsila pharingea (adenoid), tonsila tubaria dan
ditambah lateral pharyngeal band membentuk cincin yang dikenal dengan
cincin waldeyer2

8
Gambar 1. (1) Pharyngeal tonsil (2) palatine tonsil (3) lingual tonsil
(4) epiglottis

Gambar 2. Anatomi cincin waldayer dari tampak anterior dan posterior

Tonsila palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak


di dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior
(otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk
oval dengan panjang 2-5 cm. Permukaan tonsil merupakan permukaan bebas dan
mempunyai lekukan yang merupakan muara dari kripta tonsil. Jumlah kripta
tonsil berkisar antara 20-30 buah, berbentuk celah kecil yang dilapisi oleh epitel
berlapis gepeng. Beberapa kripta ada yang berjalan kearah dalam substansia tonsil
dan berakhir dibawah permukaan kapsul.. Kripta dengan ukuran terbesar terletak

9
pada pole atas tonsil dan disebut kripta superior, normalnya mengandung sel-sel
epitel, limfosit, bakteri, dan sisa makanan. Kripta superior sering menjadi tempat
pertumbuhan kuman karena kelembaban dan suhunya sesuai untuk pertumbuhan
kuman, juga karena tersedianya substansi makanan di daerah tersebut.Tonsil tidak
selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal
sebagai fosa supratonsilar.3

Tonsil diperdarahi oleh beberapa cabang pembuluh darah, yaitu :

1. A. Maksilaris eksterna (a. Fasialis) dengan cabangnya a. Tonsilaris dan a.


Palatina asenden memperdarahi bagian postero inferior
2. A. Maksilaris interna dengan cabangnya a. Palatina desenden memperdarahai
daerah antero superior
3. A. Lingualis dengan cabangnya a. Lingualis dorsal memperdarahai daerah
antero media
4. A. Faringeal asenden cabang a. Karotis eksterna memperdarahi daerah postero
superior 4
Daerah vena dialirkan melalui pleksus venosus perikapsular ke V.
Lingualis dan pleksus venosus faringeal, yang kemudian bermuara ke V. Jugularis
Interna. Pembuluh vena tonsil berjalan dari palatum, menyilang bagian lateral
kapsula dan selanjutnya menembus dinding faring.

10
Gambar 3. Perdarahan tonsil
Aliran getah bening
Tonsil tidak mempunyai sistem limfatik aferen. Aliran limfe dari parenkim
tonsil ditampung pada ujung pembuluh limfe eferen yang terlelatak pada
trabekula, yang kemudian membentuk pleksus pada permukaan luar tonsil dan
berjalan menembus M. Konstriktor faringeus superior, selanjutnya menembus
fascia bukofaringeus dan akhirnya menuju kelenjar servikalis profunda yang
terletak sepanjang pembuluh darah besar leher, di belakang dan di bawah arkus
mandibula. Kemudian aliran limfe ini dilanjutkan ke nodulus limfatikus daerah
dada, untuk selanjutnya bermuara ke dalam duktus torasikus.5

Persarafan

Persarafan tonsil berasal dari saraf trigeminus dan saraf glossopharingeus.


Nervus trigeminus mempersarafi bagian atas tonsil melalui cabangnya yang
melewati ganglion sphenopalatine yaitu n. palatina. Bagian bawah tonsil
dipersarafi n. glossopharingeus.

Fisiologi dan imunologi tonsil

Tonsila palatina merupakan jaringan limfoepitel yang berperan penting


sebagai sistem pertahanan tubuh terutama terhadap protein asing yang masuk ke

11
saluran makanan atau masuk ke saluran nafas. Mekanisme pertahanan dapat
bersifat spesifik atau non spesifik. Apabila pathogen menembus lapisan epitel
maka sel-sel fagositik mononuclear pertama-tama akan mengenal dan
mengeliminasi antigen.

Tonsil mempunyai dua fungsi utama yaitu menangkap dan mengumpulkan


bahan asing dengan efektif dan sebagai organ produksi antibody dan sensitisasi sel
limfosit T dengan antigen spesifik.

Tonsil merupakan jaringan kelenjar limfe yang berbentuk oval yang


terletak pada kedua sisi belakang tenggorokan. Dalam keadaan normal tonsil
membantu mencegah terjadinya infeksi dan bertindak seperti filter untuk
mencegah bakteri dan virus masuk ke tubuh melalui mulut dan sinus. Tonsil juga
menstimulasi sistem imun untuk memproduksi antibody untuk melawan pathogen.
Lokasi tonsil sangat memungkinkan terpapar benda asing dan pathogen,
selanjutnya membawanya ke sel limfoid. Jika tonsil tidak mampu melindungi
tubuh, maka akan timbul inflamasi dan akhirnya terjadi infeksi yaitu tonsillitis.

Tonsil mengandung sel limfosit B dan limfosit T. Limfosit B membentuk


kira-kira 50-60% dari limfosit tonsillar sedangkan limfosit T pada tonsil adalah 40
dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang. Limfosit B berproliferasi di pusat
germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), interferon, lisozim dan sitokin
berakumulasi di jaringan tonsillar. Tonsil merupakan organ limfatik sekunder
yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah
disensitisasi5.

II.3. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Bakteri penyebab tonsillitis kronis sama halnya dengan tonsillitis akut
yaitu kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, pneumokokusm streptokokus
viridian, streptokokus piogen, stafilokokus, dan hemophilus influenza, namun
terhadang ditemukan bakteri golongan gram negatif
Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronik yaitu rangsangan yang
menahun dari asap rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk,

12
pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak
adekuat.7
II.4. PATOFISIOLOGI
Terjadinya proses radang berulang disebabkan oleh rokok, beberapa
makanan, hygiene mulut buruk, pengaruh cuaca, kelelehan fisik dan pengobatan
tonsillitis yang tidak adekuat. Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih
kripte tonsil. Karena proses radang berulang, maka epitel mukosa dan jaringan
limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid akan diganti
oleh jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga kripte akan melebar.
Secara klinis kripte akan tampak diisi oleh Detritus (akumulasi epitel yang
mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi kripte berupa eksudat
berwarna kekuning kuningan). Proses ini terus meluas sehingga menembus kapsul
sehingga terjadi perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsilaris. Pada anak-
anak, proses ini akan disertai dengan pembesaran kelenjar submandibula.
II.5. TANDA DAN GEJALA
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak
rata, tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan
beberapa kripti terisi oleh detritus, warna kemerahan pada plika anterior dana pa
bila dilakukan penekanan pada plika anterior dapat keluar pus atau material
seperti keju. Rasa ada yang mengganjal di tenggorokan, di rasakan kering di
tenggorokan dan napas berbau (halitosis) yang disebabkan adanya pus pada kripta
tonsil, sengau atau sering tersedak pada malam hari (bila tonsil membesar dan
menyumbat jalan nafas), nafsu makan menurun, badan terasa lesu, kadang disertai
demam, serta sakit kepala

13
Gambar 4. Gambaran tonsil normal dan tonsilitis
II.6. DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang
Pada anamnesis ditemukan gejala-gejala seperti susah menelan, bau mulut
(halitosis) yang disebabkan adanya pus pada kripta tonsil, sengau atau sering
tersedal pada malam hari, nafsu makan menurun, malaise, kadang disertai demam
serta sakit kepala.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tonsil tampak membesar, dapat terlihat
butiran pus kekuningan pada permukaan medial tonsil, bila dilakukan penekanan
pada plika anterior dapat keluar pus atau material menyerupai keju, warna
kemerahan pada plika anterior bila dibanding dengan mukosa faring
Pembagian menurut Thane & Cody :
T1 : batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar anterior
uvula
T2 : batas medial tonsil melewati ¼ pilar anterior sampai ½ jarak pilar anterior
uvula
T3 : batas medial tonsil melewati ½ pilar anterior uvula sampai ¾ jarak pilar
anterior uvula
T4 : batas medial tonsil melewati ¾ pilar anterior uvula atau lebih

14
Gambar 5. Pembesaran tonsil
Pada anak, tonsil yang hipertrofi dapat terjadi obstruksi saluran nafas atas
yang dapat menyebabkan hipoventilasi alveoli yang selanjutnya dapat terjadi
hiperkapnia dan dapat menyebabkan kor polmunale. Obstruksi yang berat
menyebabkan apnea waktu tidur, gejala yang paling umum adalah mendengkur
yang dapat diketahi melalui anamnesis.
Pemeriksaan lab
Mikrobiologi
Penatalaksaan dengan antimikroba sering gagal untuk menghilangkan
kuman pathogen dan mecengah kekambuhan infeksi pada tonsil. Kegagalan
menghilangkan organisme pathogen disebabkan keridaksesuaian pemberian
antibiotika atau penetrasi antibiotic yang inadekuat. Gold standard pemeriksaan
lab pada tonsil adalah kultur dari dalam tonsil. Berdasarkan penelitian di India
terhadap 40 penderita tonsillitis kronis yang dilakukan tonsilektomi, didapatkan
kesimpulan untuk menentukan diagnosis yang akurat terhadap flora bakteri
tonsillitis kronik tidak dapat dipercaya dan juga valid. Kuman terbanyak yang
ditebukan yaitu Stereptococcus beta hemolitikus diikuit Stafilococcus aureus.
Histopatologi

15
Penelitian yang dilakukan di Turkey terhadap 480 spesimen tonsil,
menunjukkan bahwa diagnosa tonsillitis kronis dapat ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan histopatologi dengan tiga kriteria histopatologi yaitu ditemukan
ringan-sedang infiltrasi limfosit, adanya abses dan infiltasi limfosit yang difus.
Kombinasi ketiga hal tersebut ditambah temuan histopatologi lainnya dapat
dengan jelas menegakkan diagnose tonsillitis kronik.
II.7. TATALAKSANA
Medikamentosa
Jika penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibiotic per oral selama 10
hari. Jika mengalami kesulitan menelan bisa diberikan dalam bentuk suntikan
a. Penisilin 500 mg 3 x sehari
b.Pilihan lain eritromisin 500 mg 3 x sehari atau amoksisilin 500 mg 3 x
sehari selama 5 hari
Dosis pada anak : eritromisin 40 mg/kgBB/hari, amoksisilin 30-50 mg/kgBB/hari
Tak perlu memulai antibiotic segera, penundaan 1-3 hari tidak
meningkatkan komplikasi atau menunda penyembuhan penyakit. Antibiotic hanya
sedikit memperpendek durasi gejala dan mengurangi risiko demam rematik, bila
suhu badan tinggi, penderita harus tirah baring dan dianjurkan untuk banyak
minum. Makanan lunak diberikan selama penderita masih nyeri menelan.
Analgesic (Paracetamol dan ibuprofen adalah yang paling aman) lebih efektif
daripada antibiotic dalam menghilangkan gejala. Nyeri faring bahkan dapat
diterapi dengan spray lidokain. Bila dicurigai adanya tonsillitis difteri, penderita
harus segera diberi serum anti difteri (ADS), tetapi bila ada gejala sumabtan nafas,
segera rujuk ke rumah sakit.
Pada tonsillitis kronik, penting untuk memberikan edukasi agar menjauhi
rangsangan yang dapat menimbulkan serangan tonsillitis akut, misalnya rokok.
Minuman atau makanan yang merangsang, hygiene mulut yang buruk atau
penggunaan obat kumur yang mengandung desinfektan
Operatif
Tonsilektomi didefinisikan sebagai operasi pengangkatan seluruh tonsil
palatina dengan eksisi surgical tonsil palatina untuk mencegah tonsillitis rekuren.

16
Tonsilektomi merupakan prosedur operasi yang praktis dana man, namun hal ini
bukan berarti tonsilektomi merupakan operasi minur karena tetap memerlupan
keterampilan dan ketelitian yang tinggi dari operator dalam pelaksanaannya.
Indikasi tonsilektomi menurut American Academy Otolaringology Head
and Neck Surgery (AAO-HNS tahun 1995)
1.Serangan tonsillitis lebih dari tiga kali pertahun walaupun telah
mendapatkan terapi yang adekuat
2.Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofasial
3.Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan
napas, sleep apneu, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor
pulmonale.
4.Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak
berhasil hilang dengan pengobatan
5.Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan
6.Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri group A streptococcus
beta hemoliticus
7.Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan
8.Otitis media efusa atau otitis media supuratif

Bila indikasi tonsilektomi menurut Health Tecnology Assesment (HTA


tahun 2004)

a. Indikasi absolut
1. Tonsillitis kronis yang merupakan infeksi fokal
2. Tonsillitis yang menyebabkan kejang demam
3. Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan
drainase
4. Difteri career
5. Upper Respiratory Obstruction and Swallowing disorder (OSAS)
6. Kecurigaan pada keganasan
b.Indikasi related

17
1. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil pertahun dengan terapi
antibiotic adekuat
2. Halitosis akibat tonsillitis kronik yang tdidak membaik dengan
pemberian terapi medis
3. Tonsillitis kronik atau berulang pada karier streptococcus yang tidak
membaik dengan pemerian antibiotic beta lactamase resisten
4. Rhinitis kronik
5. Infeksi saluran pernapasan atas yang berulang
6. Otalgia yang berulang
7. Hipertrofi tonsil unilateral yang dicurigai merupakan suatu keganasan

Kontraindikasi tonsilektomi

1. Gangguan perdarahan
2. Risiko anestesi yang berat atau penyakit berat
3. Anemia
4. Infeksi akut yang berat

Komplikasi tonsilektomi

Tonsilektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan dengan anestesi


umum maupun local, sehingga komplikasi yang ditimbulkan merupakan
gabungan komplikasi tonsilektomi meninggal baik akibat perdarahan maupun
komplikasi anestesi dalam 5- 7 hari setelah operasi.

II.8. PENCEGAHAN
Bakteri dan virus penyebab tonsillitis dapat dengan mudah menyebar dari
satu penderita ke orang lain. Resiko penularan dapat diturunkan dengan mencegah
paparan dari penderita tonsillitis atau memiliki keluhan sakit menelan. Gelas
minuman dan perkasas rumah tangga untuk makan tidak dipakai bersama dan
sebaiknya dicuci dengan menggunakan air panas yang bersabun sebelum
digunakan kembali. Sikat gigi yang telah lama sebaiknya diganti utnuk mencegah
infeksi berulang. Orang-orang yang merupakan karier tonsillitis semestinya sering
mencuci tangan mereka untuk mencegah penyebaran infeksi pada orang lain.

18
II.9. KOMPLIKASI
a. Abses peritonsil
Infeksi dapat meluas menuju kapsul tonsil dan mengenai jaringan sekitarnya.
Abses biasanya terdapat pada daerah antara kapsul tonsil dan otot-otot yang
mengelilingi faringeal bed. Hal ini paling sering terjadi pada penderita
dengan serangan berulang. Gejala penderita adalah malaise yang bermakna,
odinofagi yang berat dan trismus. Diagnose dikonfirmasi dengan melakukan
aspirasi abses.
b.Abses parafaring
Gejala utama adalah trismus, indurasi atau pembengkakan di sekitar angulus
mandibular, demam tinggi dan pembengkakan dinding lateral faring
sehingga menonjol Kearah medial. Abses dapat dievakuasi melalui insisi
servikal
c. Abses intratonsilar
Merupakan akumulasi pus yang berada dalam substansi tonsil. Biasanya
diikuti dengan penutupan kripta pada tonsillitis folikular akut. Dijumpai
nyeri local dan difasgia yang bermaknsa. Tonsil terlihat membesar dan
merah. Penatalaksanaan yaitu dengan pemberian antibiotika dan drainase
abses jika diperlukan, selanjutnya dilakukan tonsilektomi
d.Tonsilolith (Kalkulus tonsil)
Tonsilolith dapat ditemukan pada tonsillitis kronis bila kripta diblokade oleh
sisa-sisa dari debris. Garam inorganic kalsium dan magnesium kemudian
tersimpan yang memicu terbentuknya batu. Batu tersebut dapat membesar
secara bertahap dan kemudian dapat terjadi ulserasi dari tonsil. Tonsilotih
lebih sering terjadi pada dewasa dan maenambah rasa tidak nyamal local
atau forign body sensation. Hal ini didiagnosa dengan mudah dengan
melakukan palpasi atau ditemukannya permukaan yang tidak rata pada
perabaan.
II.10. PROGNOSIS
Tonsillitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristirahat dan
pengobatan suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat

19
penderita tonsillitis lebih nyaman. Bila antibiotic diberikan untuk mengatasi
infeksi, antibiotic tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan
yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu
yang singkat. Gejala-gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita
megalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang paling sering terjadi yaitu
infeksi pada telinga dan sinus. Pada kasus-kasus yang jarang, tonsillitis dapat
menjadi sumber dari infeksi serius seperti demam rematik atau pneumonia.

20

Anda mungkin juga menyukai