Pendahuluan
Salah satu penyebab striktur uretra adalah pemasangan kateter dalam waktu
yang cukup lama. Pola penyakit striktur uretra yang ditemukan di Rumah Sakit
Hasan Sadikin Bandung menyebutkan sebagian besar pasien (82%) masuk dengan
retensi urin. Penyebab utama terjadinya striktur adalah manipulasi uretra (44%),
trauma (33%), dan infeksi.2 Salah satu manipulasi uretra adalah pemasangan kateter
Folley.
BAB II
STATUS PENDERITA
I.1 Identitas
Nama : Tn. S
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Alamat : Bayung Lencir
Pekerjaan : Petani
MRS : 15 Oktober 2018
I.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Tidak bisa buang air kecil (BAK) sejak 3 hari SMRS
B. Status Urologikus
Regio Costo Vertebrae Angle (CVA) dextra et sinistra:
Inspeksi : Bulging (-)
Palpasi : Ballotement (-)
Perkusi : Nyeri ketok -/-
Rectal Toucher
Inspeksi : Massa (-), darah (-), sikatrik (-), fistel (-)
Palpasi : Massa (-), Tonus Sfingter Ani ketat, mukosa recti licin,
teraba prostat tidak membesar, konsistensi kenyal, nodul (-), lobus
kanan dan kiri simetris, darah (-), BCR (+)
Radiologi
USG (15-10-2018)
- Ginjal bilateral Normal
- Buli-buli Normal
- Kesan: Striktur uretra
1.5 Usulan Pemeriksaan
- Urinalisis
- Uretrografi
- Uroflowmetri
I.6 Diagnosis Banding
Retensio urin e.c Striktur uretra
Retensio urin e.c neurogenic bladder
Retensio urin e.c Benign Prostat Hiperplasia
Retensio urin ec. Batu uretra
I.8 Penatalaksanaan
- Pemasangan kateter sistostomi suprapubik
- IVFD RL 20 tpm
- Ceftriaxone 2x1gr (IV)
- Paracetamol 500mg/8 jam (PO)
- Pro Uretrotomi internal (Sachse)
Tanggal : 16 – 10 2018
Diagnosa : Retensi urine ec. Striktur uretra
Operasi : Uretrotomi internal (Sachse)
Operator : dr. Hendra, Sp.U
I.9 Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
FOLLOW UP
TGL S O A P
16/10/2018 Nyeri saat BAK KU: Sakit Sedang Retensi urin ec. IVFD RL 20 tpm
(+), Berdarah (-) GCS : 15 E4V5M6 Striktur uretra Inj. Ceftriaxone 1x1
TD: 120/80 N: 80x/m gr
RR: 18x/m T: 37,3oC Rencana : Op
Uretrotomi Interna
(Sachse)
Status Urologikus
Operator:
Regio Costo Vertebrae Dr. Hendra, Sp.U
Angle (CVA) dextra et
Instruksi Post Op:
sinistra: 1. Bed rest 24 jam
2. Diet bubur
I : Bulging (-)
bertahap
P: Ballotement (-) 3. IVFD RL:D5% =
2:1 20 tpm
P: Nyeri ketok -/-
4. Ceftriaxone 2x1gr
(IV)
Regio Suprapubik: 5. Ketorolac
3x30mg (IV)
I:Bulging (-), terpasang
6. Omz 1x8mg (IV)
kateter cystostomi, 7. As.Tranexamat
2x500mg (IV)
urine lancar dan warnah
8. Kateter
kuning jernih, darah (-) dipertahankan
selama 4 minggu
P: Nyeri tekan (-)
RegioGenitalia
Eksterna :
I: bloody discharge (-)
Regio Suprapubik:
I:Bulging (-), jahitan
luka post cystostomi
P: Nyeri tekan (-)
RegioGenitalia
Eksterna :
I: bloody discharge (-)
Regio Suprapubik:
I:Bulging (-), jahitan
luka post cystostomi
P: Nyeri tekan (-)
RegioGenitalia
Eksterna :
I: bloody discharge (-)
Regio Suprapubik:
I:Bulging (-), jahitan
luka post cystostomi
P: Nyeri tekan (-)
RegioGenitalia
Eksterna :
I: bloody discharge (-)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pemeriksaan Fisik
Anamnesa:
Untuk mencari gejala dan tanda adanya striktur uretra dan juga mencari
penyebab striktur uretra.
Pemeriksaan fisik dan lokal:
Untuk mengetahui keadaan penderita dan juga untuk meraba fibrosis di
uretra, infiltrat, abses atau fistula.
2. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Urin dan kultur urin untuk mengetahui adanya infeksi
Ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal
Uroflowmetri
Uroflowmetri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan
pancaran urin. Volume urin yang dikeluarkan pada waktu miksi dibagi
dengan lamanya proses miksi. Kecepatan pancaran urin normal pada
pria adalah 20 ml/detik dan pada wanita 25 ml/detik. Bila kecepatan
pancaran kurang dari harga normal menandakan ada obstruksi.
Radiologi
Diagnosa pasti dibuat dengan uretrografi, untuk melihat letak
penyempitan dan besarnya penyempitan uretra. Untuk mengetahui lebih
lengkap mengenai panjang striktur adalah dengan membuat foto bipolar
sistouretrografi dengan cara memasukkan bahan kontras secara antegrad
dari buli-buli dan secara retrograd dari uretra. Dengan pemeriksaan ini
panjang striktur dapat diketahui sehingga penting untuk perencanaan
terapi atau operasi.
Instrumentasi
Pada pasien dengan striktur uretra dilakukan percobaan dengan
memasukkan kateter Foley ukuran 24 ch, apabila ada hambatan dicoba
dengan kateter dengan ukuran yang lebih kecil sampai dapat masuk ke
buli-buli. Apabila dengan kateter ukuran kecil dapat masuk menandakan
adanya penyempitan lumen uretra.
Uretroskopi
Untuk melihat secara langsung adanya striktur di uretra. Jika
diketemukan adanya striktur langsung diikuti dengan uretrotomi interna
(sachse) yaitu memotong jaringan fibrotik dengan memakai pisau
sachse.
2.7. Diagnosis
Diagnosis striktur uretra dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik.
Diagnosis pasti striktur uretra didapat dari pemeriksaan radiologi, tentukan
lokasi dan panjang striktur serta derajat penyempitan dari lumen uretra.
2.8. Penatalaksanaan
Striktur uretra tidak dapat dihilangkan dengan jenis obat-obatan
apapun. Pasien yang datang dengan retensi urin, secepatnya dilakukan
sistostomi suprapubik untuk mengeluarkan urin, jika dijumpai abses dan
infeksi saluran kemih periuretra dilakukan insisi dan pemberian antibiotika.
Pengobatan striktur uretra banyak pilihan dan bervariasi tergantung panjang
dan lokasi dari striktur, serta derajat penyempitan lumen uretra.
Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktur uretra adalah:
1. Bougie (Dilatasi)
Sebelum melakukan dilatasi, periksalah kadar hemoglobin pasien
dan periksa adanya glukosa dan protein dalam urin. Tersedia beberapa jenis
bougie. Bougie bengkok merupakan satu batang logam yang ditekuk sesuai
dengan kelengkungan uretra pria; bougie lurus, yang juga terbuat dari
logam, mempunyai ujung yang tumpul dan umumnya hanya sedikit
melengkung; bougie filiformis mempunyai diameter yang lebih kecil dan
terbuat dari bahan yang lebih lunak. Berikan sedatif ringan sebelum
memulai prosedur dan mulailah pengobatan dengan antibiotik, yang
diteruskan selama 3 hari. Bersihkan glans penis dan meatus uretra dengan
cermat dan persiapkan kulit dengan antiseptik yang lembut. Masukkan gel
lidokain ke dalam uretra dan dipertahankan selama 5 menit. Tutupi pasien
dengan sebuah duk lubang untuk mengisolasi penis. Apabila striktur sangat
tidak teratur, mulailah dengan memasukkan sebuah bougie filiformis;
biarkan bougie di dalam uretra dan teruskan memasukkan bougie filiformis
lain sampai bougie dapat melewati striktur tersebut. Kemudian lanjutkan
dengan dilatasi menggunakan bougie lurus.
Apabila striktur sedikit tidak teratur, mulailah dengan bougie
bengkok atau lurus ukuran sedang dan secara bertahap dinaikkan
ukurannya.
Dilatasi dengan bougie logam yang dilakukan secara hati-hati.
Tindakan yang kasar tambah akan merusak uretra sehingga menimbulkan
luka baru yang pada akhirnya menimbulkan striktur lagi yang lebih berat.
Karena itu, setiap dokter yang bertugas di pusat kesehatan yang terpencil
harus dilatih dengan baik untuk memasukkan bougie. Penyulit dapat
mencakup trauma dengan perdarahan dan bahkan dengan pembentukan
jalan yang salah (false passage). Perkecil kemungkinan terjadinya
bakteremi, septikemi, dan syok septic dengan tindakan asepsis dan dengan
penggunaan antibiotik.
2. Uretrotomi interna
Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan alat endoskopi yang
memotong jaringan sikatriks uretra dengan pisau Otis atau dengan pisau
Sachse, laser atau elektrokoter. Otis uretrotomi dikerjakan pada striktur
uretra anterior terutama bagian distal dari pendulans uretra dan fossa
navicularis, otis uretrotomi juga dilakukan pada wanita dengan striktur
uretra. Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat Sachse
adalah striktur uretra anterior atau posterior masih ada lumen walaupun
kecil dan panjang tidak lebih dari 2 cm serta tidak ada fistel, kateter dipasang
selama 2-3 hari pasca tindakan. Setelah pasien dipulangkan, pasien harus
kontrol tiap minggu selama 1 bulan kemudian 2 minggu sekali selama 6
bulan dan tiap 6 bulan sekali seumur hidup. Pada waktu kontrol dilakukan
pemeriksaan uroflowmetri, bila pancaran urinnya < 10 ml/det dilakukan
bouginasi.
3. Uretrotomi eksterna
Tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis
kemudian dilakukan anastomosis end-to-end di antara jaringan uretra yang
masih sehat, cara ini tidak dapat dilakukan bila daerah strikur lebih dari 1
cm. Cara Johansson; dilakukan bila daerah striktur panjang dan banyak
jaringan fibrotik. Stadium I, daerah striktur disayat longitudinal dengan
menyertakan sedikit jaringan sehat di proksimal dan distalnya, lalu jaringan
fibrotik dieksisi. Mukosa uretra dijahit ke penis pendulans dan dipasang
kateter selama 5-7 hari. Stadium II, beberapa bulan kemudian bila daerah
striktur telah melunak, dilakukan pembuatan uretra baru.
4. Uretroplasti
Dilakukan pada penderita dengan panjang striktur uretra lebih dari
2 cm atau dengan fistel uretro-kutan atau penderita residif striktur pasca
Uretrotomi Sachse. Operasi uretroplasty ini bermacam-macam, pada
umumnya setelah daerah striktur di eksisi, uretra diganti dengan kulit
preputium atau kulit penis dan dengan free graft atau pedikel graft yaitu
dibuat tabung uretra baru dari kulit preputium/kulit penis dengan
menyertakan pembuluh darahnya.
2.9. Komplikasi
1. Trabekulasi, sakulasi dan divertikel
Pada striktur uretra kandung kencing harus berkontraksi lebih
kuat, maka otot kalau diberi beban akan berkontraksi lebih kuat sampai
pada suatu saat kemudian akan melemah. Jadi pada striktur uretra otot
buli-buli mula-mula akan menebal terjadi trabekulasi pada fase
kompensasi, setelah itu pada fase dekompensasi timbul sakulasi dan
divertikel. Perbedaan antara sakulasi dan divertikel adalah penonjolan
mukosa buli pada sakulasi masih di dalam otot buli sedangkan divertikel
menonjol di luar buli-buli, jadi divertikel buli-buli adalah tonjolan
mukosa keluar bulibuli tanpa dinding otot.
2. Residu urin
Pada fase kompensasi dimana otot buli-buli berkontraksi makin
kuat tidak timbul residu. Pada fase dekompensasi maka akan timbul
residu. Residu adalah keadaan dimana setelah kencing masih ada urine
dalam kandung kencing. Dalam keadaan normal residu ini tidak ada.
3. Refluks vesiko ureteral
Dalam keadaan normal pada waktu buang air kecil urine
dikeluarkan buli-buli melalui uretra. Pada striktur uretra dimana
terdapat tekanan intravesika yang meninggi maka akan terjadi refluks,
yaitu keadaan dimana urine dari buli-buli akan masuk kembali ke ureter
bahkan sampai ginjal.
4. Infeksi saluran kemih dan gagal ginjal
Dalam keadaan normal, buli-buli dalam keadaan steril. Salah
satu cara tubuh mempertahankan buli-buli dalam keadaan steril adalah
dengan jalan setiap saat mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil.
Dalam keadaan dekompensasi maka akan timbul residu, akibatnya maka
bulibuli mudah terkena infeksi. Adanya kuman yang berkembang biak
di buli-buli dan timbul refluks, maka akan timbul pyelonefritis akut
maupun kronik yang akhirnya timbul gagal ginjal dengan segala
akibatnya.
5. Infiltrat urine, abses dan fistulasi
Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang
meninggi maka bisa timbul inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra
proksimal dari striktur. Urine yang terinfeksi keluar dari buli buli atau
uretra menyebabkan timbulnya infiltrat urine, kalau tidak diobati
infiltrat urine akan timbul abses, abses pecah timbul fistula di supra
pubis atau uretra proksimal dari striktur.
2.10. Prognosis
Striktur uretra kerap kali kambuh, sehingga pasien harus sering menjalani
pemeriksaan yang teratur oleh dokter. Penyakit ini dikatakan sembuh jika setelah
dilakukan observasi selama satu tahun tidak menunjukkan tanda-tanda
kekambuhan.
BAB III
ANALISIS KASUS
Dari kasus di atas, Tn. S usia 48 tahun datang dengan keluhan tidak bisa
buang air kecil (BAK) sejak 3 hari SMRS. Keadaan ini disebut sebagai retensi urine
adalah ketidak mampuan seseorang untuk mengeluarkan urine yang terkumpul di
dalam buli-buli hingga kapasitas maksimal buli-buli terlampaui. Adanya
penyumbatan pada uretra, kontraksi buli-buli yang tidak adekuat, atau tidak adanya
koordinasi antar buli-buli dan uretra dapat menimbulkan terjadinya retensi urine.
Dari anamnesa didapatkan ± 1 bulan SMRS keluhan berupa sulit BAK,
BAK mengejan, tertahan kencing keluar sedikit-sedikit, setelah BAK penderita
merasa tidak puas dan diikuti oleh pancaran urine yang lemah, dipertengahan miksi
seringkali miksi berhenti kemudian memancar lagi (intermitensi). Keluhan ini
merupakan gejala obstruktif saluran kemih. Jadi kesimpulan yang diambil bahwa
penderita mengalami suatu gejala obstruktif saluran kemih. Ditemukan adanya
keluhan sering berkemih (frequency) terutama pada malam hari (nocturia),
sehingga pasien ini disimpulkan mengalami gejala iritatif dari saluran kemih.
Berdasarkan kondisi faktual diatas pasien ini mengalami gejala obstruktif dan
gejala iritatif saluran kemih yang dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract
Symptoms). Keluhan keluarnya urine secara menetes, tanpa disadari, dan tidak
mampu ditahan disangkal oleh pasien. Keadaan ini harus dibedakan dengan
inkontinensia paradoksa.
LUTS merupakan suatu gejala yang menunjukkan adanya gangguan pada
saluran kemih bagian bawah yang meliputi gejala obstruktif dan iritatif pada saluran
kemih. Gejala obstruktif pada saluran kemih yaitu mengedan ketika miksi
(straining), menunggu pada awal miksi (hesitancy), pancaran melemah (weakness),
miksi terputus (intermitten), dan tidak lampias setelah miksi. Sedangkan gejala
iritatif meliputi rasa ingin miksi yang tidak bisa ditahan (urgency), sering miksi
(frequency), sering miksi pada malam hari (nocturia), dan nyeri ketika miksi
(dysuria). Dari keluhan utama dan anamnesis pada pasien ini terjadi suatu retentio
urine yang disebabkan adanya sumbatan pada saluran kemih bagian bawah yang
bisa disebabkan oleh gangguan pada vesika urinaria atau infravesika. Gangguan
pada vesika urinaria bisa berupa batu vesika atau gangguan neurogenic pada vesika.
Sedangkan gangguan infravesika berupa pembesaran prostat dan striktur uretra.
Kemudian pada riwayat penyakit dahulu, riwayat infeksi saluran kemih
(+) 1 tahun yang lalu dan ada riwayat trauma jatuh terduduk saat mengendarai
sepeda.
Berdasarkan pemeriksaan fisik pada status generalis pada vital sign
didapatkan suhu tubuh pasien 37,3 C menujukan subfebris, konjungtiva tidak pucat
dan sklera tidak ikterik. Pada status urologikus didapatkan pada regio CVA dextra
et sinistra dalam batas normal tidak ditemukan kelainan, ini menunjukan tidak
adanya gangguan pada ginjal. Pada regio supra pubik didapatkan Inspeksi:
terpasang kateter cystotomi, urine lancar dan warnah kuning jernih, darah (-),
jumlah ±500cc, Palpasi: nyeri tekan (-), massa (-), dan Perkusi: Peka (+). Pada
regio genitalia externa yaitu pada Palpasi: edema minimal, hangat, nyeri, MUE
stenosis (-), batu (-) ini menunjukan retensi ec. Batu ureter dapat disingkirkan,
teraba jaringan keras di korpus spongiosum (+),sehingga kemungkinan
menunjukan adanya penyempitan pada lumen uretra atau striktur uretra yang
menyebabkan retensi urine. Pada pemeriksaan Digital Rectal Examination (Rectal
Toucher) didapatkan tonus spingter ani menjepit kuat tidak longgar saat glans penis
ditekan, ini menyingkirkan retensio urin yang terjadi diakibatkan oleh neurogenic
bladder dan tidak teraba pembesaran prostat sehingga hal ini dapat menyingkirkan
diagnosis bahwa retensio urine akibat hiperplasia prostat dapat disingkirkan.
Pada pemeriksaan darah rutin yang dilakukan didapatkan kadar Hb
normal dan leukosit sedikit meningkat, menunjukan adanya infeksi saluran kemih.
Pada keadaan normal bakteri dalam urine kandung kemih biasanya akan
dikeluarkan sewaktu berkemih, tetapi keadaan ini tidak akan dijumpai bila ada urine
stasis yang beresiko terjadinya infeksi saluran kemih. Pemeriksaan faal ginjal
didapatkan hasil normal, menunjukan tidak adanya gangguan pada ginjal. Pada
pasien tersebut disarankan untuk dilakukan pemeriksaan urinalisa, bertujuan untuk
mengetahui zat-zat yang terkandung di dalam urine serta adanya kelainan-kelainan
pada urine.
Dari pemeriksaan penunjang USG didapatkan ginjal bilateral, buli-buli, dan
prostat normal. Pemeriksaan tersebut dapat menyingkirkan adanya kelainan pada
ginjal karena pada retensio urine dapat terjadi reflak urine karena adanya
peningkatan tekanan pada buli yang nantinya bisa menyebabkan hidroureter dan
hidroneforis yang bisa menyebabkan gangguan ginjal. Pada prostat tampak normal
tidak adanya hiperplasia prostat sehingga dapat menyingkirkan diagnosa retensi
urin ec. BPH. Pada kasus tersebut disarankan untuk dilakukan pemeriksaan
uretrografi. Diagnosa pasti pada striktur uretra dibuat dengan uretrografi, untuk
melihat letak penyempitan dan besarnya penyempitan uretra. Pars membranasea
biasanya disebabkan oleh trauma pelvis dan iatrogenik akibat katerisasi, pars
bulbosa disebabkan oleh cedera selangkangan, pars bulbo pendulare diakibabtkan
oleh fiksasi kateter yang keliru, urettritis anterior, dan pars meatus uretra eksterna
bisa diakibatkan oleh instrumetasi yang kasar, balanitis, meatitis. Dengan
pemeriksaan ini panjang striktur dapat diketahui sehingga penting untuk
perencanaan terapi atau operasi.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka
pasien ini didiagnosa dengan Retensi Urine ec. Striktur Uretra.
Setelah diagnosa sudah ditegakkan, maka dilakukan penatalaksaan lebih
lanjut pada pasien. Pada pasien ini akan ditatalaksana dengan pemberian antibiotik
dan analgetik untuk pengobatan secara simtomatik, kemudian rencana untuk
dilakukan uretrotomi interna dengan pisau sachse. Penatalaksanaan dini pada
pasien ini dilakukan pemasangan sistostomi suprapubik dikarenakan tidak dapat
dilakukan pemasangan kateter seperti ada tahanan dan pemberian, IVFD RL 20
tpm, antibiotik Ceftriaxone 2x1gr (IV) serta Paracetamol 500mg/8 jam (PO)
sebagai terapi simtomatik. Sedangkan penatalaksaan lanjut pada pasien yaitu
direncanakan untuk dilakukan uretrotomi internal (sasche)
Prognosis pada pasien ini secara vitam dan fungsionam bonam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Syamsuhidayat, R. Wim de Jong. Buku ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta : 1997
2. Purnomo, Basuki. Dasar-dasar urologi Edisi ketiga. CV. Sagung Seto. Jakarta :
2012
3. Urethral Stricture Disease. http://www.urologyhealth.org/, diakses tanggal 28
Oktober 2018.
4. Gousse, Angelo. Urethral Stricture, Male Workup.
http://www.emedicine.medscape.com , diakses tanggal 28 Oktober 2018..