Anda di halaman 1dari 10

REFERAT INFARK PARU

BAB I

Pendahuluan

1.1 Definisi
Infark adalah suatu daerah nekrosis iskemik yang disebabkan oleh tersumbatnya
aliran darah pada jaringan yang terkena; proses di mana lesi demikian terbentuk
dinamakan infarksi, yang merupakan penyebab sangat penting penyakit-penyakit kritis
dan sering terjadi. Infark dikelompokkan berdasarkan warna (menggambarkan jumlah
perdarahan) dan ada atau tidaknya infeksi bakteri. Oleh karena itu, infark dapat berwarna
merah (hemoragik), putih (anemik) atau septik dan bersih.
Infark merah terjadi (1) pada oklusi vena (seperti pada torsi ovarium); (2) pada
jaringan longgar (misalnya, paru) di mana darah dapat berkumpul di zona infark; (3) pada
jaringan-jaringan dengan sirkulasi ganda seperti paru dan usus kecil, di mana khas berupa
perfusi parsial, tidak adekuat, yang didukung oleh arteri kolateral; (4) pada jaringan yang
sebelumnya kongestif (sebagai akibat dari aliran keluar vena yang lambat); dan (5) ketika
aliran dikembalikan setelah terjadi infark (misalnya, setelah operasi angioplasty pada
arteri yang tersumbat).
Infark putih terjadi pada oklusi arteri di organ organ padat dengan sirkulasi arteri
yang tidak berkolateral/ end-arterial circulation (misalnya, jantung, limpa, ginjal) dan
pada jaringan yang kepadatannya membatasi masuknya darah dari pembuluh darah paten
di dekatnya . Infark cenderung berbentuk baji/wedge-shaped, dengan pembuluh yang
teroklusi di bagian apeks dan organ perifer di bagian basal ; jika bagian basal adalah
permukaan serosum, sering terdapat eksudat fibrinosa di atasnya. Tepi-tepi lateral bisa
tidak teratur, menggambarkan aliran dari pembuluh di dekatnya. Tepi-tepi dari infark
mendadak secara khas tidak berbatas tegas dan sedikit hemoragik; dengan berjalannya
waktu, tepi-tepi menjadi makin berbatas jelas oleh kelim hiperemik akibat peradangan.
Infark yang disebabkan oleh oklusi arteri pada organorgan tanpa sirkulasi ganda, secara
khas, seiring dengan berjalannya waktu menjadi makin pucat dan berbatas tegas. Sebagai
perbandingan, infark hemoragik sudah pasti untuk paru dan organ berongga lainnya.
Eritrosit yang keluar dari pembuluh darah pada infark hemoragik difagosit oleh
makrofag, dan besi dari heme dikonversi menjadi hemosiderin intrasel. Bila eritrosit
sedikit, tidak memberikan perubahan warna jaringan yang berarti, namun perdarahan
yang luas meninggalkan warna coklat dan kenyal (1)

Infark paru adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan fokus nekrosis
lokal pada jaringan parenkim paru yang diakibatkan oleh penyumbatan vaskular.(2,3)
Kematian jaringan paru akibat tersumbatnya aliran darah seperti arteri pulmonalis oleh
suatu embolus.

Trombus arteriol atau emboli arteriol merupakan penyebab dari sebagian besar
infark. Penyebab obstruksi arteri yang lebih jarang antara lain vasospasme, pelebaran
ateroma akibat perdarahan di dalam plak, dan kompresi pembuluh darah dari luar, seperti
oleh tumor, suatu aneurisma aorta diseksi/ dissecting aortic aneurysm,atau edema dalam
daerah yang terbatas (misalnya, sindrom kompartemen tibia anterior).(1)

1.2 Etiologi
Infark paru merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh adanya embolus paru.
Embolus merupakan suatu massa padat, cair, atau udara intravascular yang dibawa oleh
darah ke suatu tempat yang jauh dari asalnya. Sebagian besar embolus berasal dari
trombus yang terlepas oleh karena itu terdapat terminologi tromboembolisme.(1)
Sekitar 10% pasien menderita emboli paru dapat mengalami infark paru dimanapun
insidennya relatif konstan dengan jumlah 117 kasus per 100.000 orang per tahun. Hampir
25% pasien dengan emboli paru dan infark paru mengalami kematian mendadak.

1.3 Komplikasi
Adapun komplikasi yang ditimbulkan dari infark paru ini adalah,
1. Peningkatan kerja jantung
Terjadi pada pasien infark paru dengan hipoksia jaringan yang berkepanjangan
sehingga paru mengompensasi dengan meningkatkan frekuensi jantung untuk mencukupi
kebutuhan tubuh. Hal ini bisa menyebabkan disritmia.
2. Perdarahan paru
disebabkan karena terjadinya infark menyebabkan vasodilatasi kapiler dan darah
masuk ke interstitial.
3. Hipertensi paru
Disebabkan karena paru yang mengalami emboli menyebabkan darah terkumpul
dan pembuluh darah menjadi semakin teregang.
BAB II
Tinjauan Pustaka

2.1 Patogenesis
Mekanisme terjadinya infark paru sampai sekarang masih belum diketahui dengan
jelas. Infark paru sering terjadi pada gagal jantung, penyakit paru obstruktif kronik dan
renjatan yang berlangsung lama. Gagal jantung dan renjatan yang berlangsung lama.
Gagal jantung dan renjatan yang berlangsung lama akan diikuti dengan menurunnya
aliran darah ke dalam arteri bronkialis, yang kemudian memudahkan terjadinya infark
paru. Pada pasien penyakit paru obstruktif kronik terjadi perubahan atau hilangnya
struktur normal arteri bronkialis, yang selanjutnya juga memudahkan terjadinya infark
paru.
Infark paru dapat juga terjadi pada pasien vaskulitis dan emboli septik. Vaskulitis
(peri-arteritis nodosa) yang terjadi pada arteri bronkialis menimbulkan peradangan dan
thrombosis dan kemudian terjadi infark paru. Pada emboli septik, infark paru terjadi
karena proses radang yang ditimbulkan oleh mikroorganismeyang dapat menimbulkan
nekrosis inflamasi.
Pada infark paru, hemoptisis timbul setelah 12 jam terjadinya emboli paru dan
sesudah 24 jam daerah infark menjadi terbatas dikelilingi oleh daerah paru yang sehat
karena adanya konsolidasi perdarahan dan atelektasis. Selanjutnya sel-sel septum
interalveoli mengalami nekrosis dengan pembengkakan dan menghilangnya struktur
histologi. Dua minggu sesudahnya mulai terjadinya perubahan dengan adanya penetrasi
kapiler-kapiler baru dari daerah paru yang sehat kea rah paru yang terkena infark.
Perdarahan secara pelan-pelan mulai terserap dan jaringan yang nekrosis diganti dengan
jaringan ikat yang selanjutnya menjadi jaringan parut (fibrosis). Waktu yang dibutuhkan
untuk terjadinya jaringan parut bergantung pada luasnya infark. Makin luas infark makin
lama terjadinya jaringan parut.(3)

2.2 Patofisiologi Infark Paru


Gambaran mikroskopis infark paru menunjukkan adanya nekrosis koagulasi pada
dinding alveoli dan alveoli penuh dengan eritrosit serta sedikit reaksi inflamasi. Pada
infark paru yang terjadi tidak lengkap, timbul ekstravasasi eritrosit ke dalam alveoli tanpa
adanya nekrosis.
Embolus yang tersangkut di arteri paru berukuran sedang atau kecil. Dengan
sirkulasi dan aliran arteri bronkialis yang adekuat, vitalitas parenkim paru dapat
dipertahankan, tetapi rongga alveoli mungkin terisi oleh darah sehingga terjadi
perdarahan paru akibat kerusakan iskemik pada sel endotel.
Ketika terjadi iskemik ringan pada jaringan paru akan mengakibatkan terjadinya
dilatasi kapiler, arteriol, dan venula. Selain itu juga terjadi peningkatan permeabilitas
vaskular dengan kebocoran cairan dan eritrosit. Hal ini terjadi karena sel endotel
pembuluh darah sangat peka terhadap hipoksemia. Perdarahan paru yang terjadi
menyerupai infark paru, tetapi struktur jaringan paru dipertahankan dan arsitektur
sebelumnya kembali lagi setelah resorbsi darah.
Perdarahan paru yang disebabkan oleh infark paru dapat bersifat multipel dan
banyak ditemukan di lobus bawah, terutama paru kanan. Infark paru biasanya terletak
pada jaringan paru perifer, cenderung berbentuk kerucut (wedge-shaped). Daerah ini
berwarna gelap dan merah coklat dengan batas yang tegas. Pada infark paru, jaringan
nekrosis selalu hemoragis dan struktur paru asli rusak atau tidak ada. Pada perjalanannya,
warna infark paru berubah dari merah gelap menjadi coklat bila eritrosit rusak dan
pigmen hemosiderin difagositosis makrofag. Kemudian warnanya berubah menjadi
keabu-abuan bila terjadi fibrosis dan infark paru berubah menjadi jaringan parut. Retraksi
daerah fibrotik ini menyebabkan cekungan pada permukaan pleura.
Jika keadaan kardiovaskular kurang, seperti yang terjadi pada gagal jantung
kongestif, akan terjadi infark. Ukuran infark bervariasi dari yang sulit dilihat hingga
mengenai sebagian besar lobus. Biasanya infark berbentuk baji dengan dasar di
permukaan pleura dan puncak mengarah ke hilus paru. Permukaan pleura di sekitarnya
sering ditutupi oleh eksudat fibrinosa. Jika dapat diidentifikasi, pembuluh yang tersumbat
biasanya ditemukan di dekat apeks daerah yang infark.
Pada infark paru, hemoptisis timbul setelah 12 jam terjadinya emboli dan sesudah
24 jam daerah infark berbatas tegas dengan daerah paru yang sehat karena adanya
konsolidasi perdarahan dan atelektasis. Selanjutnya sel-sel septum intraalveoli
mengalami nekrosis dengan pembengkakan dan menghilangnya struktur histologis. Dua
minggu kemudian terjadi perubahan yang ditandai dengan adanya penetrasi kapiler-
kapiler baru dari daerah paru yang sehat ke arah paru yang terkena infark. Perdarahan
secara perlahan-lahan mulai terserap dan jaringan yang nekrosis diganti dengan jaringan
ikat, yang selanjutnya berubah menjadi jaringan parut (fibrosis). Waktu yang dibutuhkan
untuk terjadinya jaringan parut bergantung pada luasnya infark. Semakin luas infark,
maka semakin lama terjadinya jaringan parut.

Timbulnya infark pada emboli paru tergantung pada tiga hal yaitu ukuran massa
emboli, ukuran arteri yang tersumbat, dan keadaan dari sirkulasi umum dan sirkulasi
paru. Emboli kecil mengenai arteri yang lebih perifer dan pada sirkulasi kardiovaskular
adekuat, arteri bronkialis dapat mencukupi vitalitas dari parenkim paru, akan tetapi
ruangan alveoli sering penuh dengan darah yang menyebabkan perdarahan paru. Bila
sirkulasi kardiovaskular tidak adekuat, seperti pada penyakit bendungan jantung, maka
penyumbatan arteri paru menyebabkan infark. Lebih dari 95% embolus paru berasal dari
trombus di vena dalam tungkai bawah, biasanya berasal dari vena poplitea dan vena besar
di atasnya. Banyak material atau substansi yang dapat membentuk emboli yang nantinya
menuju ke sirkulasi paru. Termasuk didalamnya adalah lemak, tumor, emboli septik,
udara, cairan amnion, dan benda asing lainnya. (2)

2.3 Diagnosis
Diagnosis infark paru ditegakkan berdasarkan anamnesis untuk
mendapatkan informasi tetntang riwayat penyakit, pemeriksaan fisis untuk mengetahui
kelainan klinis yang ada, dan hasil pemeriksaan penunjang untuk memperkuat data yang
ada. Dengan adanya gejala klinis tertentu yang dikemukakan terdahulu kecurigaan makin
besar terhadapt infark paru. (3).

2.4 Gambaran Klinis Infark Paru


Gambaran klinis infark paru menyerupai emboli paru. Mungkin dijumpai sesak
nafas mendadak, takipnea, batuk-batuk, hemoptisis, nyeri pleuritik (dirasakan di dinding
dada daerah paru yang terkena atau menjalar ke tempat lain misalnya daerah bahu
ipsilateral). Nyeri pleuritik tadi menyebabkan pergerakan dada daerah yang terkena
menjadi berkurang. Gejala umum lainnya misalnya terdapat demam dan takikardia.
Apabila sumbatan emboli paru mengenai arteri/ cabang besar, maka tanda-tanda
gangguan hemodinamik akan lebih menonjol, misalnya tekanan vena jugularis meninggi,
renjatan, atau hipotensi, sianosis sentral, dan tanda-tanda kegagalan jantung kanan
lainnya.
Apabila sumbatan emboli paru mengenai arteri cabang (kecil), yang mencolok
tanda klinisnya ialah gangguan respirasi (bronkokonstriksi). Hilangnya surfaktan dari
sebagian besar alveoli paru karena iskemia paru akan menyebabkan timbulnya atelektasis
paru yang progresif.
Tanda-tanda fisis paru sebenarnya terdiri atas tiga bagian: 1). Pleuritis, 2). Elevasi
diafragma daerah yang terkena, dan 3). Tanda-tanda konsolidasi daerah paru yang
terkena. Keikutsertaan pleura pada infark paru hampir pasti ada, sehingga selalui
dijumpai keluhan nyeri pleuritik, adanya tanda-tanda efusi pleura, adanya suara gesek
pleura dan sebagainya. Elevasi diafragma karena tarikan ke atas oleh atelektasis daerah
infark paru menujukkan area konsolidasi.(3)

2.5 Pengobatan Infark Paru


Pengobatan yang diberikan kepada pasien infark paru terdiri atas,
1. Tindakan untuk memperbaiki keadaan umum pasien.
Hal-hal yang perlu dilakukan misalnya : a). memberikan oksigen untuk mencegah
terjadinya hipoksemia, b). memberikan cairan infuse untuk mempertahankan kestabilan
keluaran ventrikel kanan dan aliran darah pulmonal, c). intubasi (bila diperlukan)(3)
2. Pengobatan atas dasar indikasi khusus
Penyakit ini sedikit banyak menimbulkan gangguan terhadap fungsi jantung, maka
perlu dilakukan tindakan pengobatan terhadap gangguan pada jantung tadi.
3. Pengobatan utama terhadap infark paru.
a. Pengobatan anti koagulan dengan heparin dan warfarin.
Heparin membantu mencegah emboli ulang dan juga dapat menghambat agregasi
trombosit dan karena itu dapat menghambat pelepasan tromboksan dan serotonin pada
tempat emboli dan heparin bersifat reversible.
Pemberian heparin dapat dilakukan dengan berbagai cara sesuai kondisi pasien
yaiut dengan infuse intravena, intravena intermitten, dan suntikan subkutan. Keberhasilan
pengobatan heparin ini dapat mencapai 92% dan heparin dapat diberikan pada perempuan
hamil karena heparin tidak dapat melewati plasenta.
Warfarin, obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas vitamin K, yaitu dengan
mempengaruhi sintesis prokoagulan primer. Karena awal kerjanya yang lambat, maka
pemebrian warfarin dilakukan setelah pemberian heparin dilakukan. Lama pemberian
biasanya 3 bulan (12 minggu) terus menerus. (3)
b. Pengobatan Trombolitik
Cara ini merupakan pengobatan definitive, karena bertujuan untuk menghilangkan
sumbatan mekanik karena tromboemboli. Cara kerja obat ini adalah mengadakan
trombolisis. Obat yang tersedia ada dua sediaan streptokinase dan urokinase.
Streptokinase merupakan protein nonenzim, disekresi oleh kuman Streptokokus beta
hemolitik grup C. Sedangkan urokinase merupakan protein enzim, dihasilkan oleh
parenkim ginjal manusia. Urokinase sekarnag dapat diproduksi lewat kultur jaringan
ginjal (rekayasa genetik).(3)
BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Infark paru merupakan kondisi dimana paru-paru mengalami nekrosis yang
disebabkan oleh adanya sumbatan. Infark paru disebabkan karena adanya embolus yang
berupa suatu massa padat, cair, atau udara intravascular yang dibawa oleh darah ke suatu
tempat yang jauh dari asalnya. Gambaran mikroskopis infark paru menunjukkan adanya
nekrosis koagulasi pada dinding alveoli dan alveoli penuh dengan eritrosit serta sedikit
reaksi inflamasi. Adapun gejala klinis yang tampak dari infark paru adalah dijumpai
sesak nafas mendadak, takipnea, batuk-batuk, hemoptisis, nyeri pleuritik (dirasakan di
dinding dada daerah paru yang terkena atau menjalar ke tempat lain misalnya daerah
bahu ipsilateral). Ada beberapa pengobatan yang bisa dilakukan salah satunya adalah
dengan pemberian heparin dan warfarin serta pengobatan trombolitik.
Daftar Pustaka
1. Robbin
2. Price, Sylvia A & Lorraine M.Wilson.2012.PATOFISIOLOGI Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Vol.1 edisi 6.Jakarta:EGC
3. Sudoyo. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Pusat
Penerbitan IPD FKUI : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai