Anda di halaman 1dari 8

FARMAKOLOGI KUSTA

Blok 6.2

Oleh :

Al as’ari

G1A116030

Dosen Pembimbing

dr. Ave Olivia Rahman, M.Sc

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2018/2019
PATOGENESIS1,2

Pada tahun 1960 Shepard berhasil menginokulasikan M. leprae pada kaki


mencit, dan berkembang biak di sekitartempat suntikan. Dari berbagai macam
spesimen, bentuk lesi maupun negara asal penderita, ternyata tidak ada perbedaan
spesies. Agar dapat tumbuh diperlukan jumlah minimum M. leprae yang disuntikan
dan kalau melampaui jumlah maksimum tidak berarti meningkatkan
perkembangbiakan.

lnokulasi pada mencit yang telah diambil timusnya dengan diikuti iradiasi 900
r, sehingga kehilangan respons imun selularnya, akan menghasilkan granuloma penuh
kuman terutama di bagian tubuh yang relatif dingin, yaitu hidung, cuping telinga,
kaki, dan ekor. Kuman tersebut selanjutnya dapat diinokulasikan lagi, berarti
memenuhi salah satu postulat Koch, meskipun be-lum seluruhnya dapat dipenuhi.

Sebenamya M. leprae mempunyai patogenitas dan daya invasi yang rendah,


sebab penderita yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu memberikan
gejala yang lebih berat, bahkan dapat sebaliknya. Ketidakseimbangan antara derajat
infeksi dengan derajat penyakit, tidak lain disebabkan oleh respons imun yang
berbeda, yang menggugah timbulnya reaksi granuloma setempat atau menyeluruh
yang dapat sembuh sendiri atau progresif. Oleh karena itu penyakit kusta dapat
disebut sebagai penyakit imunologik. Gejala klinisnya lebih sebanding dengan tingkat
reaksi selularnya daripada intensitasnya infeksinya.

KLASIFIKASI1,3

Klasifikasi penyakit kusta menurut Depkes yaitu dibagi menjadi tipe


paucibacillary (PB) dan multibacillary (MB). Tipe paucibacillary atau tipe kering
memiliki ciri bercak atau makula dengan warna keputihan, ukurannya kecildan besar,
batas tegas, dan terdapat di satu atau beberapa tempat di badan (pipi,punggung, dada,
ketiak, lengan, pinggang, pantat, paha, betis atau pada punggung kaki ), dan
permukaan bercak tidak berkeringat. Kusta tipe ini jarang menular tetapi apabila tidak
segera diobati menyebabkan kecacatan.
Tipe yang kedua yaitu multibacillary atau tipe basah memiliki ciri-ciri
berwarna kemerahan, tersebar merata diseluruh badan, kulit tidak terlalu kasar, batas
makula tidak begitu jelas, terjadi penebalan kulit dengan warna kemerahan, dan tanda
awal terdapat pada telinga dan wajah.

PENGOBATAN4,5

DAPSON & SULFON LAINNYA

Beberapa obat yang berkaitan erat dengan sulfonamid telah digunakan secara
efektif dalam penanganan jangka-panjang kusta. Yang paling luas digunakan adalah
dapson (diaminodifenilsulfon). Seperti sulfonamid, obat ini menghambat sintesis
folat. Resistensi dapat muncul dalam populasi M. leprae yang besar, mis. pada kusta
lepromatosa, jika diberikan dosis yang sangat rendah. Karena itu, untuk terapi awal
dianjurkan kombinasi dapson, rifampisin, dan klofazimin. Dapson juga dapat
digunakan untuk mencegah dan mengobati pneumonia Pneumocystis jiroveci pada
pasien AIDS.

Sulfon diserap dengan baik di usus dan tersebar luas di jaringan dan cairan tubuh.
Waktu-paruh dapson adalah 1-2 hari dan obat ini cenderung tertahan di kulit, otot,
hati, dan ginjal. Kulit yang terinfeksi berat oleh M. leprae mungkin mengandung obat
beberapa kali lipat dibandingkan dengan kulit normal. Sulfon diekskresikan ke dalam
empedu dan diserap kembali di usus. Ekskresi ke dalam urin bervariasi, dan sebagian
besar obat mengalami asetilasi. Pada gagal ginjal, dosis mungkin perlu disesuaikan.

Dapson diberikan dalam bentuk tablet 25 dan 100 mg secara . oraL


Pengobatan dimulai dengan dosis 25 mg. dalam 2 minggu pertama dosis ini diberikan
sekali dalam seminggu; kemudian setiap 2 minggu frekuensi pemberian ditambahkan
satu kali. sampai tercapai pemberian ditambahan satu kali sampai tercapai pemberian
5 kali seminggu. Setelah itu dosis dinaikkan menjadi 50 mg, yang diberikan 3 kali
seminggu selania 1 bulan dan akhimya dinaikkan 4 kali seminggu untuk waktu yang
tidak terbatas. Pemberian dapson 100 mg dua kali seminggu. mungkin cukup efektif
untuk pengobatan jangka lama.Untuk anak, dosis secara proporsional lebih kecil,
bergantung pada berat badan.

Dapson biasanya ditoleransi dengan baik. Banyak pasien yang mengalami


hemolisis, terutama jika mereka mengidap defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase.
Methemoglobinemia sering terjadi, tetapi biasanya secara klinis tidak mengganggu.
Dapat terjadi intoleransi pencernaan, demam, pruritus, dan berbagai ruam. Selama
terapi dapson untuk kusta lepromatosa, sering timbul eritema nodosum leprosum.
Kadang reaksi terhadap dapson sulit dibedakan dari manifestasi penyakit yang
mendasari. Eritema nodosum leprosum dapat ditekan dengan kortikosteroid atau
talidomid.

RIFAMPISlN

Farmakologi obat ini telah ditinjau sebagai antituberkulosis.. Pada hewan


coba, antibiotik ini cepat mengadakan sentralisasi. kaki mencit yang dilnfeksl dengan
M. leprae dan tampaknya mempunyal efek bakterisid. Walaupun obat ini mampu
meneinbus sel dan saraf, dalam perigobatan yang berlangsung lama masih saja
ditemukan kuman hldup.

Baberapa pasien yang makan obat ini selama 10 tahun tidak timbul masalah,
tetapi resistensi tlmbul dalam waktu 3-4 tahun, Atas dasar inilah penggunaan
rifampisin pada penyakit lepra hanya dianjurkan dalam kombinasi dengan obat lain.
Kini di beberapa negara sedang dicoba penggunaan dirafmpisin bersama dapson
untuk M. leprae yang sensitif terhadap dapson, serta kombinasi rifampisin dengan
klofazimin atau etionamid untuk M.leprae yang resisten terhadap dapson. Dosisnya
uniuk semua jenis lepra adalah 600 mg/hari. Kini juga sedang diteliti paduan yang
menggunakan rifampisin dosis 300 mg/hari atau untuk penggunaan intermiten dengan
dosis 600 mg sampai 1500 mg.
KLOFAZIMIN

Klofazimin adalah suatu pewarna fenazin yang dapat digunakan sebagai


alternatif terhadap dapson. Mekanisme kerjanya belum diketahui, tetapi mungkin
melibatkan pengikatan DNA.

Penyerapan klofazimin dari usus bervariasi, dan sebagian besar dari obat ini
diekskresikan di feses. Klofazimin disimpan secara luas di jaringan retikuloendotel
dan kulit, dan kristalnya dapat dijumpai di dalam sel retikuloendotel fagositik. Obat
ini dibebaskan secara perlahan dari endapan-endapan ini sehingga waktu-paruh serum
dapat mencapai 2 bulan.

Pada pemberian oral, obat ini diserap dan ditimbun dalam jaringan tubuh.
Keadaan ini memungkinkan pemberian obat secara berkala dengan jarak waktu antar
dosis 2 minggu atau lebih. Efek bakterisid klofazimin baru terlihat setelah 50 hari
terapi. Dosis klofazimin untuk segala bentuk lepra ialah 100 mg sehari. Untuk
mengendalikan reaksi lepromatosis mungkin diperlukan dosis sampai 3 kali 100 mg
sehari, yang harus segera dikurangi bila timbul keluhan saluran cema. Kulit dapat
mengalami pigmentasi merah dan hitam yang mengganggu bagi pasien berkulit putih.
Klofazimin tersedia sebagai kapsul 100 mg.

AMITIOZON

Obat turunan tuosemikarbazon ini lebih efektif terhadap lepra jenis


tuberkuloid dibandingkan terhadap jenis lepromatosis. Resistensi dapat terjadi selama
pengobatan sehingga pada tahun kedua pengobatan perbaikan melambat dan pada
tahun ketiga penyakit mungkin kambuh. Karena itu amitiozon dianjurkan
penggunaannya bila dapson tidak dapat diterima pasien.

Efek samping yang paling sering terjadi ialah anoreksia, mual, dan muntah.
Anemia karena depresi sumsum tulang terlihat pada sebagian besar pasien.
Leukopenia dan agranulositosis dapat terjadi, tetapi yang berat ~eadaannya terdapat
pada 0,5% pasien. Anemia hemolitik akut dapat terjadi dengan dosis tinggi. Ruam
kulit dan albuminuria tidak jarang pula terlihat. Kejadian ikterus cukup tinggi dan
gejala ini menandakan obat bersifat hepatotoksik tetapi sifatnya reversibel.

Amitiozon mudah diserap melalui saluran cerna dan ekskresinya melalui urin.
Dosis permulaan ialah 50 mg setiap hari selama 1-2 minggu, kemudian dosis dapat
dinaikkan perlahan-lahan sampai mencapai 200- mg. obat ini sama efektif baik pada
pemberian dosis tunggal maupun dosis terbagi.

TABEL DOSIS dan SEDIAAN6

paucibacillary (PB) multibacillary (MB)


Bulanan : hari pertama obat Bulanan : hari pertama obat
diminum di depan petugas. diminum di depan petugas.
2 kapsul rifampisin x300mg 2 kapsul rifampisin x
Dewasa
(600mg) 300mg(600mg)
1 tablet dapson/ DDS 100mg 3 kapsul Klofazimine x 100mg
(300mg)
1 tablet dapson/ DDS 100mg
*diberikan selama 6-9 bulan * diberikan selama 12-28 bulan

ANAK
Daftar pustaka

1. Adhi Djuanda, dkk. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Brunton, Laurence L., Parker, Keith L., Blumenthal, Donald K., Buxton, Lain
L.O., 2010, Goodman & Gilman The Pharmacological Basis of Therapeutics,
Twelfth Edition.
3. Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI; 2016.
4. Katzung, B.G. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik : Reseptor- reseptor Obat
dan Farmakodinamik. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
5. Nafriadi, Gunawan, dan Gan Sulistia. (2012). Farmakologi Dan Terapi.
Departemen Farmakologi Dan Terapeutik FKUI. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
6. Aditama., TY. (2012). Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit
Kusta. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Kementerian Kesehatan RI. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai