Anda di halaman 1dari 69

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA PRODI KEPERAWATAN

KAMPUS SUMEDANG

Jl. Margamukti Licin Cimalaka Sumedang 45353 Telp/Fax(0261) 203084

INSTITUSI PENDIDIKAN : UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA PRODI


KEPERAWATAN KAMPUS SUMEDANG

NAMA MAHASISWA : NURUL AINI

LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN
(PK)

1. KASUS (Masalah Utama)


Perilaku kekerasan.

2. PROSES TERJADINYA MASALAH


a. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan definisi tersebut maka
perilaku kekerasan dapat dilakukakn secara verbal, diarahkan pada diri sendiri,
orang lain dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu
sedang berlangsung kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku
kekerasan).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain
dan lingkungan yang dirasakan sebagai ancaman. (Kartika Sari, 2015).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain.
Sering juga disebut gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon
terhadap suatu stressor dengan gerakan motoric yang tidak terkontrol (Yosep, 2010).
Menurut Nanda-1, (2012-2014) factor resiko terbagi dua, yaitu :
1) Resiko perilaku kekerasan terhadap orang lain
Beresiko melakukan perilaku, yakni individu menunjukkan bahwa dirinya
dapat membahayakan orang lain secara fisik, emosional, dan/atau seksual.
 Ketersediaan senjata
 Bahasa tubuh (missal, sikap tubuh kaku/rigid, mengepalkan jari dan
rahang terkunci, hiperaktivitas, denyut jantung ceat, nafas terengaengah,
cara berdiri mengancam).
 Kerusakan kognitif (missal, ketunadayaan belajar, gangguan deficit
perhatian, penurunan fungsi intelektual).
 Kejam pada hewan.
 Menyalakan api.
 Riwayat penganiayaan pada masa kanak-kanak.
 Riwayat melakukan kekerasan tak langsung (missal, merobek pakaian,
membanting objek yang tergantung di dinding, berkemih dilantai, defekasi
dilantai, mengetuk-ngetuk kaki, teper tantrum, berlarian di koridor,
berteriak, melempar objek, memecahkan jendela, membanting pintu,
agresif seksual).
 Riwayat penyalahgunaan zat.
 Riwayat ancaman kekerasan (missal, ancaman verbal terhadap seseorang,
ancaman social, mengeluarkan sumpah serapah, membuat catatan/surat
ancaman, sikap tubuh mengancam, ancaman seksual).
 Riwayat menyaksikan perilaku kekerasan dalam keluarga.
 Riwayat perilaku kekerasan terhadap orang lain.
 Riwayat perilaku kekerasan antisosial.
 Impulsive.
 Pelanggaran kendaraan bermotor.
 Gangguan neurologis.
 Intoksikasi patologis.
 Komplikasi perinatal.
 Komplikasi prenatal.
 Simtomatologi psikosis (missal, perintah halusinasi pendengaran,
pengllihatan ; delusi paranoid; proses pikir tidak logis; tidak teratur; atau
tidak koheren).
 Perilaku bunuh diri.
2) Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri
Beresiko melakukan perilaku, individu menunjukkan bahwa dirinya dapat
membahayakan dirinya sendiri secara fisik, emosional dan/atau seksual.
 Usia 15-19 tahun
 Usia 45 thn/lebih
 Isyarat perilaku (catatan cinta yang sedih, menunjukkan pesan kemarahan
pada orang terdekat yang telah menolak dirinya, mengambil polis asuransi
jiwa yang besar).
 Konflik hubungan interpersonal.
 Masalah emosional.
 Masalah pekerjaan.
 Menjalani tindakan seksual autoerotic.
 Latar belakang keluarga.
 Riwayat upaya bunuh diri berulang kali.
 Kurang sumber personal (pencapaian yang buruk, wawasan/pengetahuan
yang buruk, afek yang tidak tersedia dan dikendalikan secara buruk).
 Kurang sumber social.
 Status pernikahan.
 Masalah kesehatan mental.
 Masalah kesehatan fisik.
 Orientasi seksual.
 Ide bunuh diri.
 Rencana bunuh diri.
 Petunjuk verbal.
b. Rentang respon
Respon adaptif Respon maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif PK/Amuk


Klien gagal Klien merasa Klien Perasaan
Klien mampu mencapai tidak dapat mengekspresikan marah dan
mengungkapkan tujuan mengungkapkan secara fisik, tapi bermusuhan
rasa marah kepuasan saat perasaanya, masih terkontrol, yang kuat
tanpa marah dan tidak berdaya mendorong dan hilang
menyalahkan tidak dapat dan menyerah. orang lain kontrol
orang lain dan menemukan dengan ancaman. disertai
memberikan alternatifnya. amuk,
kelegaan. merusak
lingkungan.

Respon adaptif
Respon adaftif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya yang
berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi
suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon adaptif. (Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 96) :
 Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
 Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
 Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman.
 Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
 Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.

Respon maladaptif

 Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun


tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.
 Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungakpan kemarahan
yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik.
 Kerusakan proses emosi adalah perubahan status yang timbul dari hati.
 Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur.
(Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 97)
c. Faktor predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap morang yang merupakan faktor
predisposis, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika
faktor berikut dialami oleh individu:
1) Teori Biologis
a) Neurologic factor, beragam komponen dari system syaraf seperti synap,
neurotransmitter, dendrit, axon terminalis mempunyai peran memfasilitasi
atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan yang akan mempengaruhi
sifat agresif. System limbic sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku bermusuhan dan respon agresif.
b) Genetic factor, adanya factor gen yang diturunkan melalui orang tua,
menjadi potensi perilaku agresif. Menurut riset Kazuo Murakami (2007)
dalam gen manusia terdapat dormant (potensi) agresif yang sedang tidur dan
akan bangun jika terstimulasi oleh factor eksternal. Menurut penelitian
genetic tipe karyotype XXY, pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku
tindak criminal serta orang-orang yang tersangkut hokum akibat perilaku
agresif.
c) Cycardian rhytm (irama sirkadian tubuh), memegang peranan pada individu.
Menurut penelitian pada jam-jam tertentu manusia mengalami peningkatan
cortisol terutama pada jam-jam sibuk seperti menjelang masuk kerja dan
menjelang berakhirnya pekerjaan sekitar jam 9 dan 13. Pada jam tertentu
orang lebih mudah terstimulasi untuk bersikap agresif.
d) Biochemistry factor (factor biokimia tubuh) seperti neurotransmitter diotak
(epinephrine, norepinephrine, dopamine,asetilkolin, dan serotonin) sangat
berperan dalam penyampaian informasi melalui system persyarafan dalam
tubuh, adanya stimulus dari luar tubuh yang dianggap mengancam atau
membahayakan akan dihantarkan melalui impuls neurotransmitter ke otak
dan meresponnya melalui serabut efferent. Peningkatan hormone androgen
dan norepinephrine serta penurunan serotonin dan GABA ada cairan
serebrospinal vertebra dapat menjadi factor predisposisi terjadinya perilaku
agresif.
e) Brain area disorder, gangguan pada system limbic dan lobus temporal
sindrom otak organic, tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis,
epilepsy ditemukan sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak
kekerasan.
2) Psikologis
Menurut Townsend (1996, dalam jurnal penelitian) Faktor psikologi perilaku
kekerasan meliputi:
a) Teori Psikoanalitik, teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kepuasan dan
rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat
konsep diri yang rendah. Agresif dan kekerasan dapat memberikan
kekuatan dan meningkatkan citra diri (Nuraenah, 2012: 30).
b) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang
dipelajarai, individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap perilaku
kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhioleh peran eksternal
(Nuraenah, 2012: 31).
c) Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek
ini menstiumulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan (Eko Prabowo,
2014: hal 142).
d) Sosial budaya, proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi
informasi memberikan dampak terhadap nilai-niali sosial dan budaya pada
masyarakat. Di sisi lain, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang
sama untuk mnyesuaikan dengan berbagai perubahan, serta mengelola
konflik dan stress (Nuraenah, 2012: 31).
e) Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus
temporal dan ketidak seimbangan neurotransmitter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan (Eko Prabowo, 2014: hal 143).
3) Sosiokultural
Dalam budaya tertentu seperti rebutan berkah, rebutan uang receh, sesaji atau
kotoran kerbau di keratin, serta ritual-ritual yang cenderung mengarah ada
kemusyrikan secara tidak langsung turut memupuk sikap agresif dan ingin
menang sendiri. Control masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima
perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam masyarakat
merupakan factor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan. Hal ini dipicu
dengan maraknya demonstrasi, film-film kekerasan, mistik, tahayul dan
perdukunan.
4) Religious
Dalam tinjauan religiusitas, kemarahan dan agresivitas merupakan dorongan
dan bisikan setan yang sangat menyukai kerusakan agar manusia menyesal
(devil support). Semua bentuk kekerasan adalah bisikan setan melalui pembuluh
darah ke jantung, otak dan organ vital manusia lain yang dituruti manusia
sebagai bentuk kompensasi bahwa kebutuhan dirinya terancam dan harus segera
dipenuhi tetapi tanpa melibatkan akal (ego) dan norma agama (super ego).
d. Faktor presifitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa
injury secara fisik, psikis atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencentus
perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
1) Kondisi klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan
yang penuh dengan agresif dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
2) Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang, merasa terancam baik
internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal dari lingkungan.
3) Lingkungan : panas, padat dan bising.
e. Tanda dan gejala
Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku
kekerasan : (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 97)
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot atau pandangan tajam
3) Rahang mengatup
4) Wajah memerah dan tegang
5) Postur tubuh kaku
6) Pandangan tajam
7) Jalan mondar-mandir

Klien dengan perilaku kekerasan sering menunjukan adanya (Kartika Sari, 2015:
138) :

1) Klien mengeluh perasaan terancam, marah dan dendam.


2) Klien mengungkapkan perasaan tidak berguna.
3) Klien mengungkapkan perasaan jengkel.
4) Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti dada berdebar-debar, rasa
tercekik dan bingung.
5) Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh melukai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan.
6) Klien mengatakan semua orang ingin menyerang.

3. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


DS :
a. Mengungkapkan mendengar atau melihat obyek yang mengancam.
b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir.
DO :
a. Wajah tegang merah
b. Mondar-mandir
c. Mata melotot, rahang mengatup
d. Tangan mengepal
e. Keluar banyak keringat
f. Mata merah
g. Tatapan mata tajam
h. Muka merah
4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko perilaku kekerasan
b. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
c. Harga diri rendah
5. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
SP.PASIEN
PERENCANAAN
DIAGNOSA
TGL KRITERIA
KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI
EVALUASI
RESIKO PERILAKU 1. Klien dapat membina 1.1 klien mau 1.1.1 beri salam/panggil
KEKERASAN hubungan saling membalas salam nama klien
percaya 1.2 klien mau 1.1.2 sebutkan nama
menjabat tangan perawat sambil jabat
1.3 klien mau tangan
menyebutkan nama 1.1.3 jelaskan maksud
1.4 klien mau hubungan interaksi
tersenyum 1.1.4 jelaskan tentang
1.5 klien mau kontak kontrak yang akan
mata dibuat
1.6 klien mengetahui 1.1.5 beri rasa aman dan
nama pegawai sikap empati
1.7 menyediakan 1.1.6 lakukan kontak
waktu untuk singkat tapi sering
kontrak
2. klien dapat Setelah melakukan … x 2.1.1 identifikasi
menyebutkan interaksi dengan pasien, penyebab, tanda &
penyebab perilaku pasien mampu : gejala PK yang
kekerasan 2.1 menyebutkan dilakukan, akibat
penyebab perilaku dari PK
kekerasan 2.1.2 jelaskan cara
2.2 menyebutkan cara mengontrol PK :
mengontrol PK : fisik, obat, verbal,
fisik, obat, verbal, spiritual
spiritual 2.1.3 latihan cara
2.3 mempraktekan mengontrol PK
latihan cara secara fisik : Tarik
mengontrol PK nafas dalam, ukul
secara fisik : Tarik kasur dan bantal
nafas dalam, pukul 2.1.4 masukkan ada jadual
kasur dan bantal untuk kegiatan
2.4 menyusun jadual harian
kegiatan harian
3 klien mampu berlatih Setelah melakukan … x 3.1.1 evaluasi kegiatan
kegiatan pertama dan interaksi dengan pasien, latihan fisik, beri
kedua yang akan pasien mampu : pujian
dilatihnya 3.1 mengevaluasi 3.1.2 latih cara
latihan fisik 1 mengontrol PK
3.2 menyebutkan cara dengan obat
mengontrol PK (jelaskan 6 benar :
dengan obat jenis, guna, dosis,
3.3 mempraktekkan cara frekuensi, cara,
meminum obat kontinuitas minum
3.4 memasukkan obat)
kedalam jadual 3.1.3 masukkan pada
harian latihan fisik 1 jadual kegiatan
dan minum obat untuk latihan fisik
dan minum obat
4 klien mampu berlatih Setelah melakukan … x 4.1.1 evaluasi kegiatan
dan mengontrol resiko interaksi dengan pasien, fisik dan obat. Beri
PK dengan kegiatan pasien mampu : pujian
pertama, kedua, dan 4.1 mengevaluasi 4.1.2 latih cara
ketiga yang akan latihan fisik & obat mengontrol PK
dilatih 4.2 mempraktekkan secara verba (3
cara mengontrol cara, yaitu
PK dengan verbal mengungkapkan,
(mengungkapkan, meminta, dan
meminta, dan menolak dengan
menolak dengan benar)
benar) 4.1.3 memasukkan pada
4.3 memasukkan jadual kegiatan
kegiatan pada untuk latihan fisik,
jadual harian obat, dan verbal
5 klien mampu berlatih Setelah melakukan … x 5.1.1 evaluasi kegiatan
dan mengontrol resiko interaksi dengan pasien, latihan fisik, obat
PK dengan kegiatan pasien mampu : dan verbal. Beri
fisik, obat, verbal, dan 5.1 mengevaluasi pujian
spiritual. latihan fisik, obat, 5.1.2 latihan cara
dan verbal mengontrol
5.2 mempraktekkan spiritual (2
cara mengontrol kegiatan)
PK dengan 5.1.3 masukkan ada
spiritual jadual kegiatan
5.3 memasukkan untuk latihan
kegiatan pada fisik, obat, verbal,
jadual harian dan spiritual
SP. KELUARGA

DIAGNOSA PERENCANAAN
TGL
KEPERAWATAN TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI
RESIKO PERILAKU 1. Keluarga dapat Setelah dilakukan … x 1.1.1 diskusikan masalah yang
KEKERASAN mendiskusikan pertemuan diharapkan dirasakan dalam
masalah yang keluarga : merawat pasien
dirasakan dalam 1.1 mendiskusikan 1.1.2 jelaskan pengertian,
merawat pasien masalah yang tanda&gejala, dan
dirasakan dalam proses terjadinya PK
merawat pasien (gunakan booklet)
1.2 menjelaskan 1.1.3 jelaskan cara merawat
pengertian, tanda PK
gejala, dan proses 1.1.4 latih satu cara merawat
terjadinya PK PK dengan melakukan
1.3 menjelaskan cara kegiatan fisik : menarik
merawat PK nafas dalam, pukul kasur
1.4 mempraktekkan dan bantal
satu cara merawat
PK dengan
melakukan
kegiatan fisik :
Tarik nafas dalam,
pukul kasur dan
bantal
2. keluarga dapat Setelah melakukan … x 2.1.1 evaluasi kegiatan
melatih dan pertemuan keluarga keluarga dalam
mengontrol PK pasien mampu : merawat/melatih
dengan kegiatan fisik 2.1 mengevaluasi kegiatan fisik pasien.
dan obat kegiatan dalam Beri pujian.
melatih pasien 2.1.2 Jelaskan 6 benar
dalam kegiatan pemberian obat
fisik 2.1.3 Latih cara
2.2 menjelaskan 6 memberikan/membimbi
benar pemberian ng minum obat
obat 2.1.4 Anjurkan untuk
2.3 mempraktekan cara membantu klien sesuai
memberi obat jadual, dan beri pujian
2.4 membantu pasien
sesuai jadual
3. Keluarga dapat Setelah melakukan …x 3.1.1 evaluasi kegiatan
melatih cara bicara pertemuan keluarga keluarga dalam
yang baik dan mampu : merawat/membantu
kegiatan spiritual 3.1 mengevaluasi pasien dalam kegiatan
kegiatan dalam fisik, obat, , latihan
merawat pasien bicara yang baik, dan
dalam kegiatan kegiatan spiritiual.
fisik dan obat 3.1.2 Latih cara membimbing
3.2 mempraktekkan : cara bicara yang baik
cara bicara yang 3.1.3 Latih cara membimbing
baik kegiatan spiritual
3.3 mempraktekkan 3.1.4 Anjurkan untuk
kegiatan spiritual membantu pasien sesuai
3.4 membantu pasien jadual dan memberi
sesuai jadual pujian

4. Keluarga dapat Setelah melakukan ….x 4.1.1 evaluasi kegiatan


merawat pasien, pertemuan keluarga keluarga dalam
mengenali tanda mampu : merawat/melatih pasien
kekambuhan, merujuk 4.1 mengevaluasi fisik, memberikan obat,
kembali ketika terjadi kegiatan dalam latihan bicara yang baik
kekambuhan, dan merawat pasien dan kegiatan spiritual
membantu kegiatan melakukan 4.1.2 menjelaskan follow up
pasien. kegiatan fisik, ke RSJ/PKM, tanda
obat, latihan kambuh dan rujukan
bicara yang baik 4.1.3 anjurkan membantu
dan kegiatan pasien sesuai jadual dan
spiritual memberikan pujian
4.2 menjelaskan tanda
kekambuhan
4.3 membantu pasien
sesuai jadual
REFERENSI

Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi ASUHAN KEPERAWATAN JIWA.


Yogyakarta: Nuha Medika

Mukhripah Damaiyanti. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika


Aditama

Nuraenah. (2012). Hubungan Dukungan Keluarga dan Beban Keluarga dalam Merawat
Anggota dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di RS. Jiwa Islam Klender
Jakarta Timur, 29-37.

Sari, K. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta: Trans Info
Media

Yosep, H, I, & Sutini, T. (2016).Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Bandung : PT Refika


Aditama
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA PRODI KEPERAWATAN

KAMPUS SUMEDANG

Jl. Margamukti Licin Cimalaka Sumedang 45353 Telp/Fax (0261)


203084

INSTITUSI PENDIDIKAN : UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA PRODI


KEPERAWATAN KAMPUS SUMEDANG

NAMA MAHASISWA : NURUL AINI

LAPORAN PENDAHULUAN

(Hari Pertama Praktek)

1. KASUS (Masalah Utama)


Harga Diri Rendah (HDR)
2. PROSES TERJADINYA MASALAH
a. Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri
yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena
tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri (Keliat, 1998).
Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dapat terjadi secara :
1) Situasional, yaitu terjadi terutama yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami/istri, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan
malu karena sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba).
2) Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri dan berlangsung lama, yaitu
sebelum sakit/dirawat. Klien ini mempunyai cara berpikir yang negatif.
Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatid terhadap dirinya.
Kondisi ini mengakibatkan respon mal yang adaptif. Kondisi ini dapat
ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronik atau pada klien gangguan
jiwa.
b. Rentang respon
Stuart G.W, 2006

Respon Adaptif Respon


Maladptif
Aktualisasi diri Konsep diri Harga diri Keracunan Depersonalisasi

Positif rendah identitas

Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan
latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
Konsep diri positif merupakan bagaimana seseorang memandang apa yang ada
pada dirinya meliputi citra dirinya, ideal dirinya, harga dirinya, penampilan peran
serta identitas dirinya secara positif. Hal ini akan menunjukan bahwa individu itu
akan menjadi individu yang sukses.
Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap dirinya sendir,
termasuk kehilangan percaya diri, tidak berguna, tidak berharga, pesimis, tidak
ada harapan dan putus asa. Adapun perilaku yang berhubungan dengan harga diri
yang rendah yaitu mengkritik diri sendiri dan/atau orang lain, penurunan
produktivitas, destruktif yang diarahkan kepada orang lain, gengguan dalam
berhubungan, perasaan tidak mampu, rasa bersalah, perasaan negatif mengenai
tubuhnya sendiri, keluhan fisik, menarik diri secara sosial, khawatir, serta menarik
diri dari realitas.
Keracunan identitas merupakan suatu kegagalan individu untuk
mengintegrasikan berbagai indentifikasi masa kanak-kanak kedalam kepribadian
psikososial dewasa yang harmonis. Adapun perilaku yang berhubungan dengan
keracunan identitas yaitu tidak ada kode moral, sifat kepribadian yang
bertentangan, hubungan interpersonal eksploitatif, perasaan hampa. Perasaan
mengambang tentang diri sendiri, tingkat ansietas yang tinggi, ketidakmampuan
untuk empati terhadap orang lalin.
Depersonalisasi merupakan suatu perasaan tidak realistis dimana klien tidak
dapat membedakan stimulus dari dalam atau luar dirinya. Individu mengalami
kesulitan untuk membedakan dirinya sendiri dengan orang lain, dan tubuhnya
sendiri merasa tidak nyata dan asing baginya.
c. Faktor predisposisi
1) Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan
orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai
tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang
tidak realistis.
2) Faktor yang mempengaruhi perfoma peran adalah stereotipe peran gender,
tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya.
3) Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidakpercayaan orang
tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur sosial.
d. Faktor presipitasi
Menurut Yosep (2009), faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya
adalah kehilangan bagian tubuh, perubahan/penampilan bentuk tubuh, kegagalan
atau produktivitas menurun. Secara umum, gangguan konsep harga diri rendah ini
dapat terjadi secara situasional dan kronik.
e. Tanda dan gejala
Menurut Damaiyanti (2008), tanda dan gejala harga diri rendah kronik adalah
sebgai berikut :
1) Mengkritik diri sendiri
2) Perasaaan tidak mampu
3) Pandangan hidup pesimis
4) Penurunan produktivitas
5) Penolakan terhadap kemampuan diri
Selain data diatas, dapat juga mengamati penampilan seseorang dengan harga
diri rendah, terlihat kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak
rapi, selera makan berkurang, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak
menunduk, bicara lambat dengan suara nada lemah.
3. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
DS :
a. Mengungkapkan perasaan malu/bersalah
b. Mengungkapkan menjelek-jelekan diri
c. Mengungkapkan hal-hal yang negatif tentang diri (misalnya, ketidakberdayaan
dan ketidakbergunaan)
DO :
a. Mengevaluasi diri seperti tidak mampu untuk mengatasi permasalahan/situasi
b. Kesulitan dalam membuat keputusan
4. DIAGNOSA KEPERAWATAN : Harga Diri Rendah Kronik
5. MASALAH LAIN YANG MUNGKIN MUNCUL : Isolasi sosial, koping individu
tidak efektif
6. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
SP. PASIEN
PERENCANAAN
DIAGNOSA
TGL
KEPERAWATAN TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI

Harga Diri Rendah 1. Pasien dapat Setelah dilakukan ... x Setelah dilakukan ... x
mengidentifikasi pertemuan diharapkan pertemuan diharapkan pasien
kemampuan dan aspek pasien mampu : mampu :
positif yang dimiliki. 1.1 Mengindentifikasi 1.1.1 Mengindentifikasi
kemampuan kemampuan
melakukan kegiatan melakukan kegiatan
dan aspek positif. dan aspek positif.
1.2 Menilai kegiatan yang 1.1.2 Menilai kegiatan
dilakukan saat ini. yang dilakukan saat
1.3 Memilih salah satu ini.
kegiatan. 1.1.3 Memilih salah satu
1.4 Mempraktekkan kegiatan.
kegiatan yang dipilih. 1.1.4 Mempraktekkan
1.5 Menyusun jadwal kegiatan yang
kegiatan. dipilih.
1.1.5 Menyusun jadwal
kegiatan.
2. Klien dapat memilih dan Setelah dilakukan ... x 2.1.1 Evaluasi kegiatan
pertama yang telah
berlatih kegiatan pertama pertemuan diharapkan
dilatih dan berikan
dan kedua yang pasien mampu : pujian.
2.1.2 Bantu pasien
dipilihnya. 2.1 Mengevaluasi kegiatan
memilih kegiatan
pertama. kedua yang akan
dilatih
2.2 Memilih kegiatan
2.1.3 Latih kegiatan kedua
kedua . (alat dan cara)
2.1.4 Masukkan pada
2.3 Mempraktekkan
jadwal kegiatan
kegiatan kedua. untuk latihan : 2
kegiatan masing-
2.4 Menyusun jadwal
masing dua kali
kegiatan. perhari.
3. Klien dapat memilih dan Setelah dilakukan ... x 3.1.1 Evaluasi kegiatan
berlatih kegiatan ketiga pertemuan diharapkan pertama dan kedua
yang dipilihnya. pasien mampu : yang telah dilatih dan
3.1 Mengevaluasi kegiatan berikan pujian.
pertama dan kedua. 3.1.2 Bantu pasien
3.2 Memilih kegiatan memilih kegiatan
ketiga. ketiga yang akan
3.3 Mempraktekkan dilatih.
kegiatan ketiga. 3.1.3 Latih kegiatan ketiga
3.4 Menyusun jadwal (alat dan cara)
kegiatan. 3.1.4 Masukkan pada
jadwal kegiatan
untuk latihan : tiga
kegiatan, masing-
masing dua kali
perhari.
4. Klien dapat milih dan Setelah dilakukan ... x 4.1.1 Evaluasi kegiatan
berlatih kegiatan pertemuan diharapkan keluarga dalam
keempat yang dipilihnya. pasien mampu : membimbing pasien
4.1 Mengevaluasi melaksanakan
kegiatan pertama, kegiatan pertama,
kedua dan ketiga. kedua, dan ketiga.
4.2 Memilih kegiatan yang Beri pujian.
akan dilatih. 4.1.2 Bantu pasien
4.3 Mempraktekkan memilih kegiatan
kegiatan keempat. yang akan dilatih.
4.4 Menyusun jadwal 4.1.3 Latih kegiatan
kegiatan. keempat.
4.1.4 Masukkan pada
jadwal kegiatan
untuk latihan : empat
kegiatan masing-
masing dua kali per
hari.

SP. KELUARGA
PERENCANAAN
DIAGNOSA
TGL
KEPERAWATAN TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI

Harga Diri Rendah 1. Keluarga dapat Setelah dilakukan ... x 1.1.1 Diskusikan masalah
yang dirasakan dalam
mendiskusikan pertemuan diharapkan
merawat pasien.
kemampuan dan aspek keluarga mampu : 1.1.2 Jelaskan pengertian,
tanda dan gejala, dan
positif pasien yang 1.1 Mendiskusikan
proses terjadinya
dimiliki. masalah dalam harga diri rendah.
1.1.3 Diskusikan
merawat pasien.
kemampuan atau
1.2 Menjelaskan aspek positif pasien
yang pernah dimiliki
pengertian, tanda &
sebelum dan setelah
gejala, dan proses sakit.
1.1.4 Jelaskan cara merawat
terjadinya harga diri
harga diri rendah
rendah. terutama memberikan
pujian semua hal yang
1.3 Mendiskusikan positif pada pasien.
1.1.5 Latih keluarga
kemampuan dan
memberi tanggung
askpek positif yang jawab kegiatan
pertama yang dipilih
dimiliki pasien.
pasien : bimbing dan
1.4 Menjelaskan cara beri pujian.
1.1.6 Anjurkan membantu
merawat pasien.
pasien sesuai jadwal
1.5 Mempraktekkan dan memberikan
pujian.
kegiatan pertama yang
dipilih pasien
1.6 Menganjurkan
menyusun jadwal
sesuai kegiatan.
2. Keluarga dapat Setelah dilakukan ... x 2.1.1 Evaluasi kegiatan
keluarga dalam
mengevaluasi kegiatan pertemuan diharapkan
membimbing pasien
pertama dan melatih keluarga mampu : melaksanakan
kegiatan pertama
kegiatan kedua untuk 2.1 Mengevaluasi dalam
yang dipilih dan
pasien. membimbing kegiatan dilatih pasien. Beri
pujian
pertama yang dipilih
2.1.2 Bersama keluarga
pasien. melatih pasien dalam
melakukan kegiatan
2.2 Mempraktekkan
kedua yang dipilih
kegiatan kedua yang pasien.
2.1.3 Anjurkan membantu
dipilih pasien. pasien sesuai jadwal
dan memberi pujian.
2.3 Menganjurkan
membantu pasien
dalam menyusun
jadwal kegiatan.
3. Keluarga dapat Setelah dilakukan ... x 3.1.1 Evaluasi kegiatan
mengevaluasi kegiatan pertemuan diharapkan keluarga dalam
kedua dan melatih keluarga mampu : membimbing pasien
kegiatan ketiga untuk 3.1 Mengevaluasi dalam melaksanakan
pasien. membimbing kegiatan kegiatan pertama dan
pertama dan kedua kedua yang telah
yang dipilih pasien. dilatih. Beri pujian
3.2 Mempraktekkan 3.1.2 Bersama keluarga
kegiatan kedua yang melatih pasien
dipilih pasien. melakukan kegiatan
3.3 Menganjurkan ketiga yang dipilih.
membantu pasien 3.1.3 Anjurkan membantu
dalam menyusun pasien sesuai jadwal
jadwal kegiatan. dan berikan pujian.
4. Keluarga dapat Setelah dilakukan ... x 4.4.1 Evaluasi kegiatan
mengevaluasi kegiatan pertemuan diharapkan keluarga dalam
pertama, kedua dan keluarga mampu : membimbing pasien
ketiga dan dapat 4.1 Mengevaluasi dan melaksanakan
membimbing kegiatan membimbing kegiatan kegiatan pertama,
keempat. pertama, kedua dan kedua dan ketiga.
ketiga yang dipilih Beri pujian
pasien. 4.4.2 Bersama keluarga
4.2 Mempraktekkan melatih pasien
kegiatan keempat melakukan kegiatan
yang dipilih pasien. ke empat yang
4.3 Menjelaskan dipilih.
mengenai follow up 4.4.3 Jelaskan follow up
ke RSJ atau tanda ke RSJ/PKM, tanda
kekambuhan. kambuh, rujukan
4.4 Menganjurkan 4.4.4 Anjurkan membantu
menyusun jadwal pasien sesuai jadwal
kegiatan dan memberikan
pujian.
REFERENSI
Damaiyanti, M & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan jiwa. Bandung: Refika Aditama
Yosep, I & Sutini, T. (2007). Buku Ajar Keperawatan Jiwa Dan Advance Mental Health
Nursing. Bandung: Refika Aditama
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA PRODI KEPERAWATAN

KAMPUS SUMEDANG

Jl. Margamukti Licin Cimalaka Sumedang 45353 Telp/Fax (0261)


203084

INSTITUSI PENDIDIKAN : UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA PRODI


KEPERAWATAN KAMPUS SUMEDANG

NAMA MAHASISWA : NURUL AINI

LAPORAN PENDAHULUAN

(Hari Pertama Praktek)

1. KASUS (Masalah Utama)


Defisit Perawatan Diri
2. PROSES TERJADINYA MASALAH
a. Pengertian
Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat
adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas
perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri tampak dari ketidakmampuan
merawat kebersihan diri diantaranya mandi, makan dan minum secara mandiri,
berhias secara mandiri, dan toileting (Buang Air Besar [BAB] / Buang Air Kecil
[BAK]).
Defisit perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhan guna mempertahankan hidupnya, kesehatannya dan
kesejahteraannya. Klien dinyatakan terganggu oerawatan dirinya jika tidak dapat
melakukan perawatan dirinya. (Aziz R., 2003)
b. Rentang Respon

Respon Adaptif Kadang Perawatan Respon Maladaptif


Pola perawatan diri kadang tidak tidak melakukan
Diri seimbang perawatan diri
1) Pola perawatan diri seimbang : saat pasien mendapatkan stresor dan mampu
berperilaku adaptif maka pola perawatan yang dilakukan klien tidak seimbang,
klien masih melakukan perawatan diri.
2) Kadang melakukan perawatan diri kadang tidak : pada saat pasien
mendapatkan stresor kadang-kadang pasien tidak memperhatikan perawatan
dirinya.
3) Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan tidak peduli dan tidak
bisa melakukan tindakan pada saat stresir. (Ade, 2001)
c. Faktor Predisposisi
1) Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan
inisiatif terganggu.
2) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan
diri.
3) Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan
diri.
4) Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkunganya.
Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
d. Faktor Presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami
individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan
diri
e. Tanda dan Gejala
Adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri menurut Fitria
(2009) adalah sebagai berikut ;
1) Mandi/hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan, memperoleh
atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air mandi,
mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk dan
keluar kamar mandi.

2) Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil potongan
pakaian, menanggalkan pakaian, serta memperoleh atau menukar pakaian.
Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam,
memilih pakaian, menggunakan alat tambahan, menggunakan kancing tarik,
melepaskan pakaian, menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan
pad atingkat yang memuaskan, mengambil pakaian dan mengenakan sepatu.
3) Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan, mempersiapkan
makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan, menggunakan alat
tambahan, mendapatkan makanan, membuka container, memanipulasi
makanan dalam mulut, melengkapi makan, mencerna makanan menurut cara
yang diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna
cukup makanan dengan aman.
4) Eliminasi
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan
jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi
pakaian untuk toileting, membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat,
dan menyiram toilet atau kamar kecil.
3. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
DS :
a. Pasien merasa lemah,
b. Malas untuk beraktifitas,
c. Merasa tidak berdaya.

DO :

a. Rambut kotor, acak-acakan,


b. Badan dan pakaian kotor dan bau,
c. Mulut dan gigi bau,
d. Kulit kusam dan kotor,
e. Kuku panjang dan tidak terawat.
4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Defisit perawatan diri : kebersihan diri
b. Defisit perawatan diri : berdandan
c. Defisit perawatan diri : makan/minum
d. Defisit perawatan diri : BAB/BAK
5. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
SP. PASIEN
PERENCANAAN
DIAGNOSA
TGL
KEPERAWATAN TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI

Deficit Perawatan Diri 1. Klien dapat mengenal Setelah ...x pertemuan 1.1.1 Identifikasi masalah
tentang pentingnya diharapkan pasien mampu : perawatan diri :
kebersihan diri. 1.1 Mengidentifikasi kebersihan diri,
masalah perawatan berdandan,
diri. makan/minum,
1.2 Menjelaskan BAB/BAK.
pentingnya 1.1.2 Jelaskan pentingnya
kebersihan diri. kebersihan diri.
1.3 Menjelaskan cara 1.1.3 Jelaskan cara dan
dan alat apa saja alat kebersihan diri.
yang digunakan 1.1.4 Latih cara menjaga
untuk kebersihan kebersihan diri :
diri. mandi dan ganti
1.4 Mempraktekkan cara pakaian, sikat gigi,
menjaga kebersihan cuci rambut, potong
diri. kuku.
1.5 Menyusun jadwal 1.1.5 Masukkan pada
kegiatan. jadwal kegiatan
untuk latihan mandi,
sikat gigi ( 2 kali
perhari), cuci rambut
(2 kali perminggu),
potong kuku (1 kali
perminggu).
2. Klien dapat Setelah ... x pertemuan 2.1.1 Evaluasi kegiatan
mempraktekkan cara diharapkan klien mampu : kebersihan diri, beri
berdandan setelah 2.1 Mengevaluasi kegiatan pujian
melakukan kebersihan kebersihan diri. 2.1.2 Jelaskan cara dan
diri. 2.2 Menjelaskan cara dan alat untuk berdandan.
alat yang digunakan 2.1.3 Latih cara berdandan
untuk berdandan. setelah kebersihan
2.3 Mempraktekkan cara diri : sisiran, rias
berdandan muka untuk
2.4 Menyusun jadwal perempuan ; sisiran,
kegiatan. cukuran untuk pria.
2.1.4 Masukkan pada
jadwal kegiatan
untuk kebersihan diri
dan berdandan.
3. Klien dapat melakukan Setelah ... x pertemuan 3.1.1 Evaluasi kegiatan
kebersihan perawatan diharapkan klien mampu : kebersihan diri dan
diri: makan dan minum 3.1 Mengevaluasi kegiatan berdandan. Beri
secara mandiri. keberishian diri dan pujian.
berdandan. 3.1.2 Jelaskan cara dan
3.2 Menjelaskan cara dan alat makan dan
alat untuk kegiatan minum
makan dan minum. 3.1.3 Latih cara makan dan
3.3 Mempraktekan cara minum yang baik.
makan dan minum yang 3.1.4 Masukan pada
baik. jadwal kegiatan
3.4 Menyusun jadwal untuk latihan
kegiatan. kebersihan diri,
berdandan dan
makan dan minum
yang baik.
4. Klien dapat Setelah ... x pertemuan 4.1.1 Evaluasi kegiatan
mempertahankan diharapkan klien mampu : kebersihan diri,
kebersihan diri secara 4.1 Mengevaluasi kegiatan berdandan, makan &
mandiri. kebersihan diri, minum. Beri pujian
berdandan, makan & 4.1.2 jelaskan cara BAB
minum. dan BAK yang baik.
4.2 Menjelaskan cara BAB 4.1.3 Latih BAB dan BAK
dan BAK yang baik. yang baik.
4.3 Mempraktekkan cara 4.1.4 Masukkan pada
BAB dan BAK yang jadwal kegiatan
baik. untuk latihan
4.4 Menyusun jadwal kebersihan diri,
kegiatan berdandan, makan
&minum serta
BAB/BAK

SP. KELUARGA
PERENCANAAN
DIAGNOSA
TGL
KEPERAWATAN TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI

Defisit Perawatan Diri 1. Keluarga dapat mengenal Setelah ...x pertemuan 1.1.1 Diskusikan masalah
tentang pentingnya diharapkan keluarga yang dirasakan
kebersihan diri. mampu : dalam merawat
1.1 Mendiskusikan masalah pasien.
selama merawat pasien. 1.1.2 Jelaskan pengertian,
1.2 Menjelaskan tentang tanda dan gejala dan
pengertian, tanda & proses terjadinya
gejala serta proses defisit perawatan diri.
terjadinya defisit 1.1.3 Jelaskan cara
perawatan diri. merawat defisit
1.3 Menjelaskan cara perawatan diri
merawat defisit 1.1.4 Latih dua cara
perawatan diri. merawat : kebersihan
1.4 Mempraktekkan cara diri dan berdandan.
merawat kebersihan diri 1.1.5 Anjurkan membantu
dan berdandan. pasien sesuai jadwal
1.5 Menganjurkan untuk dan berikan pujian.
membantu menyusun
jadwal kegiatan.
2. Keluarga dapat Setelah ... x pertemuan 2.1.1 Evaluasi kegiatan
mempraktekkan cara diharapkan keluarga mampu keluarga dalam
merawat diri. : merawat/melatih
2.1 Mengevaluasi kegiatan pasien kebersihan
kebersihan diri. diri. Beri pujian.
2.2 Mempraktekkan cara 2.1.2 Latih dua cara
merawat makan & merawat : makan &
minum serta BAK & minum, BAB &
BAK. BAK.
2.3 Menganjurkan membantu 2.1.3 Anjurkan membantu
pasien menyusun jadwal pasien sesuai jadwal
kegiatan. dan memberi pujian.
3. Keluarga dapat Setelah ... x pertemuan 3.1.1 Evaluasi kegiatan
membimbing pasien dalam diharapkan keluarga mampu keluarga dalam
merawat kebrsihan diri : merawat/mealtih
secara mandiri 3.1 Mengevaluasi kegiatan pasien kebersihan
keberishian diri dan diri dan berdandan.
berdandan. Beri pujian
3.2 Membimbing pasien 3.1.2 Bimbing keluarga
merawat kebersihandiri, merawat kebersihan
berdandan, makan dan diri dan berdandan
minum. dan makan dan
3.3 Menganjurkan membatu minum pasien.
pasien menyusun jadwal 3.1.3 Anjurkan membantu
kegiatan. pasien sesuai jadwal
dan berikan pujian.
4. Keluarga dapat memberi Setelah ... x pertemuan 4.1.1 Evaluasi kegiatan
dukungan serta diharapkan keluarga mampu keluarga dalam
mempertahankan : merawat/melatih
kebersihan diri pasien 4.1 Mengevaluasi kegiatan pasien kebersihan
secara mandiri. kebersihan diri, diri, berdandan,
berdandan, makan & makan & minum.
minum. Beri pujian.
4.2 Membimbing keluarga 4.1.2 Bimbing keluarga
untuk merawat merawat BAB &
BAB/BAK pasien. BAK pasien
4.3 Menjelaskan mengenai 4.1.3 Jelaskan follow up
sistem pelayanan ke RSJ/PKM, tanda
rujukan jika terjadi kambuh, rujukan
kekambuhan. 4.1.4 Anjurkan membantu
4.4 Menganjurkan membatu pasien sesuai jadwal
pasien menyusun jadwal dan memberikan
kegiatan. pujian.
REFERENSI

Damaiyanti, M & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan jiwa. Bandung: Refika Aditama
Yosep, I & Sutini, T. (2007). Buku Ajar Keperawatan Jiwa Dan Advance Mental Health
Nursing. Bandung: Refika Aditama
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA PRODI KEPERAWATAN

KAMPUS SUMEDANG

Jl. Margamukti Licin Cimalaka Sumedang 45353 Telp/Fax(0261) 203084

INSTITUSI PENDIDIKAN : UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA PRODI


KEPERAWATAN KAMPUS SUMEDANG

NAMA MAHASISWA : NURUL AINI

LAPORAN PENDAHULUAN

(Hari Pertama Praktek)

1. KASUS (Masalah Utama)


Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi
2. PROSES TERJADINYA MASALAH
a. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien mengalami
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penghirupan. Klien merasakan stimulus yang
sebetulnya tidak ada (Damaiyanti, 2008).
Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan dari luar.
Walaupun tampak sebagai sesuatu yang “khayal”, halusinasi sebenarnya
merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang “teresepsi” (Yosep,
2009).
Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau pola simulasi yang datang
diserta gangguan respon yang kurang, berlebihan, atau distorsi terhadap stimulus
tersebut (NANDA, 2005).
Menurut Varcarolis, halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya
persepsi sensori seseorang, dimana tidak dapat di stimulus. Tipe halusinasi yang
paling sering adalah halusinasi pendengaran (Auditory-hearing voices or sounds),
penglihatan (Visual-seeing persons or things), penciuman (Olfactory-smelling
odors), dan pengecapan (Gustatory-experiencing tastes).
Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa ada suara
padahal tidak ada stimulus suara. Melihat bayangan orang atau sesuatu yang
menakutkan padahal tidak ada bayangan tersebut. Membaui bau-bauan tertentu
padahal orang lain tidak merasakan sensasi serupa. Merasakan pengecapan rabaan
padahal tidak ada apapun dalam permukaan kulit.
Diperkirakan lebih dari 90% klien dengan Skizofrenia mengalami halusinasi.
Meskipun bentuk halusinasinya bervariasi tetapi sebagian besar klien Skizofrenia
di Rumah Sakit Jiwa mengalami halusinasi dengar. Suara dapat berasal dari dalam
diri individu atau dari luar dirinya. Suara dapat dikenal (familiar) misalnya suara
nenek yang meninggal. Suara dapat tunggal atau multiple. Isi suara dapat
memerintahkan sesuatu kepada klien atau seringnya tentang perilaku klien sendiri.
Klien sendiri merasa yakin bahwa suara itu berasal dari Tuhan, setan, sahabat atau
musuh. Kadang-kadang suara yang muncul semacam bunyi bukan suara yang
mengandung arti.
b. Rentang Respon
Rentang respon neurobiologis menurut Stuart dan Sundeen,1998)

Respon Adaptif Respon Psikososial Respon Maladaptif


Pikiran logis Distorsi pikiran Gangguan Pikir/Delusi
(pikiran kotor)
Persepsi Akurat Ilusi Halusinasi
Emosi Konsisten Reaksi emosi berlebih Perilaku Disorganisasi
dengan pengalaman atau kurang
Perilaku sesuai Perilaku aneh dan
tidak biasa
Hubungan social Menarik diri Isolasi Sosial

1) Respon Adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma social budaya
yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika
menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut dengan
respon adaptif:
a) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
b) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
c) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dan
pengalaman ahli
d) Perilaku social adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran
e) Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan
2) Respon Psikososial
Respon psikososial meliputi:
a) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan
b) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan
yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera
c) Emosi berlebihan atau berkurang
d) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran
e) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain
3) Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma social budaya dan lingkungan, adapun respon
maladaptif meliputi:
a) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan social
b) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal
yang tidak realita atau tidak ada
c) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati
d) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur
e) Isolasi social adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dari
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan
yang negative mengancam
c. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep (2009) factor predisposisi klien dengan halusinasi adalah:
1) Factor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya control dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
2) Factor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi (unwanted
child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya kepada
lingkungannya.
3) Factor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat
yang bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan
Dimetytranferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan menyebabkan
teraktivasinya neurotransmitter otak. Misalnya terjadi ketidakseimbangan
acetylcholine dan dopamine.
4) Factor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
kepada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa
depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata
menuju alam hayal.
5) Factor genetic dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua
skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa
factor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada
penyakit ini.
d. Factor Presipitasi
Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak
aman, gelisah, dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu
mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak
nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah
halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seorang individu sebagai
makhluk yang dibangung atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual
sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi, yaitu:
1) Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan
yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi
alcohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
2) Dimensi emosional
Perasaan cemas berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusinasi itu terjadi, isi dari halusinasi dapat berupa
perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang
perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu
terhadap ketakutan tersebut.
3) Dimensi intelektual
Dalam dimensio intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya
halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang
menekan, namun merupakan suatun hal yang menimbulkan kewaspadaan yang
dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol
semua perilaku klien.
4) Dimensi social
Klien mengalami gangguan interaksi social dalam fase awal dan comforting,
klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat
membahayakan. Klien asik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan
tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi social, control diri dan
harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan
control oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa
ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung keperawatan klien
dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman
interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri
sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak
berlangsung.
5) Dimensi spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas,
tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara
spiritual untuk menyucikan diri, irama sirkandinya terganggu, karena ia sering
tidur hingga larut malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun merasa
hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi lemah
dalam upaya menjemput rezeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang
menyebabkan takdirnya memburuk.
e. Tanda dan Gejala
1) Bicara sendiri
2) Senyum sendiri
3) Ketawa sendiri
4) Menggerakkan bibir tanpa suara
5) Pergerakkan mata yang cepat
6) Respon verbal yang lambat
7) Menarik diri dari orang lain
8) Berusaha untuk menghindari orang lain
9) Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata
10) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah
11) Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik
12) Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori
13) Sulit berhubungan dengan orang lain
14) Ekspresi muka tegang
15) Mudah tersinggung, jengkel dan marah
16) Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat
17) Tampak tremor dan berkeringat
18) Perilaku panic
19) Agitasi dan kataton
20) Curiga dan bermusuhan
21) Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan
22) Ketakutan
23) Tidak dapat mengurus diri
24) Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang
3. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
a. Gangguan sensori persepsi: halusinasi
b. Isolasi social
c. Resiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan dan verbal)
d. Harga diri rendah kronis
4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan sensori persepsi: halusinasi
Tipe halusinasi menurut Videbeck (2004: 310) sebagai berikut:
Jenis Halusinasi Data Subjektif Data Objektif
Halusinasi Dengar  Mendengar suara  Mengarahkan telinga
(Auditory-hearing menyuruh melakukan pada sumber suara
voices or sounds) sesuatu yang berbahaya  Bicara atau tertawa
 Mendengar suara atau sendiri
bunyi  Marah-marah tanpa
 Mendengar suara yang sebab
mengajak bercakap-cakap  Menutup telinga
 Mendengar seseorang yang  Mulut komat-kamit
sudah meninggal  Ada gerakan tangan
 Mendengar suara yang
mengancam diri klien atau
orang lain atau suara lain
yang membahayakan
Halusinasi Penglihatan  Melihat seseorang yang  Tatapan mata pada
(Visual-seeing persons sudah meninggal, melihat tempat tertentu
or things) makhluk tertentu, melihat  Menunjuk kea rah
bayangan, hantu atau tertentu
sesuatu yang menakutkan,  Ketakutan pada objek
cahaya, monster yang yang dilihat
memasuki perawat
Halusinasi  Mencium sesuatu seperti  Ekspresi wajah seperti
Penghidungan bau mayat, darah, bayi, mencium sesuatu dengan
(Olfactory-smelling feses, atau bau masakan, gerakan cuping hidung,
odors) parfum yang mengarahkan hidung
menyenangkan pada tempat tertentu
 Klien sering mengatakan
mencium bau sesuatu
 Tipe halusinasi ini sering
menyertai klien demensia,
kejang atau penyakit
serebrovaskular
Halusinasi perabaan  Klien mengatakan ada  Mengusap, menggaruk-
(Tactile-feeling bodily sesuatu yang garuk, meraba-raba
sensations) menggerayangi tubuh permukaan kulit.
seperti tangan, binatang  Telihat menggerak-
kecil, makhluk halus gerakkan badan seperti
 Merasakan sesuatu di merasakan sesuatu
permukaan kulit, rabaan
merasakan tersengat
aliran listrik
Halusinasi pengecapan  Klien seperti sedang  Seperti mengecap
(Gustatory- merasakan makanan sesuatu
experiencing tastes) tertentu, rasa tertentu atau  Gerakan mengunyah,
mengunyah sesuatu meludah atau muntah
Cenesthetic &  Klien melaporkan bahwa  Klien terlihat menatap
Kinestetic fungsi tubuhnya tidak tubuhnya sendiri dan
hallucinations dapat terdeteksi misalnya terlihat merasakan
tidak adanya denyutan di sesuatu yang aneh
otak, atau sensasi tentang tubuhnya
pembentukan urine dalam
tubuhnya, perasaan
tubuhnya melayang diatas
bumi
5. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
SP PASIEN

PERENCANAAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI
Gangguan sensori persepsi: 1. Pasien mampu mengontrol Setelah dilakukan tindakan 1.1.1 Identifikasi halusinasi: isi
halusinasi halusinasinya keperawatan selama ....x , frekuensi, waktu terjadi,
pertemuan pasien mampu: situasi pencetus, perasaan,
1.1 Mengenal halusinasi respon,
1.2 Mengontrol halusinasi 1.1.2 Jelaskan cara mengontrol
1.3 Mempraktekan cara halusinasi: hardik, obat,
mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap,
menghardik melakukan kegiatan.
1.4 Menyusun jadual kegiatan 1.1.3 Latih cara mengontrol
harian halusinasi dengan
menghardik
1.1.4 Masukan pada jadual
kegiatan untuk latihan
menghardik
2. Pasien mampu berlatih Setelah dilakukan tindakan 2.1.1 Evaluasi kegiatan
kegiatan pertama, dan kedua keperawatan selama 2x pertemuan menghardik. Beri pujian
yang akan dilatihnya pasien mampu: 2.1.2 Latih cara mengontrol
2.1 Mengevaluasi kegiatan halusinasi dengan obat
pertama yaitu menghardik (jelaskan 6 benar: jenis,
2.2 Mengontrol halusinasinya guna, dosis, frekuensi,
dengan cara minum obat cara, kontinuitas minum
2.3 menyusun jadual kegiatan obat)
harian untuk berlatih 2.1.3 Masukan pada jadual
menghardik dan minum obat kegiatan untuk latihan
menghardik dan minum
obat

3. klien mampu berlatih kegiatan Setelah dilakukan tindakan 3.1.1 Evaluasi kegiatan latihan
pertama, kedua dan ketiga keperawatan selama 2x pertemuan menghardik & obat. Beri
yang akan dilatihnya pasien mampu: pujian
3.1 mengevaluasi kegiatan 3.1.2 latih cara mengontrol
pertama dan kedua halusinasi dengan
3.2 mempraktekan cara bercakap-cakap saat
mengontrol halusinaso dengan terjadi halusinasi
bercakap-cakap 3.1.3 masukan pada jadual
3.3 menyusun jadual kegiatan kegiatan untuk latihan
harian untuk berlatih menghardik, minum obat
menghardik, minum obat dan dan bercakap-cakap.
bercakap-cakap
4. klien mampu berlatih kegiatan Setelah dilakukan tindakan 4.1.1 Evaluasi kegiatan latihan
pertama, kedua, ketiga dan keperawatan selama 2x pertemuan menghardik, obat dan
kegiatan ke empat yang akan pasien mampu: bercakap-cakap. Beri
dilatihnya 4.1 mengevaluasi kegiatan pujian
pertama, kedua dan ketiga 4.1.2 latih cara mengontrol
4.2 mempraktekan cara halusinasi dengan
mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
melakukan kegiatan harian(mulai 2 kegiatan)
4.3 menyusun jadual kegiatan 4.1.3 masukan pada jadual
harian untuk berlatih kegiatan untuk latihan
menghardik, minum obat, menghardik, minum
bercakap-cakap dan obat,bercakap-cakap dan
melakukan kegiatan kegiatan harian.

SP KELUARGA
PERENCANAAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI
Gangguan sensori persepsi: 1. Keluarga dapat mendiskusikan Setelah dilakukan .....x pertemuan 1.1.1 Diskusikan masalah
halusinasi masalah yang dirasakan dalam diharapka keluarga mampu: yang dirasakan dalam
merawat pasien 1.1 mendiskusikan masalah merawat pasien
dalam merawat pasien 1.1.2 Jelaskan pengertian,
1.2 menjelaskan pengertian, tanda, gejala dan proses
tanda, gejala dan proses terjadinya halusinasi
terjadinya halusinasi (gunakan bookleat)
1.3 menjelaskan cara merawat 1.1.3 Jelaskan cara merawat
halusinasi halusinasi
1.4 membantu menyusun jadual 1.1.4 Anjurkan membantu
harian pasien pasien sesuai jadual dan
memberi pujian
2. Keluarga dapat mengevaluasi Setelah dilakukan .....x pertemuan 2.1.1 Evaluasi kegiatan
kegiatan dalam merawat diharapka keluarga mampu: keluarga dalam merawat/
pasien dengan menghardik 2.1 mengevaluasi kegiatan keluarga melatih pasien
dalam merawat pasien dengan menghardik. Beri pujian
menghardik 2.1.2 Jelaskan 6 benar cara
2.2 menjelaskan 6 benar cara memverikan obat
memberikan obat 2.1.3 Latih cara
2.3 mempraktekan cara memeberikan/membimbi
memberikan / membimbing ng minum obat
minum obat 2.1.4 anjurkan membantu
2.4 membantu menyusun jadual pasien sesuai jadual dan
kegiatan pasien member pujian

3. Keluarga dapat mengevaluasi Setelah dilakukan .....x pertemuan 3.1.1 Evaluasi kegiatan
kegiatan dalam merawat diharapka keluarga mampu: keluarga dalam merawat/
pasien, menghardik dan 3.1 Mengevaluasi kegiatan dalam melatih pasien
memberikan obat merawat menghardik dan menghardik dan
memberikan obat memberikan obat. Beri
3.2 Menjelaskan cara bercakap- pujian
cakap untuk mengontrol 3.1.2 Jelaskan cara bercakap-
halusinasi cakap dan melakukan
3.3 Melatih dan menyediakan kegiatan untuk
waktu untuk bercakap-cakap mengontrol halusinasi
saat terjadi halusinasi 3.1.3 Latih dan sediakan
3.4 Membantu menyusun jadual waktu bercakap-cakap
kegiatan pasien dengan pasien terutama
saat halusinasi
3.1.4 Anjurkan membantu
pasien sesuai jadual dan
memberikan pujian

4. Keluarga dapat mengevaluasi Setelah dilakukan .....x pertemuan 4.1.1 Evaluasi kegiatan
kegiatan dalam merawat diharapka keluarga mampu: keluarga dalam merawat/
pasien, menghardik, 4.1 Mengevaluasi kegiatan dalam melatih pasien
memberikan obat dan merawat menghardik menghardik,
bercakap-cakap memberikan obat dan memberikan obat &
bercakap-cakap bercakap-cakap. Beri
4.2 Menjelaskan cara follow up, pujian
tanda kambuh dan rujukan 4.1.2 Jelaskan follow up ke
4.3 Membantu menyusun jadual RSJ/PKM, tanda
kegiatan pasien kambuh, rujukan
4.1.3 Anjurkan membantu
pasien sesuai jadual dan
memberikan pujian
6. REFERENSI
Damaiyanti,M & Iskandar. 2014. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika
Aditama
NANDA. 2005. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2005-2006.
Philadelphia: NANDA Internatiomal
Rawlins, Ruth Parmelee. 1993. Clinical Manual of Psychiatric Nursing. 2nd ed. St.
Louis Missiouri: Mosby Year
Stuart, G.W & Sundeen S.J. 1995. Principle and Practice of Psychiatric Nursing.
St.Louis, Missiouri: Mosby Year Book
Stuart Sundeen’s, Laraia. 1998. Principles and Practice Psychiatric Nursing. 6th ed.
St.Louis, Missiouri: Mosby Year Book
Varcarolis, Carson, shoemaker. 2006. Foundations of Psychiatric Mental Health
Nursing, a Clinical Approach.
Videbeck, Sheila L. 2004. Psychiatric Mental Health Nursing,2nd ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Edisi Revisi. Bandung: PT Refika Aditama
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA PRODI KEPERAWATAN

KAMPUS SUMEDANG

Jl. Margamukti Licin Cimalaka Sumedang 45353 Telp/Fax(0261) 203084

INSTITUSI PENDIDIKAN : UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA PRODI


KEPERAWATAN KAMPUS SUMEDANG

NAMA MAHASISWA : NURUL AINI

LAPORAN PENDAHULUAN

(Hari Pertama Praktek)

1. KASUS (Masalah Utama)


Isolasi Sosial
2. PROSES TERJADINYA MASALAH
a. Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya.
(Damaiyanti, 2008).
Isolasi sosial juga merupakan kesepian yang dialami oleh individu dan dirasakan saat
didorong oleh keberadaan orang lain dan sebagai pernyataan negatif atau
mengaancam. (Nanda-I, 2012).
b. Rentang Respon
Berdasarkan buku keperawatan jiwa dari Stuart (2016) menyatakan bahwa manusia
adalah makhluk sosial, untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan, mereka harus
membina hubungan interpersonal yang positif. Individu juga harus membina saling
tergantung yang merupakan keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian
dalam suatu hubungan.

Respon Adaptif Respon Maladaptif


Menyendiri kesepian Manipulasi
Otonomi Menarik diri Impulsif
Kebersamaan ketergantungan Narkisme
Saling ketergantungan
1) Menyendiri (Solitude)
Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah
dilakukan dilingkungan sosialnya dan suatu cara mengevaluasi diri untuk
menentukan langkah selanjutnya. Solitude umumnya dilakukan setelah melakukan
kegiatan.
2) Otonomi
Merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide
pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
3) Kebersamaan (mutualisme)
Mutualisme adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu
tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.
4) Saling ketergantungan (Intedependen)
Intedependen merupakan kondisi saling ketergantungan antar inivide dengan orang
lain dalam membina hubungan interpersonal.
5) Kesepian
Merupakan kondisi dimana individu merasa sendiri dan terasing dari lingkungannya.
6) Isolasi sosial
Merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina
hubungan secara terbuka dengan orang lain.
7) Ketergantungan (Dependen)
Dependen terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri atau
kemampuannya untuk berfungsi secara sukses. Pada gangguan hubungan sosial jenis
ini orang lain diperlakukan sebagai objek, hubungan terpusat pada maslah
pengendalian orang lain, dan individu cenderung berorientasi pada dir sendiri atau
tujuan, bukan pada orang lain.
8) Manipulasi
Merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap
orang lain sebaga objek. Individu tersebut tidak dapat membina hubungan sosial
secara mendalam.
9) Impulsif
Individu impulsif tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman, tidak dapat diandalkan, dan penilaian yang buruk.
10) Narkisisme
Pada individu narsisme terdapat harga diri yang rapuh, secara terus menerus berusaha
mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap egosentrik, pencemburu, marah jika
orang lain tidak mendukung.

c. Faktor predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
1) Faktor perkembangan
Setiap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan sukses,
karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat
masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adlah tempat pertama yang memberikan
pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya
stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi
akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa
percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku
curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang
hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak merasa diperlakukan sebagai
objek.
2) Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi
skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarganya ada yang
menderita skizofrenia.
3) Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena norma-
norma yang salah dianut oleh satu keluarga seperti anggota tidak produktif
diasingkan diri dari lingkungan sosial.
Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat
dan volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan
skizofrenia.
d. Faktor presifitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal
maupun eksternal, meliputi:
1) Stresor sosial budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya
penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang
dicintai, kehilangan pasangan di usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat
dirmah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menibulkan isolasi sosial.
2) Stresor Biokimia
a) Teori Doapamine: kelebihan dopamine pada mesokortikal dan mesolimbik serta
tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinyaa skizofrenia.
b) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan
dopamine dalam otak. Karen salah satu kegiatan MAO adalah sebaga enzim
yang menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan
indikasi terjadinya skizofrenia.
c) Faktor endokrin: jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada klien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat.
e. Tanda dan Gejala
1) Gejala Subjektif
- Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
-Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
-Respon verbal kurang dan sangat singkat
-Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
-Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
-Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
-Klien merasa tidak berguna
-Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
-Klien merasa di tolak
2) Gejala Objektif
- Klien banyak diam dan tidak mau berbicara
-Tidak mengikuti kegiatan
-Banyak berdiam diri dikamar
-Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat
-Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
-Kontak mata kurang
-Kurang spontan
-Apatis (acuh terhadap lingkungan)
-Ekspresi wajah kurang berseri
-Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
-Mengisolasi diri
-Tidak atau urang sadar terhadap lingkungan sekitar
-Masukan makanan dan minuman terganggu
-Retensi urin dan feses
-Aktivitas menurun
-Kurang energi (tenaga)
-Rendah diri
-Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi tidur)

3) MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


a. Data mayor
Subjektif
1) Mengatakan malas berinteraksi
2) Mengatakan orang lain tidak menerima dirinya’
3) Merasa orang lain tidak selevel
Objktif
1) Menyendiri
2) Mengurung diri
3) Tidak mau bercakap-cakap
b. Data Minor
Subjektif
1) Curiga dengan orang lain
2) Mendengar suara/melihat bayangan
3) Merasa tidak berguna
Objektif
1) Mematung
2) Mondar-mandir
3) Tidak inisiatif berhubungan dengan orang lain

4) DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Isolasi sosial
 Masalah lain yang mungkin muncul
- Harga diri rendah kronis
- Perubahan persepsi sensori: halusinasi
- Koping keluarga tidak efektif
- Koping individu tidak efektif
- Intoleransi aktivitas
- Defisit perawatan diri
- Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
5) RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
SP PASIEN

PERENCANAAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI
Isolasi sosial 1. Klien dapat menyebutkan Setelah melakukan 3 kali 1.1.1 identifikasi penyebab
penyebab menarik diri interaksi dengan pasien, pasien isolasi sosial: siapa yang
mampu: serumah, siapa yang
1.5 menyebutkan penyebab dekat, yang tidak dekat,
menarik diri dan apa sebabnya
1.6 menyebutkan keuntungan 1.1.2 keuntungan punya teman
punya teman dan bercakap- dan bercakap-cakap
cakap 1.1.3 kerugian tidak punya
1.7 menyebutkan kerugian teman dan tidak
tidak punya teman dan tidak bercakap-cakap
bercakap-cakap 1.1.4 latih cara berkenalan
1.8 mempraktekan cara dengan pasien dan
berkenalan dengan pasien perawat atau tamu
dan perawat atau tamu 1.1.5 masukan pada jadual
1.9 menyusun jadual kegiatan kegiatan untuk latihan
harian berkenalan
2. Klien mampu berlatih Setelah melakukan 4 kali 2.1.1 evaluasi kegiatan
kegiatan pertama dan kedua interaksi dengan pasien, pasien berkenalan (berapa orang)
yang akan dilatihnya. mampu: beri pujian
2.1 mengevaluasi kegiatan 2.1.2 latih cara berbicara saat
pertama melakukan kegiatan harian
2.2 mempraktekan caraa (latih 2 kegiatan)
berbicara saat melakukan 2.1.3 masukan pada jadual
kegiatan harian kegiatan untuk latihan
2.3 menyusun jadual kegiatan berkenalan 2-3 orang
harian untuk berlatih pasien,perawat dan tamu,
berkenalan berbicara saat melakukan
kegiatan harian

3. klien mampu berlatih Setelah melakukan 6 kali 3.1.1 evaluasi kegiatan latihan
kegiatan pertama, kedua dan interaksi dengan pasien, pasien berkenalan (berapa orang)
ketiga yang akan dilatihnya mampu: & berbicara saat
3.4 mengevaluasi kegiatan melakukan dua kegatan
pertama dan kedua harian. Beri pujian
3.5 mempraktekan cara 3.1.2 latih cara berbicara sat
berbicara saat melakukan melakukan kegiatan harian
kegiatan (2 kegiatan baru)
3.6 menyusun jadual kegiatan 3.1.3 masukan pada jadual
harian untuk berlatih kegiatan untuk latihan
berkenalan dengan 4-5 berkenalan 4-5 orang,
orang berbicara saat melakukan
4 kegiatan harian
4. klien mampu berlatih Setelah melakukan 8 kali 4.1.1 evaluasi kegiatan latihan
kegiatan pertama, kedua, interaksi dengan pasien, pasien berkenalan, bicara saat
ketiga dan kegiatan ke empat mampu: melakukan empat
yang akan dilatihnya 4.1 mengevaluasi kegiatan kegiatan harian. Beri
pertama, kedua dan ketiga pujian
4.2 mempraktekan cara 4.1.2 latih cara bicara sosial:
berbicara sosial seperti : meminta sesuatu,
meminta sesuatu, menjawab menjawab pertanyaan
pertanyaan 4.1.3 masukan pada jadual
4.3 menyusun jadual kegiatan kegiatan untuk latihan
harian untuk berlatih berkenalan >5 orang,
berkenalan dengan >5 orang baru, berbicara saat
orang, orang baru, dan melakukan kegiatan harian
sosialisasi dan sosialisasi.
SP KELUARGA

PERENCANAAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI
Isolasi Sosial 1. Keluarga dapat Setelah dilakukan .....x 1.1.1 Diskusikan masalah
mendiskusikan masalah yang pertemuan diharapka keluarga yang dirasakan dalam
dirasakan dalam merawat mampu: merawat pasien
pasien 1.1 Mendiskusikan masalah 1.1.2 Jelaskan pengertian,
dalam merawat pasien tanda & gejala, dan
1.2 Menjelaskan pengertian, proses terjadinya isolasi
tanda, gejala dan proses sosial (gunakan
terjadinya isolasi sosial bookleat)
1.3 Menjelaskan cara 1.1.3 Jelaskan cara merawat
merawat isolasi sosial isolasi sosial
1.4 Melatih cara berkenalan, 1.1.4 Latih dua cara merawat,
berbiaca saat melakukan berkenalan, berbicara
kegiatan saat melakukan kegiatan
1.5 membantu menyusun harian
jadual harian pasien 1.1.5 Anjurkan membantu
pasien sesuai jadual dan
memberikan pujian saat
besuk
2. Keluarga dapat mengevaluasi Setelah dilakukan .....x 2.1.1 Evaluasi kegiatan
kegiatan dalam merawat pertemuan diharapka keluarga keluarga dalam merawat/
pasien berkenalan dan mampu: melatih pasien berkenalan
berbicara 2.1 mengevaluasi kegiatan dan berbicara saat
keluarga dalam merawat melakukan kegiatan
pasien berkenalan dan harian. Beri pujian
berbicara 2.1.2 Jelaskan kegiatan rumah
2.2 mempraktekan kegiatan tangga yang dapat
rumah tangga yang dapat melibatkan pasien
melibatkan pasien berbicara(makan, solat
berbiacara yang telah bersama) di rumah
dijelaskan perawat 2.1.3 Latih cara membimbing
2.3 mempraktekan cara pasien berbicara dan
membimbing pasien memberi pujian
berbicara 2.1.4 Anjurkan mambantu
2.4 membantu menyusun jadual pasien sesuai jadual saat
kegiatan pasien saat besuk besuk
3 Keluarga dapat mengevaluasi Setelah dilakukan .....x 3.1.1 Evaluasi kegiatan keluarga
kegiatan dalam merawat pertemuan diharapka keluarga dalam merawat/ melatih
pasien berkenalan dan mampu: pasien berkenalan,
berbicara saat melakukan 3.1 mengevaluasi kegiatan berbicara saat melakukan
kegiatan keluarga dalam merawat kegiatan harian. Beri
pasien berkenalan,berbicara pujian
saat melakukan kegiatan 3.1.2 Jelaskan cara melatih
3.2 Melatih pasien melakukan pasien melakukan
kegiatan sosial kegiatan sosial seperti
3.3 Melatih pasein untuk bebelanja, meminta
mengajak pasien belanja sesuatu dll
saat besuk 3.1.3 Latih keluarga mengajak
3.4 membantu menyusun jadual pasien belanja saat besuk
kegiatan pasien saat besuk 3.1.4 Anjurkan membantu
pasien sesuai jadual dan
berikan pujian saat besuk
4 Keluarga dapat mengevaluasi Setelah dilakukan .....x 4.1.1 Evaluasi kegiatan
kegiatan dalam merawat pertemuan diharapka keluarga keluarga dalam merawat/
pasien berkenalan dan mampu: melatih pasien
berbicara saat melakukan 4.1 mengevaluasi kegiatan berkenalan, berbicara saat
kegiatan harian keluarga dalam merawat melakukan kegiatan
pasien berkenalan,berbicara harian/RT, berbelanja.
saat melakukan kegiatan Beri pujian
harian 4.1.2 Jelaskan follow up ke
4.2 Menjelaskan cara follow RSJ/PKM, tanda kambuh,
up, tanda kambuh dan rujukan
rujukan 4.1.3 Anjurkan membantu
4.3 Membantu menyusun pasien sesuai jadual
jadual kegiatan pasien kegiatan dan memberi
pujian
6. REFERENSI
Damaiyanti, M & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan jiwa. Bandung: Refika Aditama
Yosep, I & Sutini, T. (2007). Buku Ajar Keperawatan Jiwa Dan Advance Mental Health
Nursing. Bandung: Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai