Anda di halaman 1dari 31

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal anak yang paling sering
ditemukan. Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan
Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun, dengan prevalensi
berkisar 12-16 kasus per 100.000 anak. Insiden sindrom nefrotik sensitif steroid
(SNSS) adalah jenis sindrom nefrotik dengan kasus terbanyak, dengan 43,3% dari
kasus SNSS mengalami relaps sering dan atau dependen steroid. Di negara
berkembang insidensinya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000
anak per tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun. Perbandingan anak laki-
laki dan perempuan 2:1.1,2
Sindrom nefrotik merupakan suatu keadaan klinis dengan gejala
proteinuria masif, hipoalbuminemia, dan edema yang dapat disertai
hiperkolesterolimia, disebabkan oleh peningkatan permeabilitas glomerulus
terhadap protein plasma. Pasien biasanya datang dengan edema palpebra atau
pretibia, perut, atau seluruh tubuh yang dapat disertai oliguria dan gejala infeksi,
nafsu makan berkurang, atau urin berwarna kemerahan. Sifat khusus penyakit ini
adalah sering kambuh, sering gagalnya pengobatan dan timbul penyulit, baik
akibat penyakitnya sendiri maupun oleh karena akibat pengobatannya. Penyulit
yang sering terjadi pada sindrom nefrotik adalah infeksi, trombosis, gagal ginjal
akut, malnutrisi, gangguan pertumbuhan, hiperlipidemia, anemia. Etiologi SN
dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik dan sekunder mengikuti penyakit
sistemik, antara lain lupus eritematosus sistemik (LES), purpura Henoch
Schonlein dan lain lain.1,2
Sindrom nefrotik dibedakan menjadi sindrom nefrotik kongenital, sindrom
nefrotik primer, dan sindrom nefrotik sekunder. Pada umumnya sebagian besar
(±80%) sindrom nefrotik primer memberi respon yang baik terhadap pengobatan
awal dengan steroid, tetapi 60% – 90% diantaranya akan relaps dan sekitar 10%
tidak memberi respon lagi dengan pengobatan steroid.1 Perkembangan sindrom
nefrotik dengan relaps juga sering berhubungan sebesar 20% - 60% dengan

1
sindrom nefrotik dependen steroid yang dapat beresiko terhadap sepsis,
thrombosis, dislipidemia, dan malnutrisi.1,3
Pada berbagai penelitian jangka panjang ternyata respons terhadap pengobatan
steroid lebih sering digunakan untuk menentukan prognosis dibandingkan dengan
gambaran patologi anatomi. Oleh karena itu pada saat ini klasifikasi sindrom
nefrotik lebih didasarkan pada respons klinik yaitu sindrom nefrotik sensitif
steroid (SNSS) dan sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS).2
1.2 Batasan Masalah
Case report session ini membahas mengenai defenisi, klasifikasi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, dan penatalaksanaan dari sindrom nefrotik.
1.3 Tujuan Penulisan
Mengetahui definisi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
dan penatalaksanaan dari sindrom nefrotik.
1.4 Manfaat Penulisan
Menambah pengetahuan penulis tentang sindrom nefrotik serta menjadi
tambahan ilmu bagi rekan-rekan dokter muda yang membaca.
1.5 Metode Penulisan
Penulisan Case report session ini merujuk pada berbagai kepustakaan dan
literatur.

2
BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : SB
Umur : 8 tahun 5 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 11 Maret 2011
Alamat : Jorong Koto Tanjung Bonai Lintau Buo, Tanah Datar
Tanggal Masuk : 7 Agustus 2019
No.Rekam medis : 01.05.75.15

2.2. Anamnesis
Anamnesis diperoleh dari ibu kandung pasien (alloanamnesis)
Seorang anak perempuan usia 8 tahun 5 bulan dirawat di bangsal anak RSUP
Dr.M. Djamil Padang pada tanggal 7 Agustus 2019 dengan :

2.2.1 Keluhan Utama


Sesak napas yang terasa semakin meningkat sejak 1 hari sebelum masuk rumah
sakit.

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


 Demam ada kira-kira 1 bulan yang lalu. Demam tinggi, hilang timbul,
tidak menggigil, tidak disertai kejang. Demam berlangsung sekitar 1
minggu. Saat ini tidak ada demam.
 Sembab sejak 1 bulan yang lalu, awalnya sembab tampak pada wajah lalu
sembab semakin bertambah hingga sekarang sembab hingga ke seluruh
tubuh. Sekarang sembab sudah berkurang
 Sesak yang terasa semakin meningkat sejak 1 hari sebelum masuk rumah
sakit. Sesak mulai dirasakan sejak 15 hari yang lalu. Sesak tidak menciut,
tidak dipengaruhi cuaca, makanan, dan aktivitas.

3
 Buang air kecil dirasakan jumlahnya semakin sedikit sejak ± 15 hari
sebelum masuk rumah sakit. Warna urin kuning pekat. Riwayat nyeri
BAK, BAK berpasir, berdarah atau berbuih tidak ada.
 Buang air besar warna dan konsistensi biasa.
 Riwayat nyeri menelan tidak ada
 Nyeri kepala tidak ada
 Pandangan kabur tidak ada
 Nafsu makan biasa
 Riwayat perdarahan gusi, kulit, hidung, dan saluran cerna tidak ada.
 Riwayat kontak dengan penderita batuk lama tidak ada
 Pasien merupakan rujukan dari RSUD Hanafiah Batusangkar dengan
keterangan susp.sindrom nefrotik dengan edema anasarka dan efusi plura
bilateral masif. Telah dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan hasil
Hb 13,8 gr/dL, leukosit 12.000/mm3, trombosit 469.000/mm3, GDR 80
gr/dL, albumin 1,2 gr/dL, protein urin +++. Diberikan terapi IVFD KA-
EN 1B 10 gtt/menit, furosemid 2x25gr iv, O2 2 lt/menit, plasbumin 20%
100cc, captopril 3x7,5 gr po, prednisone 3-3-2 tab, dan terpasang kateter.
 Di IGD RSUP dr. M. Djamil pasien dibawa dalam kondisi sesak napas dan
dikonsultasikan ke bagian bedah dan dilakukan pemasangan WSD di OK.

2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


 Tidak ada riwayat sakit ginjal sebelumnya
 Tidak ada riwayat sakit jantung sebelumnya
 Tidak ada riwayat sakit paru sebelumnya
 Tidak ada riwayat keganasan sebelumnya.

2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada anggota keluarga menderita keluhan sembab pada seluruh tubuh
dan keluhan buang air kecil berwarna kemerahan.
 Tidak ada anggota keluarga menderita penyakit ginjal
 Ayah kandung pasien menderita kelainan jiwa

4
2.2.5 Riwayat Persalinan
 Lama hamil : Cukup bulan (39-40 minggu)
 Cara lahir : Spontan
 Ditolong oleh : Bidan
 Berat lahir : 2.700 gr
 Panjang lahir : tidak ingat
 Saat lahir : Langsung menangis kuat
 Kesan : Riwayat persalinan normal, cukup bulan

2.2.6 Riwayat Makanan dan Minuman


 Bayi: ASI umur 0-2 tahun
Susu formula 4 bulan – 4 tahun
Nasi tim umur 6 bulan – 4 tahun
Nasi biasa umur 12 bulan-sekarang
 Anak: Makanan utama 3x/hari, menghabiskan 1 porsi keluarga
Ikan 1x seminggu
Telur 4x seminggu
Daging 4x seminggu
Sayur 7x seminggu
Buah 3x seminggu
 Kesan: kualitas dan kuantitas makanan cukup
2.2.7 Riwayat Imunisasi
Imunisasi Dasar (Umur) Booster (Umur)
BCG 2 bulan -
DPT 1 2 bulan -
2 4 bulan -
3 6 bulan -
Polio 1 2 bulan -
2 4 bulan -
3 6 bulan -
Hepatitis B 1 Saat lahir -
2 1 bulan -
3 6 bulan -
Haemofilus influenza B 1 - -
2 - -
3 - -
Campak 9 bulan -
Kesan: Imunisasi dasar lengkap sesuai usia

5
2.2.7 Riwayat Tumbuh Kembang
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Umur
Tertawa 1 bulan
Miring 3 bulan
Tengkurap 5 bulan
Duduk 8 bulan
Merangkak 10 bulan
Berdiri 12 bulan
Lari 18 bulan
Gigi pertama 8 bulan
Bicara 18 bulan
Membaca 5 tahun
Berhitung 6 tahun
Prestasi di sekolah -
Riwayat Gangguan Perkembangan Mental Umur
Isap jempol -
Gigit kuku -
Sering mimpi -
Mengompol -
Aktif sekali -
Apatik -
Membangkang -
Ketakutan -
Pergaulan jelek -
Kesukaran belajar -
Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan normal sesuai usia.

2.2.8 Riwayat Keluarga


Ayah Ibu
Nama Tn. DC Ny. TR
Umur 35 tahun 29 tahun
Pendidikan SD SMP
Pekerjaan Buruh Wiraswasta
Penghasilan Tidak tahu Rp2.000.000
Perkawinan 1 1
Penyakit yang pernah diderita Gangguan jiwa Tidak ada

No. Saudara Kandung Umur Keadaan Sekarang


1 Perempuan 8 tahun Pasien

6
2.2.9 Riwayat Perumahan dan Lingkungan
 Rumah tempat tinggal : Rumah semi-permanen
 Sumber air minum : Sumur
 Jamban : Didalam rumah
 Pekarangan : Cukup luas
 Sampah : Dibakar
 Kesan : Higiene dan sanitasi cukup baik

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


(07/08/2019)
Keadaan umum : sakit berat
Kesadaran : komposmentis
Tekanan darah : 154/93 mmHg
Frekuensi nadi : 113x/menit
Frekuensi napas : 37x/menit
Suhu : 37,1ºC
BB : 25,7 kg
TB : 120 cm
BB/U : 78,8%
TB/U : 93%
BB/TB : 93,1%
Status gizi : gizi baik
Ikterus : tidak ada
Anemia : tidak ada
Sianosis : tidak ada
Kulit : teraba hangat
Kelenjar getah bening : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
Kepala : bulat, simteris
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Wajah : tampak sembab
Mata :konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, udem
palpebra +/+

7
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Hidung : nafas cuping hidung tidak ada
Tenggorok : tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
Gigi dan mulut : mukosa mulut dan bibir basah
Leher : jvp 5-2 cmH20
Toraks : terpasang WSD di hemithoraks kanan
Paru :
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, retraksi epigastrium
ada
Palpasi : fremitus melemah di hemitoraks dekstra dibandiing hemitoraks sinistra
Perkusi : redup di hemotoraks dekstra setinggi RIC IV, sonor di hemitoraks
sinistra
Auskultasi: suara napas vesikuler, suara napas hemitoraks dekstra melemah
setinggi RIC VI, suara napas hemitoraks sinistra melemah setinggi
RIC IV, ronkhi-/-, wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di 1 jari lateral LMCS RIC V
Perkusi : batas atas RIC II
batas kanan LSD
batas kiri 1 jari lateral LMCS RIC V
Auskultasi : irama reguler, bising jantung tidak ada
Abdomen :
Inspeksi : tampak membuncit
Palpasi : hepar dan lien sulit dinilai
Perkusi : shifting dullness (+), undulasi (+)
Auskultasi : bising usus (+)
Punggung : tidak ada kelainan
Genitalia : A1M1P1
Anggota gerak : akral hangat, perfusi baik, CRT < 2 detik, edem pretibia
+/+, pitting udem +/+

8
(19/08/2019)
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Frekuensi nadi : 88x/menit
Frekuensi napas : 20x/menit
Suhu : 37,1ºC
BB : 18 kg
TB : 110 cm
Status gizi : gizi kurang
Ikterus : tidak ada
Anemia : tidak ada
Sianosis : tidak ada
Kulit : teraba hangat
Kelenjar getah bening : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
Kepala : bulat, simeteris
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Wajah : simetris, tidak sembab
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, udem
palpebra tidak ada
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Hidung : nafas cuping hidung tidak ada
Tenggorok : tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
Gigi dan mulut : mukosa mulut dan bibir basah
Leher : jvp 5-2 cmH20
Paru :
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, retraksi epigastrium
tidak ada
Palpasi : fremitus melemah di hemitoraks dekstra dibandiing hemitoraks sinistra
Perkusi : Sonor di kedua hemitoraks
Auskultasi: suara napas vesikuler, ronkhi-/-, wheezing -/-
Jantung :

9
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di 1 jari lateral LMCS RIC V
Perkusi : batas atas RIC II
batas kanan LSD
batas kiri 1 jari lateral LMCS RIC V
Auskultasi : irama reguler, bising jantung tidak ada
Abdomen :
Inspeksi : tampak membuncit
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : bising usus (+)
Punggung : tidak ada kelainan
Genitalia : A1M1P1
Anggota gerak : akral hangat, perfusi baik, CRT < 2 detik, edem pretibia
tidak ada, pitting edema tidak ada

10
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
2.4.1. Pemeriksaan Laboratorium
6/08/2019
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai rujukan
Hb 11,9 gram/dL 12- 15 gram/dL
Leukosit 10.060 /mm3 5.500 - 17.500 /mm3
Retikulosit 1,6 % 0,5-1,5%
Hitung Jenis 0/0/3/76/20/1 Basofil 0-2%
Eosinofil1-4%
Neutrofil Batang 0-5%
Neutrofil Segmen 23-53%
Limfosit 23-53%
Monosit 2-11%
Hematokrit 34 % 38-49%
Eritrosit 4,3 juta 4-15,4 juta
Trombosit 480.000/mm3 150.000-450.000/mm3
PT 11,2 s 9,0-12,2 s
APTT 32,3 s 30,5-39,9 s
Kesan : netrofilia shift to the right, trombositosis
Pemeriksaan Kimia Klinik
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai rujukan
Glukosa sewaktu 131 mg/dL <200 mg/dL
Ureum 28 10-50
Kreatinin darah 0,5 0,8-1,3
Asam Urat 4,4 2,4-5,7
Kalsium 9,8 8,1-10,4
Natrium 134 Mmol/L 136-145 Mmol/L
Kalium 4,2 Mmol/L 3,5-5,1 Mmol/L
Klorida serum 109 Mmol/L 97-111 Mmol/L
Total Protein 4,1 gr/dl 6,6 – 8,7 gr/dl
Albumin 2,2 gr/dl 3,8 – 5,0 gr/dl
Globulin 1,9 1,3 – 2,7 gr/dl
Kesan : penurunan natrium, total protein, dan albuminPemeriksaan

11
Urinalisis
Makroskopis
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai rujukan
Warna Kuning Kuning-coklat
Kekeruhan Positif Negatif
BJ 1,010 1,003-1,03
pH 6,0 4,6-8
Mikroskopis
Leukosit 0-1/ LPB <5/LPB
Eritrosit 2-4/ LPB <1/LPB
Silinder Negatif Negatif
Kristal Negatif Negatif
Epitel Gepeng + Positif
Kimia
Protein ++ Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen Positif Positif
Kesan : Hematuria dan proteinuria

7/08/2019
Pemeriksaan Faal Hepar
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai rujukan
Glukosa sewaktu 104 mg/dL <200 mg/dL
Kalsium 9,7 mg/dL 8,1-10,4 mg/dL
Natrium 136 Mmol/L 136-145 Mmol/L
Kalium 4,3 Mmol/L 3,5-5,1 Mmol/L
Klorida serum 108 Mmol/L 97-111 Mmol/L
Total Protein 3,8 gr/dL 6,6 – 8,7 gr/dL
Albumin 1,6 gr/dL 3,8 – 5,0 gr/dL
Globulin 2,2 gr/dL 1,3 – 2,7 gr/dL
Kesan : penurunan total protein dan albumin

12
Pemeriksaan Cairan Pleura
Makroskopis
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
Volume ± 40 mL
Kekeruhan Positif
Warna Kuning muda
Mikroskopis
Jumlah Sel 25/mm3
Kimia
Protein 0,1
Glukosa 98
Albumin 0
Rivalta Negatif
Kesan : hasil dalam batas normal

8/8/2019
Pemeriksaan Kimia Klinik
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai rujukan
Total Kolesterol 874 mg/dL <200 mg/dL
HDL-kolesterol 24 mg/dL >66 mg/dL
LDL-kolesterol 742 mg/dL <150 mg/dL
Trigliserida 434 mg/dL <150 mg/dL
Kesan : dislipidemia

9/08/2019
Pemeriksaan Urinalisis
Makroskopis
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai rujukan
Warna Kuning muda Kuning-coklat
Kekeruhan Negatif Negatif
BJ 1,015 1,003-1,03
pH 6,0 4,6-8

13
Mikroskopis
Leukosit 1-2/ LPB <5/LPB
Eritrosit 0-1/ LPB <1/LPB
Silinder silinder granular 3-4/LPK Negatif
Kristal Negatif Negatif
Epitel Gepeng + Positif
Kimia
Protein +++ Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen Positif Positif
Kesan : silinder gralunar 3-4/LPK proteinuria

12/8/2019
Pemeriksaan Kimia Klinik
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai rujukan
Glukosa sewaktu 162 mg/dL <200 mg/dL
Total Protein 4,3 gr/dl 6,6 – 8,7 gr/dl
Albumin 1,4 gr/dl 3,8 – 5,0 gr/dl
Globulin 2,9 gr/dl 1,3 – 2,7 gr/dl
Kesan : penurunan total protein, dan albumin, globulin meningkat
Pemeriksaan Urinalisis
Makroskopis
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai rujukan
Warna Kuning Kuning-coklat
Kekeruhan Negatif Negatif
BJ 1,015 1,003-1,03
pH 7,0 4,6-8
Mikroskopis
Leukosit 0-1/ LPB <5/LPB
Eritrosit 0-1/ LPB <1/LPB
Silinder Negatif Negatif
Kristal Negatif Negatif

14
Epitel Gepeng + Positif
Kimia
Protein ++ Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen Positif Positif
Kesan : proteinuria

13/8/2019
Pemeriksaan Kimia Klinik
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai rujukan
Glukosa sewaktu 162 mg/dL <200 mg/dL
Total Protein 4,6 gr/dl 6,6 – 8,7 gr/dl
Albumin 2,6 gr/dl 3,8 – 5,0 gr/dl
Globulin 2,0 gr/dl 1,3 – 2,7 gr/dl
Kesan : penurunan total protein, dan albumin
Pemeriksaan Cairan Pleura
Makroskopis
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
Volume ± 10 mL
Kekeruhan Positif
Warna Kuning
Mikroskopis
Jumlah Sel 150/mm3
Kimia
Protein 0,8 gr/dl
Glukosa 133 mg/dl
Albumin 0,4
Rivalta Negatif
Kesan : Hasil dalam batas normal

15
Pemeriksaan Urinalisis
Makroskopis
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai rujukan
Warna Kuning Kuning-coklat
Kekeruhan Negatif Negatif
BJ 1,015 1,003-1,03
pH 7,0 4,6-8
Mikroskopis
Leukosit 0-1/ LPB <5/LPB
Eritrosit 6-8/ LPB <1/LPB
Silinder Negatif Negatif
Kristal Negatif Negatif
Epitel Gepeng + Positif
Kimia
Protein +++ Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen Positif Positif
Kesan : proteinuria, hematuria

14/8/2019
Pemeriksaan Urinalisis
Makroskopis
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai rujukan
Warna Kuning Kuning-coklat
Kekeruhan Negatif Negatif
BJ 1,010 1,003-1,03
pH 7,5 4,6-8
Mikroskopis
Leukosit 0-1/ LPB <5/LPB
Eritrosit 2-3/ LPB <1/LPB
Silinder Negatif Negatif
Kristal Negatif Negatif

16
Epitel Gepeng + Positif
Kimia
Protein +++ Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen Positif Positif
Kesan : proteinuria, ditemukan eritrosit 2-3/LPB

15/8/2019
Pemeriksaan Urinalisis
Makroskopis
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai rujukan
Warna Kuning Kuning-coklat
Kekeruhan Negatif Negatif
BJ 1,005 1,003-1,03
pH 7,5 4,6-8
Mikroskopis
Leukosit 0-1/ LPB <5/LPB
Eritrosit 0-1/ LPB <1/LPB
Silinder Negatif Negatif
Kristal Negatif Negatif
Epitel Gepeng + Positif
Kimia
Protein +++ Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen Positif Positif
Kesan : proteinuria

17
2.4.2 Pemeriksaan Radiologi

Kesan : efusi pleura masif bilateral

Kesan : tampak efusi pleura bilateral perbaikan dibandingkan foto tanggal 6


agustus 2019

18
2.5 Diagnosa
Sindrom nefrotik dependen steroid

2.6 Diagnosa Banding


 Glomerulonefritis akut.
 gagal jantung kongestif
 gangguan nutrisi (kwasiorkhor)

2.7 Tatalaksana
 ML nefrotik 1000 kkal (protein 40gr/hr, garam 1gr/hr)
 MC nefrotik 3x200 cc
 Prednison 3-3-2,5 tab
 Furosemid 2x20mg iv
 Captopril 3x6,125 mg po
 Paracetamol 200 mg (T>38,5°C)

2.8 Follow Up Pasien


15/8/19 S/ Sembab masih ada pada punggung kaki
Sesak nafas tidak ada
Pasien mengeluhkan demam
BAK ada jumlah dan warna biasa
O/ KU Kesadaran TD HR RR T
Sedang CMC 120/80 90 x/i 20 x/i 37,5 C
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik (-/-),
edema palpebra -/-
Thoraks : Retraksi (-), Rh -/-, Wh -/-, suara napas
bronkovesikuler melemah setinggi RIC V dekstra,
suara napas dekstra melemah dari sinistra
Abdomen: distensi (-), undulasi (+), shifting dullness
(+)
Ekstremitas : CRT < 2’, akral hangat, udem pretibia -/-,

19
pitting udem -/-
WSD : sudah diklem selama 24 jam
Balance Cairan : -1800 cc/hari
Diuresis : 6 cc/kgBB/hari
Hasil Laboratorium :
Pemeriksaan Urin
Makroskopis :
Warna kuning, kekeruhan negatif, BJ 1.010, pH 7,5
Mikroskopis :
Leukosit 0-1/LPB, eritrosit 2-3/LPB, silinder negatif,
kristal negatif, epitel gepeng positif.
Kimia :
Protein +++, glukosa negatif, bilirubin negatif,
urobilinogen positif
Kesan : Proteinuria dan hematuria
A/ Post WSD a.i efusi pleura e.c sindrom nefrotik dalam
terapi
P/ Pantau tanda vital, balance cairan dan diuresis.
Lanjutkan terapi
16/8/19 S/ Sembab tidak ada
Sesak nafas tidak ada
Demam tidak ada
BAK ada jumlah dan warna biasa
O/ KU Kesadaran TD HR RR T
Sedang CMC 100/60 100 x/i 20 x/i 36,9 C
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik (-/-),
edema palpebra -/-
Thoraks : Retraksi (-), Rh -/-, Wh -/-, suara napas
bronkovesikuler melemah setinggi RIC V dekstra,
suara napas dekstra melemah dari sinistra
Abdomen: distensi (-)
Ekstremitas : CRT < 2’, akral hangat, udem pretibia -/-,

20
pitting udem -/-
Balance Cairan : -800 cc/hari
Diuresis : 4,2 cc/kgBB/hari
BB: 18,8 kg
A/ Post WSD a.i efusi pleura e.c sindrom nefrotik dalam
terapi
P/ Pantau tanda vital, balance cairan dan diuresis.
Lanjutkan terapi
19/8/19 S/ Sembab tidak ada
Sesak nafas tidak ada
Pasien mengeluhkan demam
BAK ada jumlah dan warna biasa
O/ KU Kesadaran TD HR RR T
ringan CMC 100/60 88 x/i 20 x/i 37,6 C
BB:18 kg
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik (-/-),
edema palpebra -/-
Thoraks : Retraksi (-), Rh -/-, Wh -/-
Abdomen: distensi (-)
Ekstremitas : CRT < 2’, akral hangat, udem pretibia -/-,
pitting udem -/-
A/ Post WSD a.i efusi pleura e.c sindrom nefrotik dalam
terapi
P/ Boleh Pulang

21
2.9 Foto klinis pasien

8/8/2019

15/8/2019

22
BAB 3
ANALISIS KASUS

Seorang anak perempuan berusia 8 tahun 5 bulan di rawat di Bangsal


Anak RSUP Dr. M.Djamil pada tanggal 7 Agustus 2019 dengan diagnosis kerja
sindrom nefrotik. Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium. Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal anak
yang paling sering ditemukan. Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di
Amerika Serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun,
dengan prevalensi berkisar 12-16 kasus per 100.000 anak. Laporan dari luar
negeri menunjukkan dua per tiga kasus dijumpai pada umur kurang dari 5
tahun.2,3 Sedangkan insiden di Indonesia diperkirakan 6 kasus pertahun tiap
100.000 anak kurang dari 14 tahun.3,4
Sindrom nefrotik dibedakan menjadi sindrom nefrotik kongenital, sindrom
nefrotik primer, dan sindrom nefrotik sekunder. Usia pasien saat tampilan awal
muncul berguna dalam menilai etiologi yang mendasari. Sindrom nefrotik yang
muncul pada tiga bulan pertama kehidupan (sindrom nefrotik kongenital)
mungkin merupakan sekunder terhadap infeksi intrauterine seperti penyakit sifilis
kongenital, toksoplasmosis, dan sitomegalovirus.5 Pada pasien ini, onset terjadi
pada usia 8 tahun kemungkinan sindrom nefrotik (SN) yang terjadi adalah primer
atau sekunder. SN primer tidak berhubungan dengan penyakit/kelainan sistematik.
Sedangkan SN sekunder adalah SN yang berhubungan dengan penyakit/kelainan
sistemik, atau disebabkan oleh obat, alergen, maupun toksin.2
Etiologi sindrom nefrotik dapat dibagi menjadi: 5
Tabel 3.1 Etiologi sindrom nefrotik pada anak5
Genetik
Sindrom nefrotik (tipikal)
Sindrom nefrotik congenital
Focal segmental glumorulosclerosis
Sclerosis mesangial difus
Proteinuria dengan atau tanpa sindrom nefotik
Nail-patella Syndrome

23
Alport Syndrom
Multisystem syndromes dengan atau tanpa sindrom nefrotik
Galloway-Mowat Syndrom
Charcot
Jeune syndrome
Cockayne Syndrome
Laurenca-Moon-Biedl-Baret Syndrome
Kelainan Metabolik dengan atau tanpa sindrom nefrotik
Alagille syndrome
Defisiensi antitrypsin
Fabry disease
Glutaric academia
Glycogen strorage disease
Huler syndrome
Lipoprotein disorders
Mitochondrial cytopathies
Sickle cell disease
Sindrom nefrotik idiopatik
Minimal change disease
Focal segmental glumeruloslerosis
Membranous nephropathy
Penyebab sekunder
Infeksi
Hepatitis B, C
HIV-1
Malaria
Sypilis
Toxoplasmosis
Obat-obatan
Penisillamine
Emas
OAINS
Pamidronate

24
Interferon
Mercury
Heroin
Lithium
Imunologi dan alergi
Castlesman disease
Kimura disease
Sengatan lebah
Alergi makanan
Keganasan
Limfoma
Leukemia
Hiperfiltrasi Glomerulus
Oligomeganephronia
Morbid obesity
Adaptation to nephron reduction

Sindrom nefrotik merupakan suatu keadaan klinis dengan gejala


proteinuria masif, hipoalbuminemia, dan edema yang dapat disertai
hiperkolesterolimia, kadang disertai dengan oliguria, hematuria, penurunan fungsi
ginjal, hipertensi, gangguan gastrointestinal, gangguan pernapasan dan gangguan
psikososial. Pasien biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia, perut,
atau seluruh tubuh yang dapat disertai oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan
berkurang, atau urin berwarna kemerahan1,2
Berdasarkan anamnesis, pasien mengeluhkan sesak napas yang semakin
meningkat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Selain sesak, pasien juga
mengeluhkan sembab sejak 1 bulan yang lalu semakin bertambah hingga sekarang
menyebar ke seluruh tubuh. Selain itu, pasien juga mengeluhkan demam tinggi,
hilang timbul, sejak 1 bulan yang lalu, selama 1 minggu. Buang air kecil
dirasakan jumlahnya semakin sedikit sejak ± 15 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pada sindroma nefrotik gejala lain yang dapat tejadi adalah abdomen yang
mungkin membesar karena adanya akumulasi cairan di intraperitoneal (asites),
dan sesak napas dapat terjadi karena adanya cairan pada rongga pleura (efusi

25
pleura) ataupun akibat tekanan abdominal yang meningkat akibat asites. Sesak
yang terjadi pada pasien kemungkinan karena adanya efusi pleura.2
Pada pasien juga terjadi edema yang sudah mengenai seluruh tubuh. Ada 2
teori mengenai patofisiologi edema pada sindrom nefrotik; teori underfilled dan
teori overfill. Pada teori underfill di jelaskan pembentukan edema terjadi karena
menurunnya albumin (hipoalbuninemia), akibat kehilangan protein melalui urin.
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma, yang
memungkinkan transudasi cairan dari ruang inervaskular keruangan intersisial.
Penurunan volume intravakular menyebabkan penurunan tekanan perfusi ginjal,
sehingga terjadi pengaktifan sistem renin-angiotensin-aldosteron, yang
merangasang reabsorbsi natrium ditubulus distal. Penurunan volume intravaskular
juga merangsang pelepasan hormon antideuritik yang mempertinggi penyerapan
air dalam duktus kolektivus. Karena tekanan onkotik kurang maka cairan dan
natrium yang telah direabsorbsi masuk kembali ke ruang intersisial sehingga
memperberat edema.5
Pada teori overfill dijelaskan retensi natrium dan air diakibatkan karena
mekanisme intra renal primer dan tidak bergantung pada stimulasi sistemik
perifer. Serta adanya agen dalam sirkulasi yang meningkatkan permeabilitas
kapiler diseluruh tubuh serta ginjal. Retensi natrium primer akibat defek intra
renal ini menyebabkan ekspansi cairan plasma dan cairan ekstraseluler. Edema
yang terjadi diakibatkan overfilling cairan ke dalam ruang interstisial. Dengan
teori underfill dapat diduga terjadi kenaikan renin plasma dan aldosteron sekunder
terhadap adanya hipovolemia, tetapi hal tersebut tidak terdapat pada semua
penderita sindrom nefrotik. Sehingga teori overfill dapat di pakai untuk
menerangkan terjadinya edema pada sindrom nefrotik dengan volume plasma
yang tinggi dan kadar renin, aldosteron menurun terhadap hipovolemia.5
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 154/93 mmHg
menunjukkan adanya hipertensi. Pada kasus SN tekanan darah dapat meningkat
pada 15-20% penderita. Tekanan darah yang meningkat terutama terdapat pada
penderita SN sebagai akibat sekresi renin, aldosteron, dan hormon vasoaktif lain
yang berlebihan.2 Selain itu pada pemeriksaan fisik yang dilakukan didapatkan
adanya edema pada wajah, palpaebra, hingga ke seluruh tubuh. Pada abdomen,

26
perut tampak membuncit, shifting dullness (+) dan undulasi (+), pitting edema
pada ektremitas.Pada pemeriksaan thoraks, suara nafas dan fremitus melemah,
dengan perkusi redup, terpasang WSD di RIC V linea aksilaris dekstra
mengindikaskan adanya efusi pleura pada pasien. Pemeriksaan jantung dalam
batas normal. Selain itu, anak dikatakan gizi baik karena dinilai dari status gizinya
BB/TB nya adalah 93,1%.
Pada pemeriksaan penunjang, pemeriksaan darah rutin didapatkan adanya
neutrofilia shift to the right dan (480.000/mm3) trombositosis. Pada pemeriksaan
urinalisis didapatkan adanya proteinuria (protein ++) dan hematuria (2-4/LPB).
Perubahan patologis yang mendasari pada sindrom nefrotik adalah proteinuria
yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas dinding kapiler glomerulus.
Penyebab peningkatan permeabilitas ini tidak diketahui tetapi dihubungkan
dengan hilangnya glikoprotein bermuatan negatif pada dinding kapiler. Ada teori
lain yang menyebutkan gangguan ini disebabkan defek pada podosit dan sawar
filtrasi glomerular. Sel podosit memiliki kemampuan terbatas dalam membelah
dan beregenerasi serta rentan terkena injuri. Kerusakan sel podosit yang luas dapat
menyebabkan kerusakan glomerular yang irreversible, dan kehilangan >20 % dari
podosit dapat berkembang menjadi glomerulosclerosis dan gangguan fungsi ginjal
yang progresif.5 Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom
nefrotik, namun tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe
sindrom nefrotik. Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat
awal penyakit. 1,6
Pada pemeriksaan kimia darah didapatkan albumin 2,2 gr/dL
(hipoalbumin), total protein 4,1 gr/dl, total kolesterol 874 mg/dL dan trigliserida
434 mg/dl (dislipidemia). Mekanisme terjadinya peningkatan kolesterol dan
trigliserida akibat 2 faktor. Pertama, hipoproteinemia menstimulasi sintesis
protein di hati termasuk lipoprotein. Kedua, kataboolisme lemak terganggu
sebagai akibat dari penurunan kadar lipoprotein lipase plasma (enzim utama yang
memecah lemak di plasma darah).5 Penurunan albumin dengan total protein
dikaitkan dengan proteinuria yang terjadi pada pasien ini.6
Pada pemeriksaan rontgen thoraks (6 Agustus 2019) didapatkan kesan
efusi pleura masif bilateral. efusi pleura ini yang menyababkan pasien menjadi

27
sesak, Setelah dilakukan pemasangan WSD dan dilakukan pemeriksaan rontgen
ulang (7 Agustus 2019) didapatkan adanya efusi pleura yang mengalami
perbaikan. Hasil pemeriksaan laboratorium ini mendukung ditegakkannya
diagnosa sindrom nefrotik Dan hal ini sesuai dengan definisi dari SN yaitu
keadaan klinis yang terdiri dari edema generalisata (anasarka), hipoalbuminemia,
hiperlipidemia (hiperkolesterolemia) dan proteinuria.2
Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di
rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi
pengaturan diit, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi
orangtua. Pada pasien, diberikan diet makanan lunak dan cair nefrotik dengan
protein 40gr/hr, garam 1gr/hr. Pemberian diet tinggi protein dianggap merupakan
kontraindikasi karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa
metabolisme protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan sklerosis glomerulus. Bila
diberi diit rendah protein akan terjadi malnutrisi energi protein (MEP) dan
menyebabkan hambatan pertumbuhan anak. Jadi cukup diberikan diit protein
normal sesuai dengan RDA (recommended daily allowances) yaitu 1,5-2
g/kgbb/hari. Diit rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak
menderita edema.2

Gambar 3.1 Tatalaksana sindrom nefrotik2


Terapi inisial pada pasien ini adalah Prednison 3-3-2,5 tab. Anak dengan
sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi steroid sesuai dengan anjuran
ISKDC dapat diberikan prednison 60 mg/m2 LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari

28
(maksimal 80 mg/ hari) dalam dosis terbagi, untuk menginduksi remisi. Dosis
prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi
badan). Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama 4 minggu. Bila
terjadi remisi dalam 4 minggu pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu kedua
dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara
alternating (selang sehari), 1 x sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu
pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai
resisten steroid.2
Pada pasien diberikan furosemid 2x20mg iv Restriksi cairan dianjurkan
selama ada edema berat. Biasanya diberikan loop diuretic seperti furosemid 1-3
mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis
aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian
diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada pemakaian diuretik
lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan natrium
darah. Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi
karena hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/ dL), dapat diberikan infus
albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari
jaringan interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2
mg/kgbb.2 Skema pemberian diuretik untuk mengatasi edema tampak pada
Gambar 3.1

Gambar 3.2 Algoritma pemberian diuretik.2

29
Terapi medikamentosa lainnya yang diberikan pada pasien ini adalah
Captopril 3x6,125 mg po dan paracetamol 200 mg, yang diberikan jika pasien
demam. Pemberian Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI) /
angiotensin receptor blocker (ARB) telah banyak digunakan untuk mengurangi
proteinuria. Cara kerja kedua obat ini dalam menurunkan ekskresi protein di urin
melalui penurunan tekanan hidrostatik dan mengubah permeabilitas glomerulus.
ACEI juga mempunyai efek renoprotektor melalui penurunan sintesis
transforming growth factor (TGF)-β1 dan plasminogen activator inhibitor (PAI)-
1, keduanya merupakan sitokin penting yang berperan dalam terjadinya
glomerulosklerosis.2
Prognosis pada kasus ini adalah ada kemungkinan adanya relaps.
Penentuan prognosis dilakukan dengan penilaian respoons terhadap steroid, 60-
80% dari sindrom nefrotik sensitif steroid akan mengalami relaps dan 60% dari itu
akan mengalami 5 kali atau lebih relaps. Usia onset lebih dari 4 tahun dan remisi
7-9 hari pada saat terapi steroid dan tidak adanya mikrohematuria di perkirakan
akan mengalami relaps yang lebih sedikit. Pada penelitian dari 398 anak, proporsi
untuk tidak mengalami relaps meningkat dari 44% pada usia 1 tahun, 69% pada
usia 5 tahun dan 84% pada usia 10 tahun.7

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1. Jakarta:


Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2009.
2. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus
Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak Edisi 2. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia; 2012.
3. Wirya IW. Sindrom Nefrotik. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,
Pardede SO, penyunting. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi kedua. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2004. h. 381-424
4. Dakshayani B. Predictors of frequent relapsing and steroid-dependent
nephritic syndrome in children. Turkish Archives of Pediatrics; 2018 VOL 53,
24-30.
5. Pais Pand Avner FD. Syndrome Nephrotic in Nelson textbook of Pedriatic 19
th edition. Elsevier:USA. 2011.
6. ML Downie. Nephrotic syndrome in infants and children: pathophysiology
and management. Paediatrics and International Child Health; 2017 VOL. 37,
NO . 4, 248–258.
7. Eddy AA, Symons JM. Nephrotic syndrome in childhood. The Lancet
2003;362:629-39.

31

Anda mungkin juga menyukai