Disusun oleh :
Hendri Wijaya
NIM. I11112013
Dosen Pembimbing: dr. Dinar Kusuma Wardani
KEPANITERAAAN KLINIK
STASE EMERGENSI
RS. M. SOETOMO LANUD SUPADIO PONTIANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2016
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Arteri vertebralis merupakan cabang pertama dari arteri subklavia, menuju
dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna vertebralis servikalis,
masuk rongga kranium melalui foramen magnum, menembus duramater dan
araknoid mater untuk masuk ke ruang subaraknoid lalu mempercabangkan masing-
masing sepasang arteri serebeli inferior (Duus, 2006).
Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi arteri
basilaris dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat
mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang arteri serebri
posterior. Arterivertebralis memberikan vaskularisasi pada batang otak dan medula
spinalis atas. Arteri basilaris memberikan vaskularisasi pada pons. Arteri serebri
posterior memberikan vaskularisasi pada lobus temporalis, oksipitalis, sebagian
kapsula interna, talamus, hipokampus, korpus genikulatum dan mamilaria, pleksus
koroid dan batang otak bagian atas (Harsono, 2008).
II. Definisi stroke
Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
(GPDO) dengan awitan akut, disertai manifestasi klinis berupa defisit neurologis
dan bukan sebagai akibat tumor, trauma ataupun infeksi susunan saraf pusat
(Dewanto, et al. 2009). WHO mendefinisikan stroke sebagai manifestasi klinis dari
gangguan fungsi otak, baik fokal maupun global (menyeluruh), yang berlangsung
cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau sampai menyebabkan kematian, berasal
dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun infeksi
(Davenport & Dennis, 2000).
III. Klasifikasi stroke
Stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria, antara lain
(Ritarwan, 2002; Price & Wilson, 2006; Dewanto, et al. 2009):
a. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
1) Stroke iskemik
a) Transient Ischemic Attack (TIA)
b) Trombosis serebri
c) Emboli serebri
4
2) Stroke hemoragik
a) Perdarahan intraserebral
b) Perdarahan subarakhnoid
b. Berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu:
1) Serangan iskemik sepintas atau TIA
TIA merupakan suatu defisit neurologis secara tiba-tiba dan
defisit tersebut berlangsung hanya sementara (tidak lebih lama dari 24
jam). TIA merupakan peringatan dini akan kemungkinan infark
serebrum di masa mendatang. TIA mendahului stroke trombotik pada
sekitar 50% sampai 75% pasien (Sidharta & Mardjono, 2012).
2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu
lebih lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.
3) Progressing stroke atau stroke in evolution
Gejala neurologik yang makin lama makin berat.
4) Completed stroke
Gejala klinis yang telah menetap.
c. Berdasarkan sistem pembuluh darah:
Sistem karotis dan sistem vertebrobasiler.
Stroke juga umumnya diklasifikasikan menurut patogenesisnya. Dalam hal
ini stroke terbagi dalam dua klasifikasi, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik.
Berdasarkan penelitian, dijumpai prevalensi stroke iskemik lebih besar
dibandingkan dengan stroke hemoragik. Stroke iskemik menyebabkan 80% sampai
85% dan stroke hemoragik menyebabkan 15% sampai 20% dari semua kasus stroke
(Price & Wilson, 2006).
IV. Stroke iskemik
a. Definisi
Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan
oleh iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal
pembuluh darah otak yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa
ke bagian otak yang mengalami oklusi (Hacke et al, 2003). Munculnya tanda dan
5
gejala fokal atau global pada stroke disebabkan oleh penurunan aliran darah otak.
Oklusi dapat berupa trombus, embolus, atau tromboembolus, menyebabkan
hipoksia sampai anoksia pada salah satu daerah percabangan pembuluh darah di
otak tersebut (Price & Wilson, 2006).
b. Faktor resiko
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya stroke iskemik
diantaranya (Feigin et al., 1998):
1. Non modifiable risk factors: (Umur , jenis kelamin, dan keturunan/genetik)
2. Modifiable risk factors
a) Behaviour (Merokok, diet tidak sehat, pemiminum alcohol, pemakaian
obat-obatan
b) Physiological risk factors (Hipertensi, penyakit jantung, diabetes
mellitus, infeksi, arteritis, trauma, gangguan ginjal, obesitas,
polisitemia, kelainan pembuluh darah
Adapun faktor risiko utama penyebab stroke iskemik adalah hipertensi,
merokok, diabetes mellitus, kelainan jantung, kolesterol.
c. Patofisiologi
Stroke iskemik terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih
arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan
(thrombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau
organ distal. Pada thrombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas, atau
mungkin terbentuk di dalam suatu organ seperti jantung, dan kemudian
dibawa melalui sistem arteri ke otak sebagai suatu embolus. Sumbatan aliran
di arteria karotis interna sering merupakan penyebab stroke pada orang
berusia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak aterosklerotik di
pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan (Price & Wilson, 2006)
Darah terdorong melalui sistem vaskular oleh gradien tekanan, tetapi
pada pembuluh yang menyempit, aliran darah yang lebih cepat melalui
lumen yang lebih kecil akan menurunkan gradien tekanan di tempat
konstriksi tersebut. Sebagian besar stroke iskemik tidak menimbulkan nyeri,
karena jaringan otak tidak peka terhadap nyeri. Namun, apabila terdapat
6
cedera pada pembuluh darah di leher dan batang otak yang memiliki banyak
reseptor nyeri, serangan iskemik dapat menimbulkan nyeri kepala.(Price &
Wilson, 2006)
7
atau disartria serta gerakan tangan atau lengan yang canggung akibat
infark pons basal (Price & Wilson, 2006).
2) Stroke trombotik pembuluh besar
Trombosis pembuluh besar dengan aliran lambat biasanya terjadi
saat tidur, saat pasien relatif mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi
menurun. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang
menyebabkan penyempitan atau stenosis di arteria karotis interna.
Trombosis pada pembuluh otak cenderung memiliki awitan bertahap,
bahkan berkembang dalam beberapa hari. Pola ini menyebabkan
timbulnya istilah “stroke-in-evolution”. Para pasien seringkali sudah
mengalami beberapa kali serangan TIA tipe lakunar sebelum akhirnya
mengalami stroke (Price & Wilson, 2006).
Mekanisme lain pelannya aliran pada arteri yang mengalami
trombosis parsial adalah defisit perfusi yang terjadi pada reduksi
mendadak curah jantung atau tekanan darah sistemik. Penurunan
mendadak tekanan darah sistemik tersebut dapat menyebabkan
penurunan generalisata CBF, iskemia otak dan stroke. Dengan demikian,
pasien dengan hipertensi baik non-simtomatik maupun simtomatik,
terutama pada pasien berusia lanjut, harus diterapi secara hati-hati dan
cermat karena penurunan mendadak tekanan darah dapat memicu stroke
atau iskemia arteria koronaria atau keduanya (Price & Wilson, 2006).
3) Stroke embolik
Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit
neurologic mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit.
Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Trombus embolik ini
sering tersangkut di bagian pembuluh yang mengalami stenosis. Stroke
kardioembolik, yaitu jenis stroke embolik tersering, didiagnosis apabila
diketahui adanya kausa jantung seperti fibrilasi atrium atau apabila
pasien baru mengalami infark miokardium yang mendahului terjadinya
sumbatan mendadak pembuluh besar otak (Price & Wilson, 2006).
8
Gejala klinis yang ditimbulkan bergantung pada bagian mana dari
sirkulasi yang tersumbat dan seberapa dalam bekuan berjalan di
percabangan arteri sebelum tersangkut. Pasien dengan stroke
kardioembolik memiliki risiko yang lebih besar menderita stroke
hemoragik. Penyebabnya adalah bahwa struktur dinding arteri sebelah
distal dari oklusi embolus melemah atau rapuh karena kekurangan
perfusi (Price & Wilson, 2006).
4) Stroke kriptogenik
Merupakan stroke yang penyebabnya tidak jelas, bahkan setelah
dilakukan pemeriksaan diagnostik dan evaluasi klinis yang ekstensif.
Mungkin kausa tersebut tetap tidak jelas selama beberapa bulan atau
tahun, ketika kemudian muncul kembali gejala serupa yang kausanya
diketahui. Namun, sebagian besar stroke yang kausanya tidak jelas
terjadi pada pasien yang profil klinisnya tidak dapat dibedakan dari
mereka yang mengidap aterotrombosis (Price & Wilson, 2006).
e. Diagnosis
1) Skor stroke: skor stroke Siriraj, skor Gajah Mada
2) Laboratorium darah
a) Hemoglobin, hematokrit. eritrosit, leukosit, hitung jenis, trombosit
dan laju endap darah.
b) PT dan aPTT, agregasi trombosit, fibrinogen
c) Gula darah
d) Profil lipid dan kolesterol, asam urat
3) EKG dan ekokardiorafi: mencari pencetus stroke akibat penyakit jantung
4) Pungsi lumbal (sesuai indikasi)
5) Foto toraks
6) CT – Scan/ MRI kepala: CT atau MRI dapat menunjukkan adanya infark
(> 2mm) atau perdarahan untuk membedakan jenis stroke. (Dewanto et
al., 2009)
9
f. Penatalaksanaan
1) Umum
a) Nutrisi.
b) Hidrasi intravena: koreksi dengan NaCl 0,9% jika hipovolemik
c) Hiperglikemia: koreksi dengan insulin skala luncur. Bila stabil, beri
insulin regular subkutan.
d) Neurorehabilitasi dini: stimulasi dini secepatnya dan fisioterapi
gerak anggota badan aktif maupun pasif.
e) Perawatan kandung kemih: kateter menetap hanya pada keadaan
khusus (kesadaran menurun, demensia dan afasia global).(Dewanto
et al., 2009)
2) Khusus
a) Terapi spesifik stroke iskemik akut
(1) Trombolisis rtPA intravena/ intraarterial pada ≤ 3 jam setelah
awitan stroke dengan dosis 0,9 mg/kgBB (maksimal 90 mg).
Sebanyak 10% dosis awal diberi sebagai bentuk bolus, sisanya
dilanjutkan melalui infus dalam waktu 1 jam.(Dewanto et al.,
2009; (PERDOSSI, 2011))
(2) Antiplatelet: pemberian aspirin dengan dosis awal 325 mg
dalam 24-48 jam setelah awitan stroke (PERDOSSI, 2011).
(3) Obat neuroprotektif: Penggunaan citicolin sampai saat ini
masih memberikan manfaat pada stroke akut.(Dewanto et al.,
2009; PERDOSSI, 2011),
b) Hipertensi
Pada stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar
15% (sistolik maupun diastolic) dalam 24 jam pertama setelah
awitan apabila tekanan darah sistolik (TDS) > 220 mmHg atau
tekanan darah diastolik (TDD) > 120 mmHg. Pada pasien stroke
iskemik akut yang akan diberi terapi trombolitik (rtPA), tekanan
darah diturunkan hingga TDS < 185 mmHg dan TDD < 110 mmHg.
Selanjutnya tekanan darah harus dipantau hingga TDS < 180 mmHg
10
dan TDD < 105 mmHg selama 24 jam setelah pemberian rtPA. Obat
antihipertensi yang digunakan adalah labetalol, nitropaste,
nitroprusid, nikardipin atau diltiazem intravena (PERDOSSI, 2011).
g. Pencegahan
1) Primer: mengendalikan faktor risiko, gizi seimbang, dan olahraga teratur.
2) Sekunder: mengendalikan faktor risiko, medikamentosa, dan tindakan
invasif bila perlu.(Dewanto et al., 2009)
h. Prognosis
Indikator prognosis adalah : tipe dan luasnya serangan, onset serangan,
dan tingkat kesadaran. Hanya sepertiga pasien bisa kembali pulih setelah
serangan stroke iskemik. Umumnya, sepertiga bersifat fatal, dan sepertiga
lagi mengalami kecacatan jangka panjang. Jika pasien mendapat terapi
dengan tepat dalam waktu 3 jam setelah serangan, 33% diantaranya mungkin
akan pulih dalam waktu 3 bulan.10
11
30 hari, 18,9 dalam satu sampai tiga bulan, 3,16 dalam empat sampai enam bulan,
dan 1,87 setelah lima tahun (Simmons et al. 2012).
Sekitar 15 % dari stroke didiagnosis didahului oleh TIA. Insiden TIA
meningkat dengan bertambahnya usia, dari 1-3 kasus per 100.000 pada usia yang
lebih muda dari 35 tahun meningkat menjadi 1.500 kasus per 100.000 pada usia
lebih dari 85 tahun. Insiden TIA pada pria (101 kasus per 100.000 penduduk) secara
signifikan lebih tinggi dibandingkan pada wanita (70 per 100.000). Insiden TIA di
kulit hitam (98 kasus per 100.000 penduduk) lebih tinggi dibandingkan dalam putih
(81 per 100.000 penduduk) (Bots et al. 1997; Kleindorfer et al. 2005; White et al.
2005).
VII. Gejala Transient Ischemic Attack (TIA)
Terjadi secara tiba-tiba, berlangsung 2-30 menit. TIA, seperti stroke,
dimana gejalanya berupa defisit neurologis jelas seperti kelumpuhan. Namun,
gejala juga mungkin halus, seperti mati rasa atau pembakaran anggota badan, atau
kesulitan menggunakan tangan atau berjalan (Rothwell et al, 2007). Gejala
tergantung dari otak yang mengalami kekurangan darah. Jika mengenai arteri yang
berasal dari arteri karotis, terjadi kebutaan pada salah satu mata atau kelainan rasa
dan kelemahan. Jika mengenai arteri yang berasal dari arteri vertebralis, terjadi
pusing, penglihatan ganda dan kelemahan menyeluruh (Strauss et al., 2012).
Gejala lain yang dapat ditemukan adalah hemihipestesia, himiparese,
hemianopsia atau pendengaran, diplopia, sakit kepala, bicara tidak jelas, sulit
memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat, tidak mampu mengenali
bagian tubuh, ketidakseimbangan dan terjatuh. Gejala ini juga dapat ditemukan
pada Stroke namun TIA lebih bersifat sementara dan reversible dan TIA cenderung
kambuh, penderita dapat mengalami serangan beberapa kali dalam 1 hari atau
hanya 2-3 kali dalam beberapa tahun. Dua gejala tambahan dari TIA adalah "Drop
Attack". Drop attack adalah ketika orang yang terkena jatuh tiba-tiba tanpa
peringatan. Yang kedua adalah amaurosis Fugax yang merupakan jenis khusus dari
TIA mana ada tiba-tiba kehilangan penglihatan di sebelah mata. Hal ini terjadi
ketika puing-puing dari arteri karotid di sisi yang sama menyumbat atau menutup
12
dari salah satu arteri tetes mata dan menghentikan suplai darah ke retina (Strauss et
al., 2012)..
VIII. Diagnosis Banding Transient Ischemic Attack (TIA)
13
Resiko munculnya stroke dalam 2 hari : 1-3 poin (resiko rendah 1%), 4 atau 5 poin
(resiko sedang 4,1%), dan 6 atau 7 poin (resiko tinggi 8,1 %). Sedangkan resiko
stroke dalam 7 hari: 0-4 poin (0,4%), 5 poin (12%), dan 6 atau lebih besar (31%).
Tindak lanjut terhadap pasien tergantung dari total nilai yang kita dapatkan, yaitu
(Simmons et al., 2012):
0-3, pasien dipulangkan dari IGD dengan catatan dilakukan pemeriksaan MRI
angiografi dan control ke poli khusus TIA dalam dua hari
4-5, lakukan pemeriksaan pencitraan pembuluh darah servikal dan intracranial.
Bila ditemukan lesi, maka pasien dirawat inap. Jika tidak ditemukan lesi, pasien
dipulangkan dengan direncanakan control
Semua pasien dengan skor di atas 5 dirawat inapkan
14
BAB III
PENYAJIAN KASUS
I. ANAMNESIS
Identitas
Nama : Tn. MA
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 57 thn
Alamat : Jalan Adisucipto km. 11
Agama : Islam
Status : sudah menikah
Pekerjaan : swasta
Tanggal Masuk RS : 20 Maret 2016
Keluhan utama
Lemah pada sisi tubuh sebelah kanan sampai ke tangan dan kaki
15
Kesadaran : Kompos mentis E4V5M6
Tanda Vital
Tekanan darah : 240/ 110 mmHg
Denyut nadi : 62 kali per menit
Respirasi : 24 kali per menit
Suhu : 36,5°C
Status Neurologis
Kesadaran : GCS 15 E4V5M6
Orientasi : Baik
Jalan pikiran : Baik
Daya ingat kejadian : Baik
baru dan lama
16
Kemampuan bicara : Baik
Cara berjalan : Baik
Gerakan abnormal : Tidak ditemukan
Nervus Kranialis
N. I : Tidak dilakukan
N. II : daya penglihatan baik, pengenalan warna baik, lapang
pandang penglihatan baik
N. III : ptosis (-), gerak kedua mata ke medial, atas, dan
bawah baik, pupil bulat isokor, diameter 3 mm, RCL
+/+, RCTL +/+, strabismus divergen (-), diplopia (-)
N. IV : gerak kedua mata ke lateral bawah baik, strabismus
konvergen (-), diplopia (-)
N. V : sensibilitas baik, motorik baik
N. VI : gerak kedua mata ke lateral baik, strabismus
konvergen (-), diplopia (-)
N. VII : motorik baik, tidak tampak paresis, tiks fasial (-),
salivasi dan lakrimasi baik
N. VIII : Tidak dilakukan
N. IX & X : arkus faring simetris, bersuara baik, tidak sengau,
menelan baik, refleks muntah (+), pasien dapat
minum
N. XI : bisa memalingkan kepala dan mengangkat bahu
N. XII : artikulasi baik, kekuatan lidah baik, lidah tidak tertarik
ke 1 sisi saat dijulurkan (+), tremor (-)
Refleks Fisiologis
Bisep : +/+
Trisep : +/+
17
Radius : +/+
Patella : +/+
Achiles : +/+
Refleks Patologis
Refleks Babinski : -/-
Refleks Hoffman- : -/-
Tromner
Refleks Gordon : -/-
Refleks Schaffer : -/-
Refleks Gonda : -/-
Refleks Oppenheim : -/-
Refleks Chaddock : -/-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ureum : 56 mg/dL
Kreatinin : 1,63 mg/dL
SGOT : 26 U/L
SGPT : 16 U/L
Gula darah Sewaktu : 105 mg/dL
Leukosit : 6000/mm3
Eritrosit : 4,48 juta/mm3
18
Trombosit : 133.000 /mm3
HB : 14,6 gr%
HT : 40%
Kolesterol : 152 mg/dL
Trigliserida : 89 mg/dL
EKG
EKG tidak terlihat adanya kelainan yang bermakna, irama sinus frekuensi 66 kali per menit
Diagnosis awal
a. Diagnosis klinis : hipertensi emergensi
b. Diagnosis topis : Hemisphere cerebri sinistra
c. Diagnosis etiologis : TIA
d. Diagnosis banding : Stroke iskemik
TATALAKSANA
- IVFD RL 20 tetes per menit
- Tab Captopril sublingual 25 mg (terapi awal)
- Injeksi Piracetam 3x 3 g IV
- Injeksi Citicholin 2 x 250 mg IV
19
- Captopril 3x1 tab 25 mg PO
- Aspilet 2x 1 tab 80 mg PO
- Amlodipin 1x5 mg PO
Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanactionam : dubia ad bonam
Prognosis pada pasien ini adalah cenderung baik. Pasien memiliki tanda-tanda vital
yang baik dan dapat melakukan aktifitas sehari-hari, namun bila keadaan pasien memburuk
atau tekanan darah tidak dapat terkontorl maka serangan berulang yang lebih buruk mungkin
terjadi.
20
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien Tn. MA umur 57 tahun datang ke RS dr. Moh. Soetomo pada tanggal
20 Maret 2016. Pasien datang dengan keluhan lemah pada sisi tubuh sebelah kanan
sampai ke tangan dan kaki. Keluhan pertama kali dirasakan sejak 7 jam sebelum
masuk RS, keluhan muncul secara tiba-tiba. Pasien mengaku tidak pernah
mengalami kejadian yang serupa sebelumnya. Tidak didapatkan adanya mual,
muntah, gangguan berbicara, sakit kepala, penurunan kesadaran, dan trauma. BAB
dan BAK masih baik. Keluarga pasien tidak diketahui apakah memiliki riwayat
hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung atau tidak. Pasien tidak pernah
memeriksakan kesehatannya sama sekali sehingga tidak pernah tahu riwayat
kesehatannya.
Menurut pemeriksaan sebelumnya di Instalasi Gawat Darurat (IGD), pasien datang
dengan skor GCS 15 (E4V5M6), denyut nadi 62 kali per menit, pernapasan 24 kali per menit
dan tekanan darah 240/110 mmHg. Refleks pupil baik dan isokor. Kekuatan motorik dan
sensorik pasien masih dalam keadaan baik. Dari data yang ditemukan dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik dapat dikatakan bahwa pasien mengalami kelemahan tubuh sebelah kanan
dengan diagnosis kerja TIA (Transient Ischemic Attack) dan hipertensi grade II dan diagnosis
banding stroke iskemik sehingga pasien diusulkan untuk melakukan pemeriksaan lanjutan
berupa pemeriksaan laboratorium dan EKG. Pemeriksaan CT-scan seharusnya dilakukan
akan tetapi tidak tersedia fasilitas yang diinginkan. Hasil pemeriksaan laboratorium
didapatkan adanya sedikit peningkatan pada ureum dan kreatinin.yang mungkin disebabkan
oleh mekanisme kompensasi dari tubuh untuk mengalihkan lebih banyak suplai darah ke
otak. Hasil pemeriksaan laboratorium yang lain dan EKG masih dalam batas normal. Terapi
awal di IGD diberikan captopril sublingual 25 mg sebanyak 2 kali akan tetapi tekanan darah
hanya turun menjadi 190/110 mmHg.
Pasien kemudian dipasangkan infus RL dan diberikan 20 tetes per menit untuk
menjaga keseimbangan cairan elektrolit tubuh serta menunjang kinerja kardiovaskuler guna
mempertahankan tekanan darah normal. Selain itu juga berguna sebagai jalur masuknya
obat. Kemudian diberikan injeksi pirasetam dan citicholin yang berguna untuk sebagai
21
neuroprotektor pada jejas akibat iskemik. Kemudian juga diberikan aspilet oral yang berguna
untuk antiplatelet sehingga mencegah terbentuknya thrombus. Selain itu juga ditambahkan
pemberian captopril dan amlodipine oral yang berguna untuk membantu menurunkan
tekanan darah pasien.
Pemeriksaan selanjutnya di lakukan di bangsal tanggal 21 Maret 2015. Pada
pemeriksaan ini di dapatkan keadaan umum pasien baik. Pasien sangat kooperatif dan dapat
berbicara dengan baik serta dapat mengikuti semua instruksi dengan baik. Dilakukan
pemeriksaan neurologis tidak didapatkan adanya penurunan kekuatan motorik dan sensorik
pada kedua ekstremitas. Artikulasi pasien jelas dan otot-otot wajah terlihat simetris. Arkus
faring terlihat tertarik ke sisi kiri, dan lidah tertarik ke sebelah kanan. Pasien sudah merasa
lebih baik dan tidak merasakan adanya kelemahan pada tubuh sebelah kanannya. Tekanan
darah pasien sudah menurun ke 160/100 mmHg. Infus RL pasien kemudian diganti dengan
infus Ringer Asetat yang lebih baik terutama pada terapi cairan pasien dengan strok iskemik
akut.
Prognosis pasien ini cenderung baik karena tidak terjadi kelumpuhan ekstremitas
yang berat sehingga pasien diharapkan dapat sembuh dan melakukan aktivitas seperti
biasanya. Namun diperlukan perhatian khusus untuk menjaga stabilitas dari tekanan darah
pasien sehingga menurunkan risiko terjadi TIA berulang ataupun terjadinya stroke.
22
BAB V
KESIMPULAN
Stroke adalah gangguan fungsi otak, baik fokal maupun global (menyeluruh), yang
berlangsung cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau sampai menyebabkan kematian,
berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun infeksi. Suatu defisit
neurologis secara tiba-tiba dan defisit tersebut berlangsung hanya sementara (tidak lebih lama
dari 24 jam) disebut Transient Ischemic Attack (TIA). Resiko TIA meningkat pada:
hipertensi, hiperkolesterol, aterosklerosis, penyakit jantung (kelainan katup atau irama
jantung), diabetes, merokok, riwayat stroke dan usia (pria >45 tahun dan perempuan >55
tahun). Pencegahan untuk TIA dapat dilakukan dengan mengurangi faktor resiko, modifikasi
gaya hidup sehat dan mengikuti serta berperan aktif dalam sosialisasi TIA. TIA dapat
menyebabkan stroke jika pengobatan dan pencegahan tidak adekuat
23
DAFTAR PUSTAKA
Dewanto, et al. 2009. Panduan praktis diagnosis dan tata laksana penyakit saraf.
Departemen Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran UNIKA ATMAJAYA.
Jakarta. EGC; 24-36.
Feigin et al. 1998. Risk factors for ischemic stroke in a russian community: a
population-based case-control. Stroke. 29: 34-9
Harsono. 2008. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gangguan Peredaran Darah Otak.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, pp. 59-133
Mansjoer, et al. 2000. Stroke dalam Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta :Media
Aesculapius FKUI, pp.17-20
Price SA, Wilson LM. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.
Edisi 6. Volume 2. Jakarta: EGC: 1110-9.
24
Ritarwan K. 2002. Pengaruh Suhu Tubuh Terhadap Outcome Penderita Stroke yang
Dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan. Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK
USU/RSUP H. Adam Malik Medan;.
Shah et al. 2007. A multicenter pooled, patient level data analysis of diffusion-
weighted MRI in TIA patients [abstract]. Stroke.;38(2):463
Strauss et al. 2002. New evidence for stroke prevention. JAMA. 288;1388-95.
White et al. 2005. Ischemic stroke subtype incidence among whites, blacks, and
Hispanics: the Northern Manhattan Study. Circulation. 111(10):1327-31.
25