PENDAHULUAN
2) Entrasol
Komposisi:
a) Maltodekstrin
b) Minyak jagung
c) Kasein
Cara Pemberian: Tiap penyajian, 60 gram dilarutkan dalam 200 ml air untuk
menghasilkan 250 kkal. Dapat diberikan hingga 6 kali per hari.
3) Peptisol
Komposisi:
a) Maltodekstrin
b) Minyak jagung
c) Kasein
d) Protein-whey
Cara Pemberian: Tiap penyajian, 63 gram dilarutkan dalam 200 ml air hangat
untuk menghasilkan 250 kkal.
4) Diabetasol
Komposisi:
a) Maltodekstrin
b) Minyak kedelai
c) Kasein
d) Protein-whey
e) Frukto-oligo sakarida
f) Aspartame
g) Vitamin
h) Mineral
Indikasi: Diabetes Melitus
Cara Pemberian: Tiap penyajian, 60 gram dilarutkan dalam 200 ml air hangat
untuk menghasilkan 250 kkal.
5) Pediasure
Komposisi:
a) Sukrosa
b) Tepung jagung
c) Minyak sunflower
d) Kedelai dan MCT
e) Protein whey dan kasein
f) Vitamin dan mineral
6) Pan-enteral
Komposisi:
a) Sukrosadekstrin
b) Minyak kedelai dan MCT
c) Kasein
d) Vitamin dan mineral
Indikasi: Kakeksia dan Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) atau
penyakit paru kronik.
Cara Pemberian: Tiap penyajian, 40 gram dilarutkan hingga air 200 ml untuk
mendapatkan energi 200 kkal.
2. Formula Enteral MODISCO
Pada pasien anak-anak formula enteral untuk mengatasi kekurangan gizi
dapat diberikan MODISCO (Modified Dried Skimed Milk and Coconut Oil).
Formula MODISCO ini terdiri dari campuran susu, gula, dan minyak kelapa.
MODISCO juga dapat diberikan kepada penderita penyakit infeksi kronis, lansia,
dan remaja/dewasa yang ingin meningkatkan berat badan. Ada 4 macam formula
MODISCO yang dikembangkan sesuai kemampuan anak dan kondisi anak
kekurangan gizi, yaitu MODISCO ½, MODISCO 1, MODISCO 2, dan MODISCO
3.
Tabel 2.2 Kandungan Gizi Formula MODISCO per 100 cc
Formula MODISCO
Bahan Dasar Satuan
MODISCO 1/2 MODISCO 1 MODISCO 2 MODISCO 3
Susu Skim g 10 10 10 -
Susu g - - - 12
Fullcream
Gula Pasir g 5 5 5 7
Minyak cc 5 - 3 6
Kelapa
Margarin g - 6 - -
Cairan/air cc 100 100 100 100
Kandungan Zat Gizi
Energi Kalori 80 100 100 100
Protein g 3,6 3,6 3,6 3,2
Lemak g 4 4 2 9
Sumber: (Sugiyani dan Kusumayanti, 2011)
B. Nutrisi Parenteral
Nutrisi parenteral atau Parenteral Nutrition (PN) adalah suatu bentuk
pemberian nutrisi yang diberikan langsung melalui pembuluh darah tanpa melalui
saluran pencernaan (Yuliana, 2009). Metode pemberian nutrisi parenteral bisa
melalui vena perifer dan vena central, namun risiko terjadinya phlebitis lebih
tinggi pada pemberian melalui vena perifer sehingga metode ini tidak banyak
digunakan. Nutrisi parenteral diberikan bila asupan nutrisi enteral tidak dapat
memenuhi kebutuhan pasien dan tidak dapat diberikan dengan baik. Nutrisi
parenteral diberikan pada pasien dengan kondisi reseksi usus massif, reseksi
kolon, fistula dan pasien sudah dirawat selama 3-7 hari (Ziegler, 2009).
Pemberian nutrisi melalui PN harus berdasarkan standar yang ada agar
tidak terjadi komplikasi diantaranya menentukan tempat insersi yang tepat (tidak
boleh digunakan untuk plebotomi dan memasukkan obat), persiapan formula PN
secara steril 24 jam sebelum diberikan ke pasien dan disimpan di kulkas serta
aman dari pencahayaan agar menurunkan degradasi biokimia dan kontaminasi
bakteri. Namun sebelum diberikan ke pasien suhu formula harus disesuaikan
dengan suhu ruangan (Ziegler, 2009). Komponen dalam pemberian nutrisi
secara parenteral sebaiknya tidak menggunakan lemak dalam minggu pertama
selama perawatan di ICU, namun penggunaan asam lemak omega-3 masih
boleh diberikan. Zat gizi yang direkomendasikan adalah penambahan pemberian
glutamin (Martindale, et al., 2009; Ziegler, 2009).
Penelitian lain juga mendukung penambahan pemberian glutamin
dilakukan oleh Jonqueiraet al. (2012) yaitu untuk meningkatkan toleransi pasien
teerhadap nutrisi yang diberikan maka selain pemberian enteral ditambahkan
pula infus dengan volume minimal yaitu 15 ml/ jam dengan diet semi elemental,
normokalori, hipolipid, dan hiperprotein dengan penambahan glutamine.
Latar Belakang
Metode :
Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan rancangan studi
kohor prospektif, yang dilakukan pada dua bangsal yaitu bangsal penyakit dalam
dan saraf di tiga rumah sakit yaitu RS Dr. M. Jamil Padang, RS Dr. Sardjito
Yogyakarta dan RS Sanglah Denpasar sejak bulan Oktober 2002 sampai
Februari 2003. Penelitian ini merupakan bagian dari suatu penelitian yang
dirancang untuk melihat pengaruh makanan, status gizi dan faktor lain terhadap
hospital outcomes.
Data yang dikumpulkan meliputi asupan makanan diperoleh dengan
menggunakan metode Comstock dan Food Recall 24 jam yang dilihat selama
dirawat di rumah sakit. Asupan makanan ini dikonversikan dalam bentuk energi
dan protein dengan menggunakan software Food Processor 2 yang kemudian
dibandingkan dengan kebutuhan pasien yang ditentukan dengan menggunakan
rumus Harris Benedict, kemudian dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu
asupan makanan cukup bila •75% dari kebutuhan dan asupan makanan tidak
cukup bila <75% kebutuhan. Data yang berkaitan dengan kejadian malnutrisi di
rumah sakit dilihat dari perubahan berat badan.
Hasil dan Pembahasan
Analisis multivariat dilakukan untuk melihat risiko asupan makanan dan variabel
lain terhadap terjadinya malnutrisi di rumah sakit. Hasil dari analisis ini terlihat
bahwa asupan energi, jenis kelamin dan asal rumah sakit bermakna signifikan
dengan malnutrisi (p<0,05) (tabel 6).
Subjek dengan asupan energi tidak cukup berisiko 3,2 kali lebih besar untuk
mengalami malnutrisi dibandingkan subjek dengan asupan energi cukup, subjek
dengan jenis kelamin perempuan berisiko 2 kali lebih besar untuk mengalami
malnutrisi dibandingkan dengan subjek laki-laki, serta subjek yang dirawat di RS
Dr. Sardjito Yogyakarta dan RS Dr.M. Jamil Padang berisiko 4,9 dan 2,6 kali
lebih besar untuk malnutrisi bila dibandingkan dengan subjek yang dirawat di RS
Sanglah Denpasar.
Berdasarkan hasil penelitian ini, terlihat bahwa ada pengaruh yang signifikan
antara asupan energi dengan malnutrisi (p<0,05). Dilihat dari Odds Ratio subjek
dengan asupan energi tidak cukup mempunyai risiko 2,1 kali lebih besar
dibandingkan dengan subjek dengan asupan energi cukup. Ini berarti bahwa
dukungan gizi pada penderita yang dirawat di rumah sakit sangat diperlukan,
seperti penelitian yang dilakukan oleh McWhirter dan Pennington (3) yang
menunjukkan bahwa pasien yang mendapatkan dukungan nutrisi yang tepat
ternyata mengalami kenaikan berat badan rata-rata sebesar 7,9%. Pada analisis
multivariat terlihat bahwa RS Dr. Sardjito paling berisiko terjadi malnutrisi, yaitu
4,9 kali lebih besar dibandingkan faktor risiko yang lain. Tingginya risiko ini
disebabkan karena persentase penyakit noninfeksi dan terapi medis cukup tinggi
dibandingkan dua rumah sakit lainnya, yaitu berturut-turut sebesar 80% dan
43%. Berdasarkan penelitian Naber et al., ditemukan bahwa pasien yang infeksi
dan noninfeksi berisiko mengalami malnutrisi berturut-turut sebesar 1,4 dan 1,5
kali. Hal ini berarti risiko pasien yang menderita penyakit noninfeksi lebih besar
daripada yang menderita penyakit infeksi.
Faktor lain yang paling berisiko untuk malnutrisi adalah asupan energi. Subjek
dengan asupan energi tidak cukup berisiko 3,2 kali lebih besar daripada subjek
dengan asupan energi cukup. Risiko untuk terjadinya malnutrisi ini dapat
diminimalkan apabila rata-rata asupan minimal pasien yang dirawat di rumah
sakit dapat dipenuhi. Asupan pasien dikategorikan cukup selama dirawat di
rumah sakit bila rata-rata asupan makanannya lebih dari 75% dibanding
kebutuhan energi dan 80% dibanding kebutuhan protein.
KESIMPULAN
JURNAL 2
NUTRISI PADA PENDERITA SAKIT KRITIS
LATAR BELAKANG
METODE
HASIL
Penilaian secara objektif status nutrisi pasien di ICU adalah sulit, karena proses
dari penyakit mengacaukan metode penilaian yang kita gunakan. Status nutrisi
adalah fenomena multi dimensional yang memerlukan beberapa metode dalam
penilaian, termasuk indikator-indikator nutrisi, intake nutrisi, dan pemakaian /
pengeluaran energi. Secara umum dapat diuraikan tujuan pemberian dukungan
nutrisi pada kondisi kritis adalah meminimalkan keseimbangan negatif kalori dan
protein dan kehilangan protein dengan cara menghindari kondisi starvasi,
mempertahankan fungsi jaringan khususnya hati, sistem imun, sistem otot dan
otot-otot pernapasan, dan memodifikasi perubahan metabolik dan fungsi
metabolik dengan menggunakan substrat khusus.