Anda di halaman 1dari 27

A.

PENGERTIAN
Leukemia (kanker darah) adalah keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum
tulang didominasi oleh limfoblas yang abnormal. Leukemia limfoblastik akut adalah
keganasan yang sering ditemukan pada masa anak-anak (25-30% dari seluruh keganasan
pada anak), anak laki lebih sering ditemukan dari pada anak perempuan, dan terbanyak pada
anak usia 3-4 tahun. Faktor risiko terjadi leukimia adalah faktor kelainan kromosom, bahan
kimia, radiasi faktor hormonal,infeksi virus (Ribera, 2009).

Gambar 1. Leukemia Limfositik Akut


Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel-sel prekursor
limfoid, yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi limfosit T dan limfosit B.
LLA ini banyak terjadi pada anak-anak yakni 75%, sedangkan sisanya terjadi pada orang
dewasa. Lebih dari 80% dari kasus LLA adalah terjadinya keganasan pada sel T, dan sisanya
adalah keganasan pada sel B. Insidennya 1 : 60.000 orang/tahun dan didominasi oleh anak-
anak usia < 15 tahun, dengan insiden tertinggi pada usia 3-5 tahun (Landier dkk, 2004)

B. KLASIFIKASI
Jika diklasifikasikan menurut FAB (French-American-British) dibuat klasifikasi
LLA antara lain sebagai berikut:
a. L-1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa dengan kromatin homogen, nucleus
umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit
b. L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tapi ukurannya bervariasi, kromatin lebih
besar dengan satu atau lebih anak inti
c. L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogeny dengan kromatin berbecak, banyak
ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan bervakuolisasi
C. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang
menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
1. Genetik
a. keturunan
1. Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital, diantaranya pada
sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich,
sindroma Ellis van Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von
Reckinghausen, dan neurofibromatosis. Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan
erat dengan adanya perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group
Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
2. Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik dimana
kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran. Hal ini berlaku juga
pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi
b. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan
kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan
dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya ALL.
2. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan
leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA
dependent DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal
dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan
leukemia pada hewan. (Wiernik, 1985). Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan
leukemia pada manusia adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan
adalah Acute T- Cell Leukemia.
3. Bahan Kimia dan Obat-obatan
a. Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan dengan
peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering terpapar
benzen. Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko tinggi dari
AML, antara lain : produk – produk minyak, cat , ethylene oxide, herbisida, pestisida,
dan ladang elektromagnetik
b. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II)
dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan
AML. Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan
kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML
4. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada pasien-
pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain seperti
peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan bom atom.
Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal :
pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis .
5. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain
disebut Secondary Acute Leukemia ( SAL ) atau treatment related leukemia. Termasuk
diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker payudara. Hal ini disebabkan
karena obat-obatan yang digunakan termasuk golongan imunosupresif selain menyebabkan
dapat menyebabkan kerusakan DNA .

D. PATOFISIOLOGI
Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC) dan leukosit
atau sel darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh sel darah normal diperoleh
dari sel batang tunggal yang terdapat pada seluruh sumsum tulang. Sel batang dapat dibagi ke
dalam lymphpoid dan sel batang darah (myeloid), dimana pada kebalikannya menjadi cikal
bakal sel yang terbagi sepanjang jalur tunggal khusus. Proses ini dikenal sebagai
hematopoiesis dan terjadi di dalam sumsum tulang tengkorak, tulang belakang., panggul,
tulang dada, dan pada proximal epifisis pada tulang-tulang yang panjang.
ALL meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan lemah dan
pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang. Biasanya dijumpai
tingkat pengembangan lymphoid yang berbeda dalam sumsum tulang mulai dari yang sangat
mentah hingga hampir menjadi sel normal. Derajat kementahannya merupakan petunjuk
untuk menentukan/meramalkan kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan sel
muda limfoblas dan biasanya ada leukositosis, kadang-kadang leukopenia (25%). Jumlah
leukosit neutrofil seringkali rendah, demikian pula kadar hemoglobin dan trombosit. Hasil
pemeriksaan sumsum tulang biasanya menunjukkan sel-sel blas yang dominan. Pematangan
limfosit B dimulai dari sel stem pluripoten, kemudian sel stem limfoid, pre pre-B, early B, sel
B intermedia, sel B matang, sel plasmasitoid dan sel plasma. Limfosit T juga berasal dari sel
stem pluripoten, berkembang menjadi sel stem limfoid, sel timosit imatur, cimmom thymosit,
timosit matur, dan menjadi sel limfosit T helper dan limfosit T supresor.
Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat ekstramedular
sehingga anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan hepatosplenomegali. Sakit
tulang juga sering dijumpai. Juga timbul serangan pada susunan saraf pusat, yaitu sakit
kepala, muntah-muntah, “seizures” dan gangguan penglihatan.
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah yang
berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum tulang dan
menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum
tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal. Hal ini
menyebabkan haemopoesis normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan jumlah leucosit,
sel darah merah dan trombosit. Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan
pembersaran hati, limpa, limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang serta
persendian. Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan jumlah trombosit
mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi, epistaksis dll.). Adanya sel
kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat menyebabkan gangguan
sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi. Adanya sel kaker juga
mengganggu metabolisme sehingga sel kekurangan makanan. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer &
Bare, 2002; Suriadi dan Rita Yuliani, 2001, Betz & Sowden, 2002).
E. WOC

F. MANIFESTASI KLINIS
leukemia limfositik akut menyerupai leukemia granulositik akut dengan tanda dan
gejala dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang normal (kegagalan sumsum tulang)
atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel limfoblas ganas di
sumsumtulang menyebabkan berkurangnya sel-sel normal di darah perifer dengan
manifestasi utama berupa infeksi, perdarahan, dan anemia. Gejala lain yang dapat ditemukan
yaitu:
1. Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada
2. Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise
3. Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia),
biasanya terjadi pada anak
4. Demam, banyak berkeringat pada malam hari(hipermetabolisme)
5. Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah
gramnegatif usus
6. stafilokokus, streptokokus, serta jamur
7. Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria
8. Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati
9. Massa di mediastinum (T-ALL)
10. Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial naik,
muntah,kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan
perubahan statusmental.

G. PEMERIKSAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang mengenai leukemia adalah :
1. Hitung darah lengkap menunjukkan normositik, anemia normositik.
2. Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/100 ml
3. Retikulosit : jumlah biasanya rendah
4. Jumlah trombosit : mungkin sangat rendah (<50.000/mm)
5. SDP : mungkin lebih dari 50.000/cm dengan peningkatan SDP yang imatur
(mungkin menyimpang ke kiri). Mungkin ada sel blast leukemia.
6. PT/PTT : memanjang
7. LDH : mungkin meningkat
8. Asam urat serum/urine : mungkin meningkat
9. Muramidase serum (lisozim) : penigkatabn pada leukimia monositik akut dan
mielomonositik.
10. Copper serum : meningkat
11. Zinc serum : meningkat/ menurun
12. Biopsi sumsum tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau lebih
dari SDP pada sumsum tulang. Sering 60% - 90% dari blast, dengan prekusor eritroid,
sel matur, dan megakariositis menurun.
13. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan
H. KOMPLIKASI
1. Perdarahan
Akibat defisiensi trombosit (trombositopenia). Angka trombosit yang rendah ditandai
dengan:
a. Memar (ekimosis)
b. Petekia (bintik perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar ujung jarum dipermukaan
kulit)
Perdarahan berat jika angka trombosit < 20.000 mm3 darah. Demam dan infeksi dapat
memperberat perdarahan
2. Infeksi
Akibat kekurangan granulosit matur dan normal. Meningkat sesuai derajat netropenia
dan disfungsi imun.
3. Pembentukan batu ginjal dan kolik ginjal.
Akibat penghancuran sel besar-besaran saat kemoterapi meningkatkan kadar asam
urat sehingga perlu asupan cairan yang tinggi.
4. Anemia
5. Masalah gastrointestinal.
a. mual
b. muntah
c. anoreksia
d. diare
e. lesi mukosa mulut
I. PENATALAKSANAAN MEDIS Leukemia Limfoblastik Akut
Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan sel-
sel leukemik sehingga sel noramal bisa tumbuh kembali di dalam sumsum tulang. Penderita
yang menjalani kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit selama beberapa hari atau beberapa
minggu, tergantung kepada respon yang ditunjukkan oleh sumsum tulang.
Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin memerlukan:
transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi
perdarahan, antibiotik untuk mengatasi infeksi. Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi
sering digunakan dan dosisnya diulang selama beberapa hari atau beberapa minggu. Suatu
kombinasi terdiri dari prednison per-oral (ditelan) dan dosis mingguan dari vinkristin dengan
antrasiklin atau asparaginase intravena. Untuk mengatasi sel leukemik di otak, biasanya
diberikan suntikan metotreksat langsung ke dalam cairan spinal dan terapi penyinaran ke
otak. Beberapa minggu atau beberapa bulan setelah pengobatan awal yang intensif untuk
menghancurkan sel leukemik, diberikan pengobatan tambahan (kemoterapi konsolidasi)
untuk menghancurkan sisa-sisa sel leukemik. Pengobatan bisa berlangsung selama 2-3 tahun.
Sel-sel leukemik bisa kembali muncul, seringkali di sumsum tulang, otak atau buah zakar.
Pemunculan kembali sel leukemik di sumsum tulang merupakan masalah yang sangat serius.
Penderita harus kembali menjalani kemoterapi. Pencangkokan sumsum tulang menjanjikan
kesempatan untuk sembuh pada penderita ini. Jika sel leukemik kembali muncul di otak,
maka obat kemoterapi disuntikkan ke dalam cairan spinal sebanyak 1-2 kali/minggu.
Pemunculan kembali sel leukemik di buah zakar, biasanya diatasi dengan kemoterapi dan
terapi penyinaran.

Penatalaksanaan lain:
1. Pelaksanaan kemoterapi
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan
kanker ini menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia. Tergantung
pada jenis leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau kombinasi dari dua
obat atau lebih.

Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:

 Melalui mulut
 Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena)
 Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam
pembuluh darah balik besar, seringkali di dada bagian atas - perawat akan
menyuntikkan obat ke dalam kateter, untuk menghindari suntikan yang
berulang kali. Cara ini akan mengurangi rasa tidak nyaman dan/atau
cedera pada pembuluh darah balik/kulit.
 Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal – jika ahli patologi
menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak dan
sumsum tulang belakang, dokter bisa memerintahkan kemoterapi
intratekal. Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam cairan
cerebrospinal. Metode ini digunakan karena obat yang diberikan melalui
suntikan IV atau diminum seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan
sumsum tulang belakang.
Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua fase yang
digunakan untuk semua orang.
a. Tahap 1 (terapi induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian besar
sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi kemoterapi
biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang karena obat
menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses membunuh sel leukemia.
Pada tahap ini dengan memberikan kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin,
vincristin, prednison dan asparaginase.
b. Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi yang
bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan
juga timbulnya sel yang resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6
bulan kemudian.
c. Tahap 3 ( profilaksis SSP)
Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP. Perawatan
yang digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih rendah.
Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang berbeda, kadang-kadang
dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk mencegah leukemia memasuki otak
dan sistem saraf pusat
d. Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)
Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap ini
biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun. Angka harapan hidup yang membaik
dengan pengobatan sangat dramatis. Tidak hanya 95% anak dapat mencapai remisi
penuh, tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar 80% orang dewasa mencapai remisi
lengkap dan sepertiganya mengalami harapan hidup jangka panjang, yang dicapai
dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum tulang dan SSP.
2. Terapi Biologi
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk
meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan melalui suntikan
di dalam pembuluh darah balik. Bagi pasien dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi
biologi yang digunakan adalah antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel
leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh sel-sel leukemia di
dalam darah dan sumsum tulang. Bagi penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi
biologi yang digunakan adalah bahan alami bernama interferon untuk memperlambat
pertumbuhan sel-sel leukemia.
3. Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar berenergi tinggi
untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien, sebuah mesin yang besar
akan mengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain dalam tubuh tempat
menumpuknya sel-sel leukemia ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang diarahkan ke
seluruh tubuh. (radiasi seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum transplantasi sumsum
tulang.)
4. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)
Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell). Transplantasi
sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang tinggi, radiasi, atau
keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel leukemia sekaligus sel-sel darah
normal dalam sumsum tulang. Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell)
yang sehat melalui tabung fleksibel yang dipasang di pembuluh darah balik besar di daerah
dada atau leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil
transplantasi ini. Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya harus menginap
di rumah sakit selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan melindungi pasien dari infeksi
sampai sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah putih
dalam jumlah yang memadai.
5. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada
trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi trombosit dan
bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
6. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah dicapai
remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
7. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau
MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (oncovin),
rubidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA,
adriamisin dan sebagainya. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama
dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping berupa
alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiagis. Hendaknya lebih
berhziti-hati bila jumiah leukosit kurang dari 2.000/mm3.
8. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci
hama).
9. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan
jumlah sel leukemia cukup rendah (105 - 106), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang
aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan
dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan
spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini
diharapkan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel
patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna.
10. Cara pengobatan.
Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalamannya. Umumnya
pengobatan ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan mendapatkan masa remisi yang lebih
lama. Untuk mencapai keadaan tersebut, pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan
sebagai berikut:
a. Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berbagai obat tersebut di
atas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel blast dalam sumsum tulang
kurang dari 5%.
b. Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c. Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa remisi yang lama.
Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh dosis biasa.
d. Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap 3-6 bulan
dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari.
e. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat.
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah leukemia
meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.4002.500 rad. untuk mencegah leukemia
meningeal dan leukemia serebral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.
f. Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan dengan
demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna. (Sutarni Nani, 2003)
J. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
a. Identitas
Acute lymphoblastic leukemia sering terdapat pada anak-anak usia di bawah 15
tahun (85%) , puncaknya berada pada usia 2 – 4 tahun. Rasio lebih sering terjadi
pada anak laki-laki daripada anak perempuan.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama : Pada anak keluhan yang sering muncul tiba-tiba adalah
demam, lesudan malas makan atau nafsu makan berkurang, pucat (anemia)
dan kecenderungan terjadi perdarahan.
2) Riwayat kesehatan masa lalu : Pada penderita ALL sering ditemukan riwayat
keluarga yang erpapar oleh chemical toxins (benzene dan arsen), infeksi virus
(epstein barr, HTLV-1), kelainan kromosom dan penggunaan obat-obatann
seperti phenylbutazone dan khloramphenicol, terapi radiasi maupun
kemoterapi.
3) Pola Persepsi - mempertahankan kesehatan : Tidak spesifik dan berhubungan
dengan kebiasaan buruk dalam mempertahankan kondisi kesehatan dan
kebersihan diri. Kadang ditemukan laporan tentang riwayat terpapar bahan-
bahan kimia dari orangtua.
4) Pola Nurisi : Anak sering mengalami penurunan nafsu makan, anorexia,
muntah, perubahan sensasi rasa, penurunan berat badan dan gangguan
menelan, serta pharingitis. Dari pemerksaan fisik ditemukan adanya distensi
abdomen, penurunan bowel sounds, pembesaran limfa, pembesaran hepar
akibat invasi sel-sel darah putih yang berproliferasi secara abnormal, ikterus,
stomatitis, ulserasi oal, dan adanya pmbesaran gusi (bisa menjadi indikasi
terhadap acute monolytic leukemia)
5) Pola Eliminasi : Anak kadang mengalami diare, penegangan pada perianal,
nyeri abdomen, dan ditemukan darah segar dan faeces berwarna ter, darah
dalam urin, serta penurunan urin output. Pada inspeksi didapatkan adanya
abses perianal, serta adanya hematuria.
6) Pola Tidur dan Istrahat : Anak memperlihatkan penurunan aktifitas dan lebih
banyak waktu yang dihabiskan untuk tidur /istrahat karena mudah mengalami
kelelahan.
7) Pola Kognitif dan Persepsi : Anak penderita ALL sering ditemukan
mengalami penurunan kesadaran (somnolence) , iritabilits otot dan “seizure
activity”, adanya keluhan sakit kepala, disorientasi, karena sel darah putih
yang abnormal berinfiltrasi ke susunan saraf pusat.
8) Pola Mekanisme Koping dan Stress : Anak berada dalam kondisi yang lemah
dengan pertahan tubuh yang sangat jelek. Dalam pengkajian dapt ditemukan
adanya depresi, withdrawal, cemas, takut, marah, dan iritabilitas. Juga
ditemukan peerubahan suasana hati, dan bingung.
9) Pola Seksual : Pada pasien anak-anak pola seksual belum dapat dikaji
10) Pola Hubungan Peran : Pasien anak-anak biasanya merasa kehilangan
kesempatan bermain dan berkumpul bersama teman-teman serta belajar.
11) Pola Keyakinan dan Nilai : Anak pra sekolah mengalami kelemahan umum
dan ketidakberdayaan melakukan ibadah.
12) Pengkajian tumbuh kembang anak.
c. Pemeriksaan Diagnostik
 Count Blood Cells : indikasi normocytic, normochromic anemia
 Hemoglobin : bisa kurang dari 10 gr%
 Retikulosit : menurun/rendah
 Platelet count : sangat rendah (<50.000/mm)
 White Blood cells : > 50.000/cm dengan peningkatan immatur WBC (“kiri ke
kanan”)
 Serum/urin uric acid : meningkat
 Serum zinc : menurun
 Bone marrow biopsy : indikasi 60 – 90 % adalah blast sel dengan erythroid
 prekursor, sel matur dan penurunan megakaryosit
 Rongent dada dan biopsi kelenjar limfa : menunjukkan tingkat kesulitan
tertentu

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
3. Resiko terhadap cedera: perdarahan berhubungan dengan penurunan jumlah
trombosit
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan
muntah
5. Perubahan membran mukosa mulut: stomatitis berhubungan dengan efek
samping , agen kemoterapi
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
7. Nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,
radioterapi, imobilitas.

L. INTERVENSI KEPERAWATAN

DIAGNOSA
NO TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN
1 Resiko infeksi NOC : NIC :
 Immune Status Infection Control (Kontrol
 Knowledge : Infectioninfeksi)
control  Bersihkan lingkungan setelah
 Risk control dipakai pasien lain
Kriteria Hasil :  Pertahankan teknik isolasi
 Klien bebas dari tanda Batasi pengunjung bila perlu
dan gejala infeksi  Instruksikan pada pengunjung
 Mendeskripsikan prosesuntuk mencuci tangan saat
penularan penyakit, factorberkunjung dan setelah
yang mempengaruhiberkunjung meninggalkan pasien
penularan serta Gunakan sabun antimikrobia
penatalaksanaannya, untuk cuci tangan
 Menunjukkan  Cuci tangan setiap sebelum
kemampuan untukdan sesudah tindakan keperawtan
mencegah timbulnya infeksi  Gunakan baju, sarung tangan
 Jumlah leukosit dalamsebagai alat pelindung
batas normal  Pertahankan lingkungan
 Menunjukkan perilakuaseptik selama pemasangan alat
hidup sehat  Ganti letak IV perifer dan
line central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum
 Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
 Tingktkan intake nutrisi
 Berikan terapi antibiotik bila
perlu
Infection Protection (proteksi
terhadap infeksi)
 Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
 Monitor hitung granulosit,
WBC
 Monitor kerentanan terhadap
infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
 Partahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi
k/p
 Berikan perawatan kuliat
pada area epidema
 Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Ispeksi kondisi luka / insisi
bedah
 Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai resep
 Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindari
infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif

2 Intoleransi aktivitas b/d NOC : NIC :


fatigue  Energy conservation Energy Management
 Self Care : ADLs  Observasi adanya pembatasan
klien dalam melakukan aktivitas
Kriteria Hasil :  Dorong anak untuk
 Berpartisipasi dalam mengungkapkan perasaan
aktivitas fisik tanpa disertai terhadap keterbatasan
peningkatan tekanan darah,  Kaji adanya factor yang
nadi dan RR. menyebabkan kelelahan
 Mampu melakukan  Monitor nutrisi dan sumber
aktivitas sehari hari (ADLs) energi tangadekuat
secara mandiri  Monitor pasien akan adanya
kelelahan fisik dan emosi secara
berlebihan
 Monitor respon kardivaskuler
terhadap aktivitas
 Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien

Activity Therapy
 Kolaborasikan dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik
dalammerencanakan progran
terapi yang tepat.
 Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
 Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yangsesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan
social
 Bantu untuk mengidentifikasi
dan mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
 Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek
 Bantu untu mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
 Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang
 Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
 Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
 Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
 Monitor respon fisik, emoi,
social dan spiritual
3 Resiko terhadap Tujuan : klien tidak  Gunakan semua tindakan untuk
cedera/perdarahan yang menunjukkan bukti-bukti mencegah perdarahan khususnya
berhubungan dengan perdarahan pada daerah ekimosis
penurunan jumlah trombosit  Cegah ulserasi oral dan rectal

 Gunakan jarum yang kecil pada


saat melakukan injeksi

 Menggunakan sikat gigi yang


lunak dan lembut
 Laporkan setiap tanda-tanda
perdarahan (tekanan darah
menurun, denyut nadi cepat, dan
pucat)
 Hindari obat-obat yang
mengandung aspirin
 Ajarkan orang tua dan anak
yang lebih besar ntuk mengontrol
perdarahan hidung
4 Defisit Volume Cairan NOC: NIC :
Definisi : Penurunan cairan  Fluid balance Fluid management
intravaskuler, interstisial,  Hydration  Timbang popok/pembalut
dan/atau intrasellular. Ini  Nutritional Status : Foodjika diperlukan
mengarah ke dehidrasi, and Fluid Intake  Pertahankan catatan intake
kehilangan cairan dengan Kriteria Hasil : dan output yang akurat
pengeluaran sodium  Mempertahankan urine Monitor status hidrasi
output sesuai dengan usia( kelembaban membran mukosa,
Batasan Karakteristik : dan BB, BJ urine normal,nadi adekuat, tekanan darah
- Kelemahan HT normal ortostatik ), jika diperlukan
- Haus  Tekanan darah, nadi, Monitor vital sign
- Penurunan turgor kulit/lidah suhu tubuh dalam batas Monitor masukan makanan /
- Membran mukosa/kulit normal cairan dan hitung intake kalori
kering  Tidak ada tanda tandaharian
- Peningkatan denyut nadi, dehidrasi, Elastisitas turgor Kolaborasikan pemberian
penurunan tekanan darah, kulit baik, membran mukosacairan IV
penurunan volume/tekanan lembab, tidak ada rasa haus Monitor status nutrisi
nadi yang berlebihan  Berikan cairan IV pada suhu
- Pengisian vena menurun ruangan
- Perubahan status mental  Dorong masukan oral
- Konsentrasi urine meningkat  Berikan penggantian
- Temperatur tubuh meningkat nesogatrik sesuai output
- Hematokrit meninggi  Dorong keluarga untuk
- Kehilangan berat badan membantu pasien makan
seketika (kecuali pada third  Tawarkan snack ( jus buah,
spacing) buah segar )
 Kolaborasi dokter jika tanda
Faktor-faktor yang cairan berlebih muncul meburuk
berhubungan:  Atur kemungkinan tranfusi
- Kehilangan volume cairan  Persiapan untuk tranfusi
secara aktif
- Kegagalan mekanisme
pengaturan

5 Perubahan membran mukosa Tujuan : pasien tidakInspeksi mulut setiap hari untuk
mulut : stomatitis yang mengalami mukositis oral adanya ulkus oral
berhubungan dengan efek Gunakan sikat gigi berbulu lembut,
samping agen kemoterapi aplikator berujung kapas, atau jari
yang dibalut
kasa
Berikan pencucian mulut yang
sering dengan cairan salin normal
atau tanpa larutan
bikarbonat
Gunakan pelembab bibir
Hindari penggunaan larutan
lidokain pada anak kecil
Berikan diet cair, lembut dan lunak
Inspeksi mulut setiap hari
Dorong masukan cairan dengan
menggunakan sedotan
Hindari penggunaa swab gliserin,
hidrogen peroksida dan susu
magnesi
Berikan obat-obat anti infeksi
sesuai ketentuan
Berikan analgetik

6 Ketidakseimbangan nutrisi NOC : NIC :


kurang dari kebutuhan tubuhNutritional Status : food and Nutrition Management
b/d pembatasan cairan, diit, Fluid Intake Kaji adanya alergi makanan
dan hilangnya protein Kriteria Hasil : Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
- Adanya peningkatan berat menentukan jumlah kalori dan
- badan sesuai dengan tujuan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Berat badan ideal sesuai Anjurkan pasien untuk
dengan tinggi badan meningkatkan intake Fe
Mampu mengidentifikasi Anjurkan pasien untuk
kebutuhan nutrisi meningkatkan protein dan vitamin
Tidak ada tanda tanda C
malnutrisi Berikan substansi gula
Tidak terjadi penurunan beratYakinkan diet yang dimakan
badan yang berarti mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
Berikan makanan yang terpilih
( sudah dikonsultasikan dengan
ahli gizi)
Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan harian.
Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan

Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas normal
Monitor adanya penurunan berat
badan
Monitor tipe dan jumlah aktivitas
yang biasa dilakukan
Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
Monitor lingkungan selama makan
Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam makan
Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
Monitor makanan kesukaan
Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
Monitor kalori dan intake nuntrisi
Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas
oral.
Catat jika lidah berwarna magenta,
scarlet
7 Nyeri NOC : NIC :
Pain Level, Pain Management
Pain control, Lakukan pengkajian nyeri secara
Comfort level komprehensif termasuk lokasi,
Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi,
Mampu mengontrol nyerikualitas dan faktor presipitasi
(tahu penyebab nyeri,Observasi reaksi nonverbal dari
mampu menggunakanketidaknyamanan
tehnik nonfarmakologiGunakan teknik komunikasi
untuk mengurangi nyeri,terapeutik untuk mengetahui
mencari bantuan) pengalaman nyeri pasien
Melaporkan bahwa nyeriKaji kultur yang mempengaruhi
berkurang denganrespon nyeri
menggunakan manajemenEvaluasi pengalaman nyeri masa
nyeri lampau
Mampu mengenali nyeriEvaluasi bersama pasien dan tim
(skala, intensitas, frekuensikesehatan lain tentang
dan tanda nyeri) ketidakefektifan kontrol nyeri
Menyatakan rasa nyamanmasa lampau
setelah nyeri berkurang Bantu pasien dan keluarga untuk
Tanda vital dalam rentangmencari dan menemukan
normal dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi
dan inter personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri

Analgesic Administration
Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan
atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
Pilih rute pemberian secara IV, IM
untuk pengobatan nyeri secara
teratur
Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek samping)

8 Kerusakan intergritas kulit NOC : Tissue Integrity :NIC : Pressure Management


b/d edema dan menurunnya Skin and MucousAnjurkan pasien untuk
tingkat aktivitas Membranes menggunakan pakaian yang
Kriteria Hasil : longgar
Integritas kulit yang baikHindari kerutan padaa tempat tidur
bisa dipertahankan (sensasi,Jaga kebersihan kulit agar tetap
elastisitas, temperatur,bersih dan kering
hidrasi, pigmentasi) Mobilisasi pasien (ubah posisi
Tidak ada luka/lesi pada kulit pasien) setiap dua jam sekali
Perfusi jaringan baik Monitor kulit akan adanya
Menunjukkan pemahamankemerahan
dalam proses perbaikanOleskan lotion atau minyak/baby
kulit dan mencegahoil pada derah yang tertekan
terjadinya sedera berulang Monitor aktivitas dan mobilisasi
Mampu melindungi kulit danpasien
mempertahankan Monitor status nutrisi pasien
kelembaban kulit danMemandikan pasien dengan sabun
perawatan alami dan air hangat
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa
Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.2. Tucke

Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan). Penerbit
buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Ribera JM, Oriol A. Acute lymphoblastic leukemia in adolescents and young adults. Hematol Oncol
Clin North Am. Oct 2009;23(5):1033-42.2.

Margolin JF, Steuber CP, Poplack DG. Acute lymphoblastic leukemia. In: Pizzo PAPoplack DG,
eds. Principles and Practice of Pediatric Oncology. 15th ed. 2006:538-90.3.

Landier W, Bhatia S, Eshelman DA, Forte KJ, Sweeney T, Hester AL, et al.Development of risk-based
guidelines for pediatric cancer survivors: the Children'sOncology Group Long-Term Follow-
Up Guidelines from the Children's OncologyGroup Late Effects Committee and Nursing
Discipline. J Clin Oncol. Dec 152004;22(24):4979-90.

Aster, Jon.2007.Sistem Hematopoietik dan Limfoid dalam Buku Ajar Patologi Edisi 7.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC

Atul, Mehta dan A. Victor Hoffbrand. 2006.At a Glance Hematologi.Edisi 2. Jakarta: Erlangga

Baldy, Catherine M.2006.Komposisi Darah dan Sistem Makrofag-Monosit dalam Patofisiologi


Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC

Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter
Anugrah. Ed.Jakarta : EGC; 19945.

Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I. Jakarta :
Salemba Medika; 2001.

Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St. Louis

Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-2002, NANDA
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DIAGNOSA

LEUKIMIA LIMFOBLASTIK AKUT (LLA)

DI RUANG POLI ANAK RSUD DR.SOETOMO, SURABAYA

Disusun Oleh :

Novita Dwi Andriana

131611133116

PRAKTIK KLINIK III

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA
2019

Anda mungkin juga menyukai