LEUKOREA
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat Menempuh
Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Kandungan dan Kebidanan
RSI Sultan Agung Semarang
Pembimbing :
dr. Rini Aryani,Sp.OG
Disusun oleh :
Nadhia Dewanti Putri
012116461
B. KLASIFIKASI
Leukorea dapat terjadi secara fisiologis maupun patologis. Leukorea fisiologis
terdiri atas cairan yang kadang-kadang berupa mukus yang mengandung banyak epitel
dengan leukosit jarang, sedang pada kondisi patologis terdapat banyak leukosit.
Leukorea fisiologis biasa ditemukan pada keadaan antara lain:
1. Bayi baru lahir terutama sampai usia 10 hari, hal ini disebabkan pengaruh
estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina bayi.
2. Waktu disekitar menarche, timbul karena pengaruh estrogen. Leukorea ini
akan hilang sendiri.
3. Rangsangan seksual pada wanita dewasa
4. Waktu sekitar ovulasi, karena sekret dari kelenjar-kelenjar seviks uteri
menjadi lebih encer.
5. Pada wanita dengan penyakit menahun, pengeluaran sekret kelenjar serviks
uteri juga bertambah.
6. Pemakaian celana ketat/pemakaian celana yang jarang ganti.
Leukorea patologis terbanyak disebabkan oleh infeksi biasanya oleh jamur, bakteri,
parasit, virus, disini cairan berwarna kekuningan sampai hijau, sering kali lebih kental
dan berbau, dan banyak mengandung leukosit. Selain itu leukorea dapat juga
disebabkan oleh vaginitis karena bahan-bahan kimiawi, pengobatan sendiri dengan
obat-obatan topical atau pembersih vagina berulang-ulang, dapat ditemukan juga pada
neoplasma baik jinak maupun ganas.
C. ETIOLOGI
B. Gejala klinis
Asimtomatik pada sebagian penderita vaginosis bakterialis
Bila ada keluhan umumnya berupa cairan yang berbau amis seperti ikan
terutama setelah melakukan hubungan seksual
Pada pemeriksaan didapatkan jumlah duh tubuh vagina bervariasi, berwarna
putih, keabu-abuan, homogen, cair, dan biasanya melekat pada dinding vagina
Pada vulva atau vagina jarang atau tidak ditemukan inflamasi
Pemeriksaan pH vagina >4,5 , penambahan KOH 10% pada duh tubuh vagina
tercium bau amis (whiff test)
Pada sediaan apus vagina yang diwarnai dengan pewarnaan gram ditemukan
sel epitel vagina yang ditutupi bakteri batang sehingga batas sel menjadi kabur
(clue cells)
Gambar. Gambaran Fluor albus akibat Vaginosis bakterial
D. Diagnosis
Vaginosis bakterial
Anamnesis :
Mempunyai bau vagina yang khas yaitu bau amis terutama waktu
berhubungan seksual, namun sebagian besar dapat asimtomatik.
Keputihan dengan bau amis seperti ikan. Sekret berlebihan, jumlah sedang
sampai banyak, homogen, warna putih atau keabu-abuan, melekat pada
dinding vagina. Tidak ada tanda-tanda inflamasi.
Pemeriksaan
Pada pemeriksaan didapatkan duh tubuh tidak banyak,berwarna putih keabu-
abuan,homogen,cair dan melekat pada dinding vagina. Pada vulva atau vagina
jaramg atau tidak di temukan inflamasi.
Pemeriksaan Penunjang
1. Kultur
Usap vagina dikultur baik anaerob maupun aerobik pada permukaan brain
heart infusion plate agar dilengkapi dengan vitamin K (0,5mg/l) dan Haemin
(5mg / l), agar darah dan agar coklat. Sebagai tambahan Bacteroides Bile
Esculin agar, Neomycin Vancomycin Chocolate agar diinokulasi untuk kultur
anaerob. Setiap media diperiksa setelah 48 jam, 96 jam dan 7 hari,hasil kultur
yang telah diisolasi diidentifikasi dengan menggunakan teknik mikrobiologi
yang telah distadarisasi. Kultur merupakan metode yang menjadi gold
standard untuk diagnosis sebagian besar penyakit yang disebabkan oleh
infeksi bakteri. Namun, kultur tidak bisa menjadi gold standard untuk
diagnosis vaginosis bakteri. Hal ini dikarenakan organisme yang terlibat
dalam infeksi BV tidak dapat dipisahkan dengan mudah dan bakteribakteri
yang berperan dalam terjadinya infeksi BV tetap ada dengan jumlah yang
sedikit pada kondisi normal sehingga pada hasil kultur akan selalu
terdiagnosis sebagai infeksi BV. Bakteri Gardnerella vaginalis ditemukan
sebanyak 60% pada kultur vagina normal.
2. Kriteria Spiegel
Metode pemeriksaan Spiegel merupakan penilaian yang berdasar pada jumlah
kuman Lactobacillus, Gardnerella dan flora campuran dalam menegakkan
diagnosis apakah seseorang terdiagnosis BV atau tidak. Kriteria Spiegel
bersifat lebih tegas karena hanya terdapat 2 kriteria aja, yaitu normal dan BV
positif, sehingga lebih memudahkan dalam menentukan perlu atau tidaknya
dilakukan terapi.
- Jika pada pengecatan Gram menunjukkan predominasi (3+ - 4+)
Lactobacillus, dengan atau tanpa morfotipe Gardnerella, diinterpretasikan
normal.
- Jika pada pengecatan Gram menunjukkan flora campuran meliputi bakteri
Gram positif, bakteri Gram negatif, atau bakteri Gram variabel dan morfotipe
Lactobacillus menurun atau tidak ada (0 - 2+), diinterpretasikan infeksi BV.
Setiap morfotipe bakteri diamati pada pemeriksaan dibawah mikroskop
dengan pembesaran objektif 100 kali kemudian dijumlahkan (dari rerata 10
lapangan pandang).
Skoring untuk morfotipe kuman terdiri atas 4 kelas, yaitu:
1+ jika ditemukan sebanyak < 1 per lapangan pandang
2+ jika ditemukansebanyak 1-5 per lapangan pandang
3+ jika ditemukan sebanyak 6-30 per lapangan pandang
4+ jika ditemukan sebanyak >30 per lapangan pandang
3. Kriteria Amsel
Kriteria Amsel dalam penegakan diagnosis BV harus terpenuhi 3 dari 4
kriteria berikut:
a. Adanya peningkatan jumlah cairan vagina yang bersifat homogen. Keluhan
yang sering ditemukan pada wanita dengan BV adalah adanya gejala cairan
vagina yang berlebihan,berwarna putih yang berbau amis dan menjadi lebih
banyak setelah melakukan hubungan seksual. Pada pemeriksaan spekulum
didapatkan cairan vagina yang encer, homogen, dan melekat pada dinding
vagina namun mudah dibersihkan. Pada beberapa kasus, cairan vagina terlihat
berbusa yang mana gejala hampir mirip dengan infeksi trikomoniasis
sehingga kadang sering keliru dalam menegakan diagnosis.
b. pH cairan vagina yang lebih dari 4,5 pH vagina ditentukan dengan
pemerikasaan sekret vagina yang diambil dari dinding lateral vagina
menggunakan cotton swab dan dioleskan pada kertas strip pH.(2,5,7).
Pemeriksaan ini cukup sensitif, 90% dari penderita BV mempunyai pH cairan
vagina lebih dari 5; tetapi spesitifitas tidak tinggi karena PH juga dapat
meningkat akibat pencucian vagina, menstruasi atau adanya sperma. pH yang
meningkat akan meningkatkan pertumbuhan flora vagina yang abnormal.
c. Whiff test Positif Whiff test diuji dengan cara meneteskan KOH 10% pada
sekret vagina, pemeriksaan dinyatakan positif jika setelah penentesan tercium
bau amis.1,4,20Diduga meningkat pH vagina menyebabkan asam amino
mudah terurai 17 dan menegeluarkan putresin serta kadaverin yang berbau
amis khas. Bau amis ini mudah tercium pada saat melakukan pemeriksaan
spekulum, dan ditambah bila cairan vagina tersebut kita tetesi KOH 10% .
Cara ini juga memberikan hasil yang positif terhadap infeksi trikomoniasis.
d. Ditemukan clue cells pada pemeriksaan mikroskopis Menemukan clue cells
di dalam sekret vagina merupakan hal yang sangat esensial pada kriteria
Amsel. Clue cells merupakan sel-sel epitel vagina yang dikelilingi oleh
bakteri Gram variabel coccobasilli sehingga yang pada keadaan normal sel
epitel vagina yang ujung-ujungnya tajam, perbatasanya menjadi tidak jelas
atau berbintik. Clue cells dapat ditemukan dengan pengecatan gram sekret
vagina dengan pemeriksaan laboratorium sederhana dibawah mikroskop
cahaya. Jika ditemukan paling sedikit 20% dari lapangan pandang
E. Terapi
Vaginosis bakteri
1. Metronidazol 2 x 500 mg peroral selama 7 hari
2. Metronidazol pervagina 2x sehari selama 5 hari
3. Krim klindamisin 2 % per vagina 1x sehari selama 7 hari
4. Klindamisin 300 mg 2 x sehari selama 5-7 hari
5. Klindamisin Tablet vagina 100 mg/hari selama 3 hari
Klamidia trakomatis
Infeksi klamidia sering ditemukan pada wanita dewasa yang seksual
aktif. Infeksi klamidia ini juga didapatkan pada bayi dan anak-anak. Infeksi
pada bayi didapatkan pada masa perinatal. Resiko penularan dari ibu dengan
infeksi klamidia pada bayinya saat kelahiran diperkirakan 50%. Infeksi pada
bayi yang paling sering didapatkan adalah konjungtivitis neonatal, terjadi pada
20 50% bayi yang dilahirkan dengan infeksi klamidia trakomatis. Klamidia
ini mempunyai dinding sel kuman gram negatif, berukuran 0,2-1,5 mikron,
berbentuk sferis, tidak bergerak.
Penyakit yang disebabkan oleh Chlamidia trachomatis sebagian besar serupa
dengan gonore. Pada wanita, traktus genitalis yang paling sering terinfeksi
oleh C. trachomatis adalah endoserviks. Pada 60 % penderita biasanya
asimtomatik (silent sexually transmitted disease).
Gambar 2.12. Gambaran Mikroskopis Chlamidia trachomatis
Gejala klinis :
Bila penderita yang mempunyai keluhan, biasanya tidak khas dan serupa dengan
keluhan servisitis gonore, yaitu adanya duh tubuh vagina
Pada pemeriksaan inspekulo sekitar 1/3 penderita dijumpai duh tubuh serviks
yang mukopurulen, serviks tampak eritem, ektopi dan mudah berdarah pada saat
pengambilan bahan pemeriksaan dari mukosa endoserviks
Anamnesis :
Sering tidak menunjukkan keluhan, kalau ada biasanya berupa duh tubuh vagina
yang banyak dan berbau maupun dispareunia, perdarahan pasca coitus dan
perdarahan intermestrual.
Jumlah leukorrhea banyak, berbau, menimbulkan iritasi dan gatal, warna sekret
putih, kuning atau purulen. Konsistensi homogen, basah, frothy atau berbusa
(foamy).
Pemeriksaan Fisik :
Terdapat eritem dan edema pada vulva disertai dengan ekskoriasi.
Pemeriksaan Penunjang :
Mikroskopik : badan inklusi terdapat intrasitoplasma sel epitel nampak ungu
tua,sedangkan pewarnaan yodium berwarna coklat.
Pilihan utama :
Doksisiklin 2x 100 mg/hari oral selama 7 hari
Pilihan lain :
Tetrasiklin 4x500mg/hari oral selama 7 hari
Eritromisin 4x500mg/hari per oral selama 7 hari atau 4x250 mg/hari per os selama 14
hari
Gonokokus
Gonore merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh N. gonnorrheae pada traktus genitalis
dan organ tubuh lainnya seperti konjungtiva, faring, rektum, kulit, persendian, serta organ
dalam. Ditularkan melalui hubungan seksual. Pada wanita, N. gonnorrhoeae pertama kali
mengenai kanalis servikalis. Selain itu dapat mengenai uretra, kelenjar skene, dan kelenjar
bartholini. Masa inkubasi bervariasi, umumnya 10 hari.
Gejala klinis :
Asimtomatik pada lebih dari sebagian penderita gonore
Bila ada keluhan umumnya cairan vagina jumlahnya meningkat, menoragi atau
perdarahan intermenstrual
Pada penderita yang menunjukan gejala biasanya ditemukan duh tubuh serviks
yang mukopurulen. Serviks tampak eritem, edem, ektopi dan mudah berdarah saat
pengambilan bahan pemeriksaan
Gambar 2.10. Hasil pemeriksaan penderita dengan gonorrea menggunakan spekulum
Pemeriksaan Fisik :
Serviks tampak eritem, edema, ektopi dan mudah berdarah pada saat pengambilan
bahan pemeriksaan.
Pemeriksaan Penunjang :
Kultur : menggunakan medium Thayer Martin sehingga dapat mengisolasi
pertumbuhan gonococcus
Pilihan lain :
Tetrasiklin 4x500 mg/hari per oral selama 7 hari
Penisilin prokain 4,8 juta U i.m. + Probenesid 1 gr per oral
Ampisilin 3,5 gr + Probenesid 1 gr per oral
Amoksisilin 3 gr + Probenesid 1 gr per oral
Jamur
Candida albicans
Candida adalah mikroorganisme opurtunis, dapat dijumpai diseluruh
badan, terutama di mulut, kolon, kuku, vagina dan saluran anorektal.
Candida sp yang paling sering menyebabkan infeksi kandidiasi
vulvavaginalis adalah candida albikan dan patogen yang paling sering
ditemukan. Selain itu ada spesies candida non albikan yang bisa
menginfeksi adalah candida galbrata. Pada umumnya infeksi disebabkan
adanya kolonisasi yang berebihan dari spesies kandida yang sebelumnya
bersifat komensal pada vulva dan vagina. Pasangan penderita biasanya
juga akan menderita penyakit jamur ini. Keadaan yang saling menularkan
antara pasangan ini disebut sebagai fenomena ping-pong. Spesies kandida
menghasilkan koloni berwarna putih kecoklatan sampai kekuningan
dengan bau seperti ragi, bulat dan besar ( berukuran 3 6 m ),
pertumbuhannya cepat dan menjadi dewasa dalam waktu 3 hari.
Permukaan koloni licin, halus, mengkilat dan kering, mempunyai budding,
hifa dan pseudohifa.
Kandidiosis vulvovaginal merupakan infeksi vagina yang disebabkan oleh
Candida spp terutama Candida albicans. Diperkirakan sekitar 50% wanita
pernah mengalami kandidiosis vulvovaginitis paling sedikit dua kali dalam
hidupnya. Jamur ini hidup dalam suasana asam yang mengandung
glikogen. Keadaan-keadaan yang mendukung timbulnya infeksi adalah
kehamilan, pemakaian pil kontrasepsi, pemakaian antibiotik, pemakaian
kortikosteroid dan pada penderita Diabetes Melitus.
Pada pemeriksaan spekulum tampak duh tubuh vagina dengan jumlah yang bervariasi,
konsistensi dapat cair atau seperti susu pecah.
Pemeriksaan Fisik :
Pada vulva/dan vagina terdapat tanda-tanda radang, disertai maserasi,
psuedomembran, fissura dan lesi satelit papulopustular.
Laboratorium :
Laboratorium: pH vagina < 4,5 dan Whiff test (-)
Mikroskopik : pemeriksaan sediaan basah dengan KOH 10% atau dengan
pewarnaan gram ditemukan spora bentuk lonjong, sel tunas, pseudohifa dan
kadang-kadang hifa asli bersepta.
Pilihan utama :
Klotrimazol 100 mg/hari intravagina selama 7 hari.
Nistatin 100.000-200.000 unit/hari intra vagina selama 14 hari.
Pilihan lain :
Tiokonazol 300 mg per oral, dosis tunggal atau 100 mg/hari selama 3 hari
Mikonazol 100mg/hari intravagina selama 7 hari
Pencegahan
Berbagai pencegahan yang dilakukan akan berguna untuk mengurangi
insidensi keputihan, dimana keputihan merupakan penyakit yang hampir
pernah dialami oleh setiap wanita. Pencegahan/edukasi yang dapat diberikan
yaitu:
1. Menyeka daerah kelamin dari depan ke belakang
2. Mencuci daerah kelamin dengan air hangat
3. Menghindari sabun atau produk kesehatan feminism
4. Menghindari krim steroid (kecuali diresepkan)
5. Memakai celana dalam katun
6. Menghindari pemakaian celana ketat
7. Hindari pemakaian bedak pada organ kewanitaan dengan tujuan agar vagina
harum dan kering sepanjang hari. Bedak memiliki partikel halus yang mudah
terselip dan akhirnya menyebabkan jamur dan bakteri untuk bersarang
ditempat itu.
8. Jaga kesterilan alat vital. Penggunaan tisu basah atau produk pantyliner
harus steril.
9. Selalu keringkan bagian vagina sebelum berpakaian.
PROGNOSIS
A. DEFINISI
Kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada serviks atau leher rahim,
suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan bagian terendah /pintu
masuk ke arah rahim yang menonjol ke puncak liang senggama atau vagina. Kanker
serviks merupakan tumor ganas primer yang berasal dari metaplasia epitel di daerah
skuamous-columner junction (SCJ) yaitu daerah peralihan mukosa vagina dan
mukosa kanalis servikalis.
Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun. Sebanyak
90% dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10%
sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju
ke rahim. Sebelum terjadinya kanker, akan didahului oleh keadaan yang disebut lesi
prakanker atau neoplasia intraepitel serviks (NIS) / Cervical Intra epiteleal Neoplasia
(CIN).
Histopatologik Kanker serviks :
- Karsinoma sel skuamosa (85 %)
- Adenokarsinoma (10 %)
- Adenoskuamosa , sel jernih, sel kecil, sel verukosa dan lain-lain (5 %)
B. ETIOLOGI
Penyebab utama kanker leher rahim adalah infeksi Human Papilloma Virus
(HPV). Saat ini terdapat 138 jenis HPV yang sudah dapat teridentifikasi yang 40 di
antaranya dapat ditularkan lewat hubungan seksual. Beberapa tipe HPV virus risiko
rendah jarang menimbulkan kanker, sedangkan tipe yang lain bersifat virus risiko
tinggi. Baik tipe risiko tinggi maupun tipe risiko rendah dapat menyebabkan
pertumbuhan abnormal pada sel tetapi pada umumnya hanya HPV tipe risiko tinggi
yang dapat memicu kanker. Virus HPV risiko tinggi yang dapat ditularkan melalui
hubungan seksual adalah tipe 7,16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 69,
dan mungkin masih terdapat beberapa tipe yang lain.
Beberapa penelitian mengemukakan bahwa lebih dari 90% kanker leher rahim
disebabkan oleh tipe 16 dan 18. Yang membedakan antara HPV risiko tinggi dengan
HPV risiko rendah adalah satu asam amino saja. Asam amino tersebut adalah aspartat
pada HPV risiko tinggi dan glisin pada HPV risiko rendah dan sedang. Dari kedua
tipe ini HPV 16 sendiri menyebabkan lebih dari 50% kanker leher rahim. Seseorang
yang sudah terkena infeksi HPV 16 memiliki resiko kemungkinan terkena kanker
leher rahim sebesar 5%. Sifat onkogenik HPV-18 lebih tinggi daripada HPV-16 yang
dibuktikan pada sel kultur dimana transformasi HPV-18 adalah 5 kali lebih besar
dibandingkan dengan HPV-16. Selain itu, didapatkan pula bahwa respon imun pada
HPV-18 dapat meningkatkan virulensi virus dimana mekanismenya belum jelas.
HPV-16 berhubungan dengan skuamous cell carcinoma serviks sedangkan HPV-18
berhubungan dengan adenocarcinoma serviks. Prognosis dari adenocarcinoma kanker
serviks lebih buruk dibandingkan squamous cell carcinoma. Peran infeksi HPV
sebagai faktor risiko mayor kanker serviks telah mendekati kesepakatan, tanpa
mengecilkan arti faktor risiko minor seperti umur, paritas, aktivitas seksual
dini/perilaku seksual, dan merokok, pil kontrasepsi, genetik, infeksi virus lain dan
beberapa infeksi kronis lain pada serviks seperti klamidia trakomatis dan HSV-2.
C. FAKTOR RESIKO
Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher rahim.
Semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya kanker laher
rahim. Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia lanjut merupakan gabungan
dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta
makin melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat usia.
Usia pertama kali menikah.
Menikah pada usia kurang 20 tahun dianggap terlalu muda untuk melakukan hubungan
seksual dan berisiko terkena kanker leher rahim 10-12 kali lebih besar daripada mereka
yang menikah pada usia > 20 tahun. Umumnya sel-sel mukosa baru matang setelah
wanita berusia 20 tahun ke atas. Jadi, seorang wanita yang menjalin hubungan seks
pada usia remaja, paling rawan bila dilakukan di bawah usia 16 tahun. Hal ini berkaitan
dengan kematangan sel-sel mukosa pada serviks.
Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering berganti-ganti pasangan
Berganti-ganti pasangan akan memungkinkan tertularnya penyakit kelamin, salah
satunya Human Papilloma Virus (HPV). Virus ini akan mengubah sel-sel di permukaan
mukosa hingga membelah menjadi lebih banyak sehingga tidak terkendali sehingga
menjadi kanker.
Penggunaan antiseptic
Kebiasaan pencucian vagina dengan menggunakan obat-obatan antiseptic akan
mengakibatkan iritasi di serviks yang merangsang terjadinya kanker.
Wanita yang merokok.
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan
dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita
perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat
tersebut akan menurunkan daya tahan serviks di samping merupakan kokarsinogen
infeksi virus. Nikotin, mempermudah semua selaput lendir sel-sel tubuh bereaksi atau
menjadi terangsang, baik pada mukosa tenggorokan, paru-paru maupun serviks. Namun
tidak diketahui dengan pasti berapa banyak jumlah nikotin yang dikonsumsi yang bisa
menyebabkan kanker leher rahim.
E. DIAGNOSIS
Diagnosis kanker serviks diperoleh melalui pemeriksaan klinis berupa:
- Anamnesis : ketidak teraturannya siklus haid, amenorhea, hipermenorhea, dan
penyaluran sekret vagina yang sering atau perdarahan intermenstrual, post koitus
serta latihan berat., lekore warna putih/purulen yang berbau.
- Pemeriksaan : terjadi pengrusakan serviks sehingga tampak seperti ulkus, jaringan
rapuh dan mudah berdarah.
- Tes Pap Smear Screening
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada pasien
yang tidak memberikan keluhan. Sel kanker dapat diketahui pada sekret yang
diambil dari porsio serviks. Pemeriksaan ini harus mulai dilakukan pada wanita
usia 18 tahun atau setelah menikah/ telah melakukan aktivitas seksual. Setelah tiga
kali hasil pemeriksaan pap smear setiap tiga tahun sekali sampai usia 65 tahun. Pap
smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker leher rahim secara akurat dan
dengan biaya yang tidak mahal, akibatnya angka kematian akibat kanker leher
rahim pun menurun sampai lebih dari 50%. Setiap wanita yang telah aktif secara
seksual sebaiknya menjalani pap smear secara teratur yaitu 1 kali setiap tahun.
Apabila selama 3 kali berturut-turut menunjukkan hasil pemeriksaan yang normal,
maka pemeriksaan pap smear bisa dilakukan setiap 2 atau 3 tahun sekali.
Perempuan dengan ASCUS, ASC-H atau LSIL harus melakukan pemeriksaan
ulang pap smear 3-6 bulan kemudian, sedangkan pada perempuan dengan HSIL
harus melakukan pemeriksaan biopsi dengan bantuan kolposkopi.
Bahan-bahan yang diperlukan untuk melakukan tes IVA harus tersedia di tempat:
- Kapas swab digunakan untuk menghilangkan mukosa dan cairan keputihan dari
serviks (leher rahim) dan untuk mengoleskan asam asetat ke leher rahim.
- Sarung tangan periksa harus baru
- Spatula kayu; digunakan untuk mendorong dinding lateral dari vagina jika
menonjol melalui bilah spekulum.
- Asam asetat; adalah bahan utama cuka. Larutan asam asetat (3-5%) Untuk
melakukan IVA, petugas mengoleskan larutan asam asetat pada leher rahim.
Larutan tersebut menunjukkan perubahan pada sel-sel yang menutupi leher rahim
(sel-sel epithel) dengan menghasilkan reaksi acetowhite.
J. PENATALAKSANAAN
Terapi karsinoma serviks dilakukan bila mana diagnosis telah dipastikan
secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang
sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim onkologi).
Pemilihan pengobatan kanker leher rahim tergantung pada lokasi dan ukuran tumor,
stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita, dan rencana penderita untuk hamil
lagi.
Lesi tingkat rendah biasanya tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut,
terutama jika daerah yang abnormal seluruhnya telah diangkat pada waktu
pemeriksaan biopsi. Pengobatan pada lesi prekanker bisa berupa kriosurgeri
(pembekuan), kauterisasi (pembakaran, juga disebut diatermi), pembedahan laser
untuk menghancurkan sel-sel yang abnormal tanpa melukai jaringan yang sehat di
sekitarnya dan LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi.
1. Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar),
seluruh kanker sering kali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun
melalui LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi. Dengan
pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak. Karena kanker bisa
kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang dan Pap smear
setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika
penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani
histerektomi.
Pembedahan merupakan salah satu terapi yang bersifat kuratif maupun
paliatif. Kuratif adalah tindakan yang langsung menghilangkan penyebabnya
sehingga manifestasi klinik yang ditimbulkan dapat dihilangkan. Sedangkan
tindakan paliatif adalah tindakan yang berarti memperbaiki keadaan penderita.
Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk
mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal). Biasanya
dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO). Umur pasien
sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik, dapat juga pada
pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga harus bebas dari penyakit
umum (resiko tinggi) seperti penyakit jantung, ginjal dan hepar.
2. Terapi penyinaran (radioterapi)
Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta
mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B,
III, IV sebaiknya diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan
tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah
mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya atau
bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan
sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika
urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan
pada stadium I sampai III B. Apabila sel kanker sudah keluar ke rongga panggul,
maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada
stadium IV A. Terapi penyinaran efektif untuk mengobati kanker invasif yang
masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi
tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya.
Ada dua jenis radioterapi yaitu:
- Radiasi eksternal yaitu sinar berasal dari sebuah mesin besar dan penderita
tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan sebanyak
5 hari/minggu selama 5-6 minggu.
- Radiasi internal yaitu zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul
dimasukkan langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari
dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang
beberapa kali selama 1-2 minggu. Efek samping dari terapi penyinaran
adalah iritasi rektum dan vagina, kerusakan kandung kemih dan rektum dan
ovarium berhenti berfungsi
3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat
melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan
utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya.
Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat
didiagnosis. Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat
diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal
lain, pengobatan mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang
kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi
diberikan untuk mengontrol penyakit dalam periode waktu yang lama
walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase
akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup
yang lebih baik. Kemoterapi secara kombinasi telah digunakan untuk penyakit
metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan
keuntungan yang memuaskan. Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker
serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adrem ycin Platamin), PVB
(Platamin Veble Bleomycin) dan lain lain.
LEKORE
ANAMNESIS
PEMERIKSAAN SPEKULUM
DAN PEMERIKSAAN DALAM
Warna Putih susu Putih Kuning- Putih susu/ abu-abu Putih kekuningan Putih kekuningan
kehijauan
KOH 10% Tidak ada Tidak ada Amis Tidak ada Tidak ada
Mikroskop Kuncup Diplokokus gram Clue cells dengan Badan inklusi terdapat Tidak ada
jamur,Pseudo negatif, PMN bakteri kokoid yang intrasitoplasma sel
hifa,hifa intraseluler/ekstra melekat, tidak ada epitel ungu tua
seluler leukosit
DAFTAR PUSTAKA
2. Prawirohardjo S., Wiknjosastro H., 2011, Ilmu Kandungan, Edisi 3 cetakan pertama,
PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.