Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Computer Tomography (CT) merupakan modalitas diagnostik yang


menggunakan komputer untuk melakukan rekonstruksi data dari daya
serap suatu jaringan atau organ tubuh tertentu yang telah ditembus oleh
sinar X sehingga terbentuk gambar.(Rasad, 2000).
Seiring dengan kemajuan teknik komputerisasi, alat CT Scan
mengalami kemajuan yang sangat pesat terutama selama tahun 1990-2000,
mulai dari konvensional CT Scan kemudian menjadi Helical/Spiral CT
Scan pada tahun 1995, dan saat ini sudah sampai era multidetektor CT
Scan (MDCT) atau disebutkan juga Multislices CT Scan. Dalam beberapa
tahun terakhir, rumah sakit di Indonesia telah mengoperasikan perangkat
medis yang dinamakan Multi Slice Computed Tomography (MSCT).
Otak merupakan organ yang paling penting pada tubuh manusia.
Otak mengontrol dan mengkoordinir aksi dan reaksi, memungkinkan kita
untuk berpikir, merasakan sesuatu, serta menyediakan memori.
(www.princetonbrainandspine.com)
Stroke merupakan suatu penyakit yang bersifat mendadak.
Penyebabnya adalah gangguan pada aliran pembuluh darah di otak.
Beberapa hal yang dapat menyebabkan terganggunya aliran darah di otak
antara lain adalah terbentuknya sumbatan pada pembuluh darah (stroke
iskemik/non hemoragik) maupun pecahnya pembuluh darah (stroke
perdarahan/hemoragik), yang dapat menyebabkan aliran suplai darah ke
otak terhenti dan muncul gejala kematian jaringan otak. Berhentinya aliran
darah ke otak selama 10 detik dapat menyebabkan manusia kehilangan
kesadaran. Penghentian dalam beberapa menit saja dapat menimbulkan
kerusakan ireversibel dan akhirnya iskemia serebrum (Price, 2005).
Manisfestasi gejala dari penyakit yang disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak atau stroke ada berbagai macam, misalnya saja

5
kelemahan anggota badan tertentu. Maka dari itu untuk mengetahui stroke
tersebut tergolong sebagai Stroke Non Hemoragik (ischemic) atau Stroke
Hemorragik dilakukan pemeriksaan CT-Scan Kepala. Dengan teknik-
teknik pencitraan yang lebih baru, maka diagnosa terhadap kelainan
serebrovaskular dapat lebih akurat dibanding pemeriksaan sinar-X
konvensional (Price, 2005).
Berdasarkan hal tersebut penulis ingin mengkaji lebih lanjut
kedalam Laporan Kasus yang berjudul “TEKNIK PEMERIKSAAN CT-
SAN KEPALA PADA KASUS STROKE NON HEMORAGIK DI
INSTALASI RADIOLOGI RSUD Dr. SOEROTO KABUPATEN
NGAWI”

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah teknik pemeriksaan CT Scan Kepala pada kasus
Stroke Non Hemoragik di Instalasi Radiologi RSUD Dr. Soeroto
Kabupaten Ngawi?

C. Tujuan
Untuk mengetahui teknik pemeriksaan CT Scan Kepala pada kasus
Stroke Non Hemoragik di Instalasi Radiologi RSUD Dr. Soeroto
Kabupaten Ngawi.

D. Manfaat
1) Bagi Penulis
Penulis dapat mengetahui lebih lanjut tentang teknik
pemeriksaan CT – Scan kepala pada kasus Stroke Non Hemoragik
di Instalasi Radiologi RSUD Dr. Soeroto Kabupaten Ngawi.
2) Bagi Pembaca
Pembaca dapat memperoleh wawasan dan pengetahuan
tentang teknik pemeriksaan CT – Scan kepala pada kasus Stroke
Non Hemoragik di Instalasi Radiologi RSUD Dr. Soeroto
Kabupaten Ngawi.

6
E. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam memahami isi laporan kasus ini, maka
penulis menyajikan dalam beberapa pokok bahasan yang terdiri dari :
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat Penulisan
E. Sistematika Penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Anatomi dan Fisiologi Otak
B. Patofisiologi Stroke Non Hemoragik
C. Pengantar CT-Scan
D. Komponen Dasar CT-Scan
E. Parameter CT-Scan
F. Teknik Pemeriksaan CT-Scan Kepala

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil
B. Teknik Pemeriksaan CT-Scan kepala
C. Pembahasan

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Otak


1.1. Otak
Otak merupakan organ yang paling penting pada tubuh
manusia. Otak mengontrol dan mengoordinir aksi dan reaksi,
memungkinkan kita untuk berpikir, merasakan sesuatu, serta
menyediakan memori. (www.princetonbrainandspine.com )
Otak manusia mencapai 2 % dari keseluruhan berat tubuh,
mengkonsumsi 25% oksigen, dan menerima 1,5% curah jantung.
(Sloane, 2004)

Gambar: Anatomi otak (www.pakmed.net)


Berat otak kira—kira hanya 3 pons, yang tersusun oleh
beberapa bagian sehingga menjadikannya sebagai organ yang
kompleks. Otak terdiri dari otak besar (Serebrum), batang otak
(Trunchus Enchepali) dan otak kecil (cerebellum).

8
Gambar: Anatomi otak dilihat dari irisan sagital
(www.princetonbrainandspine.com)
a. Otak Besar (Serebrum)
Otak besar merupakan bagian yang terluas dan
terbesar dari otak, yang terletak di bagian depan rongga
tengorak dan berbentuk seperti telur. Otak mempunyai dua
permukaan yaitu permukaan atas dan permukaan bawah.
Kedua permukaan ini dilapisi oleh lapisan kelabu (zat kelabu)
yaitu pada bagian korteks cerebral dan zat putih terdapat pada
bagian dalam yang mengandung serabut saraf.

Fungsi-fungsi yang berkaitan dengan otak besar antara lain:

1. movement

2. body temperature

3. touch

4. vision

5. hearing

6. judgment

7. reasoning

9
8. problem solving

9. emotions

10. learning

Cerebelum mempunyai dua bagian, yaitu hemisfer cerebral


kanan dan hemisfer cerebral kiri. Dimana keduanya terhubung
pada bagian bawah. Pada umunya hemisfer bagian kanan
mengontrol tubuh bagian kiri dan hemisfer kiri mengontrol tubuh
bagian kanan. Bagian kanan berhubungan dengan kemampuan
artistic dan kreativitas. Sedangkan bagian kiri berhubungan
dengan logika dan pemikiran rasional.

Hemisfer cerebrum terbagi menjadi beberapa lobus,


dimana masing-masing lobus bertanggung jawab pada suatu
fungsi tubuh tertentu, antara lain:
1. Lobus frontalis, berhubungan dengan personality,
kemampuan berbicara, dan perkembangan motorik.
2. Lobus temporal, berkaitan dengan memori, fungsi bahasa
dan kemampuan berbicara.
3. Lobus parietal, berkaitan dengan sensasi (indra).
4. Lobus occipital, merupakan pusat penglihatan.
(www.princetonbrainandspine.com)

Bagian terluar dari cerebrum disebut dengan gray matter


(substansi abu-abu) yang mengandung sel-sel saraf sedangkan
bagian terdalam disebut dengan bagian white matter (substansi
putih) yang mengandung koneski saraf.
(www.princetonbrainandspine.com)

10
Gambar: area motorik dan sensorik pada cerebral cortex
(www.princetonbrainandspine.com)

b. Batang Otak
Batang otak terletak di depan cerebellum. Batang otak
seperti hardware computer yang berfungsi sebagai pengontrol
yang menghubungkan pesan antara otak dan anggota tubuh.
Cerebrum, cerebellum, dan spinal cord terhubung dengan
batang otak. Batang otak mempnyai tiga bagian utama yaitu :
otak tengah (midbrain), pons, dan medulla oblongata.
Batang otak mengontrol fungsi vital tubuh, seperti :
- Bernafas
- Kesadaran
- Fungsi jantung
- Gerakan otot tak sadar
- Swallowing
- Pergerakan dari mata dan mulut
- Mengantarkan pesan sensoris (sakit, panas, suara, dll)
Batang otak terdiri dari :

11
1) Disenchepalon, bagian batang otak paling atas terdapat
diantara cerebellum dengan mesenchepalon.
Fungsi disenchepalon :
(a) Vase konstruktor, mengecilkan pembuluh darah.
(b) Respiratory, membantu proses persarafan.
(c) Mengontrol kegiatan refleks
(d) Membantu pekerjaan jantung
2) Mesensepalon, atap dari mesensepalon terdiri dari empat
bagian yang menonjol keatas, dua dsebelah atas disebut
korpus kuadrigeminus superior dan dua sebelah bawah
disebut korpus kuadrigeminus inferior.
Fungsi mesensepalon :
(a) membantu pergerakan mata dan mengangkat
kelopak mata
(b) memutar mata dan pusat pergerakan mata
3) Pons Varoli, brakium pontis yang menghubungkan
mesenhepalon dengan pons varoli dan cerebellum terletak di
depan cerebellum diantara otak tengah dan medulla
oblongata, disini terdapat premotoksid yang mengatur
gerakan pernafasan dan refleks.
Fungsi pons varoli:
(a) Penghubung antara kedua bagian cerebellum dan juga
antara medulla oblongata dengan cerebellum atau otak
besar.
(b) Pusat saraf nervus trigeminus.
4) Medulla oblongata, bagian batang otak paling bawah
yang menghubungkan pons varoli dengan medulla spinalis.
Fungsi medulla oblongata:
(a) Mengontrol pekerjaan jantung.
(b) Mengecilkan pembuluh darah (vaso konstruktor).
(c) Pusat pernafasan (respirasi center).
(d) Mengontrol kegiatan refleks.

12
1.2. Cerebellum
Cerebellum terletak di belakang cerebrum. Dalam bahasa
latin, cerebellum berarti otak kecil. Namun, cerebellum
mengandung sel saraf yang lebih banyak daripada kombinasi kedua
hemisfer. tidak seperti cerebrum, cerebellum bagian kiri
mengontrol tubuh bagian kiri, sedangkan cerebellum bagian kanan
mengontrol tubuh bagian kanan. Pada dasarnya Cerebellum
merupakan pusat control pergerakan. Adapun fungsi cerebellum
antara lain:
a) Arkhiocerebellum (vestibulocerebellum). Untuk keseimbangan
dan rangsangan pendengaran ke otak
b) Paleacerebellum (spinocerebellum), sebagai pusat penerima
impuls dan nervus vagus kelopak mata, rahang atas, rahang
bawah, dan otot pengunyah.
c) Neocerebellum (ponto cerebellum), korteks cerebellum
menerima informasi tentang gerakan yang sedang dan yang
akan dikerjakan dan mengatur gerakan sisi badan.
(www.princetonbrainandspine.com)

1.3. Lapisan Pelindung Otak


Otak dilindungi oleh lapisan jaringan ikat yang disebut
meninges, yang terdiri dari 3 lapisan, yaitu:
a) Piamater, lapisan terdalam, halus dan tipis yang melekat pada
otak. Lapisan ini banyak mengandung pembuluh darah untuk
mensuplai jaringan saraf.
b) Arachnoid, terletak di bagian eksternal piamater dan
mengandung sedikit pembuluh darah. Pada lapisan arachnoid
terdapat ruang sub arachnoid yang memisahkan lapisan
arachnoid dari piamater dan mengandung cairan
cerebrospinalis, pembuluh darah dan jaringan penghubung.
c) Duramater, merupakan lapisan terluar yang tebal. Lapisan
duramater dan arachnoid dipisahkan oleh Ruang subdural.
1.4. Ventrikel Otak

13
Ventrikel merupakan rangkaian dari empat rongga dalam
otak yang saling berhubungan dan dibatasi oleh ependima
(semacam sel epitel yang membatasi semua rongga otak dan
medula spinalis) dan mengandung CSF (cerebrospinal
fluid).Ventrikel otak terdiri dari ventrikel leteral, ketiga dan
keempat.( Price Sylvia, 1995 ).
1.5. Cairan Serebrospinal
Cairan cerebrospinalis terdapat pada ruang sub arachnoid di
sekitar otak, pada medulla spinalis dan terdapat juga di dalam
ventrikel otak. Cairan ini menyerupai plasma darah dan cairan
interestial, namun tidak mengandung protein. Cairan
cerebrospinalis dihasilkan oleh pleksus koronoid serta dari sekresi
sel-sel ependimal. Cairan ini berfungsi sebagai bantalan untuk
jaringan lunak otak dan medula spinalis. Selain itu, cairan ini juga
berperan sebagai media pertukaran nutrient dan zat buangan antara
darah dan otak serta medulla spinalis.
Jumlah cairan serebrospinal dalam ventrikel dan ruang
subarakhnoid berkisar antara 120 – 180 ml pada orang dewasa, 100
– 140 ml pada anak umur 8 – 10 tahun, dan 40 – 60 ml pada bayi.
Pada orang dewasa, produksi cairan serebrospinal selama 24 jam
berjumlah 430 – 500 ml, ini berarti dalam 24 jam cairan
serebrospinal diganti sebanyak 3 kali.

B. Patofisiologi Stroke Non Hemoragik


Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang
yang dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah.
Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi
koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak
membentuk hanya sekitar 2% (1200-1400 gram) dari berat tubuh total,
tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di
dalam darah arterial. Dalam jumlah normal darah yang mengalir ke otak
sebanyak 50-60ml per 100 gram jaringan otak per menit. Jumlah darah
yang diperlukan untuk seluruh otak adalah 700-840 ml/menit, dari jumlah
darah itu di salurkan melalui arteri karotis interna yang terdiri dari arteri
karotis (dekstra dan sinistra), yang menyalurkan darah ke bagian depan

14
otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior, yang kedua
adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak
disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior, selanjutnya sirkulasi
arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum
posterior membentuk suatu sirkulus Willisi.
Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam
arteri-arteri yang membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya.
Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus 15 sampai 20
menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu di ingat bahwa
oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang
di perdarahi oleh arteri tersebut dikarenakan masih terdapat sirkulasi
kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses patologik yang sering
mendasari dari berbagi proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang
memperdarhai otak diantaranya dapat berupa :

1. Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti


pada aterosklerosis dan thrombosis.

2. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya


syok atauhiperviskositas darah.

3. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang


berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium.

Gambar: Sirkulus Willisi

Dari gangguan pasokan darah yang ada di otak tersebut dapat


menjadikan terjadinya kelainian-kelainan neurologi tergantung bagian otak
mana yang tidak mendapat suplai darah, yang diantaranya dapat terjani

15
kelainan di system motorik, sensorik, fungsi luhur, yang lebih jelasnya
tergantung saraf bagian mana yang terkena.

1.1. Klasifikasi
Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi
vaskular serebral, dapat di bagi dalam :
 Stroke non hemoragik yang mencakup:
a. TIA ( Trans Iskemik Attack ) gangguan neurologis
setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai
beberapa jam saja.
b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus
berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin
berat dan bertambah buruk.proses dapat berjalan 24 jam
atau beberapa hari.
c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul
sudah menetap atau permanen.sesuai dengan istilahnya
stroke komplit dapat di awali oleh serangan TIA berulang.
 Berdasarkan subtipe penyebab:
a. Stroke Lakunar
b. Stroke Pembuluh Darah
c. Embolik
d. Stroke Kriptogenik
1.2. Faktor Resiko
Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering
teridentifikasi pada stroke non hemoragik, diantaranya yaitu faktor
risiko yang tidak dapat di modifikasi dan yang dapat di modifikasi.
Penelitian yang dilakukan Rismanto (2006) di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokertomengenai gambaran faktor-faktor
risiko penderita stroke menunjukan faktor risiko terbesar adalah
hipertensi 57,24%, diikuti dengan diabetes melitus 19,31% dan
hiperkolesterol 8,97%.15,16
 Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :
a) Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia
35 tahun dan akan meningkat dua kali dalam dekade
berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan hampir 13%
berumur di bawah 45 tahun. Menurut Kiking Ritarwan
(2002), dari penelitianya terhadap 45 kasus stroke

16
didapatkan yang mengalami stroke non hemoragik lebih
banyak pada tentan umur 45-65 tahun.16,17

b) Jenis kelamin

Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia,


ternyata bahwa kaum pria lebih banyak menderita stroke di
banding kaum wanita, sedangkan perbedaan angka
kematianya masih belum jelas. Penelitian yang di lakukan
oleh Indah Manutsih Utami (2002) di RSUD Kabupaten
Kudus mengenai gambaran faktor-faktor risiko yang
terdapat pada penderita stroke menunjukan bahwa jumlah
kasus terbanyak jenis kelamin laki-laki 58,4% dari
penelitianya terhadap 197 pasien stroke non hemoragik.
c) Heriditer
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko
stroke, misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes
melitus dan kelainan pembuluh darah, dan riwayat stroke
dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota
keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65
tahun, meningkatkan risiko terkena stroke. Menurut
penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001
riwayat stroke pada keluarga meningkatkan risiko terkena
stroke sebesar 29,3%.5

d) Rasa atau etnik

Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke


dari pada kulit putih. Data sementara di Indonesia, suku
Padang lebih banyak menderita dari pada suku Jawa
(khususnya Yogyakarta).
 Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :

a) Riwayat stroke

Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke


sebelumnya dalam waktu lima tahun kemungkinan akan
terserang stroke kembali sebanyak 35% sampai 42%.16

b) Hipertensi

Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke


sebanyak empat sampai enam kali ini sering di sebut the
silent killer dan merupakan risiko utama terjadinya stroke
non hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan

17
Klasifikasi menurut JNC 7 yang dimaksud dengan tekanan
darah tinggai apabila tekanan darah lebih tinggi dari 140/90
mmHg, makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke
makin besar karena mempermudah terjadinya kerusakan
pada dinding pembuluh darah, sehingga mempermudah
terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak.16,19

c) Penyakit jantung

Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung,


infeksi otot jantung, paska oprasi jantung juga
memperbesar risiko stroke, yang paling sering
menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium, karena
memudahkan terjadinya pengumpulan darah di jantung dan
dapat lepas hingga menyumbat pembuluh darah otak.16

d) (DM) Diabetes melitus

Kadar gulakosa dalam darah tinggi dapat


mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah yang
berlangsung secara progresif. Menurut penelitian Siregar F
(2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan dengan
desain case control, penderita diabetes melitus mempunyai
risiko terkena stroke 3,39 kali dibandingkan dengan yang
tidak menderita diabetes mellitus.16,5

e) TIA

Merupakan serangan-serangan defisit neurologik


yang mendadak dan singkat akibat iskemik otak fokal yang
cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat
penyembuhan berfariasi tapi biasanya 24 jam. Satu dari
seratus orang dewasa di perkirakan akan mengalami paling
sedikit satu kali TIA seumur hidup mereka, jika diobati
dengan benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini akan
mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah serangan
pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima
tahun setelah serangan pertama.11,20

f) Hiperkolesterol

Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida,


fosfolipid, dan asam lemak bebas. Kolesterol dan
trigliserida adalah jenis lipid yang relatif mempunyai
makna klinis penting sehubungan dengan aterogenesis.

18
Lipid tidak larut dalam plasma sehingga lipid terikat
dengan protein sebagai mekanisme transpor dalam serum,
ikatan ini menghasilkan empat kelas utama lipuprotein
yaitu kilomikron, lipoprotein densitas sangat rendah
(VLDL), lipoprotein densitas rendah (LDL), dan
lipoprotein densitas tinggi (HDL). Dari keempat lipo
protein LDL yang paling tinggi kadar kolesterolnya, VLDL
paling tinggi kadar trigliseridanya, kadar protein tertinggi
terdapat pada HDL. Hiperlipidemia menyatakan
peningkatan kolesterol dan atau trigliserida serum di atas
batas normal, kondisi ini secara langsung atau tidak
langsung meningkatkan risiko stroke, merusak dinding
pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit jantung
koroner. Kadar kolesterol total >200mg/dl, LDL
>100mg/dl, HDL <40mg/dl, trigliserida >150mg/dl dan
trigliserida >150mg/dl akan membentuk plak di dalam
pembuluh darah baik di jantung maupun di otak.
Menurut Dedy Kristofer (2010), dari penelitianya 43
pasien, di dapatkan hiperkolesterolemia 34,9%,
hipertrigliserida 4,7%, HDL yang rendah 53,5%, dan LDL
yang tinggi 69,8%.21,16,22

g) Obesitas

Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi,


dislipidemia, dan diabetes melitus. Prevalensinya
meningkat dengan bertambahnya umur. Obesitas
merupakan predisposisi penyakit jantung koroner dan
stroke. Mengukur adanya obesitas dengan cara
mencari body mass index (BMI) yaitu berat badan dalam
kilogram dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan.
Normal BMI antara 18,50-24,99 kg/m2, overweight BMI
antara 25-29,99 kg/m2selebihnya adalah obesitas.16,23

h) Merokok

Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke


hampir dua kali lipat, dan perokok pasif berisiko terkena
stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan karbondioksida
yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding
pembuluh darah, di samping itu juga mempengaruhi
komposisi darah sehingga mempermudah terjadinya proses
gumpalan darah. Berdasarkan penelitian Siregar F (2002) di

19
RSUD Haji Adam Malik Medan kebiasaan merokok
meningkatkan risiko terkena stroke sebesar empat kali.

1.3. Gejala
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah
terjadi, kesadaran biasanya tidak mengalami penurunan, menurut
penelitian Rusdi Lamsudi pada tahun 1989-1991 stroke non
hemoragik tidak terdapat hubungan dengan terjadinya penurunan
kesadaran.

C. Pengantar CT
Computed Tomography (CT Scan) merupakan pemeriksaan
radiografi yang mampu menampilkan gambaran tomografi yang tipis
yang mewakili rekonstruksi matematis dari jaringan tubuh dan
strukturnya dengan bantuan computer. (Bontrager, 2001)
CT Scan diperkenalkan oleh Godfrey Hounsfield seorang insinyur
dari EMI Limited London dan James Ambrose seorang teknisi dari
Atkinson Morley’s Hospital di London Inggris pada tahun 1970.
(Ballinger, 1995).
Pada CT-Scan prinsip kerjanya hanya dapat men-scanning tubuh
dengan irisan melintang tubuh (potongan axial). Namun dengan
memanfaatkan teknologi computer maka gambaran axial yang telah
didapatkan dapat diformat kembali sehingga didapatkan gambaran
coronal, sagital, oblique, diagonal bahkan bentuk tiga dimensi dari
objek tersebut.
Menurut Bontrager (2001), ada 3 kelebihan dari CT Scan
dibandingkan dengan conventional Radiogafi, yaitu :
a) CT Scan dapat menampilkan gambaran slice 3 dimensi dari
struktur internal tubuh.
b) System yang digunakan pada CT Scan lebih sensitive pada
diferensiasi jenis jaringan yang berbeda dibandingkan dengan

20
radiografi konvensional sehingga perbedaan tipe jaringan bisa
dievaluasi dengan lebih .mudah.
c) CT Scan memungkinkan kita untuk melakukan manipulasi data dan
penambahan gambar setelah scanning selesai dilaksaankan, dimana
hal ini bisa dilakukan pada semua teknologi digital.
Perkembangan CT Scan di bagi dalam berbagai generasi :
a) Scanner Generasi Pertama
Prinsip scanner generasi pertama, menggunakan pancaran sinar-
X model pensil yang diterima oleh satu atau dua detektor. Waktu
yang dicapai 4,5 menit untuk memberi informasi yang cukup pada
satu slice dari rotasi tabung dan detektor sebesar 180 derajat
(Bontrager, 2001).
b) Scanner Generasi Kedua
Scanner generasi ini mengalami perbaikan besar dan terbukti
pancaran sinar-X model kipas dengan menaikkan jumlah detektor
sebanyak 30 buah, dengan waktu scanning yang sangat pendek, yaitu
antara 15 detik per slice atau 10 menit untuk 40 slice (Bontrager,
2001).
c) Scanner Generasi Ketiga
Scanner generasi ketiga ini, dengan kenaikan 960 detektor yang
meliputi bagian tepi, berhadapan dengan tabung sinar-X yang saling
rotasi memutari pasien dengan membentuk lingkaran 360º secara
sempurna untuk menghasilkan satu slice data jaringan. Waktu
scanning pada scanner generasi ketiga yang modern ini berkisar satu
detik (Bontrager, 2001).
d) Scanner Generasi Keempat
Sekitar tahun 1980 scanner generasi ini diperkenalkan dengan
teknologi fixed-ring yang mempunyai 4800 detektor. Saat
pemeriksaan berlangsung, X-ray tube berputar 360 derajat
mengelilingi detektor yang diam (Bontrager, 2001).
e) Scanner Generasi Kelima ( Electron Beam Technique )

21
Pada Electron Beam Technique tidak menggunakan tabung
sinar-X, tapi menggunakan electron gun yang memproduksi
pancaran electron berkekuatan 130 KV. Pancaran electron
difokuskan oleh electro-magnetic coil menuju fokal spot pada ring
tungsten. Proses penumbukkan electron pada tungsten menghasilkan
energy sinar-X. Sinar-X akan keluar melewati kolimator yang
membentuknya menjadi pancaran fan beam. Kemudian sinar-X akan
mengenai obyek dan hasil atenuasinya akan mengenai solid state
detector dan selanjutnya prosesnya sama dengan prinsip kerja CT
Scan yang lain. Perbedaannya hanya pada pembangkit sinar-X nya
bukan menggunakan tabung sinar-X tetapi menggunakan electron
gun.
f) Scanner Generasi Keenam ( Spiral / Helical CT )
Akuisisi data dilakukan dengan meja bergerak sementara tabung
sinar-X berputar, sehingga gerakan tabung sinar-X membentuk pola
spiral terhadap pasien ketika dilakukan akuisisi data. Pola spiral ini
diterapkan pada konfigurasi rancangan CT generasi ketiga dan
keempat.
g) Scanner Generasi Ketujuh ( Multi Array Detector CT / Multi Slice
CT )
Dengan menggunakan multi array detector, maka apabila
kolimator dibuka lebih lebar maka akan dapat diperoleh data
proyeksi lebih banyak dan juga diperoleh irisan yang lebih tebal
sehingga penggunaan energy sinar-x menjadi lebih efisien.
h) Generasi Kedelapan ( Dual Source CT )
Dual Source CT (DSCT) menggunakan dua buah tabung sinar-x
dan terhubung pada dua buah detector. Masing-masing tabung sinar-
X menggunakan tegangan yang berbeda. Yang satu menggunakan
tegangan tinggi (biasanya sekitar 140 KV) dan tabung yang lainnya
menggunakan tegangan rendah (sekitar 80 KV). DSCT berguna
untuk menentukan jenis bahan atau zat.
D. Komponen Dasar CT-Scan

22
CT Scan memiliki komponen utama yaitu : Komputer, gantry dan
meja pemeriksaan (couch), serta operator konsul. Gantry dan couch berada
di dalam ruang pemeriksaan sedangkan komputer dan operator konsul
diletakkan terpisah dalam ruang kontrol.
a) Komputer
Komputer menyediakan link diantara radiografer dengan
komponen lain dari sistem imejing. Komputer dalam CT Scan
mempunyai 4 fungsi dasar, yaitu : sebagai kontrol akuisisi data,
rekonstruksi gambar, penyimpanan data gambar, dan menampilkan
gambar scanning
b) Gantry dan meja pemeriksaan (couch)
Gantry adalah perangkat CT yang melingkar sebagai rumah
dari tabung sinar-x, Data Acquisition System (DAS), dan detector
array. Unit CT terbaru juga memuat continuous slip ring dan
generator bertegangan tinggi di dalam gantry. Struktur pada gantry
mengumpulkan pengukuran atenuasi yang diperlukan untuk
dikirim kekomputer untuk rekonstruksi citra. Gantry bisa
disudutkan kedepan dan kebelakang hingga 300 untuk
menyesuaikan bagian tubuh. Meja pemeriksaan merupakan tempat
untuk memposisikan pasien, biasanya terhubung otomatis dengan
komputer dan gantry. Meja ini terbuat dari kayu atau fiber karbon
yang dapat digunakan untuk mendukung pemeriksaan tetapi tidak
menimbulkan artefak pada gambar scanning.Kebanyakan dari meja
pemeriksaan dapat diprogram untuk bergerak keluar dan masuk
gantry, tergantung pada pasien dan protokol pemeriksaan yang
digunakan.
c) Tabung sinar-X
Berdasarkan strukturnya, tabung sinar-X sangat mirip
dengan tabung sinarX konvensional tetapi perbedaanya terletak
pada kemampuannya untuk menahan panas dan output yang tinggi.

E. Parameter CT-Scan

23
Gambar pada CT Scan dapat terjadi sebagai hasil dari berkas-
berkas sinar-X yang mengalami perlemahan setelah menembus objek,
ditangkap detektor, dan dilakukan pengolahan dalam komputer.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam CT Scan dikenal
beberapa parameter untuk pengontrolan eksposi dan output gambar
yang optimal.Adapun beberapa parameter dalam CT-Scan Sebagai
berikut:s
a) Slice Thickness
Slice thickness adalah tebalnya irisan atau potongan dari
objek yang diperiksa. Pada umumnya ukuran yang tebal akan
menghasilkan gambaran dengan detail yang rendah, sebaliknya
ukuran yang tipis akan menghasilkan gambaran dengan detail yang
tinggi. Jika ketebalan irisan semakin tinggi, maka gambaran akan
cenderung terjadi artefak, dan jika ketebalan irisan semakin tipis,
maka gambaran cenderung akan menjadi noise.
b) Range
Range adalah perpaduan atau kombinasi dari beberapa slice
thickness. Sebagai contoh untuk CT Scan kepala, range yang
digunakan adalah dua. Range pertama lebih tipis dari range kedua.
Range pertama meliputi irisan dari basis cranii hingga pars
petrosum dan range kedua dari pars petrosum hingga verteks.
Pemanfaatan dari range adalah untuk mendapatkan ketebalan irisan
yang berbeda pada satu lapangan pemeriksaan.
c) Volume Investigasi
Volume investigasi adalah keseluruhan lapangan dari objek
yang diperiksa. Lapangan objek ini diukur dari batas awal objek
hingga batas akhir objek yang akan diiris semakin besar.
d) Faktor Eksposi
Faktor eksposi adalah faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap eksposi meliputi tegangan tabung (kV), arus tabung (mA)
dan waktu eksposi (s). Besarnya tegangan tabung dapat dipilih
secara otomatis pada tiap-tiap pemeriksaan. Namun terkadang

24
pengaturan tegangan tabung diatur ulang untuk menyesuaikan
ketebalan objek yang akan diperiksa (rentang antara 80-140 kV).
e) Field of View (FOV)
Field of view (FOV) adalah diameter maksimal dari
gambaran yang akan direkonstruksi. Besarnya bervariasi dan
biasanya berada pada rentang 12-50 cm. Field of view (FOV) kecil,
antara 100 mm sampai dengan 200 mm akan meningkatkan
resolusi sehingga detail gambar dan batas objek akan tampak jelas.
Field of View (FOV) kecil akan menyebabkan noise meningkat.
Field of View (FOV) sedang, yaitu 200 mm diharapkan gambar
yang dihasilkan memiliki spasial resolusi yang baik, noise serta
artefak sedikit. Field of View (FOV) besar, antara 350 mm sampai
dengan 400 mm akan menghasilkan spasial resolusi yang rendah
karena pixel menjadi besar akibat dilakukannya magnifikasi. Field
of View (FOV) besar akan menyebabkan noise berkurang dan
kontras resolusi meningkat serta dapat dihindari munculnya streak
artifact.
f) Gantry Tilt
Gantry tilt adalah sudut yang dibentuk antara bidang
vertikal dengan gantry (tabung sinar-X dengan detektor). Gantry
tilt dapat disudutkan ke depan dan ke belakang sebesar 300 . Gantry
tilt bertujuan untuk keperluan diagnosa dari masingmasing kasus
yang dihadapi, dan menentukan sudut irisan dari objek yang akan
diperiksa. Di samping itu, bertujuan untuk mereduksi dosis radiasi
terhadap organ-organ yang sensitif seperti mata .
g) Window Width
Window Width adalah rentang nilai computed tomography yang
dikonversi menjadi gray level untuk ditampilkan dalam TV monitor
dengan satuan HU (Hounsfield Unit). Menurut Amarudin (2007),
window width yang sempit akan menghasilkan image yang
memiliki kontras yang tinggi, tetapi struktur di luar window tidak
terepresentasikan bahkan terabaikan. Sementara bila mengunakan

25
window yang luas, perbedaan kepadatan yang kecil akan terlihat
homogen dan data akan termasking (tertutup/ tersembunyi).
Amarudin merkomendasikan teknik doubel window yaitu teknik
untuk mendisplaykan dua tipe jaringan yang perbedaan
kepadatannya sangat besar (paru dan usus halus). Teknik ini baik
untuk diagnosis (Amarudin 2007). Secara umum, dapat terlihat
perubahan kontras pada citra CT scan dengan merubah WW. Pada
saat WW tinggi (wide WW), pada paruparu, jaringan hati dan
tulang pelvis memiliki kesamaan tingkatan keabu-abuan (bottom of
diagram). Dengan narrow WW, terdapat ketajaman kontras
kehitaman pada daerah paru, putih pada tulang dan jaringan hati
menunjukkan keabu-abuan. Sehingga, kontras citra CT scan dapat
diatur dengan medium WW (middle of diagram) Menurut Berland
(1987).
Tipe jaringan Nilai CT (HU) Penampakan

Tulang +1000 Putih

Otot +50 Abu-abu

Materi putih +45 Abu-abu menyala

Materi abu-abu +40 Abu-abu

Darah +20 Abu-abu

CSF +15 Abu-abu

Air 0

Lemak -100 Abu-abu gelap ke hitam

Paru -200 Abu-abu gelap ke hitam

Udara -1000 Hitam

h) Window Level

26
Window level (WL) adalah nilai tengah CT number pada
window width (WW) dan menunjukan nilai keabu-abuan. Pada
saat mengatur WL paru-paru (nilai CT number rendah), citra dapat
dioptimalkan pada struktur paru-paru, jaringan hati dan tulang
pelvis terlihat putih. Pada pengaturan yang lain, WL pada tulang
pelvis (nilai CT number tinggi), struktur tulang pelvis, paru-paru
dan hati 17 akan terlihat lebih hitam. Sehingga, pengaturan WL
pada (middle CT number) struktur pelvis, paru-paru dan hati akan
terlihat optimal. Pengaruh pengaturan WL (WW tetap) Pada saat
WL naik dari +50 menjadi +200, perubahan gambar dari putih
menjadi hitam. Nilai WL dengan CT number tinggi (putih),
semakin tinggi nilai CT number mengakibatkan gambaran terliaht
hitam Menurut (Berland 1987).

F. Teknik Pemeriksaan CT-Scan Kepala


1. Pengertian
Prosedur adalah urutan dari rangkaian pemeriksaan yang harus
diikuti. Prosedur teknik pemeriksaan CT Scan meliputi, persiapan
pasien, posisi pasien, scout view, menentukan parameter scan yang
tepat, sampai mendapatkan kualitas gambar CT Scan yang baik.
2. Indikasi Pemeriksaan (Bontrager, 2008)
Indikasi umum untuk pemeriksaan CT Scan Kepala dalah sebagai

berikut:

a. Tumor – lesi metastasi,meningioma,glioma

b. Sakit kepala

c. Patologi peredaran darah - cerebrovascular accident(CVA),

aneurysm, arteriovenous malformation (AVM)

d. Inflamasi atau infeksi – meningitis , abses

e. Trauma – epidural dan subdural hematoma, fraktur

f. Gangguan degeneratif – brain atrophy

27
g. Kelainan bawaan

h. Hidrosefalus

3. Persiapan Pemeriksaan
a) Persiapan Pasien
Tidak ada persiapan khusus bagi penderita.Instruksi-
instruksi yang menyangkut posisi penderita dan prosedur
pemeriksaan harus diberitahukan dengan jelas. Benda aksesoris
seperti gigi palsu, rambut palsu, anting-anting, penjempit rambut,
dan alat bantu pendengaran harus dilepas terlebih dahulu sebelum
dilakukan pemeriksaan karena akan menyebabkan artefak. Untuk
kenyamanan pasien, mengingat pemeriksaan dilakukan pada
ruangan ber-AC sebaiknya tubuh pasien diberi selimut (Brooker,
1986).
b) Pesiapan Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan untuk pemeriksaan CT-
Scan kepala secara umum adalah pesawat CT-Scan lengkap dengan
komponen pendukungnya, seperti: media pencetak gambar, alat
fiksasi (head clamp, straining straps), selimut dan tabung oksigen

4. Teknik Pemeriksaan
a) Posisi pasien
1) Pasien supine diatas meja pemeriksaan dengan
2) Posisi kepala dekat dengan gantry.
b) Posisi objek
1) Kepala hiperfleksi dan diletakkan pada head holder.
2) Samping kiri dan kanan kepala pasien diberi pengganjal agar
kepala pasien tidak bergerak.
3) Agar gambaran simetris kepala diposisikan sehingga mid
sagital plane kepala sejajar dengan lampu indikator
longitudinal dan interpupilary line sejajar dengan lampu
indicator horizontal.
4) Lengan pasien diletakkan diatas perut atau disamping tubuh.

28
5) Gantry di sudutkan 20° terhadap canthomeatal line untuk
mengurangi penyinaran ke arah mata (Seeram, 2001).

Gambar: Scanogram Skull

c) Parameter CT-Scan
1) Scanogram : kepala potongan sagital.
2) Range : batas atas berada di verteks
batas bawah berada di basiss cranii.
3) Slice Thickness : 5 – 10 mm
4) Scan Time : 1 sekon
5) Gantry tilt : sudut gantry 20° terhadap canthomeatal
line
6) kV : 120
7) mAs : 150

d) Gambar yang dihasilkan dalam pemeriksaan CT-scan kepala pada


umumnya
Potongan Axial I
Merupakan bagian paling superior dari otak yang disebut
hemisphere. Kriteria gambarnya adalah tampak :

1) Bagian anterior sinus superior sagital.


2) Centrum semi ovale (yang berisi materi cerebrum).

29
3) Fissura longitudinal (bagian dari falks cerebri).
4) Sulcus
5) Gyrus
6) Bagian posterior sinus superior sagital.

Gambar: Posisi Irisan Otak (Bontrager,2001)

Gambar: Irisan CT Scan dengan jaringan otak (Bontrager, 2001)


Potongan Axial IV
Merupakan irisan axial yang ke empat yang disebut tingkat
medial ventrikel. Criteria gambarnya tampak

1) Anterior corpus collosum


2) Anterior horn dari ventrikel lateral kiri
3) Nucleus caudate
4) Thalamus
5) Ventrikel tiga
6) Kelenjar pineal (agak sedikit mengalami kalsifikasi)
7) Posterior horn dari ventrikel lateral kiri

30
Gambar: Posisi irisan otak ( Bontrager, 2001 )

Gambar: Irisan CT Scan dengan jaring otak (Bontrager, 2001)

Potongan Axial V
Menggambarkan jaringan otak dalam ventrikel medial tiga.
Kriteria gambar yang tampak :

1) Anterior corpus collosum


2) Anterior horn ventrikel lateral kiri
3) Ventrikel tiga
4) Kelenjar pineal
5) Protuberantia occipital interna

31
Gambar: Posisi irisan otak (Bontrager, 2001)

Gambar: Irisan CT Scan dengan jaring otak (Bontrager, 2001)

Potongan Axial VI
Irisan ke tujuh merupakan penggambaran jaringan dari
bidang orbita. Struktur dalam irisan ini sulit untuk ditampakkan
dengan baik dalam CT-scan. Modifikasi-modifikasi sudut posisi
kepala dilakukan untuk mendapatkan gambarannya adalah tampak :

1) Bola mata / occular bulb


2) Nervus optic kanan
3) Optic chiasma
4) Lobus temporal
5) Otak tengah

32
6) Cerebellum
7) Lobus oksipitalis
8) Air cell mastoid
9) Sinus ethmoid dan atau sinus sphenoid

Gambar: Posisi irisan otak (Bontrager, 2001)

Gambar: Irisan CT Scan dengan jaring otak (Bontrager, 2001)

33
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1.1. Paparan Kasus
Nama : Tn.S
No. RM : 36-xx-xx
Umur : 75 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Poli/Ruang : Rawat Inap/VIP
Tanggal Pemeriksaan : 09 November 2018
Dokter Pengirim : dr. Iqbal Mochammad, Sp.S
Diagnosa : CVA Infark
Pemeriksaan : CT-Scan Kepala Non Kontras
1.2. Riwayat Pasien
Pasien merupakan pasien rawat inap, pasien di antar oleh
perawat ke Instalasi Radiologi dengan kondisi lemah sehingga di
lakukan pemeriksaan CT-Scan Kepala tanpa kontras.
1.3. Teknik Pemeriksaan CT-Scan Kepala
a. Persiapan Alat dan Bahan:
Alat dan bahan ynga digunakan untuk pemeriksaan MSCT
kepala pada kasus stroke non hemoragik di instalasi Radiologi
RSUD dr.Soeroto, yaitu :
 Pesawat MSCT
Merk : Toshiba
Tipe : Toshiba / Alexion
No. Seri : 2KD16X2288
 Selimut
 Head holder
 Printer
 Standar infuse
 Film

34
1.4. Persiapan Pasien
Teknik pemeriksaan CT-Scan kepala pada pasien dengan
kasus sroke non hemoragik di instalasi Radiologi RSUD dr.
Soeroto tidak menggunakan persiapan khusus dan melepaskan
benda - benda yang berada disekitar kepala misalnya anting-anting,
kaca mata, dan penjepit rambut yang terbuat dari logam.
1.5. Teknik Pemeriksaan
 Posisi Pasien
Pasien Supine diatas meja pemeriksaan dengan
posisi head first. Kedua lengan diletakkan disamping tubuh
dan kedua kaki lurus.
 Posisi Objek
-Mengatur MSP kepala pada pertengahan head holder
sesuai dengan lampu indikator vertikal yaitu pada
glabella.
-Mengatur MCP pada pertengan sesuai denagn lampu
indikator horisontal yaitu pada MAE.
-Selama pemeriksaan untuk kenyamanan pasien
diberikan selimut karena ruangan ber-AC.
 Proses Pemeriksaan
Sebelum melakukan pemeriksaan patugas terlebih
dahulu memasukkan data pasien ke dalam komputer,
kemudian memilih protokol yang digunakan yaitu
pemeriksaan Head. Setelah pemilihan pemeriksaan selesai
dilanjutkan dengan membuat scout (topogram) untuk
menentukan daerah irisan dan selanjutnya rencana
pengambilan gambar atau slice yang dimulai dari basis
cranii sampai vertex , dan scanning pun dimulai sesuai
dengan rencana.
 Proses Pencetakan Gambar
Setelah scaning selesai dilakukan sesuai dengan
perencanaan kemudian gambar di rekonstruksi dan diedit
untuk ditambahkan keterangan yang dibutuhkan, setelah
rekonstruksi selesai maka gambar siap untuk dicetak pada
print.

35
 Parameter pemeriksaan CT-Scan kepala dengan stroke non
hemoragik di Instalasi Radiologi RSU Dr. Soeroto
Kabupaten Ngawi adalah :
Topogram : Cranium Lateral
Slice thickness : 4 mm
Slice : 19
Kv : 120
mAs : 150
Gantry tilt : 0,00
Range : dari basiss cranii sampai dengan
vertex
 Hasil Pembacaan CT-Scan
CT-Scan Kepala Tanpa Kontras
Tampak lesi hipodens luas pada lobus temporal kanan
Sulkus kortikalis dan fissura sylvii prominent
Sisterna tampak normal
Ventrikel lateral kanan-kiri, III dan IV tampak normal
Batang otak dan cerebellum baik
Tak tampak midline shifting

Kesan:
Infark pada lobus frontal kanan
Aging Athropy

36
Gambar: CT-Scan Kepala pada CVA Infark
B. Pembahasan
Menurut bontrager (2001), menyatakan bahwa teknik pemeriksaan
CT Scan kepala menggunakan dua range,range pertama lebih tipis dari
range kedua,range pertama meliputi irisan dari basis cranii hingga pars
petrosum dan range kedua dari petrosum hingga verteks. Sedangkan
pemeriksaan CT-Scan kepala pada kasus stroke non hemoragik di RSUD
Dr. Soeroto menggunakan satu scan area dengan area scanning dimulai
dari basis cranii sampai verteks.
Menurut bontrager (2001) slice thickness yang digunakan pada
pemeriksaan kepala adalah 5 - 10 mm. Pada pemeriksaan CT-Scan Kepala
di instalasi radiologi Dr. Soeroto menggunakan slice thickness 7 mm pada
pemeriksaan CT-Scan Kepala kasusstroke non hemoragik. Pemilihan slice
thickness 7 mm ini, dimaksudkan agar efisiensi gambar, karena
disesuaikan dengan kasus stroke non hemoragik yang tidak memerlukan
detail dan irisan yang terlalu tipis.

37
Menurut pengamatan penulis teknik pemeriksaan CT-Scan kepala
dengan kasus stroke non hemoragik di Instalasi Radiologi RSUD Dr.
Soeroto pada dasarnya sudah sesuai dengan teori teknik CT-Scan Kepala
(Bontrager,2001).Karena sudah dapat menegakkan diagnosa dan
menunjukkan kelainan patalogis stroke non hemoragik.

38
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemeriksaan CT-Scan kepala pada kasus stroke non hemoragik di
Instalasi Radiologi RSUD Dr. Soeroto menggunakan CT-Scan kepala rutin
dengan posisi pasien supine (head first). Area scanning dari basis cranii
hingga vertex. Menggunakan slice thickness potongan axial 7 mm.
Pemeriksaan CT-Scan kepala pada kasus stroke non hemoragik di Instalasi
Radiologi RSUD Dr. Soeroto sudah sesuai dengan teori bontrager (2001)
karena sudah dapat menegakkan diagnose dan menunjukkan kelainan
stroke non hemoragik.
B. Saran
1. Mempersilahkan orang yang tidak berkepentingan dalam pemeriksaan
untuk menunggu diluar ruangan untuk melindungi dari bahaya radiasi
yang dapat menyebabkan kerusakan sel.
2. Sebaiknya pada pemeriksaan CT-Scan kepala pada kasusstroke non
hemoragik, kepala pasien difiksasi agar kepala pasien tidak bergerak.

39
40

Anda mungkin juga menyukai