KELOMPOK TUTORIAL 3
SKENARIO 1 BLOK 6.1
Anggota Kelompok :
SKENARIO
Ny. A, 36 tahun, ibu rumah tangga, datang ke poliklinik obstetri dan ginekologi karena
keluar cairan putih kekuningan berbau sejak 1 minggu yang lalu.Siklus menstruasi
normal.Riwayat KB IUD sejak 4 bulan yang lalu.Sebelum melakukan pemeriksaan, dokter
menjelaskan mengenai gangguan haid dan menstruasi.Dokter kemudian melakukan
pemeriksaan ginekologi dan IVA test. Setelah dilakukan pemeriksaan IVA test, Ny. A
disarankan untuk dilakukan pemeriksaan pap’s smear.Ny. A tidak memiliki banyak
pasangan, belum pernah mendapat imunisasi HPV.Ny. A juga minta dijelaskan mengenai
kanker serviks dan apa yang terjadi dengannya, pengobatan serta pencegahannya.
3
KLARIFIKASI ISTILAH
IDENTIFIKASI MASALAH
1. Makna klinis keluar cairan putih kekuningan, berbau sejak 1 minggu yang lalu?
2. Apa penyakit yang ditandai dengan keluarnya cairan seperti keluhan Ny. A?
3. Apa hubungan riwayat KB IUD sejak 4 bulan yang lalu?
4. Jelaskan indikasi, kontraindikasi, dan prosedur pemasangan IUD!
5. Apa saja gangguan haid dan siklus menstruasi?
6. Jelaskan pemeriksaan ginekologi!
7. Jelaskan indikasi, kontraindikasi, dan prosedur IVA Test!
8. Jelaskan mengenai indikasi, kontraindikasi, dan prosedur pap smear!
9. Jelaskan hubungan jumlah pasangan dengan keluhan Ny. A!
10. Jelaskan hubungan imunisasi HPV dengan keluhan Ny. A!
4
CURAH PENDAPAT
1. Makna klinis keluar cairan putih kekuningan, berbau sejak 1 minggu yang
lalu?
Jawab :
Dari skenario dapat diketahui bahwa cairan tersebut keluar melalui vagina, cairan yang
keluar bewarna putih kekuningan dan berbau merupakan ciri-ciri dari infeksi bakteri, yang
disebut dengan Vaginosis Bakterial.
Vaginosis bakterial merupakan sindrom klinis yang disebabkan oleh bertambah
banyaknya organisme komensal dalam vagina (yaitu gardnerella vaginalis, prevotella,
mobiluncus spp.) serta berkurangnya organisme lactobacilus yang menghasilkan hidrogen
peroksida.
Vaginosis bakterial timbul akibat perubahan ekosistem mikrobiologis vagina, sehingga
bakteri normal dalam vagina (lactobacillus) sangat berkurang.
Gejala klinis :
50% perempuan yang menderita vaginosis bakterial tidak menunjukkan gejala
atau keluhan
Bila ada keluhan, umumnya berupa duh tubuh vagina abnormal yang berbau amis,
berwarna abu-abu homogen, melekat di dinding vagina, seringkali terlihat di labia
dan fourchette
pH sekret vagina berkisar antara 4,5 -5,5
tidak ditemukan tanda peradangan pada vagina dan vulva
a) Duh tubuh vagina berwarna putih keabu-abuan, homogen, melekat di vulva dan
vagina
5
b) Terdapat clue cells pada duh vagina (>20% total epitel vagina yang tampak pada
pemeriksaan sediaan basah dengan NaCl fisiologis dan pembesaran 100 kali)
c) Timbul bau amis pada duh vagina yang di tetesi dengan larutan KOH 10% (tes
amin positif)
d) pH duh vagina lebih dari 4,5
Vaginosis bakterial seringkali dikaitkan dengan sekuele di traktus genital bagian
atas.Pada perempuan tidak hamil, vaginosis bakterial dapat meningkatkan resiko infeksi
pasca histerektomi, penyakit radang panggul, resiko lebih mudah terinfeksi
N.gonorrhoaea, memudahkan terinfeksi HIV melalui jalur seksual. Pada ibu hamil yang
menderita vaginosis bakterial dapat meningkatkan resiko persalinan prematur, bayi
dengan berat badan lahir rendah, infeksi cairan amnion dan korioamnionitis
2. Apa penyakit yang ditandai dengan keluarnya cairan seperti keluhan Ny. A?
Jawab :
a. Vaginitis
b. Trikomiasis
c. Kanker serviks
d. Gonorea
Kontraindikasi
1. Polimenorae
2. Oligomenorae
3. Amenorae
Kontraindikasi
Prosedur
Biopsi sel serviks yang dicurigai adanya lesi prakanker atau kanker.
Jawab :
Untuk memperkuat diagnosis.Menyingkirkan diagnosis banding karena penyakit
menular seksual.
ANALISIS MASALAH
1) Makna klinis keluar cairan putih kekuningan, berbau sejak 1 minggu yang
lalu?
Jawab :
2) Apa penyakit yang ditandai dengan keluarnya cairan seperti keluhan Ny. A?
Jawab :
Leukorea ( duh tubuh, keputihan, flour albus, white discharge ) adalah nama gejala yang
diberikan pada cairan yang dikeluarkan dari alat genital yang tidak berupa darah. Leukorea
adalah cairan yang keluar dari vagina.Dalam keadaan biasa, cairan ini tidak sampai keluar,
namun belum tentu bersifat patologis. Sumber cairan ini dapat berasal dari sekresi vulva,
cairan
vagina, sekresi serviks, sekresi uterus, atau sekresi tuba falopii, yang dipengaruhi fungsi
ovarium
Vaginosis bakteri, yaitu infeksi ringan pada vagina yang disebabkan oleh bakteri yang
merugikan (patogen). Penyakit ini bisa membuat keputihan berubah warna menjadi
putih, abu-abu, atau kuning yang disertai dengan bau amis, gatal atau perih, kemerahan,
dan pembengkakan pada vagina, atau vulva. Perubahan keseimbangan pada jumlah
bakteri normal di vagina dapat menyebabkan vaginosis bakterialis. Ini juga termasuk
infeksi yang umum terjadi dan tidak menular melalui hubungan seks. Infeksi ini dapat
ditangani dengan antibiotik.
9
Infeksi jamur. Ciri-cirinya, keputihan kental berwarna putih disertai dengan rasa gatal,
bengkak, dan rasa sakit di sekitar vulva. Selain itu, ketika berhubungan seksual vagina
akan terasa sakit.Keputihan ini dipicu oleh infeksi jamur pada vagina. Indikasinya
berupa lendir yang kental, tanpa bau, dan berwarna putih seperti susu kental. Gejala-
gejala lain yang menyertainya dapat berupa rasa gatal dan perih di sekitar
vagina.Infeksi ini tidak menular melalui hubungan seks dan dialami oleh sebagian besar
wanita. Pengobatannya dapat dilakukan dengan obat antijamur yang dijual bebas di
apotek.
Penumpahan lapisan rahim setelah melahirkan (lokia). Kondisi ini membuat keputihan
berubah warna menjadi merah muda.
Trikomoniasis, yaitu penyakit menular seksual yang disebabkan oleh organisme kecil
bernama Trichomonas vaginalis. Penyakit ini membuat keputihan menjadi berwarna
kuning atau kehijauan, berbusa, dan berbau tidak sedap. Trikomoniasis juga membuat
vagina menjadi gatal dan nyeri saat buang air kecil. Jenis keputihan ini biasanya
disebabkan oleh trikomoniasis, yaitu penyakit menular seksual yang disebabkan oleh
parasit Trichomonas vaginalis. Lendir akibat infeksi ini biasanya berjumlah banyak,
berbau amis, dan disertai rasa perih saat buang air kecil.Pembengkakan dan gatal-gatal
di sekitar vagina serta nyeri saat buang air kecil dan berhubungan intim juga akan
dialami oleh penderita trikomoniasis. Infeksi ini juga dapat diatasi dengan antibiotik.
Gonore. Rasa nyeri pada tulang panggul atau saat buang air kecil serta munculnya
pendarahan di luar siklus menstruasi atau setelah berhubungan seks yang menyertai
keputihan, dapat mengindikasikan gonore atau chlamydia (klamidia). Gejalanya adalah
keputihan disertai rasa nyeri atau pendarahan Jika dibiarkan, kedua penyakit menular
seksual ini dapat memicu infeksi serius pada organ reproduksi wanita. Karena itu,
segera temui dokter untuk menjalani pengobatan dengan antibiotik.
Siklus menstruasi tidak teratur atau bahkan kanker serviks dan kanker endometrium.
Tiga kondisi tersebut menyebabkan keputihan berwarna cokelat atau merah yang
disertai nyeri panggul dan perdarahan pada vagina.
Herpes genital. Penyakit ini akan menyebabkan munculnya keputihan dengan lepuhan
yang terasa sakit di sekitar organ intim. Metode pengobatannya dilakukan dengan
konsumsi tablet antivirus. Namun, kekambuhan mungkin terjadi karena virusnya tetap
berada dalam tubuh pengidap meski gejala-gejalanya sudah hilang.6
Jawab :Keputihan yang di alami bisa saja disebabkan oleh pemakaian KB IUD
10
Indikasi:
a. Usia reproduktif.
b. Pernah melahirkan dan mempunyai anak, serta ukuran rahim tidak kurang
dari 5 cm.
i. Keadaan nulipara
Kontraindikasi :
a) Kehamilan.
d) Riwayat atau keberadaan penyakit katup jantung karena penyakit ini rentan
terhadap endometritis bacterial.
g) Ukuran uterus dengan alat periksa (sonde) berada diluar batas yang
ditetapkan pada petunjuk terbaru tentang memasukkan AKDR, uterus harus
terekam pada kedalaman 6- 9 cm pada paragard dan mirena.
l) Penyakit hati akut, meliputi hepatitis virus aktif atau tumor hati merupakan
kontraindikasi hanya pada pengguna AKDR hormonal.
Prosedur Pemasangan
4. Sonde uterus dimasukkan dengan htai-hati untuk menentukan kedalaman dan arah
rongga uterus serta arah dan kepatenan kanalis servikalis apabila dijumpai
spasme/stenosis serviks, maka mungkin perlu dipertimbangkan pemberian anestetik lokal
dan dilatasi os serviks.
5. AKDR dimasukkan ke dalam alat pemasangan sehingga AKDR akan berletak rata dalam
bidang transversal rongga uterus saat dilepaskan.
6. AKDR jangan berada di dalam alat pemasanga lebih dari beberapa menit karena alat
ini akan kehilangan “elastisitasnya” dan bentuknya akan berubah.
7. Tabung alat pemasanga secara hati-hati dimasukkan melalui kanalis servikalis, AKDR
dilepaskan sesuai instruksi spesifik untuk masing-masing alat kemudian alat pemasang
dikeluarkan.
8. Setelah pemasangan, dianjurkan untuk melakukan sonde kanalis ulang untuk
menyingkirkan kemungkinan AKDR terletak rendah. AKDR harus diletakkan di fundus agar
insidensi ekspulsi dan kehamilan rendah.
9. Benang AKDR harus dipotong dengan gunting panjang sampai sekitar 3 cm dan os
eksternus.1
13
Haid adalah perdarahan secara periodic dan siklik dari siklus uterus, disertai
pelepasan (deskuamasi) endometrium. Panjang siklus haid adalah jarak antara
tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid berikutnya. Panjang siklus haid
yang normal atau di anggap sebagai siklus haid yang klasik adalah 28 hari, dengan
interval 25 – 35 hari. Tetapi terdapat variasi luas berdasarkan usia. Rata – rata
panjang siklus haad pada perempuan 12 tahun adalah 25,1 hari, pada wanita usia
43 tahun 27,1 hari dan pada usia 55 tahun 51,9 hari.
Gangguan Haid
Etiologi : Etiologi :
%) radang, obstruksi
q) Keterlambatan pubertas Gangguan Kejiwaan : Syok Emosional,
fisiologis (20 %) psikosis, anoreksia Nervosa,
r) Agenesis Mulllerian (15 %) pseudosiesis.
s) Septum Vaginal Transversal Gangguan aksis HPO : Sindrom
atau Himen imperforata (5 %) amenorea-Galaktorea, sindrom Stein-
t) Gagal produksi GnRH (5 %) Leventhal, amenorea hipotalamik.
u) Anoreksia Nervosa (2 %) Gangguan hipofisis : Sindrom Sheehan,
v) Hipopituitarisme (2 %) penyakit Simmonds, tumor
Gangguan gonad : Menopause immatur,
Insensitie ovary, hilangnya fungsi
ovarium, tumor sel granulosa dan sel
teka.
Gangguan glandula suprarenalis :
Sindrom Adrogenital
Gangguan Pankreas : Diabetes Melitus
Gangguan uterus-vagina : Sindrom
Asherman, endometritis TB,
histerektomi.
Penyaki-penyakit umum : gangguan Gizi,
obesitas.
1. Siklus ovarium
a. Fase pertumbuhan folikel
Pada sekitar permulaan siklus menstruasi konsentrasi FSH dan LH
meningkat yang akan menyebabkan percepatan pertumbuhan sel teka dan sel
granulosa dalam sekitar 20 folikel ovarium setiap bulan. Sel teka dan sel
granulosa juga menyekresikan cairan folikular yang mengandung
estrogen.Penimbunan cairan ini dalam folikel menyebabkan terbentuknya
antrum. Setelah antrum terbentuk, sel teka dan sel granulosa terus mengadakan
proliferasi , dan setiap folikel yang sedang tumbuh menjadi folikel vesicular. Bila
folikel ini terus berkembang, sel teka dan sel granulosa terus berkembang pada
15
satu kutub folikel. Dalam massa ini terletak ovum. Setelah pertumbuhan
selama satu minggu atau lebih, salah satu folikel mulai tumbuh keluar dari
semua lumen, sisanya mulai mengalami involusi (atresia). Hal ini disebabkan
folikel yang berkembang pesat menyekresikan lebih banyak estrogen sehingga
menimbulkan penghambatan umpan balik sekresi hormone gonadotropin
FSH.Kekurangan rangsangan FSH pada folikel yang tidak berkembang inilah
yang menyebabkan folikel atresia.
b. Fase ovulasi
Dengan bertambah matang folikel hingga akhirnya matang benar, dan oleh
karena pembentukan cairan folikel makin bertambah, maka folikel
makinterdesak ke permukaan ovarium, malahan menonjol keluar.Sel-sel pada
permukaan ovarium menjadi tipis, folikel pecah dan keluarlah cairan dari folikel
bersama-sama ovum yang dikelilingi sel-sel kumulus oofurus.
Ovulasi terjadi pada hari ke 14 setelah timbulnya menstruasi.
c. Fase Luteal
Selama hari terakhir sebelum ovulasi dan diteruskan selama sehari atau
lebih setelah ovulasi dibawah rangsangan hormon luteinisasi, sel-sel teka dan sel
granulose mengalami luteinisasi. Jadi massa sel yang masih tetap pada tempat
folikel yang pecah menjadi korpus luteum yang menyekresikan hormone
progesterone dan estrogen. Setelah itu ia mulai mengalami involusi dan
kehilangan fungsi sekresinya serta sifat lipidnya sekitar 12 hari setelah ovulasi
yang kemudian menjadi korpus albikans.
2. Siklus endometrium
a. Fase Proliferasi (fase estrogen)
INDIKASI
5. Riwayat berobat
17
m) Atur bilah atas dan bawah dengan membuka kunci pengatur bilah
atas bawah (hingga masing-masing bila menyentuh dinding atas dan
bawah vagina)
8 Tekan pengungkit bilah sehingga lumen vagina dan serviks tampak jelas
(perhatikan ukuran dan warna porsio, dinding dan sekret vagina atau
forniks)
9 Setelah periksa pandang selesai, lepaskan pengungkit dan pengatur jarak
bilah, kemudian keluarkan spekulum
Jawab :
a. Indikasi
Menjalani tes kanker atau prakanker dianjurkan bagi semua wanita berusia 30-45 tahun.
Kanker rahim menempati angka tertinggi diantara kanker lain wanita, sehingga tes harus
dilakukan pada usia dimana lesi pra-kanker lebih mudah terdateksi, biasanya 10-20 tahun
lebih awal. Sejumlah faktor risiko berhubungan dengan perkembangan kanker serviks
sebagai berikut:
a) Usia muda saat pertama kali melakukan hubungan seksual (usia<20 tahun)
f) Wanita perokok
b. Kontraindikasi
Tidak direkomendasikan pada wanita pasca menopause, karena daerah zona transisional
seringkali terletak kanalis servikalis dan tidak tampak dengan pemeriksaan inspikulo
c. Prosedur
1. Spekulum
21
2. Lampu
3. Larutan asam asetat 3-5% Dapat digunakan asam cuka 25% yang dijual di pasaran
kemudiandiencerkan menjadi 5% dengan perbandingan 1:4 (1 bagian asam cuka dicampur
dengan 4 bagian air) Contohnya: 10 ml asam cuka 25% dicampur dengan 40 ml air akan
menghasilkan 50 ml asam asetat 5 %. Atau 20 ml asam cuka 25 % dicampur dengan 80 ml
air akan menghasilkan 100 ml asam asetat 5% Jika akan menggunakan asam asetat 3%,
asam cuka 25 % diencerkandengan air dengan perbandingkan 1:7 (1 bagian asam cuka
dicampur 7 bagian air) Contohnya : 10 ml asam cuka 25% dicampur dengan 70 ml air akan
menghasilkan 80 ml asam asetat 3% Campur asam asetat dengan baik.Buat asam asetat
sesuai keperluan hari itu.Asam asetat jangan disimpan untuk beberapa hari.
4. Kapas lidi
5. Sarung tangan
Metode Pemeriksaan
2. Klien diminta untuk menanggalkan pakaiannya dari pinggang hingga lutut dan
menggunakan kain yang sudah disediakan
8. Bersihkan serviks dari cairan , darah, dan sekret dengan kapas lidi bersih
9. Periksa serviks sesuai langkah-langkah berikut : 18 Jika ya, klien dirujuk , pemeriksaan
IVA tidak dilanjutkan . Jika
a. Terdapat kecurigaan kanker atau tidak : pemeriksaan adalah dokter ahli obstetri dan
ginekologi , lakukan biopsy
b. Jika tidak dicurigai kanker, identifikasi Sambungan Skuamo kolumnar Jika SSK tidak
tampak , maka : dilakukan pemeriksaan mata(SSK) telanjang tanpa asam asetat, lalu beri
kesimpulan sementara, misalnya hasil negatif namun SSK tidak tampak. Klien disarankan
untuk melakukan pemeriksaan selanjutnya lebih cepat atau pap smear maksimal 6 bulan
lagi.
22
c. Jika SSK tampak, lakukan IVA dengan mengoleskan kapas lidi yang sudah dicelupkan ke
dalam asam asetat 3-5% ke seluruh permukaan serviks
d. Tunggu hasil IVA selama 1 menit, perhatikan apakah ada bercak putih ( acetowhite
epithelium) atau tidak
e. Jika tidak (IVA negatif), jelaskan kepada klien kapan harus kembali untuk mengulangi
pemeriksan IVA
f. Jika ada (IVA positif) , tentukan metode tata laksana yang akan dilakukan
11. Buang sarung tangan , kapas, dan bahan sekali pakai lainnya ke dalam container (
tempat sampah) yang tahan bocor, sedangkan untuk alat-alat yang dapat digunakan
kembali, rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit untuk dekontaminasi
12. Jelaskan hasil pemeriksaan kepada klien, kapan harus melakukan pemeriksaan lagi,
serta rencana tata laksana jika diperlukan.
Indikasi
Adapun keuntungan pap smear adalah kemampuan pap smear mendeteksi kelainan
sel displastik.
Kekurangan
Kekurangan pap smear adalah kemampuan mendeteksi HPV tetapi tidak mamp
u mendifferensiasikan infeksi HPV tersebut sebagai infeksi HPV risiko rendah
ataupun risiko tinggi. Ditemukan adanyaketerbatasan pap smear sebagai metode
skrining, baik keterbatasan sensitivitasmaupun spesifitas.7
a. Definisi
Kanker leher rahim (serviks) adalah tumbuhnya sel-sel abnormal pada jaringan
serviks. Kanker serviks merupakan kanker primer yang berasal dari serviks (kanalis
servikalis dan atau porsio). Serviks adalah bagian ujung depan rahim yang menjulur ke
vagina
b. Epidemiologi
Kanker serviks atau karsinoma serviks uteri merupakan salah satu penyebab utama
kematian wanita yang berhubungan dengan kanker. Di seluruh dunia, diperkirakan terjadi
sekitar 500.000 kanker serviks baru dan 250.000 kematian setiap tahunnya yang ± 80%
terjadi di negara-negara sedang berkembang. Di Indonesia, insidens kanker serviks
diperkirakan ± 40.000 kasus pertahun dan masih merupakan kanker wanita yang
tersering. Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi di negara-negara berkembang. Hal itu
terjadi karena pasien datang dalam stadium lanjut.Menurut data Departemen Kesehatan
24
RI, penyakit kanker leher rahim saat ini menempati urutan pertama daftar kanker yang
diderita kaum wanita. Saat ini di Indonesia ada sekitar 100 kasus per 100 ribu penduduk
atau 200 ribu kasus setiap tahunnya. Kanker serviks yang sudah masuk ke stadium lanjut
sering menyebabkan kematian dalam jangka waktu relatif cepat. Selain itu, lebih dari 70%
kasus yang datang ke rumah sakit ditemukan dalam keadaan stadium lanjut. Selama kurun
waktu 5 tahun, usia penderita antara 30 – 60 tahun, terbanyak antara 45- 50 tahun.
Periode laten dari fase prainvasif untuk menjadi invasive memakan waktu sekitar 10
tahun. Hanya 9% dari wanita berusia <35 tahun menunjukkan kanker serviks yang invasif
pada saat didiagnosis, sedangkan 53% dari KIS (kanker in-situ) terdapat pada wanita di
bawah usia 35 tahun
c. Manifestasi klinis
Lesi pra-kanker dan kanker stadium dini biasanya asimtomatik dan hanya dapat
terdeteksi dengan pemeriksaan sitologi. Boon dan Suurmeijer melaporkan bahwa
sebanyak 76% kasus tidak menunjukkan gejala sama sekali. Jikasudah terjadi kanker akan
timbul gejala yang sesuai dengan penyakitnya, yaitu dapat lokal atau tersebar. Gejala yang
timbul dapat berupa perdarahan pasca-sanggama atau dapat juga terjadi perdarahan di
luar masa haid dan pasca menopause. Jika tumornya besar, dapat terjadi infeksi dan
menimbulkan cairan (duh) berbau yang mengalir keluar dari vagina. Bila penyakitnya
sudah lanjut, akan timbul nyeri panggul, gejala yang berkaitan dengan kandung kemih dan
usus besar.32;33 Gejala lain yang timbul dapat berupa gangguan organ yang terkena
misalnya otak (nyeri kepala, gangguan kesadaran), paru (sesak atau batuk darah), tulang
(nyeri atau patah), hati (nyeri perut kanan atas, kuning, atau pembengkakan), dan lain-lain.
Komplikasi dapat timbul sebagai akibat langsung dari kanker atau sebagai efek
samping pengobatan seperti radioterapi, pembedahan dan kemoterapi.
Komplikasi terkait dengan kanker serviks dapat berkisar dari yang relatif kecil,
pendarahan kecil seperti dari vagina atau kebutuhan sering buang air kecil, untuk
mengancam kehidupan, seperti pendarahan parah dari vagina atau gagal ginjal.
25
Suspect vaginosis
Vaginosis bakterial (VB) adalah sindrom klinis akibat pergantian Lactobacillus sp.,
penghasil hidrogen peroksidase (H2O2), yang merupakan flora normal pada vagina dengan
bakteri anaerob konsentrasi tinggi (seperti : Bacteriodes sp., Mobilluncus sp., Gardnerella
vaginalis dan Mycoplasma hominis.Vaginosis bakterial merupakan penyebab utama
timbulnya sekret vagina yang berbau tidak sedap pada wanita usia reproduktif.
Lactobacillus sp,. merupakan mikroorganisme yang mendominasi pada wanita dengan
sekret vagina normal. Mikroorganisme tersebut berperan dalam membantu pertahanan
lingkungan vagina terhadap patogen dengan menjaga keasaman pH vagina dan produksi
hidrogen peroksida (H2O2 Penyebab vaginosis bakterial bukan mikroorganisme tunggal.
Pada suatu analisis dari data flora vagina memperlihatkan bahwa ada 4 kategori dari
bakteri vagina ) sebagai antimokroba.
Jawab :
Wanita dengan bakterial vaginosis dapat tanpa gejala. Gejala yang paling sering
pada bakterial vaginosis adalah adanya cairan vagina yang abnormal (terutama setelah
melakukan hubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang khas yaitu bau amis/bau
ikan (fishy odor).1,11 Bau tersebut disebabkan oleh adanya amin yang menguap bila cairan
vagina menjadi basa. Cairan seminal yang basa (pH 7,2) menimbulkan terlepasnya amin
dari perlekatannya pada protein dan amin yang menguap menimbulkan bau yang khas.
Walaupun beberapa wanita mempunyai gejala yang khas, namun pada sebagian besar
wanita dapat asimptomatik.1 Iritasi daerah vagina atau sekitar vagina (gatal, rasa
terbakar), kalau ditemukan lebih ringan daripada yang disebabkan oleh Trichomonas
vaginalis atau C.albicans.Sepertiga penderita mengeluh gatal dan rasa terbakar, dan
seperlima timbul kemerahan dan edema pada vulva. Nyeri abdomen, dispareuria, atau
nyeri waktu kencing jarang terjadi, dan kalau ada karena penyakit lain.
Pada pemeriksaan biasanya menunjukkan sekret vagina yang tipis dan sering berwarna
putih atau abu-abu, viskositas rendah atau normal, homogen, dan jarang berbusa.1 Sekret
tersebut melekat pada dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis atau kelainan yang
difus. Gejala peradangan umum tidak ada.Sebaliknya sekret vagina normal, lebih tebal dan
terdiri atas kumpulan sel epitel vagina yang memberikan gambaran bergerombol.6 Pada
26
penderita dengan bakterial vaginosis tidak ditemukan inflamasi pada vagina dan vulva.
Bakterial vaginosis dapat timbul bersama infeksi traktus genital bawah seperti
trikomoniasis dan servisitis sehingga menimbulkan gejala genital yang tidak spesifik.20
wanita hamil dengan prematuritas atau endometritis pasca partus, maka penting untuk
mencari obat-obat yang efektif yang bisa digunakan pada masa kehamilan. Ahli medis
biasanya menggunakan antibiotik seperti metronidazol dan klindamisin untuk mengobati
bakterial vaginosis.
Dosis obat :
a. Definisi
Kanker leher rahim (serviks) adalah tumbuhnya sel-sel abnormal pada jaringan
serviks. Kanker serviks merupakan kanker primer yang berasal dari serviks (kanalis
servikalis dan atau porsio). Serviks adalah bagian ujung depan rahim yang menjulur ke
vagina
b. Epidemiologi
Kanker serviks atau karsinoma serviks uteri merupakan salah satu penyebab utama
kematian wanita yang berhubungan dengan kanker. Di seluruh dunia, diperkirakan terjadi
sekitar 500.000 kanker serviks baru dan 250.000 kematian setiap tahunnya yang ± 80%
terjadi di negara-negara sedang berkembang. Di Indonesia, insidens kanker serviks
diperkirakan ± 40.000 kasus pertahun dan masih merupakan kanker wanita yang
tersering. Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi di negara-negara berkembang. Hal itu
terjadi karena pasien datang dalam stadium lanjut.Menurut data Departemen Kesehatan
RI, penyakit kanker leher rahim saat ini menempati urutan pertama daftar kanker yang
diderita kaum wanita. Saat ini di Indonesia ada sekitar 100 kasus per 100 ribu penduduk
atau 200 ribu kasus setiap tahunnya. Kanker serviks yang sudah masuk ke stadium lanjut
sering menyebabkan kematian dalam jangka waktu relatif cepat. Selain itu, lebih dari 70%
kasus yang datang ke rumah sakit ditemukan dalam keadaan stadium lanjut. Selama kurun
waktu 5 tahun, usia penderita antara 30 – 60 tahun, terbanyak antara 45- 50 tahun.
Periode laten dari fase prainvasif untuk menjadi invasive memakan waktu sekitar 10
tahun. Hanya 9% dari wanita berusia <35 tahun menunjukkan kanker serviks yang invasif
pada saat didiagnosis, sedangkan 53% dari KIS (kanker in-situ) terdapat pada wanita di
bawah usia 35 tahun
c. Manifestasi klinis
28
Lesi pra-kanker dan kanker stadium dini biasanya asimtomatik dan hanya dapat
terdeteksi dengan pemeriksaan sitologi. Boon dan Suurmeijer melaporkan bahwa
sebanyak 76% kasus tidak menunjukkan gejala sama sekali. Jikasudah terjadi kanker akan
timbul gejala yang sesuai dengan penyakitnya, yaitu dapat lokal atau tersebar. Gejala yang
timbul dapat berupa perdarahan pasca-sanggama atau dapat juga terjadi perdarahan di
luar masa haid dan pasca menopause. Jika tumornya besar, dapat terjadi infeksi dan
menimbulkan cairan (duh) berbau yang mengalir keluar dari vagina. Bila penyakitnya
sudah lanjut, akan timbul nyeri panggul, gejala yang berkaitan dengan kandung kemih dan
usus besar.32;33 Gejala lain yang timbul dapat berupa gangguan organ yang terkena
misalnya otak (nyeri kepala, gangguan kesadaran), paru (sesak atau batuk darah), tulang
(nyeri atau patah), hati (nyeri perut kanan atas, kuning, atau pembengkakan), dan lain-lain.
ETIOLOGI
Penyebab utama kanker serviks adalah virus yang disebut Human Papilloma (HPV).
HPV tersebar luas, dapat menginfeksi kulit dan mukosa epitel. HPV dapat menyebabkan
manifestasi klinis baik lesi yang jinak maupun lesi kanker. Tumor jinak yang disebabkan
infeksi HPV yaitu veruka dan kondiloma akuminata sedangkan tumor ganas anogenital
adalah kanker serviks, vulva, vagina, anus dan penis. Sifat onkogenik HPV dikaitkan dengan
protein virus E6 dan E7 yang menyebabkan peningkatan proliferasi sel sehingga terjadi lesi
pre kanker yang kemudian dapat berkembang menjadi kanker
Morfologi HPV
Human papilloma virus (HPVs) adalah virus DNA famili papillomaviridae.
HPV virion tidak mempunyai envelope, berdiameter 55 nm, mempunyai kapsid
ikosahedral. Genom HPV berbentuk sirkuler dan panjangnya 8 kb, mempunyai 8
open reading frames (ORFs) dan dibagi menjadi gene early (E) dan late (L). Gen E
mengsintesis 6 protein E yaitu E1, E2, E4, E5, E6 dan E7, yang banyak terkait
dalam proses replikasi virus dan onkogen, sedangkan gen L mengsintesis 2
protein L yaitu L1 dan L2 yang terkait dengan pembentukan kapsid. Virus ini
juga bersifat epiteliotropik yang dominan menginfeksi kulit dan selaput lendir
dengan karakteristik proliferasi epitel pada tempat infeksi.
29
E Protein Perananya
E4 Mengikat sitokeratin
L Protein Peranannya
Klasifikasi
HPV dibagi menjadi 2 yaitu virus tipe low-risk (resiko rendah) dan high-risk
(resiko tinggi) yang dihubungkan dengan resiko keganasan.
1. Faktor Penyebab
HPV (Human Papiloma Virus) merupakan penyebab terbanyak. Sebagai
tambahan perokok sigaret telah ditemukan sebagai penyebab juga. Wanita perokok
mengandung konsentrat nikotin dan kotinin didalam serviks mereka yang merusak
sel. Laki-laki perokok juga terdapat konsetrat bahan ini pada sekret genitalnya, dan
dapat memenuhi servik selama intercourse.Defisiensi beberapa nutrisional dapat
juga menyebabkan servikal displasia.National Cancer Institute merekomendasikan
bahwa wanita sebaiknya mengkonsumsi lima kali buah-buahan segar dan sayuran
setiap hari. Jika anda tidak dapat melakukan ini, pertimbangkan konsumsi
multivitamin dengan antioksidan seperti vitamin E atau beta karoten setiap hari.
2. Faktor Resiko
Paritas
Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yan sering melahirkan.
Semakin sering melahirkan,maka semain besar resiko terjamgkit kanker serviks.
Pemelitian di Amerika Latin menunjukkan hubungan antara resiko dengan
multiparitas setelah dikontrol dengan infeksi HPV.
Merokok
Beberapa peneitian menunukan hubungan yang kuat antara merokok
dengan kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variabel konfounding
sepert pola hubungna seksual. Penemuan lain mempekhatkan ditemkanna nikotin
paa cairan serviks wanita perokok bahan ini bersifata sebaai kokassnoen dan
bersama-sma dengan kasinoge yan elah ada selanjutnya mendoron pertumbuhan
ke arah kanker.
Kontrasepsi oral
Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun 1983
(Schiffman,1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker serviks
dipengaruhi oleh lama pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian tersebut juga
mendapatkan bahwa semua kejadian kanker serviks invasive terdapat pada
pengguna kontrasepsi oral. Penelitian lain mendapatkan bahwa insiden kanker
setelah 10 tahun pemakaian 4 kali lebih tinggi daripada bukan pengguna
kontrasepsi oral. Namun penelitian serupa yang dilakukan oleh peritz dkk
menyimpulkan bahwa aktifitas seksual merupakan confounding yang erat
kaitannya dengan hal tersebut.
WHO mereview berbagai peneltian yang menghubungkan penggunaan
kontrasepsi oral dengan risko terjadinya kanker serviks, menyimpulkan bahwa
sulit untuk menginterpretasikan hubungan tersebut mengingat bahwa lama
penggunaan kontraseps oral berinteraksi dengan factor lain khususnya pola
kebiasaan seksual dalam mempengaruhi resiko kanker serviks. Selain itu, adanya
kemungkinan bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi oral lain lebih sering
melakukan pemeriksaan smera serviks,sehingga displasia dan karsinoma in situ
nampak lebih frekuen pada kelompok tersebut. Diperlukan kehati-hatian dalam
menginterpretasikan asosiasi antara lama penggunaan kontrasepsi oral dengan
resiko kanker serviks karena adanya bias dan faktor confounding.
Defisiensi gizi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi tertentu
seperti betakaroten dan vitamin A serta asam folat, berhubungna dengan
peningkatan resiko terhadap displasia ringan dan sedang.. Namun sampasaat ini
tdak ada indikasi bahwa perbaikan defisensi gizi tersebut akan enurunkan resiko.
32
Sosial ekonomi
Studi secara deskrptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang kuat
antara kejadian kanker serviks dengan tingkat social ekonomi yang rendah. Hal ini
juga diperkuat oleh penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi HPV lebih
prevalen pada wanita dengan tingkat pendidkan dan pendapatan rendah. Faktor
defisiensi nutrisi, multilaritas dan kebersihan genitalia juga dduga berhubungan
dengan masalah tersebut.
Pasangan seksual
Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai menjadi
bahan yang menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang frekuen ternyata
memberi resiko yang rendah terhadap terjadinya kanker serviks. Rendahnya
kebersihan genetalia yang dikaitkan dengan sirkumsisi juga menjadi pembahasan
panjang terhadap kejadian kanker serviks. Jumlah pasangan ganda selain istri juga
merupakan factor resiko yang lain.
PATOFISIOLOGI
Petanda tumor atau kanker adalah pembelahan sel yang tidak dapat dikontrol
sehingga membentuk jaringan tumor. Mekanisme pembelahan sel yang terdiri dari 4
fase yaitu G1, S, G2 dan M harus dijaga dengan baik. Selama fase S, terjadi replikasi DNA
dan pada fase M terjadi pembelahan sel atau mitosis. Sedangkan fase G (Gap) berada
sebelum fase S (Sintesis) dan fase M (Mitosis). Dalam siklus sel p53 dan pRb berperan
penting, dimana p53 memiliki kemampuan untuk mengadakan apoptosis dan pRb
memiliki kontrol untuk proses proliferasi sel itu sendiri.
Infeksi dimulai dari virus yang masuk kedalam sel melalui mikro abrasi jaringan
permukaan epitel, sehingga dimungkinkan virus masuk ke dalam sel basal. Sel basal
terutama sel stem terus membelah, bermigrasi mengisi sel bagian atas, berdiferensiasi
dan mensintesis keratin. Pada HPV yang menyebabkan keganasan, protein yang
berperan banyak adalah E6 dan E7. mekanisme utama protein E6 dan E7 dari HPV
dalam proses perkembangan kanker serviks adalah melalui interaksi dengan protein
p53 dan retinoblastoma (Rb). Protein E6 mengikat p 53 yang merupakan suatu gen
supresor tumor sehingga sel kehilangan kemampuan untuk mengadakan apoptosis.
Sementara itu, E7 berikatan dengan Rb yang juga merupakan suatu gen supresor tumor
sehingga sel kehilangan sistem kontrol untuk proses proliferasi sel itu sendiri. Protein
E6 dan E7 pada HPV jenis yang resiko tinggi mempunyai daya ikat yang lebih besar
terhadap p53 dan protein Rb, jika dibandingkan dengan HPV yang tergolong resiko
rendah. Protein virus pada infeksi HPV mengambil alih perkembangan siklus sel dan
mengikuti deferensiasi sel.
33
Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah panggul saja. Tergantung dari
kondisi immunologik tubuh penderita KIS akan berkembang menjadi mikro invasif
dengan menembus membrana basalis dengan kedalaman invasi <1mm dan sel tumor
masih belum terlihat dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor sudah terdapat
>1mm dari membrana basalis, atau <1mm tetapi sudah tampak dalam pembuluh limfa
atau darah, maka prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin sudah menginfiltrasi stroma
serviks, akan tetapi secara klinis belum tampak sebagai karsinoma. Tumor yang
demikian disebut sebagai ganas praklinik (tingkat IB-occult). Sesudah tumor menjadi
invasif, penyebaran secara limfogen melalui kelenjar limfa regional dan secara
perkontinuitatum (menjalar) menuju fornices vagina, korpus uterus, rektum, dan
kandung kemih, yang pada tingkat akhir (terminal stage) dapat menimbulkan fistula
rektum atau kandung kemih. Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju
kelenjar limfa regional melalui ligamentum latum, kelenjar-kelenjar iliak, obturator,
hipogastrika, prasakral, praaorta, dan seterusnya secara teoritis dapat lanjut melalui
trunkus limfatikus di kanan dan vena subklavia di kiri mencapai paru-paru, hati , ginjal,
tulang dan otak.
34
(Sumber : American Cancer Society. 2012. Cervical Cancer. At lanta. American Cancer
Society).
Nyeri
Penurunan CO
Perfusi jar. tdk adekuat
Perubahan terhadap pola seksual
Gangguan konsep diri
Nutrisi <dari kebutuhan tubuh
35
STADIUM CA SERVIKS
Klasifikasi Stadium Ca Serviks menurut FIGO
0 Karsinoma in situ (karsinoma preinvasif)
I Karsinoma serviks terbatas di uterus (ekstensi ke korpus uterus dapat diabaikan)
IA Karsinoma invasif didiagnosis hanya dengan mikroskop. Semua lesi yang terlihat
secara makroskopik, meskipun invasi hanya superfisial, dimasukkan ke dalam
stadium IB
IA1 Invasi stroma tidak lebih dari 3,0 mm kedalamannya dan 7,0 mm atau kurang pada
ukuran secara horizontal
IA2 Invasi stroma lebih dari 3,0 mm dan tidak lebih dari 5,0mm dengan penyebaran
horizontal 7,0 mm atau kurang
IB Lesi terlihat secara klinik dan terbatas di serviks atau secara mikroskopik lesi lebih
besar dari IA2
IB1 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar 4,0 cm atau kurang
IB2 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar lebih dari 4,0 cm
II Invasi tumor keluar dari uterus tetapi tidak sampai ke dinding panggul atau
mencapai 1/3 bawah vagina
IIA Tanpa invasi ke parametrium
IIA1 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar 4,0 cm atau kurang
IIA2 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar lebih dari 4,0 cm
IIB Tumor dengan invasi ke parametrium
III Tumor meluas ke dinding panggul/ atau mencapai 1/3 bawah vagina dan/atau
menimbulkan hidronefrosis atau afungsi ginjal
IIIA Tumor mengenai 1/3 bawah vagina tetapi tidak mencapai dinding panggul
IIIB Tumor meluas sampai ke dinding panggul dan / atau menimbulkan hidronefrosis
atau afungsi ginjal
IVA Tumor menginvasi mukosa kandung kemih atau rektum dan/atau meluas keluar
panggul kecil (true pelvis)
IVB Metastasis jauh (termasuk penyebaran pada peritoneal, keterlibatan dari kelenjar
getah bening supraklavikula, mediastinal, atau para aorta, paru, hati, atau tulang)
37
Komplikasi dapat timbul sebagai akibat langsung dari kanker atau sebagai efek
samping pengobatan seperti radioterapi, pembedahan dan kemoterapi.
Komplikasi terkait dengan kanker serviks dapat berkisar dari yang relatif kecil,
pendarahan kecil seperti dari vagina atau kebutuhan sering buang air kecil, untuk
mengancam kehidupan, seperti pendarahan parah dari vagina atau gagal ginjal.
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Indriatmi, Wresti. Vaginosis Bakterialis. dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
ketujuh. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2016. Hal 452-453
2. Moammad Jusuf Hanafiah, Haid dan Siklusnya. Dalam Prof. Dr. Hanifa Wiknjosatro Sp.OG
,Editor. Ilmu kandungan.Edisi 2.Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2005.
3. Mansjoer, Arif dkk Editors. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Edisi IV. FKUI : Jakarta. 2014.
4.Beckman, Charless RB et al, Editors. Obstetric and Gynecologys. 6th Ed. Philadelphia :
Lippincott Williams & Wilkins. 2010.
5. Nuranna, Laila, dkk. 2011. Buku Acuan untuk Dokter dan Bidan.Jakarta : Female Cancer
Programme.
9. Bustan, M.N., 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Cetakan 2. Jakarta: Rineka
Cipta.
10.prawirohardjo,sarwono.2012,ilmu kebidanan ,edisi ketiga.jakarta :PT Bina pustaka
11. Berek, J.S. Berek & Novak’s Gynecology, ed. 14. Lippincott Williams & Wilkins; United
States : 2007
14. Berek, J.S. Berek & Novak’s Gynecology, ed. 14. Lippincott Williams & Wilkins; United
States : 2007
15. American Cancer Society. 2012. Cervical Cancer. At lanta. American Cancer Society.
39
Wiknjosastro, H.,et all. (editor). Serviks Uterus. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono. 2009;380-387.