Anda di halaman 1dari 8

1.

Definisi

Nyeri adalah suatu perasaan yang tidak menyenangkan dan

disebabkan oleh stimulus spesifik seperi: mekanik, termal, kimia,

mikroorganisme atau elektrik pada ujung saraf serta tidak dapat

diserah-terimakan kepada orang lain (Pelapina Heriana, 2014).

Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar

sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat

subjektif dan sangat bersifat individual. Stimulasi nyeri dapat berupa

stimulasi yang bersifat fisik dan mental, sedangkan kerusakan dapat

terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego seseorang individu.

Nyeri merupakan sensasi tidak menyenangkan yang terlokalisasi pada

suatu bagian tubuh. Sifat-sifat ini menunjukkan kualitas nyeri: nyeri

merupakan sensasi maupun emosi. Jika adekuat, nyeri secara

karakteristik berhubungan dengan perubahan tingkah laku dan respon

stres yang terdiri dari meningkatnya tekanan darah, denyut nadi,

kontraksi otot lokal (Syahputra, Jumaini, & Novayelinda, 2017)

2. Klasifikasi

a. Berdasarkan Durasi

Berdasarkan durasi nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri akut dan

nyeri kronik:

1) Nyeri Akut

Nyeri akut akan dapat menghilang dengan atau tampa

pengobatan setelah keadaan pulih pada area yang rusak.

Fungsi dari nyeri akut adalah memberikan peringatan akan


cedera atau penyakit yang akan datang. Nyeri akut akan

berlangsung secara singkat, contohnya nyeri karena terkilir

atau keselo, nyeri akibat patah tulang, atau nyeri setalah

operasi atau pembedahan (Pelapina Heriana, 2014)

2) Nyeri Kronis

Nyeri kronis dapat menjadi penyebab yang utama akibat

ketidak mampuan dari fisik dan psiikologi sehingga akan

timbul masalah seperti kehilangan pekerjaan, ketidak

mampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang

sederhana, disfungsi seksusal, dan isolasi sosial dari keluarga

atau teman-teman. Seseorang atau individu yang mengalami

nyeri kronik sering kali tidak memperlihatkan tanda atau

gejala yang berlebihan dan tidak beradaptasi terhadap nyeri.

Gejala atau tanda nyeri kroni meliputi keletihan, insomnia,

penurunan berar badan, depresi, putus asa, dan kemarahan.

Nyeri kronik lebih lambat berkembang atau terjadi dalam

waktu yang lebih lama dan pasien sering sulit mengingat

sejak kapan nyeri mulai dirasakan (Pelapina Heriana, 2014).

3. Respon Terhadap Nyeri

Menurut (Pelapina Heriana, 2014) respon terhadap nyeri dibagi

menjadi tiga yaitu:

a. Tahap Aktivitas (Activation)


Dimulai saat pertama individu meneria rangsangan nyeri sapai

tubuh bereaksi terhadap nyeri yang meliputi

1) Respons simpatoadrenal

Respn yang tidak disengaja seringkali juga dinamakan

respons autonom juga bersifat protektif mencakup:

a) Peningkatan pengeluaran keringat

b) Tekanan darah meningkat

c) RR meningkat

d) Takipnea

e) Dilatasi pupil (pembesaran pupil)

f) Etegangan otot

g) Mual dan muntah

h) Pucat

2) Respon muskular

Respon yang disengaja merupakan reaksi otot yang

mencetuskan usaha untuk menghilangkan rangsangan rasa

sakit, juga bersifat protektif, sebagai contoh:

a) Menggeliat kesakitan

b) Mengusap daerah yang sakit

c) Imobilitas

d) Buru-buru menarik tangan dari sebuah benda yang panas

e) Mengambil posisi tertentu, contoh: menarik lutut

samapai menekan perut bilamana rasa sakit di perut tidak

tertahankan.
3) Respons Emosional

Respons emosional terhadap rasa sakit mempunyai ambang

yang sangat luas dan beda-beda dari orang ke orang. Respons

emosional terhadap sakit antara lain:

a) Bergejolak

b) Mudah tersinggung

c) Perubahan tingah laku

d) Berteriak

e) Menangis

f) Diam

g) Kewaspadaan meningkat

4) Tahap pemantulan

Nyeri sangat hebat tetapi sangat singkat, pada tahap ini

sistem saraf parasimpatis mengambil alih tugas sehingga

terjadi respons yang berlawanan dengan tahap aktivasi.

5) Tahap Adaptasi

Sangat nyeri berlangsung lama, tubuh mencoba untuk

beradaptasi melalui peran endrofin. Raksi adaptasi tubuh ini

terhadap nyeri dapat berlangsung beberapa jam/beberapa

hari. Bila nyeri berkepanjangan maka akan menurunkan

sekresi norepinefrin sehingga individu merasa tidak berdaya,

tidak berharga dan lesu.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Respon Nyeri


Menurut (Pelapina Heriana, 2014) Faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi nyeri yaitu:

a. Ketakutan

b. Kelelahan

c. Rangsangan dari lingkungan yang berlebihan misalnya

kebisingan, cahaya yang sangat terang dan kesendirian.

d. Kegiatan yang bersifat monoton

e. Untuk melakukan penatalaksanaan nyeri, perawat pertama-tama

harus mengetahui dimana (lokasi), seberapa lama (kualitas), dan

seberapa kuat (kuantitas), dan seberapa hebat (intensitas) nyeri

tersebut.

5. Penilaian Respon Intensitas Nyeri

Menurut Tamsuri (2007) dalam Khodijah (2011), intensitas

nyeri merupakan gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan

oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan

individual serta kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama

dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran

nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah

menggunakan respon fisiologis tubuh terhadap nyeri itu sendiri.

Namun, pengukuran dengan teknik ini juga tidak dapat memberikan

gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Puspitasari, 2014)

Penilaian Intensitas nyeri dapat dilakukan dengan

menggunakan skala sebagai berikut :

a. Skala Analog Visua


(https://www.diedit.com/skala-nyeri/ 12-7-18/22:44)

Skala analog visual (Visual Analog Scale, VAS) adalah

suatu garis lurus/horizontal sepanjang 10 cm, yang mewakili

intensitas nyeri yang terus-menerus dan pendeskripsi verbal pada

setiap ujungnya. Skala inimemberi klien kebebasan penuh untuk

mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan

pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat

mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa

memilih satu kata atau angka (Puspitasari, 2014)

b. Skala Numerik

(http://www.saudija.org/viewimage.asp?img=SaudiJAnaes_

2014_8_2_198_130713_u1.jpg/ 12-7-2018: 22:52)

Skala penilaian numeric (Numerical Rating Scales, NRS)

lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian kata.

Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-


10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri

sebelum dan setelah intervensi terapeutik (Puspitasari, 2014)

c. Skala Deskriptif

Keterangan :

0 : tidak ada nyeri.

1-3 : nyeri ringan, secara obyektif klien mampu berkomunikasi

dengan baik.

4-6: nyeri sedang, secara obyektif klien mendesis, menyeringai,

dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dan

dapat mengikuti perintah dengan baik.

7-9: nyeri berat, secara obyektif klien terkadang tidak dapat

mengikuti perintah tapi masih merespon terhadap tindakan, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak

dapat diatasi dengan alih posisi, nafas panjang, maupun distraksi.

10 : nyeri sangat berat, klien sudah tidak mampu lagi

berkomunikasi, respon memukul. Skala deskriptif merupakan alat

pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih objektif. Skala

pendeskripsian verbal, (Verbal Descriptor Scale, VDS)

merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata
pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang

garis. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta

klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang diarasakan. Alat

VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk

mendeskripsikan nyeri (Puspitasari, 2014)

6. Penatalaksanaan Nyeri

Menurut (Puspitasari, 2014);penatalaksanaan nyeri dapat dibagi

menjadi dua cara, yaitu :

a. Manajemen farmakologis

1) Analgesik narkotik

2) Analgesik non narkotik

b. Manajemen non farmakologis

1) Bimbingan antisipasi

2) Terapi es dan panas / kompres panas dan dingin

3) Distraksi

4) Relaksasi

5) Imajinasi terbimbing

6) Hipnosis

7) Akupuntur

8) Umpan balik biologis

9) Masase

10) Kompres Dingin

Anda mungkin juga menyukai