Anda di halaman 1dari 26

LONG CASE

EPILEPSI

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Program Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Penyakit Saraf RS PKU Muhammadiyah Gamping

Disusun oleh :
Shintya Dwipuspa Rani
20184010075

Diajukan Kepada :
Dr. dr.Tri Wahyuliati, Sp.S., M.Kes

BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF


RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH GAMPING
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. M
Usia : 19 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Gamplong V Rt 12/5 Sumberrahayu, Moyudan, Sleman
Pekerjaan : Mahasiswa
Status : Belum menikah
Agama : Islam

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Kejang dengan penurunan kesadaran
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli saraf RS PKU Muhammadiyah Gamping untuk kontrol
rutin penyakit epilepsinya, saat ini pasien mengeluh mudah lupa, sulit konsentrasi, mudah
emosi, gusi bengkak yang dirasakan sejak mengkonsumsi obat rutin. pasien sudah menderita
penyakit epilepsi dengan mengkonsumsi obat rutin selama 6 bulan. Jika pasien merasa takut
atau khawatir berlebihan, maka akan terjadi kekambuhan. Pasien kambuh +1 bulan sekali,
Terakhir kambuh 4 bulan yang lalu. Pasien kejang dalam keadaan sadar tanpa bisa
mengendalikan gerakan dari anggota tubuh atasnya yang terjadi selama kurang dari 1 menit.
Setelah kejang juga pasien masih dalam keadaan sadar.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Stroke (+) 5 tahun yang lalu. Riw. Cedera Kepala (-),Riw. DM (-), Riw. HT (-).
Riw. Penyakit stroke (+), Riw Mondok di RS pada 2016 karena kejang dengan perdarahan di
otak, Riw. Alergi (-).
Riwayat Penyakit Keluarga
Riw. DM (-), Riw. HT (-) Riw. Epilepsi (-)
Riwayat Personal Sosial
Mahasiswa
Merokok (-)
Alkohol (-),
Olahraga (+), badminton 1 minggu sekali

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Tampak baik
Kesadaran : Compos Mentis, E4V5M6

a. Vital Sign
Tekanan Darah : 140/73 mmHg
Nadi : 85x / menit
Suhu : 36,5 ◦C
Respirasi : 20 x/menit
b. Status Internus
 Pemeriksaan Kepala Leher
 Bentuk : Simetris, Normochepali
 Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema

palpebral (-), conjungtiva suffusion (-)

 Hidung : Discharge (-), nafas cuping hidung (-), mimisan (-)


 Mulut : bibir sianosis (-), Mukosa kering (-), lidah tremor (-), gusi berdarah (-),

faring hiperemis (-), perbesaran tonsil (-)

 Leher : Limfadenopati (-), Peningkatan JVP (-).


 Pemeriksaan Thorax
Pulmo :
 Inspeksi : dinding dada simetris, ketertinggalan gerak (-), retraksi
intercostalis(-), jejas (-)
 Palpasi : nyeri tekan (-), vokal fremitus kanan=kiri
 Perkusi : sonor di kedua lapang paru
 Auskultasi:vesicular +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung :

 Inspeksi : ictus cordis tak tampak, kuat angkat (-).


 Palpasi : icus cordis teraba di SIC IV-V LMC
 Perkusi : sonor di kedua lapang paru, Cardiomegali (-)
 Auskultasi: S1-S2 regular, mur-mur (-), gallop (-) BT (-)
 Pemeriksaan Abdomen dan Pelvis
 Inspeksi : Datar, jejas (-)
 Auskultasi: BU (+) N 10 x per menit
 Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-)
 Palpasi : Supel, NTE(-), NT (-) kiri bawah, undulasi (-),
hepatomegali (-),splenomegali (-)
c. Status Psikiatri

Kesadaran : Compos Mentis


Kuantitatif : GCS 15 (mata, bicara, motorik) = 4,5,6
Kualitatif : Tingkah laku tenang
Orientasi :(tempat) baik, (waktu) baik, (orang) baik
Jalan Pikiran : Koheren
Kemampuan Bicara : lancar jelas
Sikap Tubuh : tremor (-), rigiditas (-) , bradikinesia (-)

d. Status Neurologis:
N. I (Olfaktorius) Tidak dilakukan
Visus: tidak diperiksa
N. II (Optikus)
Lapang pandang: Normal
NIII (Okulomotorius), Pupil: refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya
N IV (Trokhlearis), tidak langsung +/+, nistagmus -/-
VI (Abdusen) Gerak bola mata: baik ke segala arah
Motorik: baik
N. V (Trigeminus) Sensorik: V-1, V-2, V-3: +/+
Refleks kornea: +/+
Angkat alis, kerut dahi: dapat, simetris
N. VII (Facialis) Tutup mata : dapat, simetris
Rasa 2/3 anterior lidah: tidak dilakukan
Tes berbisik: tidak dilakukan
Rinne, Webber, Schwabach: tidak dilakukan
N VIII (Vestibulochoclearis)
Nistagmus: (-)
Tes Romberg: tidak dilakukan
N. IX (Glossofaringeus),
Bicara : artikulasi jelas
X (Vagus)
Menoleh kanan-kiri: dapat melawan tahanan
N.XI (Aksesorius)
Angkat bahu: dapat melawan tahanan
Menjulurkan lidah: tidak ada deviasi
N. XII (Hipoglosus) Tremor lidah : (-)
Atrofi otot lidah : (-)

Ekstremitas
+5 │+5
Kekuatan
+5 │+5

Trofi ekstremitas atas : Normal/Normal

Reflek Fisiologis:
 Achilles : +2 / +2
 Bisep : +2 / +2
 Triseps : +2 / +2
 Patella : +2 / +2

Reflek patologis
 Hoffman-Trommner : -/-
 Babbinski : -/-
 Chaddok : -/-
 Oppenheim :-/-
Rangsang Meningeal
 Kaku Kudu : -/-
 Laseque test :-/-
 Kernig Sign :-/-
Pemeriksaan Khusus
 Patrick test : -/-
 Kontrapatrick test :-/-
Tes Fungsi Koordinasi
 Tidak dilakukan
Fungsi Vegetatif :
 Defekasi : inkontinensia alvi (-), retensi alvi (-)
 Miksi : inkontinensia urine (-), retensi urine (-), anuria (-), poliuria (-)
 Defekasi : inkontinensia alvi (-), retensi alvi (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 EEG
Hasil kesimpulan: abnormal iritatif difus, sesuai dengan gambaran epileptiform
discharge dengan volatse sedang
 CT scan, dilakukan sebanyak 4 kali
1. Subkronik ICH di lobus temporoparietalis dextra
2. Subkronik ICH di lobus temporoparietalis dextra, dibandingkan head ct scan
sebelumnya lesi membaik
3. Subkronik ICH di lobus temporoparietalis dextra, dibandingkan head ct scan
sebelumnya lesi membaik
4. Subkronik ICH di lobus temporoparietalis dextra, dibandingkan head ct scan
sebelumnya lesi membaik
V. DIAGNOSIS
Diagnosa Klinis : Kejang klonik tanpa gangguan kesadaran
Diagnosa Etiologi : Epilepsi simple partial post intra cerebral haemorhage
Diagnosa Topik : korteks cerebri

Differential Diagnosis : Reumatoid artritis, Gout Artrhitis

VI. PENATALAKSANAAN
1. Tab Meloxicam 15 mg/24 jam (jika nyeri)
2. Tab CPG 75 mg/24 jam
3. Tab Candesartan 16 mg/24 jam
4. Tab Amlodipine 100 mg/24 jam
5. Tab Vitamin B complek/24 jam
BAB II
DASAR TEORI

A. Definisi

Epilepsi merupakan manifestasi gangguan fungsi otak dengan berbagai etiologi,


dengan gejala tunggal yang khas, yaitu kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik
neuron otak secara berlebihan dan paroksimal. Terdapat dua kategori dari kejang epilepsi
yaitu kejang fokal (parsial) dan kejang umum. Kejang fokal terjadi karena adanya lesi
pada satu bagian dari cerebral cortex, di mana pada kelainan ini dapat disertaikehilangan
kesadaran parsial. Sedangkan pada kejang umum, lesi mencakup area yang luas dari
cerebral cortex dan biasanya mengenai kedua hemisfer cerebri.

Bangkitan epilepsi (epileptic seizure) adalah manifestasi klinis dari bangkitan


serupa( streotipik ), berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa
perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak,
bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak (unprovoked ).

B. Etiologi

Osteoartritis seringkali terjadi tanpa diketahui sebabnya, yang disebut dengan osteoartritis
idiopatik.Pada kasus yang lebih jarang, osteoartritis dapat terjadi akibat trauma pada sendi,
infeksi, atau variasi herediter, perkembangan, kelainan metabolik dan neurologik, yang
disebut dengan osteoartritis sekunder. Onset usia pada osteoartritis sekunder tergantung pada
penyebabnya; maka dari itu, penyakit ini dapat berkembang pada dewasa muda, dan bahkan
anak-anak, seperti halnya pada orang tua. Sebaliknya, terdapat hubungan yang kuat antara
osteoartritis primer dengan umur. Presentasi orang yang memiliki osteoartritis pada 1 atau
beberapa sendi meningkat dari dibawah 5% dari orang-orang dengan usia antara 15-44 tahun
menjadi 25%-30% pada orang-orang dengan usia 45-64 tahun, dan 60%-90% pada usia diatas
65 tahun. Selain hubungan erat ini dan pandangan yang luas bahwa osteoartritis terjadi akibat
proses wear & tear yang normal dan kekakuan sendi pada orang-orang dengan usia diatas 65
tahun, hubungan antara penggunaan sendi, penuaan, dan degenerasi sendi masih sulit
dijelaskan. Terlebih lagi, penggunaan sendi selama hidup tidak terbukti menyebabkan
degenerasi. Sehingga, osteoartritis bukan merupakan akibat sederhana dari penggunaan
sendi.(2-5)

Meskipun akhiran –itis menunjukkan bahwa osteoartritis merupakan suatu penyakit


inflamasi dan ada beberapa bukti sering terjadi sinovitis, inflamasi bukan merupakan
komponen utama dari kelainan yang terjadi pada pasien.Tidak seperti kerusakan sendi yang
disebabkam oleh inflamasi sinovial, osteoartritis merupakan sekuen retrogresif dari perubahan
sel dan matrik yang berakibat kerusakan struktur dan fungsi kartilago artikuler, diikuti dengan
reaksi perbaikan dan remodeling tulang.Karena reaksi perbaikan dan remodeling tulang ini,
degenerasi permukaan artikuler pada osteoartritis tidak bersifat progresif, dan kecepatan
degenerasi sendi bervariasi pada tiap individu dan sendi. Osteoartritis sering terjadi, tapi pada
sebagian besar kasus osteoartritis berkembang lambat selama bertahun-tahun, meskipun dapat
menjadi stabil atau bahkan membaik dengan spontan dengan restorasi parsial yang minimal
dari permukaan sendi dan pengurangan gejala.(2-5)

Osteoartritis biasanya melibatkan semua jaringan yang membentuk sendi sinovial,


termasuk rawan sendi, tulang subchondral, tulang metafise, synovium, ligamen, kapsul sendi,
dan otot – otot yang bekerja melalui sendi; tetapi perubahan primer meliputi kerusakan rawan
sendi, remodeling tulang subchondral, dan pembentukan osteofit.

Perubahan struktur tulang rawan sendiyang paling dini terlihat pada osteoartritis adalah
kerusakan atau fibrilasi zona superfisial sampai ke zona transisional dan violasi oleh
pembuluh darah tulang subchondral. Berberapa peneliti memperkirakan bahwa kekakuan
tulang subchondral menyebabkan dan mempercepat degenerasi rawan sendi, dan progresi
degenerasi kartilago mengakibatkan kekakuan tulang subchondral, tapi beberapa peneliti lain
mengatakan bahwa kerusakan tulang rawan sendimeningkatkan stress pada tulang
subchondral yang menyebabkan remodeling tulang.(2-5)

Degenerasi kartilago artikuler dan remodeling tulang subchondral muncul pada pasien
yang mengeluhkan gejala, dan kerusakan rawan sendilah yang mengakibatkan kerusakan
fungsi sendi.Walaupun insidens OA meningkat dengan bertambahnya usia, ternyata proses
OA bukan sekedar suatu proses wear and tear yang terjadi pada sendi di sepanjang kehidupan.
Dikatakan demikian karena beberapa hal :

1) Perubahan biokimiawi rawan sendi pada tingkat molekuler yang terjadi akibat proses
menua berbeda dengan yang terjadi pada rawan sendi akibat OA.

2) Perubahan menyerupai OA dapat terjadi pada rawan sendi percobaan berusia muda yang
dirangsang dengan berbagai trauma seperti tekanan mekanik dan zat kimia.

Penyebab OA bukan tunggal, OA merupakan gangguan yang disebabkan oleh


multifaktor, antara lain usia, mekanik, genetik, humoral dan faktor kebudayaan. Menipisnya
rawan sendi diawali dengan retak dan terbelahnya permukaan sendi di beberapa tempat yang
kemudian menyatu dan disebut sebagai fibrilasi. Di lain pihak pada tulang akan terjadi pula
perubahan sebagai reaksi tubuh untuk memperbaiki kerusakan. Perubahan itu adalah
penebalan tulang subkondral dan pembentukan osteofit marginal, disusul kemudian dengan
perubahan komposisi molekular dan struktur tulang.(2-5)

C. Patofisiologi

Pada prinsipnya struktur sendi sinovial dirancang untuk memastikan agar gerakan tulang
halus; sendi dikelilingi oleh cairan sinovial yang merupakan pelumas sendi, dan kedua ujung
tulang ditutupi oleh tulang rawan yang bahannya lebih lembut daripada tulang dan secara
teratur diperbaharui.Pada sendi yang mengalami OA mekanisme ini tidak lagi berfungsi
sebagaimana mestinya. Kapsul sendi yang berisi cairan sinovial menjadi tebal dan kaku
sehingga kemampuan pergerakan sendi menurun dan ruangan untuk cairan sinovial
menyempit sehingga lubrikasinya berkurang.(1)

D. Patogenesis

1. Tulang rawan sendi

Stage I :

Gangguan atau perubahan matriks kartilago.Berhubungan dengan peningkatan konsentrasi


air yang mungkin disebabkan gangguan mekanik, degradasi makromolekul matriks, atau
perubahan metabolisme kondrosit. Awalnya konsentrasi kolagen tipe II tidak berubah, tapi
jaring-jaring kolagen dapat rusak dan konsentrasi aggrecan dan derajat agregasi
proteoglikan menurun.(2-5)

Stage II :

Respon kondrosit terhadap gangguan atau perubahan matriks.Ketika kondrosit mendeteksi


gangguan atau perubahan matriks, kondrosit berespon dengan meningkatkan sintesis dan
degradasi matriks, serta berproliferasi.Respon ini dapat menggantikan jaringan yang rusak,
mempertahankan jaringan, atau meningkatkan volume kartilago. Respon ini dapat
berlangsung selama bertahun-tahun.(2-5)

Stage III :

Penurunan respon kondrosit.Kegagalan respon kondrosit untuk menggantikan atau


mempertahankan jaringan mengakibatkan kerusakan tulang rawan sendidisertai dan
diperparah oleh penurunan respon kondrosit. Penyebab penurunan respon ini belum
diketahui, namun diperkirakan akibat kerusakan mekanis pada jaringan, dengan kerusakan
kondrosit dan downregulasi respon kondrosit terhadap sitokin anabolik.(2-5)

2. Perubahan Tulang

Perubahan tulang subchondral yang mengikuti degenerasi tulang rawan sendi


meliputi peningkatan densitas tulang subchondral, pembentukan rongga-rongga yang
menyerupai kista yang mengandung jaringan myxoid, fibrous, atau kartilago. Respon ini
muncul paling sering pada tepi sendi tempat pertemuan tulang dan tulang rawan yang
berbentuk bulan sabit (crescent).Peningkatan densitas tulang merupakan akibat dari
pembentukan lapisan tulang baru pada trabekula biasanya merupakan tanda awal dari
penyakit degenerasi sendi pada tulang subchondral, tapi pada beberapa sendi rongga –
rongga terbentuk sebelum peningkatan densitas tulang secara keseluruhan. Pada stadium
akhir dari penyakit, tulang rawan sendi telah rusak seluruhnya, sehingga tulang
subchondral yang tebal dan padat kini berartikulasi dengan permukaan tulang “denuded”
dari sendi lawan. Remodeling tulang disertai dengan kerusakan tulang sendi rawan
mengubah bentuk sendi dan dapat mengakibatkan shortening dan ketidakstabilan tungkai
yang terlibat.(2-5)

Pada sebagian besar sendi sinovial, pertumbuhan osteofit diikuti dengan perubahan tulang
rawan sendi serta tulang subchondral dan metafiseal.Permukaan yang keras, fibrous, dan
kartilaginis ini biasanya muncul di tepi-tepi sendi.Osteofit marginal biasanya muncul pada
permukaan tulang rawan, tapi dapat muncul juga di sepanjang insersi kapsul sendi (osteofit
kapsuler).Tonjolan tulang intraartikuler yang menonjol dari permukaan sendi yang
mengalami degenerasi disebut osteofit sentral.Sebagian besar osteofit marginal memiliki
pernukaan kartilaginis yang menyerupai tulang rawan sendi yang normal dan dapat tampak
sebagai perluasan dari permukaan sendi.Pada sendi superfisial, osteofit ini dapat diraba,
nyeri jika ditekan, membatasi ruang gerak, dan terasa sakit jika sendi digerakkan. Tiap
sendi memiliki pola karakter yang khas akan pembentukan osteofit di sendi panggul,
osteoarthritis biasanya membentuk cincin di sekitar tepi acetabulum dan tulang rawan
femur. Penonjolan osteofit sepanjang tepi inferior dari permukaan artikuler os humerus
biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit degenartif sendi glenohumeral. Osteofit
merupakan respon terhadap proses degerasi tulang rawan sendi dan remodelling tulang
sudkhondral, termasuk pelepasan sitokin anabolik yang menstimulasi proliferasi dan
pembentukan sel tulang dan matrik kartilageneus.(2-5)

3. Jaringan Periartikuler.

Kerusakan tulang rawan sendi mengakibatkan perubahan sekunder dari synovium,


ligamen, kapsul, serta otot yang menggerakan sendi yang terlibat. Membran sinovial
sering mengalami reaksi inflamasi ringan serta sedang dan dapat berisi fragmen-fragmen
dari tulang rawan sendi.Semakin lama ligamen, kapsul dan otot menjadi contracted.
Kurangnya penggunaan sendi dan penurunan ROM mengakibatkan atropi otot. Perubahan
sekunder ini sering mengakibatkan kekakuan sendi dan kelemahan tungkai.(2-5)

E. Faktor Resiko.

Predisposisi genetik dan kelemahan sendiri merupakan faktor resiko osteoartritis


sedangkan usia merupakan faktor resiko yang paling penting. Bebannya mekanik yang
mempengaruhi kemampuan sendi memperbaiki atau mempertahankan dirinya juga
merupakan faktor bentuk sendi post trauma, instabilitas, atau alignment dan displasia sendi
dapat menghasilkan tekanan mekanik yang merusak permukaan sendi tulang rawan. Faktor
resiko terbagi menjadi dua, yaitu yang tidak dapat diubah dan yang dapat diubah,
penjabarannya adalah sebagai berikut (1)

Faktor resiko yang tidak dapat diubah :

1. Usia

Fungsi kondrosit menurun dengan bertambahnya usia. Sel-sel ini mensintesis aggrecans
yang lebih kecil dan protein penghubung yang kurang fungsional sehingga mengakibatkan
pembentukan agregat proteoglikan yang ireguler dan lebih kecil. Aktivitas mitotik dan
sintesis menurun dengan bertambahnya usia, dan mereka kurang responsif terhadap sitokin
anabolik dan rangsang mekanik.(1)

2. Riwayat keluarga (genetic dan herediter)


OA merupakan penyakit menurun, namun bervariasi tergantung sendi mana yang terkena
penyakit ini.Namun, fenotipe OA ini sangat jarang diturunkan bahkan beberapa studi
menyatakan bahwa penyakit ini sama sekali tidak diturunkan. Bukti yang muncul
belakangan ini mengidentifikasi suatu mutasi gen yang meningkatkan risiko tinggi
terhadap OA, salah satunya adalah polimorfisme dalam diferensiasi pertumbuhan gen
faktor 5. Polimorfisme ini mengurangi kuantitas GDF5 yang memiliki efek anabolik pada
sintesis matriks tulangrawan.
3. Jenis Kelamin
Masih belum banyak diketahui mengapa prevalensi OA pada perempuan usila lebih banyak
daripada laki-laki usila.Resiko ini dikaitkan dengan berkurangnya hormon pada perempuan
pasca menopause.

Faktor resiko yang dapat diubah :

1. Obesitas
2. Beban Sendi yang Berlebihan dan Berulang-ulang/ Aktivitas fisik yang berlebihan
3. Kelemahan otot
4. Trauma
5. Hormonal
6. Rokok
7. Hiperurisemia
8. Diet

Penelitian longitudinal meninjukkan bahwa selama beberapa puluh tahun, pemeriksaan


radiologi pasien dengan osteoartritis sendi panggul dan lutut, tidak berkembang pada 1/3
sampai 2/3 pasien.Tidak terdapat hubungan kuat antara perubahan radiografik dan klinis.
Faktor lain yang sukar dinilai adalah hubungan antara derajat degenerasi sendi dengan gejala
yang ditimbulkannya. Meskipun gejala osteoartritis utama yaitu nyeri dan kekakuan sendi,
muncul dari degenerasi sendi, tingkat keparahan kerusakan tulang rawan tidak memiliki
korelasi kuat dengan tingkat keparahan gejala.Pasien dengan degenerasi sendi yang berat
dapat merasakan nyeri yang minimal dan ruang gerak yang luas, dan sebaliknya.

F. Klasifikasi
Secara umum, osteoarthritis dikategorikan menjadi :
1) Osteoarthritis primer(idiopatik).
2) Osteoarthritis sekunder, yaitu osteoathritis yang disebabkan trauma,
komplikasi dari penyakit lain, dan akibat deposisi kalsiumpirofosfat

G. Grading

 Grade 0 : tidak ada OA


 Grade 1 : sendi dalam batas normal dengan osteofit meragukan
 Grade 2 : terdapat osteofit yang jelas tetapi tepi celah sendi baik dan tak nampak
deformitas tulang.
 Grade 3 : terdapat osteofit dan deformitas ujung tulang dan penyempitan celah sendi.
 Grade 4 : terdapat osteofit dan deformitas ujung tulang dan disertai hilangnya celah
sendi.

H. Diagnosis
Sindrom klinis osteoartritis muncul akibat degenerasi sendi synovial; berupa kerusakan
keseluruhan yang progresif dari tulang rawan sendi diikuti oleh perbaikan, remodelling, dan
sklerosis dari tulang subchondral, dan pada banyak kasus terjadi kista subchondral dan
osteofit submarginal.Selain perubahan sendi synovial, yang biasanya dapat dibuktikan melalui
foto rontgen, diagnosis sindrom klinis osteoartritis harus disertai adanya nyeri sendi yang
kronik.Banyak pasien dengan osteoartritis juga mengalami keterbatasan gerakan, krepitasi
dengan gerakan, dan efusi sendi.Pada kondisi yang berat dapat terjadi deformitas tulang dan
subluksasi.

Sebagian besar pasien dengan osteoartritis datang dengan keluhan nyeri sendi.Pasien
sering menggambarkan nyeri yang dalam, ketidaknyamanan yang sukar dilokalisasikan, yang
telah dirasakan selama bertahun-tahun.Nyeri dapat bertambah dengan perubahan cuaca,
khususnya dalam cuaca dengan suhu yang dingin, dan aktivitas.Nyeri yang berhubungan
dengan aktivitas biasanya terasa segera setelah penggunaan sendi dan nyeri dapat menetap
selama berjam-jam setelah aktivitas.Beberapa pasien pada awalnya memperhatikan adanya
gejala penyakit degeneratif sendi ini setelah trauma ringan sendi atau aktivitas fisik yang
berat, pada pemeriksaan radiologis dapat ditemukan perubahan degenerasi sendi.Pada tahap
lanjut, nyeri menjadi konstan hingga dapat membangunkan pasien dari tidurnya.Selama
degenerasi sendi berlanjut, pasien dapat mengeluhkan nyeri yang tajam yang dipicu dengan
gerakan.Pembesaran sendi karena pembentukan osteofit dan deformitas muncul pada tahap
akhir dari penyakit.

Tanda awal osteoartritis meliputi penurunan kecepatan dan ruang gerak aktif sendi.
Keterbatasan gerakan dapat muncul akibat rusaknya kartilaggo artikularis, kontraktur ligamen
& kapsul sendi, kontraktur & spasme otot, osteofit, atau adanya fragmen kartilago, tulang,
atau meniskus intraartikuler. Pada palpasi dapat ditemukan krepitasi, efusi, dan nyeri
sendi.Osteofit dapat menyebabkan tonjolan tulang yang dapat diraba dan dilihat, kerusakan
progresif kartilago artikuler dan tulang subchondral dapat mengakibatkan luksasi sendi dan
deformitas.Atrofi otot dapat terjadi pada kasus osteoartritis yang sudah lama.

Dokter sering mendiagnosis osteoartritis berdasar riwayat penyakit dan pemeriksaan


fisik.Perubahan – perubahan yang nampak pada rontgen foto dapat digunakan penunjang,
namun hubungan antara klinis dan perubahan radiografis bervariasi diantara pasien.Beberapa
pasien dengan rontgen foto yang menunjukkan kerusakan sendi berat mengeluhkan gejala
yang ringan, sedangkan pasien dengan rontgen foto yang menunjukkan kerusakan sendi
minimal dapat mengeluhkan nyeri yang hebat.Perubahan radiografis yang tampak pada
osteoartritis adalah adanya penyempitan spatium kartilago, peningkatan densitas tulang
subchondral, dan adanya osteofit.Meskipun 3 marker radiografis dari degenerasi sendi ini
sering muncul bersamaan, pada beberapa sendi hanya 1 atau 2 dari marker tersebut yang
tampak di rontgen standar.Kista subchondral yang muncul pada osteoartritis memiliki ukuran
yang berbeda-beda dan khas memiliki batas dengan densitas tulang.Benda-benda
osteochondral yang lepas, tampak pada rontgen foto sebagai fragmen-fragmen tulang intra
artikuler yang berasal dari pecahan permukaan sendi.Subluksasi, deformitas, dan
malalignment sendi muncul pada tahap lanjut.Ankylosis tulang jarang terjadi. Pencitraan
diagnostik tambahan, termasuk scanning tulang, CT, dan MRI akan sangat mambantu menilai
stadium awal penyakit degeneratif sendi, tapi pemeriksaan ini jarang diperlukan untuk
menegakkan diagnosis.(1-5)

I. Terapi

Penatalaksanaan Osteoartritis dimodifikasi berdasarkan guideline ACR :


Tahap Pertama
 Terapi Non farmakologi
a. Edukasi pasien. (Level of evidence: II)
b. Program penatalaksanaan mandiri (self-management programs): modifikasi
gaya hidup. (Level of evidence: II)
c. Bila berat badan berlebih (BMI > 25), program penurunan berat badan,
minimal penurunan 5% dari berat badan, dengan target BMI 18,5-25. (Level of
evidence: I).
d. Program latihan aerobik (low impact aerobic fitness exercises). (Level of
Evidence: I)
e. Terapi fisik meliputi latihan perbaikan lingkup gerak sendi, penguatan otot-
otot (quadrisep/pangkal paha) dan alat bantu gerak sendi (assistive devices for
ambulation): pakai tongkat pada sisi yang sehat. (Level of evidence: II)
f. Terapi okupasi meliputi proteksi sendi dan konservasi energi, menggunakan
splint dan alat bantu gerak sendi untuk aktivitas fisik sehari-hari. (Level of
evidence: II)
Tahap kedua
Terapi Farmakologi: (lebih efektif bila dikombinasi dengan terapi nonfarmakologi
diatas)
 Pendekatan terapi awal
a. Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, dapat diberikan salah
satu obat berikut ini, bila tidak terdapat kontraindikasi pemberian obat
tersebut:
• Acetaminophen (kurang dari 4 gram per hari).

• Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS). (Level of Evidence: II)


b. Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, yang memiliki risiko
pada sistim pencernaan (usia >60 tahun, disertai penyakit komorbid dengan
polifarmaka, riwayat ulkus peptikum, riwayat perdarahan saluran cerna,
mengkonsumsi obat kortikosteroid dan atau antikoagulan), dapat diberikan
salah satu obat berikut ini:
• Acetaminophen ( kurang dari 4 gram per hari).
• Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) topikal
• Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) non selektif, dengan
pemberian obat pelindung gaster (gastro- protective agent).
Obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) harus dimulai
dengan dosis analgesik rendah dan dapat dinaikkan hingga dosis
maksimal hanya bila dengan dosis rendah respon kurang
efektif.Pemberian OAINS lepas bertahap (misalnya Na-
Diklofenak SR75 atau SR100) agar dipertimbangkan untuk
meningkatkan kenyamanan dan kepatuhan pasien.
Penggunaan misoprostol atau proton pump inhibitor dianjurkan
pada penderita yang memiliki faktor risiko kejadian perdarahan
sistem gastrointestinal bagian atas atau dengan adanya ulkus
saluran pencernaan. (Level of Evidence: I, dan II)
• Cyclooxygenase-2 inhibitor.
(Level of Evidence: II)
c. Untuk nyeri sedang hingga berat, dan disertai pembengkakan sendi,
aspirasi dan tindakan injeksi glukokortikoid intraartikular (misalnya
triamsinolone hexatonide 40 mg) untuk penanganan nyeri jangka
pendek (satu sampai tiga minggu) dapat diberikan, selain pemberian
obat anti-inflamasi nonsteroid per oral (OAINS).(Level of evidence:
II)
Catatan:
Obat-obat tersebut ini dapat diberikan secara teratur pada pasien dengan
gangguan fungsi liver, namun harus dihindari pada pasien peminum alcohol
kronis. Capcaisin topikal atau methylsalicylate cream dapat diberikan pada
pasien yang tidak berespon terhadap acetaminophen atau tidak diperbolehkan
untuk mendapatkan terapi sistemik.
(Level of Evidence: II)

 Pendekatan terapi alternatif

Bila dengan terapi awal tidak memberikan respon yang adekuat:

a. Untuk penderita dengan keluhan nyeri sedang hingga berat, dan memiliki
kontraindikasi pemberian COX-2 inhibitor spesifik dan
OAINS, dapat diberikan Tramadol (200-300 mg dalam dosis terbagi).
Manfaatnya dalam pengendalian nyeri OA dengan gejala klinis sedang
hingga berat dibatasi adanya efek samping yang harus diwaspadai,
seperti: mual (30%), konstipasi (23%), pusing/dizziness (20%), somnolen
(18%), dan muntah (13%).

b. Terapi intraartikular seperti pemberian hyaluronan (Level of Evidence: I dan II)


atau kortikosteroid jangka pendek (satu hingga tiga minggu) pada OA lutut.
(Level of Evidence: II)
c. Kombinasi :
Metaanalisis membuktikan:
Manfaat kombinasi paracetamol-kodein meningkatkan efektifitas analgesik
hingga 5% dibandingkan paracetamol saja, namun efek sampingnya lebih sering
terjadi: lebih berdasarkan pengalaman klinis. Bukti-bukti penelitian klinis
menunjukkan kombinasi ini efektif untuk non-cancer related pain.

 Injeksi intraartikular/intra lesi


Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan utama dalam
penanganan osteoartritis.Diperlukan kehati-hatian dan selektifitas dalam penggunaan
modalitas terapi ini, mengingat efek merugikan baik yang bersifat lokal maupun
sistemik.Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra artikular yakni penanganan
simtomatik dengan steroid, dan viskosuplementasi dengan hyaluronan untuk
memodifikasi perjalanan penyakit. Dengan pertimbangan ini yang sebaiknya melakukan
tindakan adalah dokter ahli reumatologi atau dokter ahli penyakit dalam dan dokter ahli
lain, yang telah mendapatkan pelatihan. (8,9)
1. Kortikosteroid
(triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone)
Dapat diberikan pada OA lutut, jika mengenai satu atau dua sendi dengan keluhan
nyeri sedang hingga berat yang kurang responsif terhadap pemberian OAINS, atau
tidak dapat mentolerir OAINS atau terdapat penyakit komorbid yang merupakan
kontra indikasi terhadap pemberian OAINS.Diberikan juga pada OA lutut dengan
efusi sendi atau secara pemeriksaan fisik terdapat tanda-tanda inflamasi lainnya.
Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar untuk menghindari penyulit yang
timbul.Sebagian besar literatur tidak menganjurkan dilakukan penyuntikan lebih dari
sekali dalam kurun 3 bulan atau setahun 3 kali terutama untuk sendi besar
penyangga tubuh.
Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk sendi-sendi
kecil biasanya digunakan dosis 10 mg.
Injeksi kortikosteroid intra-artikular harus dipertimbangkan sebagai terapi tambahan
terhadap terapi utama untuk mengendalikan nyeri sedang-berat pada penderita OA.(8)
2. Viskosuplemen: Hyaluronan
Terdapat dua jenis hyaluronan di Indonesia: high molecular weight dan low
molecular weight atau tipe campuran. (8)

Penyuntikan intra artikular viskosuplemen ini dapat diberikan untuk sendi


lutut.Karakteristik dari penyuntikan hyaluronan ini adalah onsetnya lambat,
namun berefek jangka panjang, dan dapat mengendalikan gejala klinis lebih
lama bila dibandingkan dengan pemberian injeksi kortikosteroid
intraartikular. (8)

Cara pemberian: diberikan berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval


satu minggu @ 2 sampai 2,5 ml Hyaluronan untuk jenis lowmolecular
weight, 1 kali untuk jenis high molecular weight, dan 2kali pemberian
dengan interval 1 minggu untuk jenis tipe campuran. Teknik penyuntikan
harus aseptik, tepat dan benar.Kalau tidak dapat timbul berbagai penyulit
seperti artritis septik, nekrosis jaringan dan abses steril.Perlu diperhatikan
faktor alergi terhadap unsur/bahan dasar hyaluronan misalnya harus dicari
riwayat alergi terhadap telur. (8)

Injeksi Synovial : Sodium Hyalunoronate


Sinovial injection adalah obat yang digunakan untuk mengobati nyeri lutut
pada penderita osteoartritis bila terapi non-farmokologik dan analgesik
sederhana tidak memberikan hasil yang optimal. Sinovial injection
mengandung Sodium hyaluronate, yang merupakan garam natrium dari
Hyaluronic acid, suatu senyawa glikosaminoglikan.(9)
Kandungan
Tiap kemasan obat Sinovial injection mengandung zat aktif (nama generik) sebagai
berikut : (9)
 Hyaluronic acid Na salt 16 mg/2 mL
Zat Aktif
Sodium hyaluronate adalah obat untuk mengobati nyeri lutut pada penderita
osteoarthritis, untuk membantu tindakan bedah pada segmen anterior selama
ekstraksi katarak dan implantasi lensa intraokular, serta mengobati luka atau radang
kulit. Obat Sodium hyaluronate adalah garam natrium dari Hyaluronic acid,
senyawa glikosaminoglikan yang bisa ditemukan di berbagai jaringan ikat manusia.
Sodium hyaluronate berfungsi sebagai pelumas jaringan dan peredam kejut.
Senyawa ini membentuk larutan viskoelastis dalam air. Viskositas larutan yang
tinggi memberikan proteksi mekanis untuk jaringan (iris, retina,tulang rawan) dan
lapisan sel (kornea, endotelium, dan epitel). Elastisitas larutan membantu menyerap
tekanan mekanis dan memberikan penyangga pelindung untuk jaringan. (9)
Indikasi
Berikut adalah beberapa kegunaan Sinovial injection (Sodium hyaluronate) :
 Sinovial injection (Sodium hyaluronate) digunakan untuk mengobati nyeri
lutut pada pasien dengan osteoarthritis yang yang gagal merespons terapi non
farmakologis konservatif dan obat-obat analgesik sederhana, misalnya obat
paracetamol. (9)
Kontra indikasi
 Jangan digunakan untuk pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap
Sodium hyaluronate atau protein unggas.
 Kontraindikasi bila ada infeksi atau penyakit kulit di tempat suntikan.
Efek Samping
Berikut adalah beberapa efek samping Sinovial injection (Sodium hyaluronate)
yang diketahui : (9)
 Efek samping obat ini relatif jarang bila digunakan untuk mengobati
persendian. Efek samping yang umum misalnya adalah nyeri dan
pembengkakan pada tempat injeksi, edema, ruam, sensasi panas dan nyeri
lokal.
 Gejala syok jarang terjadi, namun bila ada kelainan yang dikenali setelah
pengamatan yang memadai, pengobatan harus dihentikan dan pasien diberi
perawatan yang tepat.
 Efek samping lainnya seperti reaksi hipersensitivitas : Erupsi misalnya,
urtikaria dan gatal jarang terjadi, namun jika gejala tersebut terjadi,
pengobatan harus dihentikan dan pasien harus diberi pengobatan yang tepat.

Perhatian
Hal-hal yang harus diperhatikan pasien selama menggunakan obat ini adalah
sebagai berikut : (9)
 Jika radang sendi pada lutut sangat mencolok, mengingat penggunaan
Sinovial injection (Sodium hyaluronate) dapat menyebabkan eksaserbasi
gejala peradangan pada bagian yang sakit, sebaiknya pengobatan diberikan
setelah gejala inflamasi tersebut telah dieliminasi.
 Kadang-kadang, nyeri lokal terjadi setelah penggunaan Sinovial injection
(Sodium hyaluronate), oleh karena itu, tindakan yang diperlukan harus
dilakukan. Suntikan bocor ke luar rongga artikular dapat menyebabkan rasa
sakit, oleh karena itu, sebaiknya diberikan secara akurat ke dalam rongga
sendi.
 Hati-hati menggunakan obat ini pada pasien dengan riwayat
hipersensitivitas terhadap obat lain, pasien dengan gangguan hati atau
riwayat gangguan tersebut.
 Keamanan dan keefektifan penggunaan obat ini pada nyeri sendi selain lutut
belum ditetapkan.
 Gunakan dengan hati-hati saat menggunakan obat ini pada pasien yang
alergi terhadap protein unggas, bulu dan produk telur.
 Obat harus digunakan sesuai prosedur aseptik yang ketat. Hapus efusi sendi,
jika ada, sebelum menyuntikkan Sinovial injection (Sodium hyaluronate).
 Jika perbaikan gejala tidak diketahui setelah perawatan, pemberian harus
dibatasi sampai 5 x sebelum berhenti.
 Dalam percobaan pada hewan (tikus), diketahui bahwa obat ini bisa masuk
ke dalam ASI. Keamanan dan keefektifan obat ini belum ditetapkan pada
ibu menyusui.
 Karena keamanan obat ini pada anak belum ditetapkan, pemberian harus
dilakukan dengan hati-hati. Gunakan obat hanya jika sangat diperlukan.
 Berikan dengan hati-hati pada pasien lansia karena fungsi fisiologisnya
umumnya menurun.
 Jika tanda-tanda reaksi anafilaksis (misalnya, kesulitan bernafas,
pembengkakan wajah atau tenggorokan) terjadi segera hubungi pihak
medis.
Interaksi Obat
Berikut adalah interaksi obat yang terjadi jika digunakan dengan obat-obat lain :
 Keamanan dan keefektifan penggunaan bersamaan dengan injeksi intra-
artikular lainnya belum ditetapkan.
 Karena Sinovial injection (Sodium hyaluronate) diendapkan oleh bakteri
amina kuartener atau desinfektan misalnya, benzalkonium klorida dan
klorheksidin, dan lain-lain, perhatian yang memadai harus diberikan.
Dosis
Sinovial injection (Sodium hyaluronate) diberikan dengan dosis berikut : (9)
 Dewasa : 1 x seminggu 1 suntikan, selama 3-5 minggu berturut-turut. Obat
diberikan dengan cara injeksi pada rongga sendi lutut. Penggunaan dapat
dilanjutkan sampai 24 minggu, sesuai kebutuhan.
Lazimnya obat-obat yang mengandung Sodium hyaluronate yang digunakan untuk
mengobati nyeri lutut diberikan dengan dosis berikut : (9)
 Dosis dewasa : 20-25 mg sekali seminggu selama 5 minggu atau sampai 30 mg
sekali seminggu selama 3-4 minggu. Pengobatan tidak diulangi dalam waktu 6
bulan untuk setiap persendian. Obat diberikan secara Intra-articular.

Tahap Ketiga
Indikasi untuk tindakan lebih lanjut:
1. Adanya kecurigaan atau terdapat bukti adanya artritis inflamasi: bursitis, efusi
sendi: memerlukan pungsi atau aspirasi diagnostik dan teurapeutik (rujuk ke
dokter ahli reumatologi/bedah ortopedi.
2. Adanya kecurigaan atau terdapat bukti artritis infeksi (merupakan kasus gawat
darurat, resiko sepsis tinggi: pasien harus dirawat di Rumah Sakit)
Segera rujuk ke dokter bedah ortopedi pada:
a. Pasien dengan gejala klinis OA yang berat, gejala nyeri menetap atau
bertambah berat setelah mendapat pengobatan yang standar sesuai dengan
rekomendasi baik secara non-farmakologik dan farmakologik (gagal terapi
konvensional).
b. Pasien yang mengalami keluhan progresif dan mengganggu aktivitas fisik
sehari-hari.
c. Keluhan nyeri mengganggu kualitas hidup pasien: menyebabkan gangguan
tidur (sleeplessness), kehilangan kemampuan hidup mandiri, timbul
gejala/gangguan psikiatri karena penyakit yang dideritanya.
d. Deformitas varus atau valgus (>15 hingga 20 derajat) pada OA lutut
e. Subluksasi lateral ligament atau dislokasi: rekonstruksi retinakular medial,
distal patella realignment, lateral release.
Gejala mekanik yang berat (gangguan berjalan/giving way, lutut terkunci/locking,
tidak dapat jongkok/inability to squat): tanda adanya kelainan struktur sendi seperti
robekan meniskus: untuk
Keterangan:

Kekuatan rekomendasi berdasarkan bukti-bukti penelitian menurut rekomendasi dari ACR untuk OA
panggul dan lutut:

Kekuatan Rekomendasi Bukti-Bukti Penelitian


I Metaanalisis terhadap studi RCT
(Randomized Controlled Trials) Sedikitnya
satu RCT.
II Sedikitnya satu Controlled studi dengan
design penelitian yang baik, namun tidak
dilakukan randomisasi.
Sedikitnya satu studi Quasi-eksperimental
dengan design penelitian yang baik
III Sedikitnya satu studi deskriptif non
eksperimental (contoh: studi komparatif,
korelsi atau studi kasus kontrol)
IV Laporan komite ahli/pendapat ahli dan atau
pengalaman para ahli.

3. Pembedahan

Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement joint.(6)


1. Realignment osteotomi
Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan merubah sudut dari
weightbearing.
Tujuan : Membuat kartilago sendi yang sehat menopang sebagian besar berat tubuh.
Dapat pula dikombinasikan dengan ligamen atau meniscus repair.
2. Arthroplasty
Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi yang baru
ditanam.Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam yang berada dalam high-
density polyethylene.(6).

Indikasi total knee replacement :


1. Nyeri
2. Deformitas
3. Instability
4. Akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis
Kontraindikasi :
1. Non fungsi otot ektensor
2. Neuromuscular dysfunction
3. Infection
4. Neuropathic Joint
Komplikasi (6)
1. Deep vein thrombosis
2. Infeksi
3. Problem patella ; rekuren sublukssasi/dislokasi, loosening prostetic component, fraktur,
catching soft tissue.
4. Fraktur supracondyl femur
Keuntungan total knee replacement (6)
1. Mengurangi nyeri
2. Meningkatkan mobilitas dan gerakan
3. Koreksi deformitas
4. Menambah kekuatan kaki (dengan latihan)
5. Meningkatkan kualitas hidup
Selain dua cara pembedahan diatas juga ada tindakan mikrofraktur dan implantasi tulang
rawan. Tindakan mikro fraktur dimana dibuat lubang – lubang pada tulang subkondral agar
nutrien dan faktor pertumbuhan untuk penyembuhan yang berasal dari sumsum tulang dapat
mencapai permukaan rawan sendi yang sehat dan terbuka melalui bekuan darah. Untuk
implantasi tulang rawan dapat dilakukan pada daerah permukaan sendi dengan
menggunakan biakan tulang rawan sendi itu sendiri.(1)

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidayat R, Karnadiharja W, Prasetyono TOH, Rudirman R. Buku Ajar Ilmu Bedah.


Osteoarthritis. Jakarta : EGC.2007.
2. Fauci, Anthony S, et al.2012. Osteoarthritis. Dalam : Harrison’s Principles Of Internal
Medicine Eighteenth Edition. The McGraw-Hill Companies.
3. Lawrence RC, Felson DT, Helmick CG, et al. 2008. Estimates of the prevalence of arthritis
and other rheumatic conditions in the United States. Part II. Arthritis Rheum. 58(1):26–35.
4. Barrack L, Booth E, et all. OKU : Orthopaedic Knowledge Update 3. Hip and Knee
Reconstruction Chapter 16 : Osteoarthritis dan Arthritis Inflamatoric.2006.
5. Jacobson, JA, et al.2008. Radiographic Evaluation of Arthritis : Degenerative Joint Disease
and Variation. Radiology.248(3):737–747.
6. Lozada CJ. Osteoarthritis. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/330487-
overview. Accessed on : Desember 20th 2018.
7. Bellamy N, Campbell J, Robinson V, et al. Viscosupplementation for the treatment of
osteoarthritis of the knee. Cochrane Database of Systematic Reviews. 2006(Issue 2. Art.
No.: CD005321. DOI: 10.1002/14651858.CD005321.pub2.).
8. Lee PB, Kim YC, Lim YJ, et al. Comparison between high and low molecular weight
hyaluronates in knee osteoarthritis patients: Open-label, randomized, multicentre clinical
trial. Journal of International Medical Research. 2006;34(1):77–87.
9. Petrella RJ, Petrella M. A prospective, randomized,double-blind, placebo controlled study
to evaluate the efficacy of intraarticular hyaluronic acid for osteoarthritis of the knee.
Journal of Rheumatology. 2006;33(5):951–6.

Anda mungkin juga menyukai