Nim : 12201173438
Kelas : PAI 3J
Matkul : Psikologi Pendidikan Islam
A. LATAR BELAKANG
Anak merupakan salah satu anugerah tidak ternilai yang Allah SWT berikan pada
setiap orang tua. Melalui anak, dapat menetukan keberlangsungan suatu keturunan dan
juga ke-berlangsungan kehidupan suatu bangsa melalui berbagai keistimewaan yang
mereka miliki. Berbagai keistimewaan yang dimiliki oleh setiap anak dapat dilihat dari
fisik, bakat, potensi, sifat, kebutuhan ataupun karakteristik khusus. Karakteristik khusus
yang tidak dimiliki anak pada umumnya biasa diartikan dengan anak berkebutuhan
khusus (ABK). Menurut Delphie (2006:1) “Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
merupakan istilah lain untuk menggantikan Anak Luar Biasa (ALB) yang menandakan
kelainan khusus.” Baik ABK atau ALB adalah mereka yang membutuhkan penanganan
khusus dalam kesehariannya ataupun dalam memaksimalkan berbagai potensi yang
dimiliki. Macam-macam ABK dapat digolongkan menjadi beberapa jenis diantaranya
yaitu retardasi mental, kesulitan belajar, gangguan emosi, gangguan bicara,
pendengaran, penglihatan, fisik, dan juga anak berbakat. Namun berbagai karakteristik
dan hambatan yang dimiliki ABK bukan menjadi dasar pemikiran bahwa mereka tidak
memiliki potensi seperti minat dan bakat pada bidang tertentu. Bahkan terdapat
semboyan hidup yang sering dikatakan bahwa “setiap orang memiliki bakatnya masing–
masing”, sama halnya dengan ABK, mereka pada dasarnya mereka juga sama seperti
individu anak lain, mereka juga memiliki hak sama untuk dapat sukses dan berkembang
dalam hidupnya dengan berbagai minat dan bakat yang mungkin banyak orang lain
tidak miliki. Seperti tokoh ternama Helen Keller yang memiliki kekurangan pada
penglihatan dan pendengaran namun dia berhasil menjadi seorang penulis, aktivis
politik, dan dosen Amerika, serta mendapatkan berbagai penghargaan dari hasil
karyanya berkat bantuan gurunya yang selalu mem-bimbingnya. Satu lagi yaitu aktor
Hollywood terkenal Thomas Cruise atau yang sering disebut dengan sebutan Tom
Cruise didiagnosis menderita disleksia atau penyakit ketidakmampuan se-seorang dalam
menulis dan membaca.
Dari dua hal yang terjadi pada Helen Keller dan Tome Cruise bila terjadi di
lingkungan masyarakat mungkin orang lain akan berfikir bahwa mereka adalah individu
yang bodoh, namun teranyata siapa yang menyangka melaui bakat yang dimiliki dia
dapat menjadi sosok luar biasa yang dapat dikenal oleh banyak orang. Bukti lain yang
ada di sekitar kita khususnya di Indonesia sendiri juga dapat dikuatkan dengan
pengalaman Chatib (2014:60) yang memiliki anak dengan kelemahan discalculia atau
kesulitan dalam menghitung namun berhasil menjadikan anaknya terampil dalam
menghasilkan berbagai puisi. Dari berbagai data tersebut menunjukan bahwa setiap
orang memiliki potensi bakat masing– masing yang ada dalam dirinya bahkan apabila
orang tersebut adalah seorang yang bodoh sekalipun mereka tetap dapat bertahan hidup
atau sukses karena bakat yang dimilikinya, dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa
seseorang dapat bertahan hidup tidak hanya dilihat berdasarkan kemampuan integensi
saja melaikan juga melalui kemapuan nonintegensi seperti minat, bakat atau kretivitas
seseorang tersebut. Bahkan dalam harian kompas memberitahukan bahwa nama
Indonesia telah diharumkan dengan membawa 15 emas, 13 perak, 11 Perunggu, oleh
ABK pada kegiatan Olimpiade Tunagrahita di Athena. (Kompas, 2013).
Hal ini menunjukan bahwa sangat penting adanya penanganan pada ABK dalam
membantu mengembangkan berbagai minat serta bakat yang dimiliki mereka, karena
seperti yang diketahui ABK memiliki tantangan untuk dapat berjuang dalam hidup yang
lebih berat dari orang lainnya dan hal tersebut akan lebih berat lagi apabila tidak adanya
potensi diri seperti bakat yang mampu menopang hidupnya. Berita koran pendidikan
memberitakan bahwa bagian dari generasi emas (Gifted an Talented) yang populasinya
mencapai 2,5% dari seluruh penduduk Indonesia adalah anak–anak berkebutuhan
khusus yang diibaratkan mutiara yang terbenam dalam lumpur jika dibersikan dan
diasah akan menjadi cemerlang sehingga melalui generasi emas dari 2,5% ini nantinya
akan mampu memberikan peran penting dalam berbagai bidang kehidupan, karena
jangan sampai keterbatasan menghalangi seseorang untuk berprestasi (DIK-
JENPENDIS, 2015).
Namun dibalik usaha dalam memaksimalkan bakat yang dimiliki ABK
membutuhkan upaya serta bantuan orang lain baik orang tua pemerintah maupun sosok
guru yang memiliki peran besar di sekolah. Keberadaan sosok guru di sekolah
menduduki peran yang sangat penting terlebih pada sekolah inklusi yang merupakan
satuan pendidikan yang diadakan oleh pemerintah sebagai perwujudan usaha membantu
ABK dalam bidang pendidikan di-selenggarakan melalui prinsip menerima semua
bentuk siswa baik yang memiliki kebutuhan khusus maupun tidak untuk dapat
melakukan pembelajaran bersama–sama.
Di Indonesia sendiri hal tersebut telah diupayakan melaui peran guru di sekolah,
dimana guru tidak lagi hanya sekedar mengajar memberikan ilmu pada peserta didiknya
namun juga harus mampu memahami dan mengembangkan berbagai potensi yang
dimiliki peserta didiknya serta mampu bersikap inklusi, bertindak obyektif serta tidak
diskriminatif dimana hal ini sesuai dengan pengaplikasian isi salah satu dari 14
kompetansi yang terdapat dalam Penilaian Kinerja Guru (PKG). Semua kompetensi
yang terdapat di PKG tersebut setidaknya mampu menjadi acuan penting terkait peran
guru khususnya mereka yang menangani ABK dalam melaksanakan serta mendampingi
anak didiknya untuk dapat memperoleh ilmu terlebih dapat menemukan dan membina
minat dan bakat di lingkungan sekolah inklusi. Salah satu contoh sekolah inklusi yang
terdapat di Kabupaten Nganjuk yaitu SDN 02 Rejoso yang memulai kelas inklusinya
sejak tahun ajaran 2004– 2005 dengan ditunjuk secara langsung oleh pemerintah
sebagai SD Rintisan SD Inklusi dengan dasar pada Keputusan Bupati No.
421/149/2011, dan Permendiknas No. 70 tahun 2009. Di SD ini semua siswa ABK
melaksanakan proses pendidikan dengan memperoleh bimbingan serta arahan yang
sama dengan siswa. Jumlah siswa ABK yang terdapat di SD ini berjumlah ±40 siswa
yang terdiri dari empat macam ABK yaitu Retardasi Mental (Tunagrahita), Slow
Learning (Kesulitan dalam belajar), Autis dan Tuna Daksa dengan jumlah ABK jenis
gangguan terbanyak yaitu slow learning atau kesulitan belajar, SDN 02 Rejoso mencoba
untuk senantiasa menemukan, membina minat dan bakat para siswa ABK yang ada.
Sebagai contoh beberapa potensi minat serta bakat yang dimiliki oleh siswa dengan
gangguan jenis autis dikenal oleh warga sekolah sebagai siswa yang sangat menyukai
kegiatan menggambar, hampir setiap hari dia selalu menggambar pada setiap
pembelajaran. Guru dan teman sekelasnya juga mengakui akan kualitas gambar yang
dihasilkan siswa ABK dengan gangguan jenis autis tersebut. Dari uraian tadi menjadi
landasan bagi peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana manajemen pendidikan
sekolah iknlusi tersebut khususnya guru dalam melaksanakan bentuk pembinaan minat
dan bakat pada anak berkebutuhan khusus di SD Inklusi khususnya SDN 02 Rejoso.
Penelitian ini mencari tahu bagaimana cara guru SDN 02 Rejoso lakukan untuk
mengetahui karakteristik, minat dan bakat dari siswa ABK serta management strategi
guru sekaligus sekolah dalam membina minat bakat ABK tersebut dan juga berbagai
kendala yang dihadapi baik dari guru maupun sekolah dalam membina minat bakat
siswa ABK dengan fokus pada siswa jenis slow learning atau kesulitan belajar yang
berada di SDN 02 Rejoso. Pada penelitian ini diharapkan nantinya dapat memberikan
manfaat baik secara teoritis yaitu memberikan gambaran informasi terkait cara guru
untuk mengetahui minat dan bakat anak berkebutuhan khusus sekolah dasar inklusi dan
memberikan gambaran bagaimana pembinaan minat dan bakat yang dilakukan guru di
sekolah inklusi agar minat dan bakat anak yang memiliki kebutuhan khusus dapat
dikembangkan dengan baik. Selain itu penelitian ini juga diharapkan mampu
memberikan manfaan praktis baik untuk siswa ataupun untuk guru, sekolah dan peneliti.
Bagi siswa sendiri diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada siswa tentang
minat dan bakat yang dimiliki oleh setiap orang sehingga semua siswa mampu
menyadari untuk dapat mengembangkan minat dan bakat yang dimiliki. Harapan lain
dari hasil penelitian untuk guru diharapkan mampu menjadi suatu bahan kajian bagi
guru terkait dengan pembinaan minat dan bakat anak berkebutuhan khusus yang
nantinya diharapkan dapat menjadi lebih baik dan maju dari yang sebelumnya.
Sedangkan bagi sekolah hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu bahan
kajian bagi guru terkait dengan pembinaan minat dan bakat anak berkebutuhan khusus
yang nantinya diharapkan dapat menjadi lebih baik dan maju dari yang sebelumnya.
Lalu untuk peneliti mampu menjadikan sebuah bekal pengetahuan terkait pembinaan
minat dan bakat pada anak berkebutuhan khusus di tingkat SD.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dimana bisasanya peneliti
mengamati berbagai kondisi dari suatu permasalahan sosial secara alamiah. Berbagai
kejadian yang menyangkut terkait hal yang diteliti peneliti tuangkan dan jelaskan
melalui bahasa yang jelas dan detail sesuai kenyataan pada proses penelitian. Menurut
Sugiyono (2010:14) “Penelitian kualitatif disebut sebagai metode penelitian naturalistik
karena penelitiannya yang dilakukan pada kondisi yang alamiah”. Hal ini dapat
diartikan bahwa dalam melaksanakan penelitian kualitatif ini semua objek penelitian
diteliti apa adanya tanpa adanya manipulasi atau setting. Menurut Moleong (2013:11)
“Deskriptif adalah pengumpulan data berupa kata–kata, gambar, bukan angka–angka.”
Selain berisi penjelasan dari apa yang peneliti jelaskan dalam kata–kata, dalam
penelitian ini juga berisi kutipan–kutipan yang berasal dari dokumen peneliti, seperti
hasil wawancara, dan dokumentasi.
Penelitian ini dilakukan di SDN 02 Rejoso Kabupaten Nganjuk, yang menjadi salah
satu sekolah inklusi yang terdapat di Kabupaten Nganjuk. Sekolah tersebut memiliki
kelas pararel yang disetiap kelasnya terdapat siswa ABK yang jumlah setiap kelasnya
berbeda-beda. Peneliti memilih ABK di SD tersebut khususnya pada kelas empat
sebagai subjek penelitian yang terbagi menjadi dua kelas 4A dan 4B dimana dalam satu
tingkatan kelas tersebut terdapat 8 ABK dan 7 di antaranya merupakan ABK dengan
gangguang lambat belajar atau kesulitan belajar. ABK tersebut terdiri dari tiga laki– laki
dan empat perempuan. Pemilihan tempat penelitian ini didasarkan pada status sekolah
yang menjadi SD Inklusi yang ditunjuk langsung oleh Dinas Pendidikan Kabupaten
Nganjuk. Partisipan penelitian dalam penelitian ini adalah guru, siswa dan kepala
sekolah SDN 02 Rejoso sekaligus sebagai subjek penelitian ini. Partisipan penelitian
tersebut terbagi dalam dua jenis partisipan yaitu partisipan primer dan partisipan
sekunder. Partisipan primer dalam penelitian ini yaitu guru SDN 02 Rejoso yang terbagi
dalam dua jenis guru yaitu guru khusus yang berjumlah dua orang dan guru reguler
yang berjumlah dua orang terdiri dari guru kelas A dan B sehingga total guru yang
menjadi partisipan dalam primer dalam penelitian ini yaitu empat orang. Partisipan
penelitian sekunder yaitu siswa dan kepala sekolah, partisipan yang pertama adalah
siswa yang terdiri dari siswa ABK dan siswa reguler.
Peneliti menggali secara mendalam melalui beberapa teknik pengumpulan data yang
diberikan pada proses penelitian antara lain wawancara, observasi, dan catatan lapangan
agar informasi yang diperoleh lengkap. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah
peneliti sendiri. Sesuai dengan pendapat Sugiyono (2010:305) “dalam penelitian
kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri”. Data
yang telah terkumpul, selanjutnya dianalisis oleh peneliti. Penelitian ini menggunakan
analisis data pada saat berada dilapangan, saat penelitian berlangsung dan setelah
penelitian dengan menggunakan model analisis dari Miles dan Huberman. Berikut
model dalam analisis data dengan komponen analisis sebagai berikut: Data Reduction
(Reduksi Data) Setelah memperoleh data dari lapangan dan merasa cukup, peneliti
meganalisis data yang ada dengan mereduksi data yang dimiliki. Data Display
(Penyajian Data) Peneliti setelah selesai melakukan reduksi data, melanjutkan pada
tingkatan penyajian data. Conclusion Drawing/ Verification Langkah yang berikutnya
yaitu pengambilan kesimpulan dan verifikasi. Pada penelitian ini untuk dapat menguji
keabsahan data yang diperoleh, peneliti menggunkan Teknik Triangulasi. Jenis teknik
triangulasi yang digunakan peneliti adalah triangulasi dengan tiga teknik pengumpulan
data yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi dimana semua teknik tersebut antara
satu dengan yang lain saling berhubungan. Antara satu teknik dengan yang lain saling
memberikan keterhubungan dan bila dalam praktiknya tidak terdapat hubungan maka
peneliti akan melakukan diskusi lanjutan dengan informan.
C. PEMBAHASAN
D. SARAN
Berikut beberapa saran yang dapat diambil dalam penelitian ini:
1. Sekolah hendaknya dapat lebih mengusahakan lagi pengadaan sarana prasarana
yang dapat menunjang lebih kegiatan pembinaan minat dan bakat di kelas inklusi
agar dalam berbagai kegiatannya dapat berjalan lebih maksimal.
2. Kerjasama yang terjalin hendaknya lebih dikembangkan lagi tidak hanya antara guru
di sekolah saja namun juga psikiater atau psikolog dalam melaksanakan kegiatan
pembinaan minat bakat siswa ABK.
3. Perlu adanya sebuah ajang untuk menampilkan ataupun mempertunjuk-kan berbagai
minat bakat ABK yang telah dibina, seperti melalui ajang perlombaan atau
pertunjukkan.