Anda di halaman 1dari 14

I.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan
Cacing golongan nematoda yang memerlukan tanah untuk
berkembang dan menjadi bentuk infektif disebut Soil Transmitted Helmith
(STH). Cacing penyebab masalah kesehatan pada masyarakat cukup
bervariasi, beberapa diantaranya seperti cacing gelang (Ascaris
lumbricoides) sebagai penyebab Ascariasis, Strongiloides stercoralis
penyebab penyakit Strongiloidiasis, cacing cambuk (Trichuris trichiura)
penyebab penyakit Thrichuriasis , cacing tambang (Ancylostoma duodenale
dan Necator americanus) penyebab penyakit Ankilostomiasis dan
Necatoriasis, dan cacing kremi (Enterobius vermicularis) penyebab
penyakit Enterobiasis. Sehingga pada praktikum ini akan dilakukan
pemeriksaan terhadap feses anak untuk mengetahui ada atau tidaknya telur
cacing dengan melakukan pemeriksaan tidak angsung feses dengan metode
apung(Soedarto, 2011).
B. Morfologi dan Siklus Hidup
1. Ascaris lumbricoides
Ciri khas dari spesies ini yaitu adanya tiga bibir (prominent lips.
Ascaris lumbricoides jantan berukuran panjan 15 cm dan lebar 2 mm
sampai 4 mm. ujung posteriornya melingkar ke arah ventral dan ekornya
berujung tumpul. Ascaris lumbricoides betina berukuran panjang 20 cm
sampai 40 cm dan lebar 3 mm sampai 6 mm. terdapat vulva pada
sepertiga panjang badan dari ujung anterior. Ovari ascaris lumbricoides
betina ekstensif dam setiap harinya 200.000 telur dikeluarkan. Terdapat
perbedaan morfologi dari telur yang sudah difertilisasi dengan telur
yang belum difertilisasi. Berbentuk oval sampai bulat, sampai panjang
45 x sampai 75 x dan lebar 35 x sampai 50 x merupakan ciri telur yang
sudah difertilisasi. Terdapat lapisan luar yang tebal dan bergumpal yang
dihasilkan oleh diniding uterine cacing karena pembentukan lapisan
vitelline, kitin, dan lipid pada telur hanya terjadi setelah penetrasi
sperma terhadap oosit, hanya lapisan porteinase yang bisa dibedakan

1
dengan jelas pada telur yang belum difertilisasi. Saat telur dikeluarkan
melalui fases, lapisan ini terwarnai oleh cairan empedu sehingga
menjadi berwarna coklat keemasan (John, 2006).

Dibutuhkan waktu 9 sampai 13 hari agar emrio dapat menjadi telur


matang. Pada saat telur belum menetas, dan telur terisi larva tertelan
bersama air dan makanan yang terkontaminasi maka dapat terjadi
infeksi Ascaris lumbrocides (Pohan, 2009).

Telur akan menetas di duodenum, kemudian menembus mukosa dan


submukosa memasuki limfa dan venules. Setelah melewati jantung
kanan, cacing ini memasuki sirkulasi paru dan menembus kapiler
menuju daerah – daerah berudara. Kemudaian mereka naik ke faring

2
dimana mereka akan tertelan. Cacing yang tahan terhadap asam
lambung akan masuk ke usus halus dan matang. Membnutuhkan waktu
60 sampai 65 hari pasca tertelan, kemudian cacing akan mulai bertelur
(John, 2006).
2. Strongiloides stercoralis
Strongiloides stercoralis merupakan cacing nematode yang hidup
dalam lumen usus duodenum dan yeyunum. Pada umumnya hanya
cacing betina yang hidup parasitik pada manusia. Cacing betina
berbentuk benang halus, tidak berwarna dengan panjang badan sekitar
2.2 mm ( coklat ) . (Srisari Gandahusada. 2004).
Stadium dari Strongyloides stercoralis adalah :
a. Telur :
Berbentuk telur lonjong mirip telur cacing tambang
berukuran 55 x 30 mikron, mempunyai dinding tipis yang
tembus sinar. Telur dikeluarkan didalam mukosa usus dan
menjadi larva sehingga di dalam feses tidak ditemukan adanya
telur.
b. Larva :
Bentukan larva ada dua macam yaitu : larva Rabditiform dan
larva filariform ( bentuk infektif ). Larva rabditiform berukuran
200 dan 250 mikron, mempunyai mulut pendek denagan dua
pembesaran oesefagus yang khas. Larva filariform ukurannya
lebih panjang kurang lebih 700 mikron, langsing dan
mempunyai mulut pendek oesofagus larva ini berbentuk silindris.

Dalam siklus hidup S. stercoralis tidak diperlukan hospes perantara.


Sebagai hospes definitif adalah manusia. Telur cacing dikeluarkan oleh
cacing betina didalam mukosa usus duodenum dan jeyunum yang lalu
menetas menjadi larva rabditiform. Cacing betina hidup sebagai parasit
dengan ukuran 2,20 x 0, 04 mm, adalah berbentuk filariform, tidak
berwarna, semitransparan dengan kutikulum yang bergaris halus.
Cacing ini mempunyai ruang mulut dan oesofagus panjang, langsing

3
dan silindrik. Sepasang uterus berisi sebaris telur yang berdinding tipis,
jernih dan bersegmen (Srisari Gandahusada. 2004).
Cacing betina yang hidup bebas ukurannya lebih kecil
dibanding dengan yang parasit. Cacing jantan yang hidup bebas lebih
kecil dari yang betina dan mempunyai ekor yang melingkar. Cara
berkembang biak dari s. stercoralis yaitu telur diletakkan di mukosa
usus duodenum dan jeyunum kemudian menetas menjadi larva
rabditiform yang dapat masuk kedalam ke rongga usus serta
dikeluarkan bersama tinja. Strongyloides stercoralis mempunyai 3
macam daur hidup :
1. Siklus langsung
Sesudah 2 sampai 3 hari di tanah, larva rabditiform yang
berukuran kira – kira 225 x 16 mikron berubah bentuk menjadi
filariform dengan bentuk langsing dan merupakan bentuk
infektif,panjangnya kurang lebih 700 mikron. Bila larva
filariform ini menembus kulit manusia kemudian masuk
kedalam peredaran darah vena dan kemudian melalui jantung
kanan sampai ke paru – paru. Dari paru – paru parasit . menjadi
dewasa menembus alveolus masuk ke trakea lalu terjadi reflek
batuk, sehinnga parasit dapat masuk kedalam usus halus. Cacing
betina dapat bertelur ditemukan langsung sering terjadi di
negara – negara yang lebih dingin dengan keadaan yang kurang
menguntungkan untuk parasit tersebut. (Srisari Gandahusada.
2004).
2. Siklus tidak langsung
Pada siklus tidak langsung, larva rabditiform di tanah
berubah menjadi cacing jantan dan cacing betina bentuk bebas.
Bentuk bebas ini lebih gemuk dari bentuk parasitik. Cacing
betina berukuran 1 mm x 0,06 mm, yang jantan 0,75 mm x 0,04
mm, mempunyai ekor melengkung dengan 2 buah spikulum.
Sesudah pembuahan, cacing betina menghasilkan telur yang
dapat menetas menjadi larva rabditiform. Larva rabditiform

4
dalam beberapa hari dapat menjadi larva filariform dan masuk
kedalam hospes baru, atau larva rabditoform dapat juga
megulangi fase hidup bebas. Siklus tidak langsung ini terjadi bila
keadaan lingkungan sekitar optimum yaitu iklim tropik dan
subtropik (Harold W Brown. 1979).

3. Trichuris trichiura
Hospes cacing ini adalah manusia, dan penyait yang disebabkan oleh
Trichuris trichiura disebut Trchuriasis. Panjang tubuh cacing betina
sekitar 5 cm dan jantan sekitar 4 cm. Bagian anterior langsing seperti
cambuk dengan panjang sekitar 3/5 dari panjang tubuhnya. Posterior
tubuh lebih gemuk, pada betina berbentuk bulat tumpul, mampu bertelur
3.000-5.000 butir per hari dan jantan melingkar dengan satu spikulum.
Cacing dewasa hidup di colon ascenden dengan bagian anterior masuk
ke dalam mukosa usus. Telur berukuran 50-54 mikron X 32 mikron,
berbentuk seperti temapayan dengan penonjolan yang jernih pada kedua
kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuningan dengan bagian
dalam yang jernih. Telur yang dibuahi dikeluarkan oleh hospes bersama

5
tinja, menjadi matang (larva dan infektif ) setelah 3-6 minggu dalam
tanah yang lembab dan teduh (Bethony et al., 2006) .

Gambaran telur Trichuris trichiura


Cara infeksi langsung terjadi bila telur yang matang tertelan oleh
hospes, kemudian larva akan keluar dari dinding telur dan masuk dalam
usus halus, saat dewasa cacing akan turun ke usus distal dan masuk ke
kolon asenden dan sekum, dengan masa pertumbuhan selama 30-90 hari
mulai dari telur tertelan hingga menjadi cacing dewasa betina dan siap
bertelur (Bethony et al., 2006).

Siklus hidup Trichuris trichiura

6
4. Ancylostoma duodenale dan Necator americanus
Cacing tambang menularkan penyakit melalui manusia yang
berperan sebagai hospes. dan penyakit yang disebabkan oleh cacing
tambang tergantung dari spesies penyebabnya, Ancylostoma duodenale
menyebabkan penyakit yag disebut Ancylostomiasis, sedangkan
Necator americanus menyebabkan penyakit Necatoriasis. Cacing
dewasa hidup diringga usus halus dengan gigi yang melekat pada
mucosa dari usus yan ditinggalinya. Cacing betina Ancylostoma
duodenale mampu bertelur sekitar 10.000 butir perharinya sedangkan
cacing betina Necator americanus mampu bertelur sekitar 9.000 butir
perharinya, dengan panjang tubuh sekitar 1 cm, dan cacing jantan 0,8
cm, cacing dewasa berbentuk seperti huruf C atau S dan didalam
mulutnya terdapat sepasang gigi(Bethony et al., 2006).

Telur Necator Americanus dan Ancylotomas duodenale


Siklus hidup cacing tambang dimulai dari telur yang akan keluar
bersama dengan tinja, lalu telur dapat menetas setelah 1-1,5 hari dalam
tanah menjadi larva rabditiform, dan dalam waktu 3 hari tumbuh
menjadi larva filariform yang dapat menembus kulit dan dapat bertahan
bertahan hidup 7-8 minggu di tanah. Setelah menembus kulit, larva akan
masuk aliran darah ke jantung dan paru. Di paru menembus pembuuh
darah kemudian masuk ke bronchus lalu ke trachea dan laring, dari
laring larva ikut tertelan dan masuk ke usus halus dan menjadi cacing
dewasa. Infeksi bisa terjadi jika larva filariform menembus kulit atau
ikut tertelan bersama makanan(Bethony et al., 2006).

7
Siklus hidup Ancilostoma duodenale dan Necator americanus

5. Enterobius vermicularis
Cacing kremi dapat menyebabkan infeksi pada usus halus manusia yang
disebabkan oleh cacing Enterobius vermicularis dan penyakit oleh
cacing tersebut dikenal dengan nama Enterobiasis, yang merupakan
infeksi terbesar dan luas dibanding infeksi cacing lainnya. Disebabkan
karena hubungan yang erat antara manusia dengan lingkungan
sekitarnya. Ukuran telur Enterobius vermicularis berkisar 50-60 mikron
x 20-30 mikron, bentuk asimetris, tidak berwarna, mempunyai dinding
yng mampu ditembus sinar dengan salah satu sisinya datar. Kulit telur
terdiri dari dua lapis, lapisan luar berasal dari lapisan albuminous,
translusen, bersifat mechanical protection di dalam telur terdapat bentuk
larvanya. Seekor cacing betina bisa bertelur sekitar 11.000 butir per hari
selama 2-3 minggu, sesudah itu cacing betina akan mati. Cacing dewasa
berukuran kecil, berwarna putih, dengan cacing betina jauh lebih besar
dari yang jantan, ukuran cacing jantan 2-5 mm x 0,1-0,2 mm, sedangkan
ukuran cacing betina 8-13 mm x 0,3-0,5 mm (Abidin, 1993).

8
Telur Enterobius vermicularis
Hospes defenitif cacing Enterobius vermicularis hanya manusia,
dan tidak membutuhkan hospes perantara. Cacing dewasa betina
mengandung banyak telur pada malam hari dan akan migrasi keluar
melalui anus ke daerah perianal dan perinium. Telur yang sudah
dikeluarkan melekat pada daerah perinium dan dapat menjadi infektif
didaerah tersebut, terutama pada suhu 23-260 C dalam waktu 6 jam. Bila
telur infektif tertelan, larva rabditiform menetas di duodenum,
kemudian keluar menjadi cacing dewasa di jejunum, dan bagian atas
ileum. Kopulasi mungkin terjadi di sekum. Lama siklus mulai dari telur
hingga cacing dewasa membutuhkan waktu sekitar 2-4 minggu(Irawati,
2004).

9
Siklus hidup Enterobius Vermicularis

10
II. TEMPAT PENGAMBILAN
A. Data Siswa
Nama : Ardi Refansyah
Umur : 8 tahun
Kelas : 3 SD
Alamat : Desa Ciberem 03/04, Kecamatan Sumbang, Banyumas,
Jawa Tengah, Indonesia
No. Telp : 0856 0087 7210
B. Deskripsi Tempat Pengambilan Feses
Rumah berukuran 10 X 8 m dengan lantai terbuat dari ubin dengan atap
rumah menggunakan seng. Jamban berjarak ± 9 meter dari sumur,
dipekaragan rumah terdapat lahan kosong yang terdapat gundukan tanah
dan pasir untuk tempat bermain sang anak.

11
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
1. Alat
a. 2 gelas beker 50 mL
b. Object glass
c. 2 cover glass
d. Mikroskop cahaya
e. Pipet tetes
f. Penyaringan
g. 2 tabung reaksi
h. Rak tabung reaksi
i. Feses anak
j. Batang lidi
k. Larutan NaCl jenuh 33%
l. Tissue kering
B. Cara Kerja
1. Gelas beker 50 mL diisi dengan NaCl jenuh 33% sebanyak ± 40 mL
2. Kemudian dimasukkan 10 gram feses ke dalam gelas beker yang
sudah diisi NaCl tersebut.
3. Feses diaduk hingga larut kemudian disaring dengan penyaring dan
dipindahkan ke gelas beker yang kosong.
4. Kemudian hasil saringan dipindahkan ke 2 tabung reaksi hingga
penuh, kemudian permukaan dicembungkan dengan sisa larutan
dengan menggunakan pipet tetes
5. Didiamkan selama ± 10 menit
6. Diambil 2 cover glass lalu diletakkan di bagian atas 2 tabung reaksi
yang berbeda untuk mengambil kemungkinan telur cacing
7. Diletakkan ke 2 cover glass pada 1 object glass kemudian
dipindahkan d bawah mikroskop dengan perbesaran 100X
8. Diamati dan dicatat hasil yang ditemukan

12
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Pada hasil feses di ke 2 cover glass tidak ditemukan telur spesies
apapun.
B. Pembahasan
Berdasarkan kuesioner yang telah dilakukan kepada orang tua siswa,
ditemukan hasil bahwa sang anak selalu mencuci tangan
menggunakan sabun dengan air mengalir, baik setelah bermain,
setelah buang air besar dan sebelum makan, menggunting kuku
setiap minggu tidak suka menggigit kuku dan menghisap jari,
memiliki WC dalam rumah dan pembuangan akhir (septic tank)
yang berjarak ± 9 meter dari sumber air (sumur). Sehingga dari hasil
wawancara tersebut ditemukan kesimpulan bahwa sang anak tidak
terinfeksi/ terinfestasi cacing atau parasit karena memiliki pola
hidup yang bersih dan menjaga kesehatan makanan pula(Ziegelbeur,
2011).

13
V. DAFTAR PUSTAKA

Abidin, S.A.1993.Enterobius vermicularis.Parasitologi kedokteran ed.


2.Jakarta:Balai Penerbit FK UI
Bethony, J; Booker S; Albonico M; Geiger S.M., Loukas A.2006. Soil
transmitted helminth infection : ascaris, trichuris, hookworm.
Lancent, 367:1521-32
CDC.2013.Ancylostoma duodenale life cycle.(http:www.cdc.gov)
CDC.2013.Ascaris lumbricoides life cycle.(http:www.cdc.gov)
CDC.2013.Enterobius vermicularis life cycle. (http:www.cdc.gov)
CDC.2013.Necator americanus life cycle. (http:www.cdc.gov)
CDC.2013.Stongiloides stercoralis life cycle.(http:www.cdc.gov)
CDC.2013.Trichuris trichiura life cycle. (http:www.cdc.gov)
Emily Carpenter. 1996. Strongyloidesstercoralis.. Last up date March, 27 2006.
Harold W Brown. 1979. Dasar Parasitologi Klinis. Gramedia. Jakarta. Hal :
183 – 189.
Irawati, L.2004. Prevalensi Cacing Kremi (Enterobius vermicularis) pada
penduduk Banjar Pande, Renon, Denpasar. Program Kedokteran
Udayana
John DT, Petri WA, Markel EK, Voge M.Markell and Voge’s Medical
Parasitology. EHS, 2006.
Poham HT. 2009. Penyakit cacingyang ditularkan melalui tanah. Buku ajar
ilmu penyakit dalam edisi V. Jakarta: Interna publishing. P 2938 -
42.
Soedarto.2011.Buku Ajar Parasitologi Kedokteran.Jakarta:Sagung Seto
Srisari Gandahusada. 2004. ParasitologiKedokteran. FKUI. Jakarta. Edisi 3.
Hal : 20 – 23
Ziegelbauer, K.; Speich, B.; Bos, R.2012. Effect of Sanitation on soil
transmitted helmith infection : Systemic review and Metaanalysis.
PloS Med. 9

14

Anda mungkin juga menyukai