Anda di halaman 1dari 65

KEGAWATDARURATAN

POSTPARTUM
Dosen Pengampu : Dosen Pengampu : Acih Suarsih , S.ST., M.Kes
(Kesehatan Perempuan dan Perencanaan Keluarga)
KELOMPOK 5
01 02
INTAN
EGA DEA ZAHSYA ANGGRAINI
(21118009) (21118013)
03
ADELIA
SAFITRI
(21118001)
01
Pre-eklamsia/Eklamsia
Postpartum
Pre-Eklamsia/Eklamsia Postpartum

Preeklampsia sendiri yaitu gejala dimana tekanan darah ≥140/90 mmHg


dengan protein uria pasif yang terjadi pada usia kehamilan lebih dari 20
minggu yang biasanya disebut dengan hipertensi. Eklampsia merupakan
kondisi darurat padawanita yang mengalami preekalmsia mengancam
jiwa, terjadi pada sebelum, saat dan setelah persalinan (antepartum,
intrapartum, postpartum). kondisi eklamsia didahului dengan sakit
kepala dan perubahan penglihatan, kemudian kejang selama 60-90 detik.
Sebagian besar kasus postpartum preeklampsia terjadi pada 48 jam
setelah persalinan bahkan sampai 6 minggu setelah persalinan.
Pre-Eklamsia/Eklamsia Postpartum

Gejala yang dapat dimunculkan berupa data subjektif serta


objektif. Apabila terdapat keluhan seorang ibu postpartum
dengan gejala dalam 48 jam sesudah persalinan seperti nyeri
kepala hebat, penglihatan kabur, dan nyeri epigastrium maka
harus diwaspadai adanya pre-eklampsia berat atau eklampsia
(Nirmala et al., 2018).
Tanda dan Gejala Pre-Eklamsia/Eklamsia Postpartum

Bila anda mendapatkan ibu postpartum dengan gejala dalam 48 jam


sesudah persalinan yang mengeluh nyeri kepala hebat, penglihatan kabur
dan nyeri epigastrium, anda harus mewaspadai adanya pre-eklampsia
atau eklampsia. Tabel dibawah ini akan menjelaskan mengenai perbedaan
preeklampsia berat dan eklampsia.
Tanda dan Gejala Pre-Eklamsia/Eklamsia Postpartum

Pre-Eklamsia Berat Eklamsia

Tekanan diastolik >110 mmHg Tekanan diastolic >90 mmHgg

Protein urin > +++ Protein urine > ++

Kadang hiperrefleksia Kadang disertai hiperrefleksia

Nyeri kepala hebat Nyeri kepala hebat

Penglihatan kabur Penglihatan kabur

Edema paru Edema paru

  Ibu mengalami kejang


Faktor dan Resiko
1) Memiliki riwayat atau masalah kesehatan seperti diabetes, penyakit ginjal, tekanan
darah tinggi, penyakit autoimun (lupus), atau sindroma antifosfolipid
2) Memiliki riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
3) Hamil pada usia diatas 35 tahun atau kurang dari 18 tahun
4) Hamil pertama kali
5) Obesitas
6) Kehamilan kembar
7) Jarak kehamilan sangat jauh (10 tahun atau lebih) dari kehamilan sebelumnya
8) Selain itu juga faktor genetik, diet makanan atau nutrisi, serta gangguan pembuluh
darah
Penanganan Umum Pasien

1. Segera rawat
2. Lakukan penilaian klinik terhadap keadaan umum, sambil mencari riwayat
penyakit sekarang dan terdahulu dari pasien atau keluarganya
3. Jika pasien tidak bernafas: Bebaskan jalan nafas dan Berikan O2 dengan
sungkup Lakukan intubasi jika diperlukan
4. Jika pasien kehilangan kesadaran / koma: Bebaskan jalan nafas
Penanganan Umum Pasien

5. Baringkan pada satu sisi


6. Ukur suhu
7. Periksa apakah ada kaku kuduk
8. Jika pasien syok, lihat Penanganan Syok
9. Jika terdapat perdarahan, lihat Penanganan Perdarahan
Penanganan Umum Pasien

 Jika pasien kejang :


a) Baringkan pada satu sisi
b) Tempat tidur arah kepala ditinggikan sedikit untuk mengurangi kemungkinan
aspirasi sekret, muntahan atau darah
c) Bebaskan jalan nafas
d) Pasang spatel lidah untuk menghindari tergigitnya lidah
e) Fiksasi untuk menghindari pasien jatuh dari tempat tidur
02
VAGINITIS
Vaginitis

Vaginitis non spesifik/vaginosis bakterial merupakan penyakit kelamin


wanita yang disebabkan oleh polimikrobial dengan dominasi Lactobacillus
SPP yang berkurang. Dengan adanya infeksi pada alat kelamin wanita
khususnya di daerah vagina dan servik uteri maka penjamu akan merespon
keberadaan bakteri pada daerah tersebut dengan respon imun bawaan
maupun respon imun adaptif. Laktobacilli adalah organisme yang berbentuk
batang besar yang membantu mempertahankan keasaman pH vagina yang
sehat dan menghambat mikroorganis anaerobik yang lain melalui pelepasan
hidrogen peroksida. Normalnya Laktobacilli ditemukan dalam konsentrasi
yang tinggi pada vagina yang sehat. Pada vaginosis bakterial, populasi
Lakctobacilli berkurang drastis, sementara populasi dari bakteri anaerob
yang lain dan Gardnerella vaginalis meningkat.
Penyebab

Sekitar 90% kasus vaginitis terbagi menjadi tiga penyebab utama :


● vaginosis bacterial
● kandidiasis vagina
● infeksi trikomonas vagina.

Penyebab yang paling sering dari vaginitis pada wanita yang simptomatik adalah
vaginosis bakterial 40-45%, kandidiasis vagina 20-25% dan trikomoniasis 15-
20%; sekitar 7-72% wanita dengan vaginitis belum terdiagnosis (Gor, 2012).
Bakterial vaginosis adalah infeksi polimikrobial yang saling sinergi. Di vagina
populasi flora normal predominan dengan Lactobacilli Ketika jumlahnya
berkurang, maka populasi Gardnerella vaginalis dan bakteri anaerob lain
meningkat (Curran, 2012).
Faktor Resiko

Faktor resiko predisposisi vulvovaginitis termasuk:


umur, tingkat aktifitas seksual, status hormonal, higiene yang
jelek, status imunologis, penyakit kulit yang mendasari,
kehamilan, penggunaan IUD (Inta Uterine Device),
pemakaian douche, pakaian yang ketat, pemakaian sabun
dan deterjen yang berparfum, spray kewanitaan, obat
kontrasepsi, pengobatan pada vagina, antibiotic dan stres
(Murtiastutik, 2008; Gor, 2012).
Anamnesis

Anamnesis vaginitis berkaitan dengan adanya keluhan


keputihan yang tidak normal, yakni keputihan yang gatal
dan berbau busuk. Disertai keluhan lain seperti iritasi area
vagina, disuria, hingga dispareunia.
Penatalaksanaan

Penatalaksanaan vaginitis diberikan setelah ditegakkan


diagnosis pasti penyebab vaginitis. Penatalaksanaan dapat
berupa antimikroba, antifungal, antialergi, atau preparat
hormon estrogen.
Prognosis

Secara keseluruhan prognosis vuvovaginitis adalah baik dalam arti


bahwa semua vaginitis dapat diobati (Murtiastutik, 2008). Tetapi infeksi
vagina yang berulang dapat menyebabkan iritasi kronis, ekskoriasi dan
jaringan parut. Semua akibat tersebut dapat menyebabkan disfungsi
seksual, stres emosional maupun stres psikososial (Gor, 2012). Walaupun
pengobatan vaginosis bakterial belum didokumentasikan untuk
mencegah HIV. Vaginosis bacterial dan sexually transmitted infection,
termasuk trikomoniasis, merupakan factor resiko untuk terkena HIV.
03
Serviksitis
Serviksitis

Servisitis merupakan infeksi pada serviks uteri. Infeksi serviks sering


terjadi karena luka kecil bekas persalinan yang tidak dirawat dan infeksi
karena hubungan seks. Servisitis yang akut sering dijumpai pada infeksi
hubungan seks, sedangkan yang bersifat menahun dijumpai pada
Sebagian besar wanita yang pernah melahirkan. Berdasarkan penyebab,
servisitis terdiri dari servisitis infeksiosa dan servisitis non infeksius.
Berdasarkan penyebab, servisitis terdiri dari servisitis infeksiosa dan
servisitis non infeksius. Servisitis infeksiosa disebabkan oleh bakteri,
virus, jamur, protozoa dan parasit. Sedangkan servisitis non infeksius
disebabkan oleh penyakit keganasan, agen fisik: trauma (seperti:
abortus, luka pada persalinan).
Tanda dan Gejala

● Terdapat keputihan (leukorea)


● Mungkin terjadi kontak berdarah (saat hubungan seks terjadi perdarahan)
● Pada pemeriksaan terdapat perlukaan serviks yang berwarna merah
● Pada umur di atas 40 tahun perlu waspada terhadap keganasan serviks.
Lanjutan
Beberapa infeksi yang menyebar lewat hubungan seksual adalah:
1. Gonore
2. Klamidia
3. Trikomoniasis
4. Herpes genital
5. Mycoplasma genitalium

Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko kondisi ini,


yaitu:
6. Melakukan hubungan seksual yang tidak aman, misalnya sering
berganti- ganti pasangan atau tidak menggunakan pengaman.
7. Aktif berhubungan seksual sejak usia muda.
8. Memiliki riwayat penyakit menular seksual.
9. Pernah menderita servisitis sebelumnya.
Pemeriksaan
Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik meliputi pengamatan dan
pemeriksaan dalam.
Untuk memastikan diagnosis, dokter akan melakukan pemeriksaan
penunjang, yaitu:
1. Pap smear, untuk mendeteksi sel-sel abnormal dengan mengambil
sampel
cairan dari serviks dan vagina.
2. Kolposkopi, untuk memeriksa kondisi tidak normal di dalam
vagina
dengan bantuan alat teropong bernama kolposkop.
Pencegahan

beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi risikoterkena


servisitis, yaitu:
1. Melakukan hubungan seksual yang aman, yaitu dengan memakai
pengaman dan tidak berganti-ganti pasangan.
2. Menghindari produk-produk kewanitaan yang mengandung pewangi,
karena bisa menyebabkan iritasi pada vagina dan serviks.
3. Menjaga kebersihan vagina untuk mengurangi risiko infeksi.
04
Tromboflebitis
Tromboflebitis
Tromboflebitis Adalah penjalaran infeksi melalui vena. Hal ini terjadi
pada masa nifas karena terbukanya vena-vena selama proses persalinan
sehingga memudahkan mikroorganisme pathogen.
Tromboflebitis merupakan inflamasi dinding vena, sering disertai
dengan pembentukan bekuan. Ketika bekuan pertama kali terjadi dalam
vena sebagai akibat stasis atau hiperkoagulabilitas, tetapi tanpa
inflamasi, proses ini disebut sebagai flebotrombosis. Trombosis vena
dapat terjadi dimana saja pada vena tetapi paling sering adalah vena
pada ekstremitas bawah. Baik vena superfisial atau vena profunda dari
tungkai dapat terkena.
Penyebab

Penyebab pasti dari trombosis vena masih belum jelas, meskipun tiga
faktor diyakini berperan penting dalam perkembangannya: stasis darah,
cedera pada dinding pembuluh darah, dan perubahan koagulasi darah
Manifestasi Klinis

• 50% dari semua pasien tidak menunjukkan gejala.


• Obstruksi vena profunda dari tungkai menghasilkan edema dan
pembengkakan ekstremitas.
• Kulit pada tungkai yang terkena dapat teraba hangat; vena superfisial
dapat lebih menonjol.
• Pembengkakan bilateral mungkin sulit untuk dideteksi.
• Nyeri tekan terjadi kemudian; terdeteksi dengan mempalpasi ringan
tungkai.
Manifestasi Klinis

• Tanda Homan (nyeri pada betis setelah dorsofleksi tajam kaki), tidak
spesifik untuk trombosis vena profunda karena nyeri ini dapat
didatangkan oleh setiap kondisi yang menyakitkan pada betis.
• Pada beberapa kasus, tanda embolus pulmonal merupakan indikasi
pertama adanya trombosis vena profunda.
• Trombus vena superfisial menyebabkan nyeri tekan, kemerahan, dan
rasa hangat pada area yang terkena.

05
Miometritis
Miometritis

Miometritis adalah radang miometrium. Metritis adalah infeksi uterus


setelah persalinan yang merupakan salah satu penyebab terbesar
kematian ibu. Penyakit ini tidak berdiri sendiri tetapi merupakan
lanjutan dari endometritis. Terdapat dua jenis metritis yaitu metritis akut
dan metritis kronis. Kerokan pada wanita dengan endometrium yang
meradang dapat menimbulkan metritis akut. Pada penyakit ini
miometrium menunjukkan reaksi radang berupa pembengkakan dan
infiltarsi sel-sel radang.
Tanda dan Gejala

Gejalanya berupa:
1. demam
2. uterus nyeri tekan
3. perdarahan vaginal
4. nyeri perut bawah, lokhea berbau, purulen.
Metritis akut biasanya terdapat pada abortus septik atau infeksi
postpartum.
06
Peritonitis
Peritonitis

Peritonitis adalah inflamasi membran serosa yang melingkupi rongga


abdomen beserta organ-organ didalamnya. Peritonitis dapat
dikategorikan menjadi tiga kelompok berdasarkan etiologinya, yaitu:
Peritonitis primer (disebabkan karena penyebaran hematogenau),
Peritonitis sekunder, disebabkan karena perforasi organ berongga baik
karena penyakit, trauma, maupun iatrogenik dan Peritonitis tertier yaitu
peritonitis yang persisten atau rekuren setelah terapi atau operasi yang
adekuat.
Tanda dan Gejala
Karakteristik nyeri onset, gejala penyerta demam, diare, konstipasi,
mual dan muntah, riwayat penyakit penyerta gastritis, inflamatory
bowel disease divertikulitisi, thypoid.
Pemeriksaan Fisik

Vital Sign, hipertermi, takikardia dan hipotensi (shock), Pada abdomen


terlihat flat, auskultasi bising usus menurun, palpasi nyeri tekan seluruh
perut, defans muscular, Perkusi : Pekak Hepar menghilang. RECTAL
TOUCHER (RT): nyeri seluruh kuadran.
07
Salpingitis
Salpingitis
Salpingitis adalah peradangan pada saluran tuba, dipicu oleh infeksi
bakteri. Kondisi ini merupakan penyebab umum ketidaksuburan Wanita
karena peradangan dapat merusak tuba falopi. Salpingitis kadang-
kadang disebut penyakit radang panggul (PID). Salpingitis mungkin
tidak memiliki gejala, tapi tanda-tanda mungkin termasuk keputihan
yang abnormal, bercak antara periode, periode yang menyakitkan, sakit
saat ovulasi atau seks dan nyeri punggung bawah. Tanpa penanganan
yang cepat infeksi bisa terjadi secara permanen merusak tuba fallopi
sehingga sel telur yang dikeluarkan pada proses menstruasi tidak bisa
bertemu dengan sperma.
Penyebab

Salpingitis disebabkan oleh bakteri penginfeksi. Jenis-jenis bakteri yang biasanya


menyebabkan salpingitis seperti:
1. Mycoplasma
2. Staphylococcus
3. Streptococus

Selain itu salpingitis bisa juga disebabkan penyakit menular seksual seperti Gonorrhea,
Chlamydia, infeksi puerperal dan post abortus. Beberapa bakteri yang paling umum
bertanggung jawab untuk salpingitis meliputi:
1) Chlamydia
2) Gonococcus (yang menyebabkan gonore)
3) Mycoplasma
4) Staphylococcus
Prosedur Terapi
Prosedur Terapi Salpingitis (perlengketan tuba) Perawatan penyakit salpingitis dilakukan
dengan pemberian antibiotic (sesering mungkin sampai beberapa minggu). Antibiotik dipilih
sesuai dengan mikroorganisnya yang menginfeksi. Perawatan dapat dilakukan dengan
beberapa cara yaitu :
1. Antibiotik
Antibiotik diberikan untuk menghilangkan infeksi, dengan tingkat keberhasilan 85% dari
kasus.
2. Cefoxitin
Cefoxitin, 2 g intravena setiap 6 jam, atau cefotetan, 2 g setiap 12 jam, ditambah doksisiklin,
100 mg intravena atau oral setiap 12 jam. Rejimen ini dilanjutkan setidaknya selama 24 jam
setelah pasien menunjukkan perbaikan klinis yang signifikan. Doxycycline, 100 mg dua kali
sehari, harus dilanjutkan untuk menyelesaikan total 14 hari terapi.
Lanjutan
3. Perawatan di rumah sakit
Perawatan penderita salpingitis di rumah sakit adalah dengan memberikan
obat antibiotic melalui Intravena(infuse) Jika terdapat keadaan-keadaan yang
mengancam jiwa ibu.
4. Tindakan Bedah
Pembedahan pada penderita salpingitis dilakukan jika pengobatan dengan
antibiotic menyebabkan terjadinya resistan pada bakteri.
5. Berobat jalan
jika keadaan memburuk bantu mencapai rasa nyaman :
• Mandi teratur
• Obat untuk penghilang gatal
• Pompres hangat pada bagian abdomen yang merasa nyeri
• Pemberian terapi analgesic
Lanjutan
Pasangan yang diajak hubungan seksual harus dievaluasi, disekrining dan
bila perlu dirawat, untuk mencegah komplikasi sebaiknya tidak melakukan
hubungan seksual selama masih menjalani perawatan untuk mencegah
terjadinya infeksi kembali.
08
PID
PID

Penyakit Radang Panggul (PID: Pelvic Inflammatory Disease) adalah


infeksi pada alat genital atas. Proses penyakitnya dapat meliputi
endometrium, miometrium, parametrium, tuba falopi, dan ovarium,
secara perkontinuitatum maupun secara hematogen ataupun sebagai
akibat hubungan seksual. Penyakit radang panggul merupakan
komplikasi umum dari Penyakit Menular Seksual (PMS).
Penyebab

Infeksi ascending dari serviks menyebabkan PID. Agen penyebab yang


paling sering adalah bakteri Neisseria gonorrhoeae atau Chlamydia
trachomatis.
Faktor dan Resiko

Terdapat beberapa faktor risiko PID, yaitu Wanita dengan penyakit


menular seksual dan tidak diobati, memiliki lebih dari satu pasangan
seks, memiliki pasangan seks yang memiliki memiliki pasangan seks
lebih dari satu, pernah mengalami PID sebelumnya, aktif secara
seksual dan berusia 25 tahun atau lebih muda, penggunaan vaginal
douche, dan penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR).
Penegakkan Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.


Kriteria minimum untuk diagnosis klinis adalah nyeri gerak serviks,
nyeri tekan uterus dan nyeri tekan adneksa pada pemeriksaan dalam
serta kadang teraba tumor karena pembentukan abses, di bagian
belakang uterus. Kriteria tambahan seperti suhu oral < 38,3C, cairan
serviks atau vagina tidak normal mukopurulen, leukosit dalam jumlah
banyak pada pemeriksaan mikroskop sekret vagina (>10x10%),
kenaikan laju endap darah (>15mm/jam), protein reaktif C meningkat,
Penatalaksanaan

Regimen pengobatan mencakup antibiotik empiris spektrum luas.


Indikasi rawat inap jika memenuhi salah satu kriteria berikut:
kedaruratan bedah, abses tubo-ovarium, kehamilan, klinis yang parah,
mual muntah, suhu >38,5C, tidak bisa dengan regimen oral dan tidak
menunjukkan respon terhadap terapi antibiotic. Pada follow up, pasien
harus menunjukkan perbaikan klinis (misalnya demam; pengurangan
nyeri perut; dan pengurangan nyeri tekan uterus, adneksa, dan serviks)
<3 hari setelah inisiasi terapi
Pencegahan

Peningkatan edukasi kepada masyarakat, penapisan rutin, diagnosis


dini, serta penanganan yang tepat terhadap penyakit menular dapat
menurunkan angka PID. Penggunaan kontrasepsi seperti kondom dapat
mengurangi kejadian penyakit radang panggul. Terapi untuk pasangan
seksual sangat dianjurkan untuk mencegah berulangnya infeksi.
09
MASTITIS
Mastitis

Mastitis merupakan infeksi peradangan pada mammae, paling utama


pada primipara yang umumnya diakibatkan oleh staphylococcus aureus,
peradangan terjalin lewat luka pada putting susu namun bisa jadi lewat
peredaran darah. Mastitis adalah salah satu penyapihan dini pada balita
karena rasa sakit serta ketidaknyaman yang dialami oleh bunda
menyusui. Keterbatasan informasi tentang proses menyusui dianggap
sebagai salah satu penyebab rendahnya pengetahuan ibu tentang
menyusui sehingga mengakibatkan terjadinya mastitis.
Mastitis

Mastitis merupakan infeksi peradangan pada mammae, paling utama


pada primipara yang umumnya diakibatkan oleh staphylococcus aureus,
peradangan terjalin lewat luka pada putting susu namun bisa jadi lewat
peredaran darah. Mastitis adalah salah satu penyapihan dini pada balita
karena rasa sakit serta ketidaknyaman yang dialami oleh bunda
menyusui. Keterbatasan informasi tentang proses menyusui dianggap
sebagai salah satu penyebab rendahnya pengetahuan ibu tentang
menyusui sehingga mengakibatkan terjadinya mastitis.
Etiologi

Ada beberapa penyebab terjadinya mastitis antara lain sebagai berikut:


Stasis ASI dan infeksi yang berasal dari bakteri. Faktor predisposisi
yang menyebabkan mastitis diantaranya adalah umur, stress dan
kelelahan, pekerjaan di luar rumah (Inch dan Xylander, 2012). .
Menyusui yang efesien akan mencegah terjadi stasis ASI. Infeksi
disebabkan oleh bakteri yang bernama Staphylococcus Aureus. Bakteri
ini berasal dari mulut bayi melalui saluran puting, sehingga teknik
menyusui yang salah akan menyebabkan putting menjadi lecet.
Manifestasi Klinis

Manisfestasi klinis mastitis yang umum adalah area payudara yang


terasa sakit dan keras. Ibu menyusui yang mengalami mastitis
mengalami nyeri, bengkak sehingga ibu merasa tidak nyaman akibat
tersumbatnya saluran ASI pada payudara.
Penatalaksanaan Non Medis

Penatalaksanaan non-medis dapat dilakukan berupa tindakan suportif untuk


mencegah mastitis semakin buruk. Tindakan suportif yang diberikan yaitu
guna untuk menjaga kebersihan dan kenyamanan meliputi: Sebelum menyusui
sebaiknya ASI dikeluarkan sedikit lalu oleskan pada daerah payudara dan
puting. Cara ini bertujuan untuk menjaga kelembapan puting susu. Kemudian
bayi diletakkan menghadap payudara ibu.
Lanjutan
Posisi ibu bisa duduk atau berbaring dengan santai, bila bu memilih posisi duduk
sebaiknya menggunakan kursi yang lebih rendah supaya kaki ibu tidak menggantung
dan punggung ibu bisa bersandar. Selanjutnya bayi dipegang pada belakang bahu
dengan menggunakan satu lengan, dengan posisi kepala bayi terletak di lengkung siku
ibu (kepala bayi tidak boleh menengadah dan bokong bayi disangga dengan telapak
tangan). Memberikan dukungan ibu untuk tetap menyusui lebih sering. Setelah
menyusui, perah susu dengan menggunakan tangan atau pompa ASI yang dapat
berkontribusi pada pengosongan payudara. Pijat yang dilakukan untuk memperlancar
ASI dengan benar dapat mempercepat penyembuhan
10
Perdarahan Postpartum
Sekunder
Perdarahan Postpartum Sekunder

Perdarahan Postpartum Sekunder Perdarahan bisa saja terjadi pada seorang ibu
perdarahan nifas. Postpartum sekunder (postpartum bleeding) adalah perdarahan yang
berlangsung lebih dari 24 jam dan dapat mengakibatkan perdarahan sebanyak 500 mL
atau lebih setelah persalinan pervaginam atau 1000 mL atau lebih setelah melahirkan
secara SC (Amelia Silvi Warda Nur, 2019).
Etiologi

Menurut Wahyuni (2018), perdarahan postpartum sekunder sering disebabkan oleh


sisa plasenta, infeksi dan subinvolusi uteri. Untuk lebih lengkapnya mengenai etiologi
perdarahan postpartum sekunder dijabarkan sebagai berikut:
1) Sisa plasenta (Rest plasenta)
Sisa plasenta (Rest plasenta) adalah adanya residu plasenta pada rongga rahim dan
bisa mengakibatkan perdarahan prepartum atau postpartum yang biasanya terjadi
dalam waktu 6 sampai 10 hari setelah melahirkan. Ketinggalan bagian Plasenta ini
dapat menyebabkan perdarahan hebat dan harus diangkat.
Pengkajian

1) Data subjektif
Ibu nifas yang mengalami perdarahan akibat rest plasenta biasanya mengeluhkan rasa
mules pada perut dan teraba keras pada daerah fundus uteri yang merupakan tanda uterus
berkontraksi baik (Joseph dan Nugroho, 2011).
2) Data objektif
pada ibu nifas dengan rest plasenta diantaranya penurunan tekanan darah, takikardi,
tachypnea, wajah pucat, akral dingin, terjadi perdarahan segera, kontraksi uterus yang
adekuat tetapi tinggi fundus uteri tidak berkurang, luka laserasi baik (Joseph dan Nugroho,
2011).
Penatalaksanaan

● Meraba daerah uterus bagian dalam untuk menemukan sisa plasenta


● Pasien harus segera dirujuk apabila ditemukan jaringan melekat kuat yang
kemungkinan plasenta akreta (menempel terlalu dalam)
● Melakukan rujukan apabila pengeluaran sisa plasenta hanya bisa dilakukan dengan
dilatasi karena alat yang dapat melalui mulut rahim
● Memberikan sulfas ferosus 600mg/hari apabila kadar Hb » 8 g/dL
Kesimpulan
Kegawatdaruratan adalah kejadian tidak terduga yang memerlukan
tindakan segera. Preeklamsia sendiri yaitu gejala dimana tekanan darah
≥140/90 mmHg dengan protein uria pasif yang terjadi pada usia
kehamilan lebih dari 20 minggu yang biasanya disebut dengan
hipertensi. Eklampsia merupakan kondisi darurat pada wanita yang
mengalami preekalmsia mengancam jiwa, terjadi pada sebelum, saat
dan setelah persalinan (antepartum, intrapartum, postpartum). sering
terjadi karena luka kecil bekas persalinan yang tidak dirawat dan infeksi
karena hubungan seks. Tromboflebitis Adalah penjalaran infeksi
melalui vena. Hal ini terjadi pada masa nifas karena terbukanya vena-
vena selama proses persalinan sehingga memudahkan mikroorgnisme
pathogen. Miometritis adalah radang miometrium.
Lanjutan
Peritonitis adalah inflamasi membran serosa yang melingkupi rongga
abdomen beserta organ-organ didalamnya. Salpingitis adalah
peradangan pada saluran tuba, dipicu oleh infeksi bakteri. Kondisi ini
merupakan penyebab umum ketidaksuburan wanita karena peradangan
dapat merusak tuba falopi. . Perdarahan Postpartum Sekunder
Perdarahan bisa saja terjadi pada seorang ibu perdarahan nifas.
Postpartum sekunder (postpartum bleeding) adalah perdarahan yang
berlangsung lebih dari 24 jam dan dapat mengakibatkan perdarahan
sebanyak 500 mL atau lebih setelah persalinan pervaginam atau 1000
mL atau lebih setelah melahirkan secara SC.
Daftar Pustaka
• Cafasso, J. Healthline. 2018. Inflammation of the Cervix (Cervicitis).
• Depkes RI. (1999). Indonesia Sehat 2010. Jakarta: Depkes.
• Guttieres, F. & Tabla, F. 2019. Cervicitis : Etiology, Diagnosis and Treatment. Elsevier, 37(10), pp.
661-667.
• Indramaya, D., Ahmad, Z., & Widyantari, S. 2020. A Case Report Report of Cervicitis Gonorrhea.
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 32(2), pp. 158-62.
• ita Yuliani. 2018. Hubungan Perilaku Seksual dengan Kejadian Servisitis pada Ibu Rumah Tangga.
JurnalPendidikan Kesehatan Poltekes Kemenkes Malang.
• PPIBI. 2003. Bidan Menyongsong Masa Depan Jakarta. PPIBI Kepmenkes No.
900/Menkes/SK/VII/2002
• Rukiyah, Ai Yeyeh & Yulianti Lia. (2019). Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Trans Info Media. Jakarta: EGC
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai