2 Makalah Penyesuaian Diri Remaja
2 Makalah Penyesuaian Diri Remaja
MAKALAH
Diajukan guna melengkapi nilai tugas Mata kuliah Perkembangan Peserta Didik
Oleh:
UNIVERSITAS JEMBER
2015
KATA PENGANTAR
1
Bismillahirrahmanirrahim. Segala puji bagi Allah SWT. yang telah melimpahkan
rahmad dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah yang berjudul
“Penyesuaian Diri Remaja”. Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini.
Dengan makalah ini diharapkan kami dapat mengkaji lebih dalam lagi tentang Penyesuaian
Diri Remaja serta permasalahan diri remaja. Kami berharap semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan tentang Penyesuaian Diri Remaja lebih dalam lagi.
Kami sebagai penyusun makalah ini menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak
kekurangan. Kritik yang membangun kami terima dengan tangan terbuka demi perbaikan
makalah ini sehingga menjadi makalah yang baik dan benar.
Terimakasih kepada Ibu Drs. Nurul Umamah selaku Dosen mata kuliah Perkembangan
Peserta Didik yang senantiasa membimbing kami. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kegiatan perkuliahan di kampus Universitas Jember.
Penyusun
DAFTAR ISI
2
HALAMAN JUDUL ....................................................................... i
BAB II PEMBAHASAN.................................................................. 3
3
BAB I PENDAHULUAN
4
2) Bagaimana Proses Penyesuaian Diri?
3) Bagaimana Karakteristik Penyesuaian Diri?
1.3.2 Manfaat
Berdasarkan tujuan penulisan diatas, maka manfaat dari pembuatan makalah ini
adalah untuk mengetahui dan memahami mengenai matakuliah Perkembangan Peserta
Didik tentang penyesuaian diri remaja, permasalahan-permasalahan apa saja dari
penyesuaian diri remaja serta impliksai proses penyesuaian remaja terhadap
penyelenggaraan pendidikan.
BAB II PEMBAHASAN
5
dalam diri dan lingkungan. Hal ini berarti penyesuaian diri merupakan suatu proses yang
dinamis dan bukan suatu kondisi yang stastis.
2. Menurut Meichati (1983) kunci penyesuaian diri terletak pada keberhasilan manusia
memenuhi dorongan dari dalam dan dari luar, di mana cara yang dilakukan untuk
memenuhi dorongan tersebut baik bagi dirinya tetapi juga baik untuk lingkungan.
Penyesuaian diri merupakan cara individu bergaul dengan diri sendiri, orang lain dan
dengan lingkunganya.
3. Satmoko (1995) mendefinisikan penyesuaian diri sebagai interaksi seseorang yang
kontinyu dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan dengan dunianya. Ketiga faktor
ini secara konsisten mempengaruhi seseorang dan hubungan ketiganya bersifat timbal
balik, permasalahan-permasalahan yang muncul merupakan efek samping dari interaksi
tersebut. Sesuatu yang normal dan tidak dapat dihindarkan, meskipun demikian manusia
mempunyai potensi untuk mengatasmya. Jadi penyesuaian diri merupakan suatu hal yang
tidak akan pernah berhenti sampai manusia itu mati.
4. Menurut Hurlock (1991) penyesuaian diri adalah kemampuan individu untuk
memperlihatkan sikap serta tingkahlaku yang menyenangkan, sehingga ia diterima oleh
kelompok atau lingkungannya. Kondisi yang diperlukan untuk mencapai penyesuaian diri
yang baik yaitu bimbingan untuk membantu anak belajar menjadi realistis tentang diri
dan kemampuannya dan bimbingan untuk belajar bersikap bagaimana cara yang akan
membantu penerimaan sosial dan kasih sayang dari orang lain.
6
4. Penyesuaian dapat diartikan penguasaan dan kematangan emosional. Kematangan
emosional maksudnya ialah secara positif memiliki respon emosional yang tepat pada
setiap situasi.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian adalah usaha
manusia untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan pada lingkunganya. Selain
itu juga, seseorang dikatakan memiliki kemampuan penyesuaian diri yang baik (Well
Adjusted Person) jika mampu melakukan respon-respon yang matang, efisien,
memuaskan dan sehat. Dikatakan efisien apabila mampu melakukan respon dengan
mengeluarkan tenaga dan waktu sehemat mungkin. Dikatakan sehat apabila respon-
respon yang dilakukannya dengan hakikat individu, lembaga atau kelompok antar
individu, dan hubungan antar individu dan ciptaanNya berjalan dengan baik.
Proses penyesuaian diri menurut Schneiders (1984), melibatkan tiga unsur yang akan
mewarnai kualitas proses penyesuaian diri individu yaitu :
7
3. Pola Dasar Penyesuaian Diri
Dalam proses penyesuaian diri sehari-hari terdapat suatu pola dasar penyesuaian diri.
Misalnya: seorang anak membutuhkan kasih sayang dari orang tuanya yang selalu sibuk.
dalam situasi tersebut anak akan frustasi dan berusaha menemukan pemecahan yang
berguna mengurangi ketegangan antara kebutuhan akan kasih sayang dengan frustasi
yang dialami. Dalam beberapa hal, respon pengganti tidak tersedia, sehingga individu
mencari suatu respon lain yang akan memuaskan motivasi dan mereduksi ketegangan.
Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa motivasi mengambil variasi bentuk, dan
setiap bentuk dapat diarahkan kepada rintangan atau frustasi yang disebabkan oleh
beberapa aspek realitas, misalnya pembatasan orang tua, hambatan fisik, aturan sosial,
dan semacamnya. Rintangan-rintangan ini menyebabkan individu meneliti cara-cara
responnya yang berbeda-beda sampai mendapatkan pemuasan.
Penyesuaian diri remaja memiliki karakteristik yang khas, yang dapat dilihat
berbagai sisi, yaitu sebagai berikut :
8
Secara keseluruhan, remaja ingin memahami kondisi seksual dirinya dan lawan
jenisnyaserta mampu bertindak untuk menyalurkan dorongan seksualnya yang dapat
dimengerti dan dapat dibenarkan oleh norma sosial dan agama.
4) Penyesuaian Diri Remaja terhadap Norma Sosial
Penyesuaian diri remaja terhadap norma sosial mengarah pada dua dimensi, yaitu remaja
ingin diakui keberadaannya dalam masyarakat dan remaja ingin bebas menciptakan
aturan-aturan tersendiri yang lebih sesuai untuk kelompoknya, tetapi menuntut agar dapat
dimengerti dan diterima oleh masyarakat dewasa.
5) Penyesuaian Diri Remaja terhadap Waktu Luang
Dalam kontek ini upaya yang harus dilakukan oleh remaja adalah melakukan
penyesuaian antara dorongan kebebasannya serta inisiatif dan kreativitasnya dengan
kegiatan-kegiatan yang bermanfaat agar dapat berguna bagi dirinya maupun orang lain.
6) Penyesuaian Diri Remaja terhadap Uang
Remaja berusaha untuk mampu bertindak secara proporsional, melakukan penyesuaian
antara kelayakan pemenuhan kebutuhannya dengan kondisi ekonomi orang tuanya.
7) Penyesuaian Diri remaja terhadap Kecemasan, Konflik, dan Frustasi
Menurut Signund Freud (Corey, 1989), strategi yang digunakan untuk mengatasi masalah
kecemasan, konflik, dan frustasi adalah menggunakan mekanisme pertahanan diri
(defence mechanism) seperti kompensasi, rasionalisasi, proyeksi, sublimasi, identifikasi,
regresi, dan fiksasi.
9
6. Menghargai pengalaman.
7. Bersikap realistik dan objektif.
10
Dengan belajar, individu akan banyak memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang
dapat membantu menyesuaikan diri. Misalnya seorang guru akan lebih dapat
menyesuaikan diri dengan banyak belajar tentang berbagai pengetahuan keguruan.
7) Penyesuaian dengan inhibisi dan pengendalian diri.
Penyesuaian diri akan lebih berhasil jika disertai dengan kemampuan memilih tindakan
yang tepat dan pengendalian diri secara tepat pula. Dalam situasi ini individu berusaha
memilih tindakan mana yang harus dilakukan, dan tindakan mana yang tidak perlu
dilakukan. Cara inilah yang disebut inhib.isi. Di samping itu, individu harus mampu
mengendalikan dirinya dalam melakukan tindakannya.
8) Penyesuaian dengan perencanaan yang cermat.
Dalam situasi ini tindakan yang dilakukan merupakan keputusan yang diambil
berdasarkan perencanaan yang cermat. Keputusan diambil setelah dipertimbangkan dari
berbagai segi, antara lain segi untung dan ruginya.
11
“Sour grapes” (anggur kecut), yaitu dengan memutarbalikkan kenyataan.
Misalnya seorang siswa yang gagal mengetik, mengatakan bahwa mesin ketiknya
rusak, padahal dia sendiri tidak bisa mengetik.
Dalam reaksi ini orang yang mempunyai penyesuaian diri yang salah akan melarikan
diri dari situasi yang menimbulkan kegagalannya, reaksinya tampak dalam tingkah laku
seperti, berfantasi, banyak tidur, minum-minuman keras, bunuh diri, menjadi pecandu
ganja, narkotika, dan regresi yaitu kembali kepada tingkah laku yang semodel dengan
tingkat perkembangan yang lebih awal (misalnya orang dewasa yang bersikap dan
berwatak seperti anak kecil) dan lain-lain.
12
1) Kondisi-kondisi fisik, termasuk di dalamnya keturunan, konstitusi fisik, susunan saraf,
kelenjar dan sistem otot, kesehatan, penyakit, dan sebagainya.
2) Perkembangan dan kematangan, khususnya kematangan intelektual, sosial, moral dan
emosional.
3) Penentu psikologis, termasuk di dalamnya pengalaman, belajarnya, pengkondisian,
penentuan diri (self-determination), frustasi, dan konflik.
4) Kondisi lingkungan, khususnya keluarga dan sekolah.
5) Penentu kultural, termasuk agama.
Kondisi Jasmaniah
Kondisi jasmaniah seperti pembawaan dan struktur atau konstitusi fisik dan
tempramen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembangannya secara intrinsik
berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi tubuh. Shekdon mengemukakan bahwa
terdapat korelasi yang tinggi antara tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe tempramen (Moh.
Surya, 1977). Misalnya orang yang tergolong ektomorf yaitu yang ototnya lemah,
tubuhnya rapuh, ditandai dengan sifat-sifat menahan diri, segan dalam aktivitas sosial,
pemalu, dan sebagainya.
Karena struktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkahlaku maka dapat
diperkirakan bahwa sistem syaraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi
proses penyesuaian diri. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa gangguan-gangguan
dalam sistem syaraf, kelenjar, dan otot dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan
mental, tingkahlaku dan kepribadian. Dengan demikian, kondisi sistem-sistem tubuh
yang baik merupakan syarat bagi tercapainya proses penyesuaian diri yang baik.
Di samping itu, kesehatan dan penyakit jasmaniah juga berhubungan dengan
penyesuaian diri. Kualitas penyesuaian diri yang baik hanya dapat diperoleh dan
dipelihara dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula. Ini berarti bahwa gangguan
penyakit jasmaniah yang diderita oleh sesorang akan mengganggu proses penyesuaian
dirinya. Gangguan penyakit yang kronis dapat menimbulkan kurangnya kepercayaan
13
pada diri sendiri, perasaan rendah diri, ketergantungan, perasaan ingin dikasihani dan
sebagainya.
Dalam proses perkembangan, respon anak berkembang dari respon yang bersifat
instinktif menjadi respon yang diperoleh melalui belajar dan pengalaman. Dengan
bertamabahnya usia perubahan dan perkembangan respon, tidak hanya melalui proses
belajar saja melainkan anak juga menjadi matang untuk melakukan respon dan ini
menentukan pola-pola penyesuaian dirinya.
a. Pengalaman
Tidak semua pengalaman mempunyai arti bagi penyesuaian diri. Pengalaman-
pengalaman tertentu yang mempunyai arti dalam penyesuaian diri adalah pengalaman
14
yang menyenangkan dan pengalaman traumatik atau menyusahkan. Pengalaman yang
menyenangkan misalnya memperoleh hadiah dalam suatu kegiatan, cenderung akan
menimbulkan proses penyesuaian diri yang baik, dan sebaliknya pengalaman traumatik
akan menimbulkan penyesuaian yang kurang baik atau mungkin salah.
b. Belajar
Proses belajar merupakan suatu dasar yang fundamental dalam proses penyesuaian diri,
karena melalui belajar ini akan berkembang pola-pola respon yang akan membentuk
kepribadian. Sebagian besar respon-respon dan ciri-ciri kepribadian labih banyak yang
diperoleh dari proses belajar daripada yang diperoleh secara diwariskan. Dalam proses
penyesuaian diri belajar merupakan suatu proses modifikasi tingkahlaku sejak fase-fase
awal dan berlangsung terus sepanjang hayat dan diperkuat dengan kematangan.
c. Determinasi diri
Dalam proses penyesuaian diri, di samping ditentukan oleh faktor-faktor tersebut di atas,
orangnya itu sendiri menentukan dirinya, terdapat faktor kekuatan yang mendorong untuk
mencapai sesuatu yang baik atau buruk, untuk mencapai taraf penyesuaian yang tinggi,
dan atau merusak diri. Faktor-faktor itulah yang disebut determinasi diri.
Determinasi diri mempunyai peranan yang penting dalam proses penyesuaian diri karena
mempunyai peranan dalam pengendalian arah dan pola penyesuaian diri. Keberhasilan
atau kegagalan penyesuaian diri akan banyak ditentukan oleh kemampuan individu dalam
mengarahkan dan mengendalikan dirinya, meskipun sebetulnya situasi dan kondisi tidak
menguntungkan bagi penyesuaian dirinya. Ada beberapa orang dewasa yang mengalami
pengalaman penolakan ketika masa kanak-kanak, tetapi mereka dapat menghindarkan diri
dari pengaruh negatif karena dapat menentukan sikap atau arah dirinya sendiri.
d. Konflik dan penyesuaian
Tanpa memperhatikan tipe-tipe konflik, mekanisme konflik secara esensial sama yaitu
pertentangan antara motif-motif. Efek konflik pada perilaku akan tergantug sebagian pada
sifat konflik itu sendiri. Ada beberapa pandangan bahwa semua konflik bersifat
mengganggu atau merugikan. Namun dalam kenyataan ada juga seseorang yang
mempunyai banyak konflik tanpa hasil-hasil yang merusak atau merugikan. Sebenarnya,
beberapa konflik dapat bermanfaat memotivasi sesorang untuk meningkatkan kegiatan.
Cara sesorang mengatasi konfliknya dengan meningkatkan usaha ke arah pencapaian
tujuan yang menguntungkan secara sosial, atau mungkin sebaliknya ia memecahkan
konflik dengan melarikan diri, khususnya lari ke dalam gejala-gejala neourotis.
15
Lingkungan sebagai Penentu Penyesuaian Diri
Berbagai lingkungan anak seperti keluarga dan pola hubungan di dalamnya, sekolah,
masyarakat, kultur, dan agama berpengaruh terhadap penyesuaian diri anak. Berikut
penjabarannya:
Dari sekian banyak faktor yang mengkondisikan penyesuaian diri, faktor rumah dan
keluarga merupakan faktor yang sangat penting, karena keluarga merupakan satuan
kelompok sosial terkecil. Interaksi sosial yang pertama diperoleh individu adalah dalam
keluarga. Kemampuan interaksi sosial ini kemudian akan dikembangkan di masyarakat.
Pola hubungan antara orang tua dengan anak akan mempunyai pengaruh terhadap proses
penyesuaian diri anak-anak. Beberapa pola hubungan yang dapat mempengaruhi
penyesuaian diri antara lain:
1) Menerima (acceptance), yaitu situasi hubungan di mana orang tua menerima anaknya
dengan baik. Sikap penerimaan ini dapat menimbulkan suasana hangat dan rasa aman
bagi anak.
2) Menghukum dan disiplin yang berlebihan.
Dalam pola ini, hubungan orang tua dengan anak bersifat keras. Disiplin yang
ditanamkan orang tua terlalu kaku dan berlebihan sehingga dapat menimbulkan
suasana psikologis yang kurang menguntungkan anak.
16
4) Penolakan, yaitu pola hubungan di mana orang tua menolak kehadiran anaknya.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penolakan orang tua terhadap anaknya
dapat menimbulkan hambatan dalam penyesuaian diri.
c. Hubungan saudara
d. Masyarakat
e. Sekolah
Proses penyesuaian diri anak mulai dari lingkungan keluaraga, sekolah dan
masyarakat secara bertahap dipengaruhi oleh faktor-faktor kultur dan agama. Lingkungan
kultural di mana individu berada dan berinteraksi akan menentukan pola-pola
17
penyesuaian dirinya. Contohnya tata cara kehidupan di sekolah, di mesjid, gereja, dan
semacamnya akan mempengaruhi bagaimana anak menempatkan diri dan bergaul dengan
masyarakat sekitarnya.
18
Diantara persoalan terpenting yang dihadapi remaja dalam kehidupan sehari-hari dan
yang menghambat penyesuaian diri yang sehat adalah hubungan remaja dengan orang
dewasa terutama orang tua.
Tingkat penyesuaian diri dan pertumbuhan remaja sangat tergantung pada sikap
orang tua dan suasana psikologi dan sosial dalam keluarga. Contoh : sikap orang tua yang
menolak. Penolakan orang tua terhadap anaknya dapat dibagi menjadi dua macam.
Pertama, penolakan mungkin merupak penolakan tetap sejak awal, di mana orang tua
merasa tidak sayang kepada anakanya, karena berbagai sebab, mereka tidak menhendaki
kelahirannya. Menurut Boldwyn yang dikutip oleh Zakiah Darajat (1983): “bapak yang
menolak anaknya berusaha menundukkan anaknya dengan kaidah-kaidah kekerasan,
karena itu ia mengambil ukuran kekerasan, kekejaman tanpa alasan nyata.” Jenis kedua,
dari penolakan adalah dalam bentuk berpura-pura tidak tahu keinginan anak. Contoh:
orang tua memberi tugas kepada anaknya berbarengan dengan rencana anaknya untuk
pergi nonton bersama dengan teman sejawatnya.
Hasil dari kedua macm penolakan tersebut ialah remaja tidak dapat menyesuaikan
diri, cenderung untuk menghabiskan waktunya diluar rumah. Terutama pada gadis-gadis
mungkin akan terjadi perkawinan yang tidak masuk akal dengan pemikiran bahwa rumah
diluar rumah tangganya sendiri akan lebih baik daripada rumahnya sendiri. Disamping
itu, sikap orang tua yang memberikan perlindungan yang berlebihan akibatnya juga tidak
baik. Remaja yang mendapatkan pemeliharaan yang berlebihan, menyebabkan ia juga
mengharapkan bantuan dan perhatian dari orang lain dan ia berusaha menarik perhatian
mereka, serta menyangka bahwa perhatian seperti itu adalah haknya.
Sikap orang tua yang otoriter, yaitu yang memaksakan kekuasaan dan otoritas kepada
remaja juga akan menghambat proses penyesuaian diri remaja. Biasanya remaja berusaha
untuk menentang kekuasaan orang tua dan pada gilirannya ia akan cenderung otoriter
terhadap teman-temannya dan cenderung menentang otoritas yang ada baik di sekolah
maupun di masyarakat.
19
Permasalahan-permasalahan penyesuaian diri yang dihadapi remaja dapat berasal
dari suasana psikologis keluarga seperti keretakan keluarga. Banyak penelitian
membuktikan bahwa remaja yang hidup di dalam rumah tangga yang retak, mengalami
masalah emosi, tampak padanya ada kecenderungan yang besar untuk marah, suka
menyendiri, di samping kurang kepekaaan terhadap penerimaan sosial dan kurang
mampu menahan diri serta lebih gelisah dibandingkan dengan remaja yang hidup dalam
rumah tangga yang wajar. Terbukti pula bahwa kebanyakan anak-anak yang dikeluarkan
dari sekolah karena tidak dapat menyesuaikan diri adalah mereka yang datang dari rumah
tangga yang pecah atau retak itu.
Perbedaan perlakuan antara anak laki-laki dan anak perempuan akan mempengaruhi
hubungan antarmereka, sehingga memungkinkan timbulnya rasa iri hati dalam jiwa anak
perempuan terhadap saudaranya yang laki-laki. Keadaan ini akan menghambat proses
penyesuaian diri anak perempuan. Permasalahan-permasalahan penyesuaian akan muncul
bagi remaja yang sering pindah tempat tinggal. Remaja yang keluarganya sering pindah,
ia terpaksa pindah dari sekolah ke sekolah yang lain dan ia mengalami banyak kesukaran
akademis, bahkan mungkin ia akan sangat tertinggal dalam pelajaran, karena guru
berbeda-beda dalam cara mengajarnya, demikian pula mungkin buku-buku pokok yang
dipakainya tidak sama. Di samping itu, masalah teman remaja; perpindahan ke tempat
atau masyarakat baru, berarti kehilangan teman lama dan terpaksa mencari teman baru.
Banyak remaja yang mengalami kesulitan dalam mencari atau membentuk persahabatan
dan hubungan sosial yang baru. Mungkin remaja berhasil baik dalam hubungan di
sekolah yang lama, tetapi ketika pindah ke sekolah yang baru ia menjadi tidak dikenal
dan tidak ada yang memperhatikan. Disini remaja dituntut untuk dapat lebih mampu
menyesuaikan diri dengan masyarakat yang baru, sehingga ia menjadi bagian dari
masyarakat yang baru itu.
20
pelajaran. Sebagai akibat antara lain adalah prestasi belajar menjadi menurun dibanding
dengan prestasi di sekolah sebelumnya.
Pemasalahan lain yang mungkin timbul adalah penyesuaian diri yang berkaitan
dengan kebiasaan belajar yang baik. Bagi siswa yang baru masuk sekolah lanjutan
mungkin mengalami kesulitan dalam membagi waktu belajar, yakni adanya pertentangan
antara belajar dan keinginan untuk ikut aktif dalam kegiatan sosial, kegiatan ekstra
kurikuler, dan sebagainya.
b. Pendekatan Psikopatologi
Pendekatan ini berfokus pada upaya mendeskripsikan dan mengeksplorasi jallur
perkembangan masalah. Menurut Chang & Gjerde dalm Satrock (2000) memaparkan
bahwa jalur perkembangan yang mendeskripsikan kesinambungan dan transformasi yang
sedang berlangsung di dalam faktor-faktor yang mempengaruhi dampaknya.
21
Berbicara mengenai maslah yang dihadapi remaja, tentunya mencakup tentang apa saja
yang mempengaruhinya. Adapun masalah atau gangguan utama yang dihadapi remaja
menurut Satrock (2007) secara garis besar dibagi atas 5:
a. Pendidikan/ Sekolah
Berbicara mengenai maslah pendidikan tentunya sangat luas. Ada beberapa masalah
menyakngut masalah pendidikan yakni, kurang sesuainya kebutuhan siswa/ remaaja
dengan kesempatan yang diberikan oleh sekolah, tekanan untuk harus berprestasi,
masalah ekonomi yang rendah, dan lain-lain.
b. Masalah Seksual
Masalah seksual inipun juga merupakan masalah yang sangat parah dialmi oleh siswa.
c. Penyalahgunaan Obat
Berdasarkan penelitian yang yang dilakukan oleh Hops (2002) ; Petraitis, Fray &
Miller (1995) menyimpulkan bahwa faktor yang berkaitan dengan penyalahgunaan obat
di masa remaja adalah termasuk lingkungan sekitarnya, orang tua, kawan-kawan sebaya,
dan sekolah.
Di suatu masa dalam perkembangannya, sebagian besar remaja pernah menjadi
pengguna obat, terlepas dari apakah penggunaanya itu terbatas pada alkohol, kafein,
rokok, atau kemudian melepas ke maryuana, kokain, dan obat-obatan keras lainnnya.
Satu hal yang perlu diperhatikan secara khusus adalah remaja mulai menggunakan obat di
awal masa remaja atau bahkan di masa kanak-kanak.
d. Kenakalan remaja
Merujuk kepada berbagai perilaku mulai dari perilaku yang dapat diterima secara
sosial (seperti acting out di sekolah) hingga status pelanggaran (melarikan diri dari
rumah) ke tindakan kriminal (seperti pencurian). Jenis kenakalan inipun, dibagi atas 2
berdasarkan keperluan hukum, antara lain:
1. Indeks pelanggaran (index offenses): tindakan kriminal yang memang dilakukan oleh
remaja dan orang dewasa.
2. Status pelanggaran (offenses status) : tindakan ini ditampilkan oleh anak-anak muda
dibawah umur yang diklasifikasi sebgai pelanggar remaja. Berdasarkan hasil studi
yang dlakukan oleh Bongers dkk (2004) dalam Satrock menemukan bahwa suatu
pelanggaran cenderung meningkat di masa remaja.
22
e. Depresi dan bunuh diri
Faktor genetik merupakan salah satu penyebab depresi dan bunuh diri. Remaja
mungkin memiliki sejarah keluarga yang tidak stabil dan bahagia. Sama halnya dengan
kurang afeksi dan kurang dukungan emosional, kendali yang tinggi, dna tekanan untuk
berprestasi oleh orang tua di masa kanak-kanak pun berkaitan dengan depresi remaja,
kombinasi dari pengalaman keluarga juga cenderung tampil sebagai faktor terpendam
yang berperan dalam upaya bunuh diri.
2.5 Impliksai Proses Penyesuaian Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
1. Menciptakan situasi sekolah yang dapat menimbulkan rasa “betah” (at home) bagi anak
didik, baik secara sosial, fisik maupun akademis.
2. Menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan bagi anak.
3. Usaha memahami anak didik secara menyeluruh, baik prestasi belajar, sosial, maupun
seluruh aspek pribadinya.
23
7. Peraturan atau tata tertib yang jelas dan dipahami murid-murid.
9. Kerja sama dan saling pengertian dari para guru dalam melaksanakan kegiatan
pendidikan di sekolah.
11. Situasi kepemimpinan yang penuh saling pengertian dan tanggung jawab baik pada murid
maupun pada guru.
12. Hubungan baik dan penuh pengertian antara sekolah dengan orang tua siswa dan
masyrakat.
Karena di sekolah guru merupakan figur pendidik yang penting dan besar
pengaruhnya terhadap penyesuaian siswa-siswanya, maka dituntut sifat-sifat guru yang
efektif, yakni sebagai berikut (Ryans dalam Garrison, 1956).
1) Memberi kesempatan (alert), tampak antusias dan berminat dalam aktivitas siswa dan
kelas.
2) Ramah (cheerful) dan optimistis.
3) Mampu mengontrol diri, tidak mudah kacau (terganggu), dan teratur tindakannya,
4) Senang kelakar, mempunyai rasa humor.
5) Mengetahui dan mengakui kesalahan-kesalahannya sendiri.
6) Jujur dan objektif dalam memperlakukan siswa.
7) Menunjukkan pengertian dan rasa simpati dalam bekerja dengan siswa-siswanya.
Jika para guru bersama dengan seluruh staf di sekolah dapat melaksanakan tugasnya
dengan baik, maka anak-anak didik di sekolah itu yang berada dalam usia remaja akan
cendrung berkurang kemungkinannya untuk mengalami permasalahan-permasalahan
penyesuaian diri atau terlibat dalam masalah yang bisa menyebabkan perilaku yang
menyimpang.
24
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manusia tidak dilahirkan dalam keadaan telah mampu menyesuaiakan diri, maka
penyesuaian diri terhadap lingkungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan
memerlukan proses yang cukup unik. Penyesuaian diri dapat diartikan adaptasi,
konformitas, penguasaan, dan kematangan emosional. Proses penyesuaian diri yang
tertuju pada pencapaian keharmonisan antara faktor internal dan eksternal anak sering
menimbulkan konflik, tekanan, frustasi dan berbagai macam perilaku untuk
membebaskan diri dari ketegangan.
Penyesuaian diri adalah suatu proses. Dan salah satu ciri pokok dari kepribadian
yang sehat mentalnya ialah memiliki kemampuan untuk mengadakan penyesuaian diri
secara harmonis, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya.
Terdapat dua karakteristik penyesuaian diri, yaitu: (a) penyesuaian diri secara positif,
dan (b) penyesuaian diri yang salah.
Permasalahan-permasalahan penyesuaian diri yang dihadapi remaja dapat berasal
dari suasana psikologis keluarga seperti keretakan keluarga. Banyak penelitian
membuktikan bahwa remaja yang hidup di dalam rumah tangga yang retak, mengalami
masalah emosi, tampak padanya ada kecenderungan yang besar untuk marah, suka
menyendiri, di samping kurang kepekaaan terhadap penerimaan sosial dan kurang
mampu menahan diri serta lebih gelisah dibandingkan dengan remaja yang hidup dalam
rumah tangga yang wajar.
Lingkungan sekolah mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan jiwa
remaja. Sekolah selain mengemban fungsi pengajaran juga fungsi pendidikan. Dalam
kaitannya dengan pendidikan ini, peranan sekolah pada hakikatnya tidak jauh dari
peranan keluarga, yaitu sebagai rujukan dan tempat perlindungan jika anak didik
mengalami masalah.
3.2 Saran
25
Setelah mengetahui konsep dan pengertian penyesuaian diri dari remaja serta
permasalahan-permasalahan yang dihadapi remaja. Sebagai calon guru dan calon orang
tua hendaknya kita dapat membimbing dan mengarahkan anak didik yang mempunyai
masalah pribadi, masalah penyesuaian diri baik terhadap dirinya maupun terhadap
lingkunan sekitar. Selain itu dari pemaparan di atas, menyadarkan kita bahwa betapa
pentingnya peran orang tua dan lingkungan untuk kelancaran penyesuaian diri seorang
remaja.
26
DAFTAR PUSTAKA
Sunarto dan Hartono, B. Agung. 1995. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: P.T. Rineka Cipta.
27