Anda di halaman 1dari 7

BUDAYA DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA

Jika ditilik dari sejarah dunia, beberapa Negara maju dan berkembang
memiliki cara tersendiri dalam membangun negaranya masing-masing. Baik
itu dari segi aspek formal dalam pembangunan, juga dalam aspek lainnya
yaitu segi informal dimana yang disebut dengan budaya sangat berperan
dalam wujud pembangunan tersebut.

Gambar 1 : Perbedaan Negara maju dan berkembang


Sumber : google images

Dalam hal ini, budaya memang sangat memiliki peran dalam arah
pembangunan suatu Negara, contohnya Negara-negara yang ada di eropa atau
amerika, bahwa dari kebiasaaan-kebiasaan mereka, kepercayaan apa yang
mereka pegang, nilai-nilai apa yang mereka anut oleh masing-masing etnik,
tentang agama apa yang jadi pedoman mereka dalam hidup serta kebiasaan
tersebut tekah mendarah daging dan cenderung tidak berubah dari waktu ke
waktu dan dari generasi ke generasi atau yang disebut dengan budaya
memunculkan suatu output pembangunan yang berbeda-beda tentnunya
karena proses dan tatacara yang mereka anut juga berbeda-beda.
Dari gambar diatas kita bisa melihat perbedaan keadaan atau gambaran
pembangunan dari Negara maju dan berkembang, perbedaannya jelas terlihat
dari bangunan yang ada pada gambar tersebut, gambar sebelah kiri
merupakan Negara maju dengan hasil pembangunan yang menakjubkan,
gedung-gedung bertingkat dan menjulang, suasana yang glamour.
Bandingkan dengan gambar disebelah kanan dengan bangunan-bangunan
yang lebih sederhana dan tradisional.
Dua gambar tersebut memperlihatkan bahwa manusia dengan
kebudayaannya masing-masing, menghasilkan suatu gagasan yang
diwujudkan dengan suatu karya nyata yang bervariasi dan berbeda-beda,
gambar yang sebelah kiri biasanya terlihat di Negara-negara maju seperti
Negara-negara di eropa dan amerika, sementara di sebelah kanan merupakan
Negara-negara berkembang seperti Asia tenggara dan Afrika.
Gambar 2 : Pekerja Jalan Raya di jepang
Sumber : tirto.id

Negara-negara di eropa, yang


mayoritas menganut paham kapitalisme dan
dari segi agama dengan kristiani
Pekerja Kontruksi di
protestannya yang melekat pada pikiran dan
Jepang memiliki etos
kerja dan komitmen jiwa masyarakat eropa dan sudah mendarah
pelayanan publik yang daging sehingga pembangunan yang terjadi
tinggi hingga mampu di dorong oleh nilai-nilai budaya tersebut,
membereskan sinkhole di sehingga memunculkan cara pandang
kota Fukuoka dalam satu masyarakat eropa menuju arah kemajuan
minggu saja. Ini adalah dan modernitas masyarakat barat.
buah dari hasil kerja Salah satu ilmuan terkenal di dunia
keras dan integritas dari yakni Max Weber berkata bahwa
pemerintah dan pembangunan atau perkembangan suatu
masyarakat Jepang yang
Negara ada budya sebagai faktor pendorong
serius dalam hal
didalamnya sehingga kaitannya dengan
pembangunan negaranya.
Khususnya dalam bidang kemajuan ekonomi suatu Negara menjadi
infrastruktur dan bervariasi atau berbeda-beda. Kita bisa
transportasi. membandingkan bagaimana bedanya
budaya yang ada pada masyarakat atau
sumberdaya manusianya pada Negara
berkembang dan Negara maju tentu saja
dapat dilihat dari kasat mata sering dengan berkembangnya ilmu pengetahuan
dan teknologi kita dapat melihat betapa besar kemajuan yang dialami oleh
Negara-negara maju seperti jepang, amerika dan inggris, dan betapa sulit
majunya sebgaian Negara-negara berkembang yang ada di benua Asia dan
Afrika, mengapa itu bisa terjadi??
Budaya memang sangat terkait dengan subjek budaya itu sendiri, yaitu
manusia. Manusia sebagai faktor utama sekaligus pemain utama dalam
menjalankan roda pembangunan suatu Negara. Dalam diri manusia terdapat
akal dan pikiran masing-masing yang otuputnya tercipta suatu hasil yang
konkrit yang dilakukan oleh manusia tersebut yang bersumber dari akal
pikirannya.

Di jepang, periode humiliation dimulai di era restorasi meiji pada


tahun 1868. Kebudayaan Jepang di era tersebut mengalami tantangan
besar dari kemuncukan budaya barat yang merupakan konsekuensi
dari pembukaam jepang. Identitas jepang sebagai Negara ke-shogun-
an yang kuat di dunia, sebagaimana mereka percayaia, menjadi
runtuh. Saat itu jepang melakukan restorasi dan menggali nilai-nilai
jepang untuk kemudian deselaraskan dengan ide-ide barat yang lebih
progresif. Salah satu reaksi dari periode humiliation adalah lahirnya
empat motto yang mendeskripsikan masyarakat jepang bagaimana
dalam berpikir dan bertindak di era sebelum dan sesudahrestorasi
meiji. Hal ini menjadi bukt nyata dari salah satu Negara maju di dunia
bahwa bagamana cara pandang dan berpikir terhadap sesuatu
menghasilkan budaya dan mendefinisikan suatu Negara tertentu
berdasarkan budayanya tersebut.

Manusia dengan akal dan pikirannya mampu berkomunikasi dan


bersosialisasi dengan manusia lain sehingga terbentuklah suatu interaksi dan
komunikasi yang berlangsung yang kemudian tercipta suatu kebudyaan dari
sekelompok manusia yang berkumpul bersama tersebut. Memang hal ini tidak
dilandasi hanya dengan faktor manusianya saja, ada juga faktor yang lain
yaitu dari segi geografisnya, baik itu wilayah, keadaan fisik suatu daerah
(iklim, tanah) yang menghasilkan sumberdaya alam yang berbeda-beda. Pada
dasarnya sumberdaya alam yang melimpah ruah memang sangat berpotensi
dalam keberhasilan pembangunan dan kemajuan suatu Negara, tapi yang
paling penting lagi adalah sumberdaya manusianya yang, karena mereka yang
mengelola dan mengaturnya sehingga apa yang menjadi perbedaan dari
kemajuan Negara maju dan berkembang adalah dari segi nilai budaya yang
mereka anut yang berwujud menjadi sikap dan karakter suatu bangsa.
Menurut Goldstone (1991), hubungan antara budaya dan pembangunan
dapat diartikan menjadi dua, hal ini dipandang dari segi faktor perubahan
utama maupun sebagai target perubahan. Yang pertama yaitu budaya
dijadikan sebagai agen perubahan utama disebabkan oleh faktor-faktor
berikut, yakni budaya memproduksi kondisi material karena budaya
memproduksi symbol dan aksi serta budaya dapat/mampu mendorong
manusia dari segi individu untuk merekontruksi struktur institusi dan
lingungan dalam wujud materialitasnya dalam hal ini masing-masing indivdu
menunjukan kekreatifannya. Yang selanjutnyabahwa budaya sebagai target
perubahan adalah bagaimana cara berpikir suatu individu dan cara pandang
individu adalah faktor masalah dari ketidakmampuan adaptasi sehingga
menghasilkan underdevelopment, oleh karena itu sikap ini harus diubah.
Dalam konsep budaya itu sendiri yang ditautkan dengan pembangunan,
mengacu pada beberapa hal dari sub-kebudyaan, antara lain etnik, kelas
sosial, gender, agama, bagaimana etos kerja dari masing-masing individu
pada suatu Negara, bagaimana hubungannya dengan hak-hak manusia (Hak
Azasi Manusia) serta lika liku pembanguna seperti adanya korupsi dalam
proses pembangunan itu sendiri.
Indonesia sebagai Negara berkembang juga memiliki budaya tersendiri
yang mempengaruhi suatu pembangunan. Saat ini Indonesia tercatat masuk
dalam kategori Negara berkembang, dengan sumberdaya alam yang
melimpah ruah dan prospek kemajuan sumberdaya manusianya yang terus
digenjot menjadi lebih baik lagi dan maju di harapkan akan tumbuh menjadi
Negara yang lebih baik dan diperhitungkan dimata dunia baik itu dari segi
ekonomi, sosial, dan budayanya.
Jika dibandingkan dengan Negara-negara maju di dunia dari segi karakter
memang Indonesia sebagaian masyarakat tentunya tidak terlalu jomlang,
akhir-akhir ini pendidikan tentang karakter bangsa memang sangat
diperhatikan karena memang sangat penting dalam mewujudkan cita-cita
pembangunan bangsa. Indonesia mulai berbenah dari untuk mulai keluar dari
budaya nenek moyang yang tidak efektif seperti pemikiran “kolot” dan
konvensional menuju kearah modern dan dan maju.
Negara berkembang memang identik dengan kebudayaan nenek moyang
yang melekat, baik itu yang psoitif dan negatif, yang negative ini seperti
kemalasan, suka buang-buang waktu, tidak punya integritas, kurang tinggi
dalam etos kerja, membentuk suatu kebudayaan perilaku yang sangat
berpengaruh dalam hal ini bagi pembangunan Negara. Maka dari itu
Indonesia dengan sejarah kebudayaan yang sangat kental, yang positifnya
tentu harus dipertahankan dan dijaga, serta budaya-budaya yang negative
harus di ubah demi kemajuan dan kemudahan hidup di masa yang akan
dating.
Perwujudan kebudayaan Indonesia tidak terlepas dari hal-hal seperti
agama, dimana agama sangat berperan penting dalam munculnya suatu
budaya, Indonesia memiliki keragaman budaya, etnis sehingga menghasilkan
kebudayaan yang berbeda-beda di tiap daerahnya. Namun dengan motto
“Bhineka Tunggal Ika”, perbedaan itu berusaha dijadikan satu berdasarkan
falsafah pancasila yang merupakan ideology Negara Indonesia.
Selain agama, gender juga berpengaruh terhadap kualitas atau hasil kerja,
oleh karena itu perlu adanya penyocokan dalan pembagian kerja yang benar
berdasarkan gender. Tingkatan atau kelas sosial yang berlaku di masyarakat
yang didalamnya terdapat hak-hak yang sama sebagai manusia timbul
menjadi budaya yang mana dapat mendefinisikan Indonesia itu sendiri, baik
yang positif atau negatafi seperti adanya korupsi dalam pembangunan.

Gambar 3 : Proyek Hambalang


Sumber : tempo.co

Tidak dapat dipungkiri, Indonesia memmang kerap tersandung masalah


korupsi dalam suatu proyek pembangunan, hal ini menjadi masalah serius
karena dampak yang timbul tentu sangat merugikan dimulai dari rusak atau
terbengkalainya bangunan atau proyek tersebut dan uang yang sudah keluar
entah kemana. Seperti gambar diatas, proyek hambalang yang terbengkalai
karena adanya korupsi proyek pusat pelatihan dan pendidikan olahraga di
hambalang. Dalam dokumen yang tercatat, miliaran rupiah dana hambalang
diduga menglair ke sejumlah pejabat tinggi, pengusaha dan anggota
parlemen. Uang tersebut ada yang disalurkan melalui subkontraktor, adapula
yang dikirim langsung oleh konsorsium PT Adhi Karya Tbk dan PT Wijaya
Karya Tbk.
Hal diatas tentunya merupakan perwujudan kebudayaan Negara kita yang
negative dan merugikan, maka dari itu berdasarkan apa yang telah dipaparkan
diatas maka dalam bab ini akan dijelaskan bagaimana sebuah kebudayaan
Negara dapat sangat mempengaruhi pembangunan Negara tersebut.

A. Etnik, Kelas Sosial dan Gender

Etnik atau dalam kata lain disebut “suku”, yaitu suatu kelompok sosial
atau kesatuan sosial yang mempunyai ciri tertentu yang berbeda dengan
kelompok lainnya, yang didasari atas perbedaan identitas budaya dan akar
kebudayaannya. Dengan kata lain, etnik ditentukan dengan adanya suatu
kesadaran orang-orang yang ada di kelompok tertentu, adanya pengakuan
akan rasa persatuan kebudayaan, persamaan sejarah, asal-usul, bahasa baik itu
yang digunakan atau tidak, sistem nilai serta tradisi dan adat istiadat.
Dengan kata lain, dapat disimpulkan etnis atau suku adalah suatu
kesatuan sosial yang bisa dibedakan kesatuan tersebut berdasarkan persamaan
asal usu seseorang sehinggga dapat dikategorikan dalam status kelompok
mana ia berada atau dimasukan. Istilah etnis sendiri dugunakan untuk
mengacu pada satu kelompok atau kategori sosial yang perbedaannya terletak
pada kriteria kebudayaan.
Indonesia terdiri dari berbagai etnik, dan setiap etnik memiliki
pandangan masing-masing dalam melihat sesuatu. Pandangan hidup atau
falsafah etnis tertentu bisa memunculkan sikap yang berbeda-beda, seperti
contoh etnis tionghoa di Indonesia, terutama pedagang-pedagang, jika
dibandingkan dengan etnis lainnya atau suku lainnya di Indonesia, etnis
tionghoa paling berhasil rata-rata. Hal ini disebabkan karena sebagian dari
mereka sangat ulet, tahan uji dan rajin.
Stereotip etnis tionghoa biasanya disebutkan sebagai yang memiliki sikap
tertutup, angkuh, egoistis, superior dan materialistis. Tapi juga kadang
menunjukan sikap ramah, murah hati, rajijn, ulet yang kadang pandangan
orang berbeda atau bergantian dalam melihatnya. Bahkan sebagian orang
menganggapnya adalah eksploitasi terhadap lingkungan sosial disekitarnya.
Padahal sikap itu muncuo secara spontan dari alam tidak sadarnya yang
secara kultural berasal dari akar budayanya yang memiliki makna tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Goldstone, Jack A, 1991. “Revolution and Rebellion in the Early Modern


World.California”: University of California Press.

Pratikto, Adji. 2012. “Pengaruh Budaya Terhadap Kinerja Ekonomi”. Universitas


Katolik Atmajaya. Buletin Studi Ekonomi, Volume 17, No.2.

Ritonga, efri. 2019. “Korupsi Hambalang, Siapa Saja Penerima Dana Haram
Hambalang?”. Tempo.co.

Setiawan, daryanto. 2018. “Informasi dan Komunikasi Terhadap Budaya”. Jurnal


Universitas Medan Area. Vol 4, No 1.

Anda mungkin juga menyukai