Anda di halaman 1dari 15

SISTEMATIKA UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DI

INDONESIA
“Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perpajakan”

Dosen Pengampu:

Dwi Koernawati, M.Ak, Ak, CA

Disusun oleh:

Nurul Nadiroh (G72218050)

PROGRAM STUDI PERPAJAKAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPELSURABAYA
2019
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...............................................................................................3
BAB I .........................................................................................................................4
PENDAHULUAN .....................................................................................................4
1.1. Latar Belakang ..............................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................5
1.3. Tujuan ............................................................................................................5
BAB II ........................................................................................................................6
PEMBAHASAN ........................................................................................................6
2.1. Kebijakan, Administrasi dan Teori Perpajakan. ...........................................6
2.2. Sistem Pembayaran, Pelaporan, dan Pencatatan Pajak. ................................7
2.3. Pembetukan dan Pembetulan SPT.................................................................9
2.4. Hukum Formal dan Material Pajak. ............................................................11
BAB III.....................................................................................................................14
PENUTUP ................................................................................................................14
3.1. Kesimpulan ..................................................................................................14
Daftar Pustaka ..........................................................................................................15
KATA PENGANTAR

Syukur kehadirat Allah SWT. Yang menciptakan alam semesta dengan kekuasaan-Nya.
Yang mana tiada yang bisa memberi atas apa yang telah diberikan-Nya, yang dengan dzat-Nya
yang maha pengasih lagi maha penyayang telah mengatur baik dan buruknya kehidupan setiap
manusia di muka bumi dan karena kasih sayang Allah yang tiada batas inilah penulis bisa
menyelesaikan Makalah ini.
Shalawat dan Salam senantiasa terucap dan terbulir dari lisan ini. Lisan dari umat Nabi
Muhammad SAW. Sosok idola umat sepanjang zaman. Bersama agamanya yang senantiasa
menerangkan mana yang hak dan mana yang bathil, membawa umat manusia ke jalan yang
terang benderang.
Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya pengajar
mata kuliah Perpajakan atas bimbingan dan arahan dalam penulisan Makalah ini, sehingga
Makalah ini dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan
mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak,
penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan Makalah ini.

Surabaya, 28 Agustus 2019


Penulis

Nurul Nadiroh
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pajak merupakan sumber dari pendapatan utama di Indonesia disamping sumber minyak
bumi dan gas alam yang sangat penting perannya bagi kelangsungan hidup bangsa Indonesia.
Dana dari sektor pajak disamping digunakan untuk membiayai pembangunan juga berfungsi
sebagai stabilisator untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Penerimaan
sektor pajak dari tahun ke tahun selalu meningkat seiring dengan perkembangan dan
kemajuan pembangunan di segala bidang.
Salah satu dasar penerimaan pajak sesuai terget adalah kepatuhan wajib pajak. Kepatuhan
wajib pajak adalah kondisi dimana wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakan dan
melaksanakan hak perpajakan (Rohmawati dkk, 2012:5). Kepatuhan wajib pajak yang baik
akan dapat dilihat dari keteraturannya untuk menyetor pajak (Fatimah dan Wardani, 2017:4).
Widyotami (2015:7) menyatakan dengan adanya kepatuhan dari wajib pajak diharapkan
wajib pajak berusaha untuk memenuhi peraturan hukum perpajakan yang berlaku, baik
memenuhi kewajiban ataupun melaksanakan hak perpajakannya. Keuntungan kepatuhan
wajib pajak antara lain kepatuhan dalam mendaftarkan diri, tepat waktu dalam
menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak, menghitung dan membayar pajak terutang serta
membayar tunggakan pajak.
Dari definisi diatas, menunjukan bahwa pajak yang dipungut pada prinsipnya adalah
masyarakat diminta menyerahkan sebagian harta yang dimiliki sebagai kontribusi untuk
membiayai keperluan barang dan jasa bagi kepentingan bersama. Adapun definisi pajak
secara resmi yang dimuat dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 yang merupakan
perubahan ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan umum dan
tata cara perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berrdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
1.2. Rumusan Masalah
1.1.1. Apa kebijakan, administrasi dan teori perpajakan?
1.1.2. Bagaimana sistem pembayaran, pelaporan, dan pencatatan pajak?
1.1.3. Apa pembentukan dan pembetulan SPT?
1.1.4. Bagaimana hukum formal dan material pajak?

1.3. Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui kebijakan, administrasi, dan teori perpajakan.
1.3.2. Untuk mengetahui sistem pembayaran, pelaporan, dan pencatatan pajak.
1.3.3. Untuk mengetahui pembentukan dan pembetulan SPT.
1.3.4. Untuk mengetahui hukum formal dan material pajak.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Kebijakan, Administrasi dan Teori Perpajakan.


2.1.1. Kebijakan Perpajakan.
Kebijakan perpajakan merupakan pemilihan unsur-unsur dari berbagai alternatif
perpajakan yang tersedia terhadap tujuan yang akan dicapai. Pemilihan unsur-unsur
tersebut berhubungan dengan siapa yang akan dikenakan pajak (subjek pajak), apa
yang akan dikenakan pajak (objek pajak), cara perhutungan dan prosedur pajak.
Kebijakan perpajakan juga harus mempertimbangkan strategi pembangunan nasional,
ekonomi makro, dan aspek ekonomi, sosial, dan politik.
2.1.2. Administrasi Perpajakan.
Administrasi perpajakan merupakan instrumen untuk mengoperasi kebijakan
perpajakan dan hukum perpajakan yang berlaku. Administrasi pajak merupakan
kunci bagi berhasilnya kenijakan perpajakan. Administrasi perpajakan merupakan
prosedur atau tata cara yang lebih rinci dan teknis yang dibutuhkan untuk memenuhi
kewajiban yang diatur dalam Undang-undang. Misalnya, bagaimana prosedur
mendaftar sebagai WP, prosedur mengisi dan menyampaikan SPT.
2.1.3. Teori Perpajakan.
Berikut ini merupakan landasan teori mengapa diselenggarakan pemungutan atas
pajak:
a. Teori Asuransi
Teori ini menekankan pada tugas negara untuk melindungi warga negara
dengan segala kepentingannya yaitu keselamatan dan keamanan jiwa dan
harta benda seperti, seseorang yang membayar asuransi jiwa, berarti premi
yang dibayar terhadap pihak asuransi harus dikenakan pajak. Teori ini banyak
yang menentang sebagai akibat pembayaran pajak tidak dapat disamakan
dengan pembayaran premi. Hal ini juga didukung oleh beberapa alasan antara
lain:
1. Apabila timbul suatu kerugian, maka tidak ada penggantian dari negara.
2. Antara pembayaran dengan jasa perlindungan tidak memiliki hubungan
lansung.
b. Teori kepentingan
Teori ini menekankan pada pembebanan pajak seseorang harus didasarkan
pada kepentingan masing-masing terhadap tugas negara. Semakin besar
kepentingan seseorang terhadap negara, semakin tinggi pajak yang harus
dibayar wajib pajak.
c. Teori gaya pikul
Teori ini menekankan bahwa pajak harus dibayar sesuia dengan beban hidup
seseorang. Beban hidup dapat dilihat dari dua unsur yaitu unsur objektif
seperti besarnya penghasilan dan kekayaan yang dimiliki seseorang.
Sedangkan unsur lain adalah unsur subjektif yaitu segala kebutuhan terutama
materiil dengan memerhatikan besar kecilnya tanggungan keluarga.
d. Teori bakti
Teori ini menekankan bahwa setiap warga negara wajib membayar pajak
sebagai tanda bakti pada negara tanpa memandang warga negara itu mampu
atau tidak membayar pajak.
e. Teori gaya beli
Teori ini menekankan bahwa penyelenggaraan kepentingan masyarakat yang
dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak dan bukan kepentingan
individu maupun negara. Hal ini menunjukkan bahwa apabila masyarakat
mampu untuk membeli barang tertentu yang memiliki unsur pajak tinggi maka
berarti orang tersebut harus membayar pajak lebih tinggi. Seperti contoh
apabila seseorang mampu membeli barang mewah, maka dia harus membayar
pajak yang tinggi sesuai tarif yang berlaku saat itu.

2.2. Sistem Pembayaran, Pelaporan, dan Pencatatan Pajak.


2.2.1. Sistem Pembayaran Pajak.
Pembayaran pajak diatur dalam Pasal 9 dan Pasal 10 Undang-undang KUP.
a. Batas waktu pembayaran pajak.
Pasal 9 ayat (1) Undang-undang KUP mengatur bahwa Menteri Keuangan
menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang
terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak,
paling lama 15 hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa
Pajak. Keterlambatan dalam pembayaran dan penyetorsn tersebut berakibat
dikenai sanksi administasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan. Atas kuasa Pasal 9 ayat (1) Undang-undang KUP
tersebut, Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan
penyetoran pajak, penentuan tempat pembayaran pajak, dan tata cara
pembayaran, penyetoran dan pelaporan pajak serta tata cara pengangsuran dan
penundaan pembayaran pajak.
b. Jika batas waktu bertepatan hari libur.
Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan
dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pembayaran
atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Hari libur
nasional termasuk hari yang dliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan
Umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti bersama secara nasioanl
yang ditetapkan oleh Pemerintah.
c. Sarana melakukan pembayaran pajak.
Pasal 10 ayat (1) Undang-undang KUP mengatur bahwa Wajib Pajak wajib
membayat atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakn SSP ke kas
negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan
PMK. SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah
dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara
lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan. Pembayaran dan penyetoran pajak harus dilakukan dengan
menggunakan SSP atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP.
Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak, yang selanjutnya disebut dengan
SSCP adalah surat yang digunakan untuk melakukan pembayaran dan sebagai
bukti pembayaran atau penyetoran penerimaan negara. Dalam UU KUP hanya
menyebutkan sarana pembayaran pajak adalah SSP kemudian dalam PMK
disebutkan selain SSP juag bisa dengan sarana administrasi lain yang
disamakan dengan SSP.
2.2.2. Sistem Pelaporan Pajak.
Pelaporan pajak diatur dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 8
Undang-undang KUP.
a. Bagi wajib pajak penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang
dan untuk melaporkan tentang:
1) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau
melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu Tahun Pajak atau
Bagian Tahun Pajak.
2) Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak.
3) Harta dan kewajiban.
4) Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau
pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam satu Masa Pajak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
b. Bagi PKP, fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah PPN dan PPnBM yang
sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:
1) Pengkreditam Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; dan
2) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh PKP
dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
c. Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi SPT adalah sebagi sarana untuk
melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut
dan disetorkannya.
2.2.3. Sistem Pencatatan Pajak.
Undang-undang KUP mengatur pembukuan dan pemeriksaan pajak meluputi
Pasal 28, Pasal 29, Pasal 29A, Pasal 30, dan Pasal 31. Pembukuan diatur hanya
dalam satu pasal yaitu Pasal 28 Undang-undang KUP.

Pasal 28 ayat (9) Undang-undang KUP mengatur bahwa pencatatan


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas data yang dikumpulakan secara
teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai
dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk perhasilan yang bukan
objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final. Pencatatan oleh wajib
pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan pekerjaan bebas meliputi
peredaran atau penemrimaan bruto dan penerimaan penghasilan lainnya, sedamgkan
bagi mereka yang semata-mata menerima penghasilan dari luar uasaha dan pekerjaan
bebas, pencatatannya hanya mengenai penghasilan bruto, pengurang, dan
penghasilan neto yang merupakan objek pajak penghasilan. Disamping itu,
pencatatan meliputi pula penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenal
pajak yang bersifat final.

Pokok-pokok ketentuan tentang pencatatan adalah sebagai berikut:

a. Pencatatan peredaran dan/atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan


bruto oleh wajib pajak orang pribadi meliputi seluruh peredaran dan/atau
penerimaan dan/atau penghasilan bruto yang telah diterima secara tunai.
b. Pencatatan harus dibuat dalam satu tahun pajak, yaitu jangka waktu satu
tahun kalender mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
c. Pencatatan harus dibuat secara kronologis dan sistematis berdasarkan
urutan tanggal diterimanya peredaran dan/atau penerimaan bruto dan/atau
penghasilan bruto.
d. Pencatatam dilakukan dengan menggunakan mata uang Rupiah sebesar
nilai yang sebenarnya terjadi dan disusun dalam bahasa Indonesia.
e. Pencatatan harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan
mencerminkan keadaan yang sebenarnya serta didukung dengan dokumen
yang menjadi dasar pencatatan.
f. Catatan dan dokumen yang menjadi dasar pencatatan harus disimpan
ditempat tinggal wajib pajak dan/atau tempat kegiatan usaha dan/atau
pekerjaan bebas dilakukan selama sepuluh tahun terhitung sejak
berakhirnya tahun pajak.

2.3. Pembetukan dan Pembetulan SPT.


Terhadap kekeliruan dalam pengisian SPT yang dibuat oelh WP, setiap saat WP dengan
kemauan sendiri dapat dan berhak membetulakn SPT yang telah disampaikan dengan
menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai
melakukan tindakan pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, atau verifikasi. Pernyataan
tertulis dalam pembetulan SPT dapat dilakukan dengan cara memberi tanda pada tempat
yang telah disediakan dalam SPT yang menyatakan bahwa WP yang bersangkutan
membetulkan SPT. Yang dimaksud dengan “mulai melakukan tindakan pemeriksaan”
adalah saat dimana surat pemberitahuan pemeriksaan pajak disampaikan kepada WP, wakil,
kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari WP. Dalam hal WP hendak
melakukan pembetulan SPT yang menyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan SPT
tersebut harus disampaikan paling lama 2 (dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan. Yang
dimkasud dengan daluwarsa penetapan adalah jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian tahun Pajak, atau Tahun Pajak.

2.3.1. Sanksi Pembetulan SPT Sebelum Tindakan Pemeriksaan oleh DJP:


Dalam hal WP membetulkan SPT Tahunan atau SPT Masa yang mengakibatkan
utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) perbulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung
sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari
bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Adanya pembetulan SPT Tahunan atas kemauan
WP sendiri berakibat perhitungan jumlah pajak yang terutang dan jumlah
perhitungan pembayaran pajak menjadi berubah dari jumlah semula. Atas
kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat pembetulan dikenai sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dihitung sejak jatuh tempo
pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung
penuh 1 (satu) bulan. Yang dimaksud dengan “1 (satu) bulan” adalah jumlah hari
dalam bulan kalender yang bersangkutan, misalnya mulai dari tanggal 22 Juni sampai
dengan 21 Juli, sedangkan yang dimaksud dengan “bagian dari bulan” adalah jumlah
hari yang tidak mencapai 1 (satu) bulan penuh, misalnya 22 Juni sampai dengan 5
Juli. Bagian dari bulan walau kurang dari 30 atau 31 hari tetap dihitung penuh satu
bulan.
2.3.2. Sanksi Pembetulan SPT Setelah Tindakan Pemeriksaan Oleh DPJ Tetapi Sebelum
Tindakan Penyidikan atau Penerbitan Surat Ketetapan Pajak:
a. Pembetulan SPT sebelum dilakukan tindakan penyidikan.
Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi belum dilakukan
tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan WP,
terhadap ketidakbenaran perbuatan WP tersebut tidak akan dilakukan penyidikan,
apanila WP dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran
perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah
pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar
150% dari jumlah pajak yang kurang dibayar. Namun, apabila telah dilakukan
tindakan penyidikan dan mulainya penyidikan tersebut diberitahukan kepada
penuntuk umum, kesempatan untuk membetulkan sendiri sudah tertutup bagi WP
yang bersangkutan.
Pernyataan tertulis harus dilampiri dengan :
1) Penghitungan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya
terutang dalam format SPT.
2) SSP sebgai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak.
3) SSP sebagai bukti pembayaran sanksi administrasi berupa denda sebesar
150% (seratus lima puluh persen).
b. Pembetulan SPT sebelum diterbitkan surat ketetapan pajak.
Walaupun Direktur Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan syarat
Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak, keoada WP
baik yang etlah maupun yang belum membetulkan SPT masih diberikan
kesempatan lagi untuk mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT yang telah
disampaikan, baik SPT Tahunan ataupun SPT Masa untuk tahun atau masa yang
diperiksa. WP dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalm laporan
tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian SPT yang telah disampaikan sesuai
keadaan yang sebenarnya, yang dapat mengakibatkan:
1) Pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih kecil.
2) Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih besar.
3) Jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil.
4) Jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil.

2.4. Hukum Formal dan Material Pajak.


Hukum pajak merupakan keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi
kewenangan pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya
kembali kepada masyarakat dengan melalui kas negara. Karena itu Hukum Pajak merupakan
bagian dari hukum publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara negara dan
orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak. Mansury
mendefinisikan Hukum Pajak sebagai “keseluruhan peraturan-peraturan yang meliputi
kewenangan pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya
kembali kepada masyarakat dengan melalui kas negara.
Menurut Brotodihardjo, hukum pajak merupakan bagian dari hukum publik. Yang
termasuk dalam hukum publik adalah hukum tata negara, hukum pidana dan hukum
administrasi. Hukum pajak adalah bagian dari hukum administrasi meskipun ada beberapa
ahli (antara lain Prof. Adriani) yang menghendaki agar hukum pajak diberi tempat tersendiri
di samping hukum administrasi karena hukum pajak mempunyai tugas lain yang berbeda
dengan hukum administrasi, misalnya sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian.
2.4.1. Hukum Pajak Formal
Hukum positif yang memuat Hukum Pajak Formal adalah:
a. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 Temtang Perubahan Kedua Atas
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tatacara
Perpajakan, disingkat UU KUP.
b. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-undang
Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
c. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Penagihan Pajak.
Hukum formal adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur bagaimana mewujudkan
hukum pajak material menjadi kenyataan. Hukum pajak formal secara praktis disebut
juga sebagai ketentuan formal. Misalnya hukum pajak material menetapkan, bahwa
seseorang yang bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka
waktu dua belas bulan, dan mempunyai penghasilan yang jumlahnya di atas PTKP,
maka orang yang bersangkutan telah berubah dari Subjek Pajak menjadi Wajib
Pajak. Hal ini diatur dalam hukum pajak formal yaitu Undang-undang Nomor 16
Tahun 2000 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983
Tentang Ketentuan Umum Dan Tatacara Perpajakan atau yang biasanya disebut
dengan UU KUP.

Ketentuan formal mengatur cara mewujudkan ketentuan materil atau cara


meneyelesaikan kewajiban perpajakan oleh WP kepada negara sehingga mengatur
hubungan hak dan kewajiban antara WP dan pemerintah dalam penyelenggaraan
sistem perpajakan. Termasuk ketentuan formal adalah cara pemerintah mengawasi
pelaksanaan Self Assesment System dan penerapan sanksi. Ketentuan formal ini dapat
dijumpai pada UU KUP.

Berdasarkan UU KUP tersebut, langkah-langkah yang harus ditempuh oleh Wajib


Pajak yang bersangkutan adalah:

1) Pertama-tama mendaftarkan diri di KPP dimana ia bertempat tinggal dan


2) Menerima NPWP dan formulir SPT (Surat Pemberitahuan) berupa SSP (Surat
Setoran Pajak) dari KPP.
3) Mengisi SPT Masa dan SPT Tahunan.
4) Menyetor pajak yang terhutang ke kas negara atau Bank dengan menggunakan
SSP.
5) Melaporkan hal penyetoran tersebut ke KPP dengan menggunakan SSP yang
sekaligus berfungsi sebagi SPT Masa.
6) Menyampaikan SPT PPh Tahunabn ke KPP.
2.4.2. Hukum Material Pajak.
Menurut hukum positif Indonesia, hukum pajak material diatur dalam:
a. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan.
b. Undang-undnag Nomor 18 Tahun 2000 Tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barng Mewah.
c. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Perubahan Atas Undang-
undang Nomor 12 Tahun1985 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
d. Undnag-undang Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Materai.
e. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Perubahan Undang-undang
Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
f. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-
undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan.
Hukum Pajak Material mengatur ketentuan-ketentuan mengenai siapa-siapa saja
yang dikenakan pajak, siapa-siapa yang dikecualikan, apa-apa saja yang dikenakan
pajak dan apa-apa saja yang dikecualikan serta berapa besrnya pajak yang terutang.
Brotodihardjo mendefinisikan Hukum Pajak Meterial sebagai:
Hukum material membuat norma-norma yang menerangkan keadaan-keadaan,
perbuatan-perbuatan dan peristiwa-peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak-
pajak ini, berapa besar pajak-pajaknya, dengan perkataan lain segala sesuatu tentang
timbulnya, besarnya, dan hapusnya utang pajak dan pula hubungan hukum antara
pemerintah dan wajib pajak.
Menurut Mansury dalam Hukum Pajak Material diatur Subjek Pajak, Objek Pajak
dan Tarif Pajak. Dengan demikian, secara lebih terperinci, dalam Hukum Pajak
Material diatur mengenai:
a. Objek pajak, keadaan-keadaan, perbuatan-perbuatan dan peristiwa hukum
yang dapat dikenakan pajak (Objek Pajak).
b. Subjek pajak yaitu siapa saja yang dapat dikenakan pajak atau diwajibkan
melaksanakan kewajiban perpajakan (Subjek Pajak).
c. Besarnya pajak yang terutang (Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif Pajak.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Masyarakat sebagai pembayar pajak (taxplayer) wajib melakukan perhitungan,
pembayaran dan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan Tahunan secara
sukareka (voluntary). Pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan yang telah dilaksanakan
oleh Wajib Pajak dapat diuji melalui pemeriksaan pajak.

Sesuia dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 untuk membuat kebijakan


pemeriksaan pajak yang meliputi tata cara pemeriksaan pajak sesuia dengan Pasal 31 ayat
(1) dan tatacara pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai
dengan Pasal 43A ayat (4). Kebijakan pemeriksaan pajak tersebut bertujuan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam
rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pengakuan dan perlindungan hukum atas hak-hak wajib pajak dalam sistem
hukum pajak adalah perintah kontitusi dan konsekuensi negara Republik Indonesia
sebagai negara hukum. Dalam uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hak-hak wajib
pajak yang diakui di berbagai negara, telah mendapat pengakuan dan perlindungan
hukum dalam sistem hukum pajak Indonesia. Pengakuan dan perlindungan hukum
ditunjukkan dengan adanya substansi hukum pajak berupa peraturan perundang-
undangan, struktur hukum pajak berupa instansi atau lembaga yang menanganinya, serta
budaya yang mencerminkan perilaku wajib pajak, yang telah mengakomodir terlaksanya
pengakuan dan perlindungan hukum bagi hak-hak wajib pajak.
Daftar Pustaka
Mustaqim. 2006. Pengaturan Perpajakan Daerah Dalam Sistem Hukum Pajak Indonesia. Jurnal
Hukum. 1 (13); 103-112.
Gupta, Rangan. 2004. Endogenous Tax Evasion and Reserve Requirements: A Comparativen
Study in the Context of European Economies. University of Connecticut. 2(2); 231-342.

Wardani, Dewi Kusuma. 2018. Pengaruh Sosialisasi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib
Pajak Dengan Pengetahuan Perpajakan Sebagai Variabel Interventy. Jurnal Nominal. 7(1);
33-34.
Anissa, Risma Ridha, dkk. 2015. Analisa Faktor Yang Menotivasi Masalah Perusahaan
Melakukan Tax Planning. Conservation University. 4(1); 1-11.
Nugroho, Dimas Andri Dwi, dkk. 2014. Pengaruh Layanan Drop BOX E-Filling Terhadap
Tingkat Kepatuhan Penyampain Surat Pemebritahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan.
Universitas Brawijaya. 1(1); 1-10.
Rahayu, Nurulita. 2017. Pengaruh Pengetahuan Perpajakan, Ketegasan Sanksi Pajak, Tax
Amnesty Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Akuntansi Dewantara. 1(1); 15-30.
Sandres, Hy. 1989. PROBLEM WITH CONVEBTIONAL EXPENDITURE TAX WISDOM OR
STATE POLICY ANALYSIS WITH SALES AND EXCISE TAKES AND PROBLEM WITH THE
DATA. National Tax Journal. 42(3); 315-322.

Gupta, Rangan. 2004. Endogenous Tax Evasion and Reserve Requirements: A Comparativen
Study in the Context of European Economies. University of Connecticut. 2(2); 231-342.

Kellner, Martin. 2004. Tax Amnesty. Public Law. 5(4); 339-346.


Zeqiraj, Valbona. 2015. Taxes and Their Effects On Business Enviroment. University of Prizren.
4(1); 91-96.
Alapath, Mathew. 2014. Forth Coming Procedure of Goods Service Tax. Custin University.
2(12); 210-213

Anda mungkin juga menyukai