Anda di halaman 1dari 12

1

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada dasarnya, manusia merupakan makhluk pencari kebenaran. Manusia
tidak akan pernah puas dengan apa yang sudah ada. Manusia akan selalu mencari
dan mencari kebenaran yang sebenarnya. Manusia akan selalu bertanya-tanya
untuk mendapatkan jawaban. Meskipun demikian, manusia tetap harus menguji
kebenaran yang sudah diketahuinya dengan metode-metode tertentu untuk
mengukur apakah kebenaran yang ia dapatkan memang benar. Kebenaran yang
dimaksud di sini bukanlah kebenaran semu, melainkan kebenaran yang bersifat
ilmiah yaitu kebenaran yang bisa diukur dengan cara-cara ilmiah.
Perkembangan pengetahuan yang semakin pesat sekarang tidaklah
menjadikan manusia berhenti untuk mencari kebenaran yang sesungguhnya.
Justru sebaliknya, perkembangan pengetahuan yang pesat semakin menggiatkan
manusia untuk terus mencari dan mencari kebenaran yang berlandaskan teori-teori
yang sudah ada sebelumnya baik untuk menguji teori baru maupun menggugurkan
teori yang sebelumnya. Manusia bertindak demikian karena pada dasarnya suatu
pemandangan yang benar adalah suatu pemandangan, yang menggambarkan
barang yang dipandang dengan terang dan tajam, sehingga orang yang
memandang itu terpaksa membenarkan dan menerima isinya (Atang Abdul Hakim
dan Beni Ahmad Saebani, 2016:115).
Oleh karena itulah setiap manusia yang dalam hal ini adalah subjek
pengetahuan –sains– harus dapat berpikir filosofis dalam menghadapi segala
realitas kehidupan. Sebagai subjek pengetahuan, manusia haruslah memahami
filsafat karena filsafat merupakan suatu disiplin ilmu yang terkait dengan
kebijaksanaan. Sedangkan kebijaksanaan merupakan titik ideal dalam kehidupan
manusia, karena ia dapat menjadikan manusia untuk bersikap dan bertindak atas
dasar pertimbangan kemanusiaan yang tinggi (actus humanus), bukan asal
bertindak sebagaimana yang biasa dilakukan manusia (actus homoni). (Rizal
Mustansyir dan Misnal Munir, 2001:2)

3
Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan membuat manusia dapat
berpikir dan melakukan banyak pembaharuan dalam bidang pengetahuan. Hal ini
membuat sebagian manusia melupakan batas-batas kebijaksanaan. Sehingga
keberadaan filsafat sebagai ilmu tentang kebijaksanaan sangatlah diperlukan
untuk mendasari perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apakah pengertian filsafat?
b. Bagaimanakah metodologi dalam memperoleh kebenaran filsafat?
c. Bagaimanakah asal-usul filsafat?
d. Bagaimanakah perbandingan antara sains dengan filsafat?
e. Apa sajakah cabang-cabang filsafat?
f. Apakah yang dimaksud dengan filsafat sains?

1.3 Tujuan
a. Mengetahui dan memahami pengertian filsafat
b. Mengetahui dan memahami metodologi dalam memperoleh kebenaran
filsafat
c. Mengetahui dan memahami asal-usul filsafat
d. Mengetahui dan memahami perbandingan antara sains dengan filsafat
e. Mengetahui dan memahami cabang-cabang filsafat
f. Mengetahui dan memahami filsafat sains

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Filsafat


Memberikan definisi atau batasan tentang filsafat bukanlah perkara
yang mudah, karena bagaimana mungkin membatasi pengetahuan yang
radikal dan tanpa batas dengan pembatasan-pembatasan yang menutup
ruang geraknya (Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani, 2016:13).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mendefinisikan berarti
memberikan rumusan tentang ruang lingkup dan ciri-ciri suatu konsep
yang menjadi pokok pembicaraan atau studi. Filsafat yang memiliki
karakter berpikir secara menyeluruh tentu saja menjadi hal yang aneh jika
harus dibatasi. Namun demikian, sebagai suatu jenis ilmu, filsafat harus
memiliki suatu batasan untuk mendefinisikannya, sehingga mempermudah
orang-orang yang mempelajarinya.
Secara etimologis, filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu
“philein”atau “philos” yang berarti cinta, dan ”sofein” atau “sophi” yang
berarti kebijaksanaan. Ada pula yang mengatakan bahwa filsafat berasal
dari bahasa Arab, yaitu “falsafah” yang memiliki arti sama dengan “al-
hikmah” yang berarti kebijaksanaan.
Beberapa ahli memberikan pengertian tentang filsafat sebagai
berikut, menurut Sutardjo A. Wiramihardja (2006:10), filsafat dapat
diartikan sebagai pengetahuan tentang cara berpikir terhadap segala
sesuatu atau sarwa sekalian alam. Juhaya S. Pradja (2003:2) mengatakan
bahwa arti yang sangat formal dari filsafat adalah suatu proses kritik atau
pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi.
Jika kita mengingat lagi mengenai asal kata filsafat, maka
perngertian filsafat secara sederhana merupakan cara kita mencari dan
mencintai kebijaksanaan.

5
2.2 Metodologi Filsafat
Para filsuf telah berusaha menyusun sebuah metode untuk
mendapatkan pengakuan universal, ataupun mempertahankan kelayakan
filsafat sebagai sebuah disiplin ilmu (Atang Abdul Hakim dan Beni
Ahmad Saebani, 2016:13). Metode untuk mendapatkan pengakuan
universal itulah yang disebut dengan metode untuk mendapatkan
kebenaran filsafat.
Menurut Juhaya S. Pradja (2003:14) metodologi filsafat ada tiga,
yaitu:
a. Metode Deduksi
Metode deduksi merupakan metode berpikir yang menarik
kesimpulan dari prinsip-prinsip umum kemudian diterapkan pada
sesuatu yang bersifat khusus.
b. Metode Induksi
Metode induksi merupakan metode berpikir dalam menarik
kesimpulan dari prinsip khusus kemudian diterapkan pada sesuatu
yang bersifat umum.
c. Metode Dialektika
Metode dialektika merupakan metode berpikir yang menarik
kesimpulan melalui pertukaran pandangan-pandangan dan argumen-
argumen yang dapat diterima atau argumen-argumen yang rasional.

2.3 Asal-Usul Filsafat


Lahirnya filsafat didasari atas sifat manusia yang selalu bertanya-
tanya tentang alasan dirinya dihadirkan dalam semesta. Kekaguman
manusia terhadap sesuatu dalam semesta membuat dirinya merasa lemah,
sedangkan yang dikagumi tersebut merupakan sesuatu yang besar dan
hebat.
Hal inilah yang membuat manusia menggunakan akalnya untuk
memperoleh jawaban atas kekaguman tersebut. Dalam filsafat, manusia
dapat menciptakan jawaban atas kekaguman ataupun rasa ingin tahu yang
dimilikinya sesuai dengan kemampuannya dalam memikirkan sesuatu.

6
Dewa-dewa raksasa sering menggenggam bumi sehingga bumi
menjadi gelap gulita. Bahkan dewa-dewa itu menghentakkan kakinya ke
bumi, hingga terjadilah bencana berupa gempa bumi, gunung meletus,
tsunami, dan sebagainya. Keyakinan atas cerita tersebut menjadikan orang-
orang Yunani percaya dengan adanya dewa-dewa raksasa atau Titans. Dan
hal itulah yang merupakan jawaban atas kekaguman mereka terhadap
semesta maupun gejala-gejala semesta.

2.4 Perbandingan antara Sains dan Filsafat


Para ahli banyak yang melakukan perbandingan terhadap sains dan
filsafat. Salah satunya adalah Agus Suyudi. Sains dan filsafat ditinjau dari
ditinjau dari objek yang ditelaah, asal berkembangnya, juga tujuan yang
akan dicapai mempunyai perbedaan dan persamaan (Agus Suyudi,
2003:15). Perbandingan sains dan filsafat menurut Agus Suyudi
ditampilkan dalam bentuk tabel berikut ini:
Objek Sains Filsafat
Asal Hasil ulah pikir manusia Hasil ulah pikir
manusia
Tujuan Mencari kebenaran Mencari kebenaran
Kriteria Didasaarkan atas kesesuaian Didasarkan atas logika
Kebenaran dengan kenyataan yang deduktif
konkret
Bidang Sasaran Terbatas pada hal-hal yang Tidak terbatas pada
nyata hal-hal yang nyata
(fisik), tetapi
menembus metafisik
Objek Apa, bagaimana, mengapa, Apa sebesarnya,
Pertanyaan dimana, dan sebagainya. darimana asalnya, dan
(kata tanya) kemana akhirnya.

7
2.5 Cabang-Cabang Filsafat
Pokok-pokok permasalahan yang dikaji di filsafat pada pokoknya
mencakup tiga segi, yaitu Cosmologia, Antropologia, dan Teologia. (Agus
Suyudi, 2003:16)
1. Cosmologia (filsafat alam)
Cabang filsafat ini memiliki bidang sasaran berupa alam
semesta dengan segala isinya.
2. Antropologia (filsafat manusia)
Cabang filsafat ini memiliki bidang sasaran berupa manusia
dengan perilaku, cara berpikir, seni, dan budayanya.
Antropologia meliputi:
a. Etika: bidang sasarannya adalah hal ihwal tentang tingkah
laku manusia, yaitu tentang baik dan buruknya tingkah laku
manusia.
b. Estetika: bidang sasarannya adalah hal ihwal tentang
budaya manusia, dan segala keindahannya.
c. Logika: bidang sasarannya adalah hal ihwal tentang cara
berpikir manusia, yaitu tentang salah dan benarnya cara
berpikir manusia.
3. Teologia (filsafat agama)
Cabang filsafat ini memiliki bidang sasaran berupa hal ihwal
tentang keberadaan Sang Pencipta (Tuhan).

2.6 Bidang Telaah Filsafat


Bidang telaah filsafat antara lain:
a. Ontologi
Kata ontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “On/ontos” yang
berarti ada. Dan juga “logos” yang berarti ilmu. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, ontologi merupakan cabang ilmu filsafat
yang berhubungan dengan hakikat hidup. Ontologi merupakan
salah satu di antara lapangan penyelidikan yang paling kuno

8
(Amsal Bakhtiar, 2012:131). Awal mula alam pikiran Yunani telah
menunjukkan munculnya perenungan di bidang Ontologi.
b. Epistemologi
Epistemologi merupakan salah satu bidang telaah filsafat yang
membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan,
asal mula pengetahuan, metode atau cara memperoleh
pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan.
c. Aksiologi
Aksiologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “axios” yang berarti
nilai dan “logos” yang berarti teori. Secara singkat, menurut
Burhanuddin Salam, aksiologi dapat diartikan sebagai “teori
tentang nilai”(Burhanuddin Salam, 1997:168). Sedangkan menurut
KBBI, aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi
kehidupan bagi manusia.

2.7 Filsafat Sains


Pada awal pembahasan dalam makalah ini, telah dijelaskan tentang
filsafat. Untuk memahami tentang filsafat sains, kita perlu untuk
memahami apa itu pengertian sains, sehingga kita bisa memahami apa
yang dimaksud dengan filsafat sains.
Sains yang dalam bahasa Inggris adalah “science” memiliki arti
ilmu. Sedangkan ilmu berasal dari bahasa Arab: „alima, ya‟lamu, „ilman,
dengan wazan fa‟ila, yaf‟alu, yang berarti: mengerti, memahami benar-
benar (Ahmad Warson Munawwir, 1984:1036). Sedangkan dalam
kehidupan sehari-hari, sains dipahami sebagai ilmu pengetahuan yang
dapat dibuktikan dengan metode-metode ilmiah.
Para ahli memberikan berbagai macam definisi mengenai filsafat
sains, yaitu sebagai berikut:
1. Robert Ackermann
Filsafat sains adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapat-
pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap
pendapat-pendapat lampau yang telah dibuktikan atau dalam

9
kerangka ukuran-ukuran yang dikembangkan dari pendapat-
pendapat demikian itu.
2. Lewis White Beck
Lewis White Beck mengatakan bahwa filsafat sains
mempertanyakan dan menilai metode-metode pemikiran ilmiah
serta mencoba menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah
sebagai suatu keseluruhan.
3. John Macmurray
John Macmurray mengatakan bahwa filsafat sains bersangkutan
dengan pemeriksaan kritis terhadap pandangan-pandangan umum,
prasangka- prasangka alamiah yang terkandung dalam asumsi-
asumsi ilmu atau yang berasal dari keasyikan dengan ilmu.

10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Filsafat merupakan ilmu yang mendasari banyak bidang, khusunya
dalam bidang sains atau ilmu pengetahuan. Filsafat adalah ilmu yang
sangat luas sehingga tidak memiliki definisi yang pasti. Para ahli banyak
yang mendefinisikan filsafat menurut pandangan masing-masing. Dalam
bidang sains, para ahli pun banyak yang mendefinisikan filsafat sains
menurut pandangan masing-masing. Meskipun begitu, berdasarkan
pengertian-pengertian tentang filsafat sains yang diberikan oleh para ahli,
dapat disimpulkan bahwa filsafat sains merupakan sebuah penilaian
terhadap segala pandangan yang berdasarkan pada proses pemikiran
ilmiah.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hakim, Atang dan Saebani, Beni Ahmad.2016.Filsafat Umum.Cet ke-5.


Bandung:Pustaka Setia

A. Wiramihardja, Sutardjo.2006.Pengantar Filsafat.Bandung:Refika Aditama

Backhtiar, Amsal.2012.Filsafat Ilmu.Jakarta:Rajawali

Munawwir, Ahmad Warson.1984.Kamus Arab-Indonesia.Yogyakarta:Pondok


Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta

Mustansyir, Rizal dan Munir, Misnal.2001.Filsafat Ilmu.Cet ke-1.Yogyakarta:


Pustaka Pelajar

Salam, Burhanuddin.1997.Logika Materil;Filsafat Ilmu Pengetahuan.Cet ke-1


.Jakarta:Reneka Cipta

Suyudi, Agus.2003.Dasar-Dasar Sains.Universitas Negeri Malang:JICA

12

Anda mungkin juga menyukai