Anda di halaman 1dari 2

Infrastruktur dan Ekonomi Basis

Dedi Nugraha Setiono


Ilustrasi untuk bahan kuliah ekonomi basis- MK Ekonomi Wilayah dan Kota
Program Studi PWK – ITI, 2017/2018

Salah satu manfaat dari pembangunan infrastruktur (wilayah) adalah meningkatnya potensi pemicu
pertumbuhan ekonomi wilayah yang bersangkutan. Terbangunnya infrastruktur khususnya prasarana
jalan dapat memperlancar arus lalu lintas pergerakan barang dan orang sehingga dapat meningkatkan
intensitas kegiatan ekonomi wilayah yang bersangkutan. Bahkan jika infrastruktur jalan yang tersedia
dapat menciptakan penghematan waktu dan biaya perjalanan, maka dampaknya dapat menekan biaya
tranportasi barang atau biaya logistik yang pada gilirannya dapat berpengaruh terhadap nilai inflasi di
suatu wilayah.

Namun manfaat tersebut mungkin tidak dapat tercapai optimal jika kegiatan pembangunan
infrastruktur tidak dibarengi dengan upaya peningkatan produksi lokal di wilayah yang bersangkutan.
Bahkan bukan mustahil dampak pembangunan yang terjadi malah membuka kesempatan wilayah
tersebut untuk dieksploitasi dan disedot sumberdayanya oleh pemodal yang lebih kuat dari luar wilayah
sehingga terjadi proses transfer/perpindahan kepemilikan sumberdaya (lahan dan air) serta konversi
guna lahan pertanian. Kasus seperti ini banyak terjadi dan merupakan dampak dari pembangunan akses
jalan darat di negara-negara berkembang yang kemudian melahirkan pertanyaan siapa yang pada
akhirnya paling menikmati hasil pembangunan tersebut?

Mengacu konsep sederhana ekonomi basis, paling tidak ada dua prasyarat yang dibutuhkan agar terjadi
pertumbuhan ekonomi wilayah. Pertama adalah tingginya kegiatan produksi sehingga berpotensi untuk
melakukan ekspor produksi ke luar wilayah. Hasil ekspor tersebut menjadi tambahan pendapatan
wilayah dan sering disebut sebagai pendapatan sector basis. Prasyarat kedua adalah tingginya produk
lokal yang diserap dalam konsumsi masyarakat sehingga meningkatkan nilai multiplier ekonomi wilayah.
Pendapatan wilayah yang disebabkan oleh proses induksi dan distribusi akibat serapan produk lokal
dalam konsumsi masyarakat disebut pendapatan sector non-basis.

Secara sederhana produk ekonomi suatu wilayah dalam konsep ekonomi basis dinyatakan sebagai Y = B
+ NB; dengan B= produk/pendapatan sector basis dan NB= pendapatan sector non-basis. Akibat proses
induksi dan distribusi, pendapatan sector non-basis dapat dinyatakan dalam fungsi produk ekonomi Y
sebagai NB= cl * Y; dengan c= porsi konsumsi dalam pendapatan (<1) dan l= porsi produk lokal dalam
konsumsi (<1). Bentuk persamaan produk ekonomi wilayah selanjutnya dapat dimodifikasi menjadi Y=
B/ (1-cl) atau Y= m*B; dengan m= multiplier ekonomi= 1/ (1- cl).

Sebagai contoh misalkan suatu kabupaten X di Jawa memiliki 5000 orang TKI yang bekerja di luar negeri
dan rutin mengirimkan uang ke kampong halamannya sebesar 100 USD/bulan per TKI. Maka
pendapatan sector basis dari TKI di kabupaten X per tahun adalah= 5000*100 USD*12= 6 juta USD/
tahun. Misalkan 80% dari pendapatan tersebut dibelanjakan untuk konsumsi sehari-hari (c=0.8);
sedangkan porsi produk lokal dari konsumsi tersebut hanya sebesar 30% (l=0.3). Maka dampak dari
pendapatan TKI tersebut menghasilkan produk ekonomi wilayah kabupaten X sebesar YX= 6 juta USD/
(1- 0.8*0.3)= 6 juta USD/ (0.76)= 7.89 juta USD. Bandingkan dengan kabupaten Y yang memiliki nilai c
sama (c=0.8) namun produk lokalnya cukup tinggi sehingga banyak diserap oleh konsumsi masyarakat
sebesar l=0.5. Maka dengan jumlah pendapatan sector basis yang sama sebesar 6 juta USD, produk
ekonomi wilayah yang dihasilkannya adalah YY= 6 juta USD/ (1- 0.8*0.5)= 6 juta USD/ (0.6)= 10 juta USD.

Dari uraian di atas terlihat bahwa produk ekonomi wilayah tergantung kepada pendapatan sector basis
(=B) yang mendatangkan tambahan input dari luar, dan nilai multiplier ekonomi wilayah (=m) yang
ditentukan oleh porsi konsumsi dalam pendapatan (=c) dan porsi produk lokal dalam konsumsi (=l).
Semakin besar nilai c dan l, semakin besar pula nilai multiplier ekonomi wilayah yang bersangkutan.
Pendapatan sector basis dapat ditingkatkan melalui berbagai upaya meningkatkan pendapatan yang
berasal dari luar wilayah misalkan seperti peningkatan ekspor ke luar wilayah, peningkatan investasi dari
luar wilayah, peningkatan anggaran belanja wilayah (yang ditransfer dari Pusat), peningkatan
pendapatan dari belanja turisme, kiriman uang TKI dari luar wilayah, belanja penduduk luar wilayah yang
melintasi wilayah, dan sebagainya. Sementara itu, pendapatan sector basis yang berasal dari luar
wilayah tersebut kemudian diputar (induksi & distribusi) oleh sector non-basis sehingga menghasilkan
mekanisme multiplier yang pada akhirnya memperbesar nilai total pendapatan wilayah. Sebagaimana
sudah disebutkan di muka, peningkatan nilai multiplier tergantung kepada porsi konsumsi dalam
pendapatan (=c) dan porsi produk lokal dalam konsumsi (=l).

Kembali ke infrastruktur (wilayah), kegiatan pembangunan infrastruktur (wilayah) tidak dapat berdiri
sendiri melainkan harus didukung dan dibarengi oleh kegiatan lain untuk meningkatkan produk dan
produktivitas lokal. Jika hal ini tidak dilakukan maka dampak ekonomi yang timbul tidak terlalu tinggi
dan terbatas pada tingkat penggunaan dari infrastruktur itu saja (business as usual). Misalkan karena
tidak ada peningkatan kegiatan ekspor, maka lalu lintas yang melalui jalan tol yang baru dibangun hanya
sebatas pengguna rutin yang memang sedang membutuhkan layanan perjalanan cepat; atau
penggunanya hanya ‘mbludak’ saat mudik lebaran dan liburan akhir tahun saja…

Dampak lain yang juga perlu diwaspadai dari pembangunan infrastruktur (khususnya jalan/ jalan tol)
adalah harga lahan meningkat sehingga menarik bagi petani untuk menjualnya kepada pemodal luar
wilayah, pengembang, dan sebagainya yang selanjutnya menimbulkan konversi guna lahan. Luasan
lahan pertanian menyusut akibat konversi tersebut, membuat hasil dari kegiatan pertanian menjadi
tidak lagi dapat memenuhi penghidupan keluarga petani sehingga mendorong keluarga petani beralih
profesi menjadi buruh atau migrasi ke kota mencari pekerjaan tanpa keahlian. Sementara itu lahan
pertanian di desa yang sudah beralih kepemilikannya dan dikonversi guna lahannya oleh pemodal dari
perkotaan dimanfaatkan sedemikian rupa oleh pemiliknya untuk mendapatkan keuntungan ekonomi
rente. Dalam kasus ini, maka pertanyaan selanjutnya adalah siapakah yang paling menikmati hasil
pembangunan infrastruktur tersebut?

Anda mungkin juga menyukai