Anda di halaman 1dari 29

CA COLORECTAL

Laporan kasus ini dibuat untuk melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di
bagian Ilmu Kesehatan Bedah RSUD dr. Pirngadi Medan

Oleh:

SUCI HANDAYANI (1410070100031)

Pembimbing:
dr. Azwarto Lubis, Sp.B

SMF ILMU KESEHATAN BEDAH


RSUD DR. PIRNGADI DR. PIRNGADI MEDAN
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan tanggal :

Nilai :

Dokter Pembimbing,

dr. Azwarto Lubis, Sp.B


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “CA KOLOREKTAL“
dalam rangka melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Departemen
Ilmu Kesehatan Bedah RSUD dr. Pirngadi Medan.
Penyusunan laporan kasus ini tidak lepas dari bimbingan, pengarahan dan bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan rasa hormat penulis menyampaikan terimakasih
kepada dr. Azwarto Lubis, Sp.B atas bimbingan dan arahannya selama mengikuti KKS di
Departemen Ilmu Kesehatan Bedah RSUD dr. Pirngadi Medan.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan agar dapat
menjadi pedoman untuk perbaikan laporan kasus ini dikemudian hari.
Harapan penulis semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan serta dapat menjadi arahan dalam mengimplementasikan ilmu di kesehatan
bedah di klinikdan di masyarakat.

Medan, 17 Agustus 2019

Suci Handayani,
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ................................................................................................. 3


DAFTAR ISI ................................................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................. 3
2.1 Anatamoi kolon dan rektum ............................................................................... 3
2.2 Histologi kolon dan rectum ................................................................................ 4
2.2.1 Kolon ........................................................................................................... 4
2.2.2 Rektum ........................................................................................................ 4
2.3 Fisiologi kolon dan rektum ................................................................................ 5
2.4 Karsinoma Kolorektal ........................................................................................ 5
2.4.1 Definisi ........................................................................................................ 5
2.4.2 Epidemiologi ............................................................................................... 5
2.4.3 Faktor Resiko .............................................................................................. 6
2.4.4 Lokasi kanker .............................................................................................. 8
2.4.5 Patogenesis .................................................................................................. 8
2.4.6 Manifestasi Klinis ..................................................................................... 10
2.4.7 Diagnosis ................................................................................................... 11
2.4.8 Stadium ..................................................................................................... 15
2.4.9 Histopatologi ............................................................................................. 17
2.4.10 Tatalaksana.............................................................................................. 18
2.4.11 Kegadaruratan Ca Kolorekral ................................................................. 19
2.4.12 Pencegahan .............................................................................................. 19
BAB III LAPORAN KASUS..................................................................................... 20
3.1 Identitas pasien ................................................................................................. 20
3.2 Anamnesis (alloanamnesis) ............................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker kolorektal (colo – rectal carcinoma) atau yang biasa disebut sebagai
kanker usus besar merupakan suatu tumor ganas terbayak diantara tumor lainnya yang
menyerang saluran pencernaan. Lebih dari 60 persen tumor ganas kolorektal berasal
dari colon atau rectum. Colon merupakan bagian lain dari usus besar yang terletak di
atas pinggul. Rectum merupakan bagian 15 cm terakhir dari usus besar dan terletak di
dalam rongga panggul di tengah tulang pinggul. Colon dan rectum adalah bagian dari
usus besar pada sistem pencernaan yang disebut dengan traktus gastrointestinal.
Traktus gastrointestinal berfungsi sebagai penghasil energi bagi tubuh dan membuang
zat – zat yang tidak diperlukan tubuh.
Berdasarkan data Wisconsin Reporting System, kanker kolorektal menempati
urutan ketiga penyebab kematian tertinggi di dunia setelah kanker payudara dan kanker
paru-paru yaitu terdapat 9,5% kasus dari jumlah penduduk dunia yang meninggal
akibat kanker kolorektal atau mencapai 1,23 juta kematian pertahun (Wisconsin Cancer
Reporting System, 2017: 8). American Cancer Society memperkirakan pada tahun
2017 di U.S Amerika terjadi sebanyak 95.520 kasus baru kanker kolon yang didiagnosa
dan sebanyak 39.910 kasus kematian yang diperkirakan akan terjadi akibat kanker ini.
Kasus kanker kolorektal di Indonesia pada perempuan adalah terbanyak ketiga setelah
kanker payudara dan kanker serviks. Sedangkan pada laki-laki, ia menempati urutan
kedua setelah kanker paru, diikuti yang ketiga kanker prostat (American Cancer
Society, 2017).
Dari data Globocan 2012, insiden kanker kolorektal di Indonesia adalah 12,8
per 100.000 penduduk usia dewasa, dengan mortalitas 9,5% dari seluruh kasus kanker.
Saat ini, kanker kolorektal di Indonesia menempati urutan nomor tiga (Globocan
IARC, 2012), kenaikan tajam yang diakibatkan oleh perubahan pada diet orang
Indonesia, baik sebagai konsekuensi peningkatan kemakmuran serta pergeseran ke
arah cara makan orang Barat (Westernisasi) yang lebih tinggi lemak serta rendah serat.
Sekitar 25% pasien kanker kolorektal baru terdiagnosa pada stadium lanjut saat
kanker sudah menyebar ke organ lain. Hal ini mengkhawatirkan, karena pengobatan
jadi lebih sulit dan mahal, serta tingkat keberhasilan juga menurun (Yayasan Kanker

1
2

Indonesia, 2017). Pada tahap awal, biasanya kanker tidak menunjukkan gejala, oleh
karena itu pemeriksaan dini dapat mempermudah penyembuhan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatamoi kolon dan rektum


Intestinum Crassum atau Usus besar adalah struktur tubular yang berukuran
sekitar 30 hingga 40 cm saat lahir dan berukuran sekitar 150 cm pada orang dewasa,
atau sekitar seperempat panjang usus kecil. Usus besar dimulai pada katup ileocecal
dan berakhir di bagian distal di lubang anus (Gambar 2.1). Usus besar terdiri dari 4
segmen: caecum dan appendix vermiform, kolon (bagian menaik, melintang, dan
menurun), rectum, dan lubang anus. Diameter usus besar terbesar di caecum (7,5 cm)
dan tersempit di sigmoid (2,5 cm) dan mengembang di bagian rectum, bagian proksimal
dari lubang anus (Feldman dan Brandt, 2016)
Panjang usus besar adalah 1,5 m dengan diameter sebesar 6,5 cm, yang meluas
dari mulai ileus hingga ke anus. Berada dan melekat pada dinding perut posterior oleh
mesokolon yang merupakan lapisan rangkap dari peritoneum. Struktural dari usus
besar terdiri dari empat bagian, yaitu sekum, kolon, rektum dan kanal anus. Bagian
yang terbuka dari sekum bergabung dengan sebuah saluran panjang yang disebut kolon
(saluran makanan), yang terbagi atas kolon bagian ascending, transverse, descending
dan sigmoid. Bagian dari kolon ascending dan descending terletak retroperitoneal
sedangkan bagian transverse dan sigmoid terletak intraperitoneal (Tortora et al, 2008)

Gambar 1. Makroskopik karakteristik kolon

3
4

Vaskularisasi usus besar diatur oleh arteri mesenterika superior dan inferior.
Arteri mesenterika superior memvaskularisasi kolon bagian kanan (mulai dari sekum
sampai dua pertiga proksimal kolon transversum). Arteri mesenterika superior
mempunyai tiga cabang utama yaitu arteri ileokolika, arteri kolika dekstra, dan arteri
kolika media. Sedangkan arteri mesenterika inferior memvaskularisasi kolon bagian
kiri (mulai dari sepertiga distal kolon transversum sampai rektum bagian proksimal).
Arteri mesenterika inferior mempunyai tiga cabang yaitu arteri kolika sinistra, arteri
hemorroidalis superior, dan arteri sigmoidea. Vaskularisasi tambahan daerah rektum
diatur oleh arteria sakralis media dan arteria hemorroidalis inferior dan media. (Taylo,
2005)

2.2 Histologi kolon dan rectum


2.2.1 Kolon
Dinding kolon memiliki lapisan-lapisan dasar yang serupa dengan lapisan yang
ada di usus halus. Mukosa terdiri atas epitel selapis silindris, kelenjar intestinal, lamina
propria, dan muskularis mukosa. Submukosa di bawahnya mengandung sel dan serat
jaringan ikat, berbagai pembuluh darah dan saraf. Muskularis eksterna dibentuk oleh
dua lapisan otot polos. Serosa (peritoneum viscerale dan mesenterium) melapisi kolom
transversum dan kolom sigmoid. Kolon tidak memiliki vili atau plika sirkularis, dan
permukaan luminal mukosa licin. Di kolon yang tidak melebar, mukosa dan submukosa
memperlihatkan banyak lipatan temporer. Di lamina propria dan submukosa kolon
dijumpai nodulus limfoid.
2.2.2 Rektum
Histologi rektum bagian atas mirip dengan kolon. Epitel permukaan lumen
dilapisi oleh sel selapis silindris dengan limbus striatus dan sel goblet. Kelenjar
intestinal, sel adiposa, dan nodulus limfoid di dalam lamina propria serupa dengan yang
ada di kolon. Kelenjar intestinal lebih panjang, lebih rapat, dan terisi oleh sel goblet.
Di bawah lamina propria adalah muskularis mukosa. Lipatan longitudinal di rektum
bagian atas dan kolon temporer. Lipatan ini memiliki bagian tengah submukosa yang
dilapisi oleh mukosa.
Taenia coli di kolon berlanjut ke dalam rektum, tempat muskularis eksterna
terdiri atas lapisan otot polos sirkular dalam dan longitudinal luar. Di antara kedua
lapisan otot polos terdapat ganglion parasimpatis pleksus mienterikus (Auerbach).
5

Adventisia menutupi sebagian rektum, dan serosa menutupi sisanya. Banyak pembuluh
darah ditemukan di submukosa dan adventitia (Fiore, 2008)
2.3 Fisiologi kolon dan rektum

Fungsi utama kolon adalah absorbsi air dan elektrolit dari kimus untuk
membentuk feses yang padat dan penimbunan bahan feses sampai dapat dikeluarkan
(Guyton, 2008), kolon mengubah 1000-2000mL kimus isotonik yang masuk setiap hari
dari ileum menjadi tinja semipadat dengan volume sekitar 200-250mL (Ganong, 2008).

Sebagian besar absorpsi dalam usus besar terjadi pada pertengahan proksimal
kolon, sehingga bagian ini dinamakan kolon pengabsorpsi, sedangkan kolon bagian
distal pada prinsipnya berfungsi sebagai tempat penyimpanan feses sampai waktu yang
tepat untuk ekskresi feses dan oleh karena itu disebut kolon penyimpanan. Banyak
bakteri, khususnya basil kolon, bahkan terdapat secara normal pada kolon
pengabsorpsi. Bakteri-bakteri ini mampu mencernakan sejumlah kecil selulosa, dengan
cara ini menyediakan beberapa kalori nutrisi tambahan untuk tubuh (Guyton, 2008).

2.4 Karsinoma Kolorektal


2.4.1 Definisi

Kanker kolorektal adalah suatu penyakit neoplasma ganas yang berasal atau
tumbuh di dalam saluran usus besar (kolon) dan atau rektum (Sander, 2012). Kanker
kolorektal adalah keganasan yang berasal dari jaringan usus besar, terdiri dari kolon
(bagian terpanjang dari usus besar) dan atau rektum (bagian kecil terakhir dari usus
besar sebelum anus) (IKABDI, 2014).

Menurut American Cancer Society (2017), kanker kolorektal adalah kanker


yang dimulai di usus besar atau rektum. Kanker ini juga bisa dinamakan kanker usus
besar atau kanker rektum, tergantung darimana kanker berasal. Kanker usus besar dan
kanker rektum sering dikelompokkan bersama karena keduanya memiliki banyak ciri
yang sama.

2.4.2 Epidemiologi
Secara epidemiologis kejadian kanker kolorektal di dunia mencapai urutan
keempat, dimana jumlah pasien laki-laki sedikit lebih banyak daripada perempuan
dengan perbandingan 19,4 dan 15,3 per 100.000 penduduk (Sudoyo, 2009). Pada tahun
6

2011 diestimasikan bahwa sekitar 141,210 kasus baru dan 49,380 kematian terjadi
akibat kanker kolorektal di Amerika Serikat. Sekitar 72% kasus tersebut terjadi pada
bagian kolon dan 28% pada rektum (SEER, 2013). Dari data yang dikeluarkan oleh
International Agency for research on Cancer pada tahun 2013, berdasarkan
GLOBOCAN 2012 terjadi peningkatan sebanyak 14,1 juta kasus baru kanker di dunia
dengan 1,4 juta atau 9.7% didiagnosis sebagai kanker kolorektal.
Kanker kolorektal merupakan kanker urutan ketiga terbanyak menyerang pria
setelah kanker prostat dan kanker paru dengan persentase 10,0% serta penyebab
kematian keempat pada pasien kanker pria setelah kanker paru, kanker hepar, kanker
lambung dengan presentase 8% per 100.000 penduduk dunia. Selain itu, kanker
kolorektal menjadi kanker kedua terbanyak pada wanita dengan persentase 9,2%
setelah kanker payudara dan menjadi penyebab kematian ketiga dengan presentase 9%
setelah kanker payudara dan kanker paru (Globocan, 2012)

2.4.3 Faktor Resiko


Sampai saat ini penyebab pasti dari karsinoma kolorektal belum jelas diketahui.
Menurut CDC (2013), resiko berkembangnya karsinoma kolorektal meningkat seiring
bertambahnya usia. Lebih dari 90% kasus terjadi pada orang-orang berumur diatas 50
tahun atau lebih tua. Adapun faktor resiko lainnya yang menyebabkan karsinoma
kolorektal ini antara lain:
1. Inflamasi kronis
Inflammatory bowel disease (IBS) yang bersifat kronis merupakan salah satu
faktor etiologi yang signifikan dalam menyebabkan perkembangan
adenokarsinoma kolorektal. Resiko terkena karsinoma kolorektal meningkat 8
hingga 10 tahun . Selain itu, jumlah kasus karsinoma koloektal tinggi pada
pasien dengan onset yang cepat dan manifestasinya menyebar (pancolitis)
(CDC, 2013).
2. Riwayat personal atau keluarga yang pernah menderita kanker kolorektal atau
polip kolorektal (CDC,2013).
3. Sindrom genetik seperti familial adenomatous polyposis (FAP) atau hereditary
nonpolyposis colorectal cancer syndrome (HNPCC yang disebut juga Lynch
syndrome) (CDC,2013).
4. Faktor makanan dan gaya hidup
7

Komposisi makanan merupakan faktor penting dalam kejadian adenokarsinoma


kolon dan rektum. Makanan yang berasal dari daging hewan dengan kadar
kolesterol yang tinggi serta kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung
serat dapat menyebabkan karsinoma kolorektal (Tambunan, 1991). Selain itu
juga, insiden kanker ini tinggi kalori dan tinggi lemak hewani yang
dikombinasikan dengan gaya hidup yang kurang melakukan aktivitas fisik
(sedentary lifestyle). Sebuah studi epidemiologi juga mengindikasikan bahwa
konsumsi daging hewan, merokok, dan alkohol merupakan faktor resiko dari
kanker kolorektal (CDC, 2013). Menurut CDC (2013) disebutkan juga bahwa
interaksi antara bakteri di dalam kolon dengan asam empedu dan makanan
diduga memproduksi bahan karsinogenik dan ko-karsinogenik dalam
menyebabkan karsinoma kolorektal. Mekanisme molekuler yang mendasari
terjadinya studi diatas kemungkinan disebabkan oleh amin heterosiklik yang
dihasilkan selama proses memasak daging, stimulasi level yang lebih tinggi dari
asam empedu fekal dan produksi oksigen reaktif. Sedangkan kandungan
sayuran yang bersifat antikarsinogenik seperti folat, antioksidan dan pemicu
enzim yang mendetoksifikasi, ikatan karsinogen lumen, fermentasi serat untuk
menghasilkan asam lemak volatile yang protektif, dan mengurangi waktu
kontak dengan epithelium kolorektal karena waktu transitnya lebih cepat.

Gambar 2. Risiko Relatif untuk faktor risiko kanker kolorektal. (sumber:


colorectal cancer facts and figures 2017-2019, American Cancer Society).
8

2.4.4 Lokasi kanker

Embriologi usus besar berasal dari usus tengah dan usus belakang. Bagian
traktus digestivus yang berasal dari usus tengah dimulai dari duodenum tepat di sebelah
distal muara duktus biliaris dan berlanjut ke tautan dua pertiga proksimal kolon
trasnversum dengan sepertiga distalnya. Bagian traktus digestivus yang embriologinya
berasal dari usus tengah mendapatkan perdarahan yang berasal dari arteri mesenterika
superior. Sepertiga distal kolon transversum, kolon descenden, kolon sigmoid, rektum
dan bagian atas kanalis analis berasal dari usus belakang dan mendapatkan perdarahan
dari arteri mesenterika inferior. Berdasarkan embriologi inilah kolon dapat dibagi
menjadi 2, yaitu kolon kanan yang terdiri dari caecum, kolon ascenden, fleksura
hepatika dan dua pertiga proksimal kolon transversum serta kolon kiri yang terdiri dari
sepertiga distal kolon transversum, fleksura lienalis, kolon descenden, kolon sigmoid
dan rektum (Sadler, 2012). Menurut lokasi, kanker kolorektal dapat diklasifikasikan
menjadi kanker kolon kanan, kanker kolon kiri, dan kanker rektum. Lokasi tumor pada
kanker kolorektal mempengaruhi gejala klinis pada pasien (Riwanto et al, 2012).

2.4.5 Patogenesis

Perjalanan penyakit dari kanker kolorektal terjadi akibat perubahan pada gen
kunci pengatur pertumbuhan yaitu APC, tp53, TGF- β Tumor-Suppressor Pathway.

a. APC

Kanker kolorektal terjadi akibat banyak perubahan genetic, tetapi jalur sinyal
tertentu secara jelas dipilih sebagai faktor kunci dalam pembentukan tumor. tumor.
Aktifasi dari jalur sinyal Wnt menjadi awal dari kejadian kanker kolorektal. APC
merupakan komponen dari kompleks degradasi protein β-catenin yaitu proteolisis.
Mutasi kanker kolorektal yang paling sering adalah menginaktifasi gen-gen yang
mengkode protein APC. Akibat ketidakberadaan fungsi APC, Wnt memberi sinyal
secara tidak wajar. Mutasi dari gen APC menyebabkan poliposis adenomatous familial,
hampir 100% karier dari gen ini merupakan resiko dari kanker kolorektal pada usia 40
tahun.

b. TP53
9

Inaktifasi dari jalur p53 akibat mutasi dari TP 53 merupakan kunci genetik
kedua dari tahapan kanker kolorektal. Pada kebanyakan tumor, dua alel Tp53
diinaktifasi, biasanya oleh kombinasi dari mutasi missense yang menginaktifasi
aktivitas transkripsi p53 dan delesi kromosom 17p yang mengeliminasi alel kedua
Tp53. Inaktifasi dari TP53 sering terjadi dengan transisi dari adenoma besar menjadi
karsinoma invasif. Pada kebanyakan kanker kolorektal dengan mismatch dan
kerusakan proses perbaikan, aktivitas dari jalur p53 berkurang oleh mutasi pada BAX
yang merupakan penginduksi dari apoptosis.

c. TGF-β Tumor-Suppressor Pathway

Mutasi dari sinyal TGF-β merupakan tahap ketiga dari progresi kanker
kolorektal. Mutasi somatik menginaktifasi TGFBR2 sekitar sepertiga dari kanker
kolorektal. Kurang lebih setengah dari semua kanker kolorektal dengan gangguan
perbaikan tipe wild, sinyal dari TGF-β dihancurkan oleh inaktifasi mutasi missense
pada domain TGFBR2 kinase. Mutasi yang menginaktifasi jalur TGF-β terjadi dengan
transisi dari adenoma ke high grade dysplasia atau karsinoma (Markowitz dan
Bertagnolli, 2009).

Berikut ini merupakan jalur-jalur gen pengatur pertumbuhan yang ditunjukkan


oleh gambar berikut ;
10

Gambar 3. Jalur gen-gen dan faktor pertumbuhan yang mengontrol progresi dari
kanker kolorektal (Molecular Basis of Colorectal, N Engl J Med).
2.4.6 Manifestasi Klinis
Menurut Japaries (2017) kanker kolorektal dibagi menjadi dua stadium yaitu :
1. Stadium dini
a. Tanda iritasi usus dan perubahan kebiasaan defekasi: sering buang
air besar, diare atau obstipasi, kadang kala obstipasi dan diare
bergantian, tanesmus, anus turun tegang, sering terdapat nyeri samar
pada abdomen. Pada pasien lansia, hal ini sukar disadari karena
tubuh mulai kurang sensitif terhadap nyeri. Sehingga kadang kala
setelah terjadi perforasi tumor, peritonitis baru merasakan nyeri dan
berobat.
b. Hematokezia: pasien sering mengeluhkan adanya bercak darah saat
buang air besar, berwarna merah segar atau merah gelap, biasanya
tidak banyak dan intermitten.
c. Ileus: Merupakan tanda lanjut dari kanker kolon. Ileus kolon sisi kiri
sering ditemukan. Kanker kolon tipe ulseratif atau hiperplastik
menginvasi ke sekitar dinding usus membuat lumen usus
menyempit hingga ke ileus, sering berupa ileus mekanik nontotal
kronis, mula-mula timbul perut kembung, rasa tak enak perut, lalu
timbul sakit perut intermitten, borborigmi, obstipasi atau feses
menjadi kecil-kecil bahkan tak dapat buang angin atau feses.
Sedangkan ileus akut umumnya disebabkan karsinoma kolon tipe
infiltratif. Tidak jarang terjadi intussusepsi dan ileus karena tumor
pada lansia, maka pada lansia dengan intususepsi harus memikirkan
kemungkinan karsinoma kolon. Pada ileus akut maupun kronik,
gejala muntah tidak menonjol, bila terdapat muntah, mungkin usus
kecil (khususnya proksimal) sudah terinvasi tumor.
d. Massa abdominal: ketika tumor tumbuh hingga batas tertentu, di
daerah abdomen dapat diraba adanya massa, sering diemukan pada
kolon belahan kanan. Pasien lansia umumnya berat badan menurun,
dinding abdomen relatif longgar, massa mudah diraba. Pada
awalnya massa bersifat mobile, setelah menginvasi sekitar menjadi
terfiksasi.
11

e. Anemia, berat badan menurun, demam, astenia dan gelaja toksik


sistemik lain. Karena pertumbuhan tumor menghabiskan nutrisi
tubuh, perdarahan kronis jangka panjang menyebabkan anemia, dan
infeksi sekunder tumor menyebabkan demam dan gejala toksik.

2. Stadium lanjut
Selain gejala lokal tersebut di atas, pada fase akhir progresi kanker usus besar
timbul gejala stadium lanjut yang sesuai. Misal, invasi luas tumor dalam kavum pelvis
menimbulkan nyeri daerah lumbosakral, iskialgia dan neuralgia daerah obturatoria; ke
anterior menginvasi mukosa vagina dan vesika urinaria menimbulkan perdarahan per
vaginam atau hematuria, bila parah dapat timbul fistel rektovaginal, fistel rektovesikal;
obstruksi ureter bilateral menimbulkan anuria, uremia; tekanan pada uretra
menimbulkan retensi urin; asites, hambatan saluran limfatik atau tekanan pada vena
iliaka menimbulkan udem tungkai, skrotal, labial; perforasi menimbulkan peritonitis
akut, abses abdomen; metastasis jauh seperti ke hati menimbulkan hepatomegali,
ikterus, asites; metastasis ke paru menimbulkan batuk, nafas memburu, hemoptisis;
metastasis ke otak dapat menyebabkan koma. Akhirnya dapat timbul kakeksia,
kegagalan sistemik (Japaries, 2017)
Gejala klinis kanker kolorektal pada lokasi tumor di kolon kiri berbeda dengan
kanan. Tumor di kolon kiri sering bersifat skirotik sehingga lebih banyak menimbulkan
stenosis dan obstruksi karena feses sudah menjadi padat. Tumor pada kolon kiri dan
rektum menyebabkan perubahan pola defekasi seperti konstipasi atau defekasi dengan
tenesmi, semakin distal letak tumor feses semakin menipis atau seperti kotoran
kambing atau lebih cair disertai darah atau lendir. Pada kanker kolon kanan jarang
terjadi stenosis karena feses masih cair. Gejala umumnya adalah dispepsia, kelemahan
umum penurunan berat badan dan anemia. Pada kanker di kolon kanan didapatkan
massa di perut kanan bawah. Selain itu, nyeri pada kolon kiri lebih nyata daripada kolon
kanan. Tempat yang dirasa nyeri berbeda karena asal embriogenik yang berlainan.
Nyeri dari kolon kiri bermula di bawah umbilikus, sedangkan dari kolon kanan di
epigastrium (Riwanto et al).
2.4.7 Diagnosis
Diagnosis untuk kanker kolorektal dapat ditegakkan dengan cara ;
1. Anamnesa
12

a. Perdarahan per-anum dengan peningkatan frekuensi


defekasi dan/atau diare selama ≥6 minggu;
b. Perdarahan per-anum tanpa gejala anal pada usia ≥60
tahun;
c. Peningkatan frekuensi defekasi atau diare selama≥6
minggu pada usia ≥60 tahun;
d. Teraba masa pada fossa iliaka dekstra;
e. Ada massa intra-luminal di dalam rektum;
f. Terdapat tanda-tanda obstruksi mekanik usus;
g. Setiap pasien dengan anemia defisiensi besi dengan
hemoglobin < 11 g% pada pria dan hemoglobin < 10 g%
pada wanita pascamenopause
2. Pemeriksaan fisik
Rectal toucher (Colok dubur)
a. Keadaan tumor
Lesi pada dinding rektum dan letak bagian terendah tumor terhadap cincin
anorektal, serviks uteri, bagian atas kelenjar prostat atau ujung os coccygis. Pada
wanita sebaiknya juga dilakukan palpasi melalui vagina untuk mengetahui apakah
mukosa vagina di atas tumor tersebut licin dan dapat digerakkan atau ada perlekatan
dan ulserasi untuk menilai batas atas dari lesi anular. Penilaian batas atas ini tidak dapat
dilakukan dengan pemeriksaan colok dubur.
b. Mobilitas tumor
Penting untuk mengetahui prospek terapi pembedahan. Lesi yang sangat dini
umumnya masih dapat digerakkan pada lapisan otot dinding rektum, sedangkan lesi
yang sudah lebih lanjut umumya terfiksasi karena penetrasi atau perlekatan ke struktur
seperti kelenjar prostat, buli-buli, dinding posterior vagina atau dinding anterior uterus.
c. Ekstensi dan ukuran tumor dengan menilai batas atas,
bawah, dan sirkuler (IKABDI, 2014).
13

Gambar 4. Rectal Toucher


3. Pemeriksaan penunjang
a. Kolonoskopi

Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh mukosa


kolon dan rektum. Sebuah standar kolonoskopi panjangnya dapat mencapai 160 cm.
Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk dapat menunjukkan polip
dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan dari pemeriksaan kolonoskopi sebesar
94%, lebih baik daripada barium enema yang keakuratannya hanya sebesar 67%
(Depkes, 2006). Sebuah kolonoskopi juga dapat digunakan untuk biopsi, polipektomi,
mengontrol perdarahan dan dilatasi dari striktur. Kolonoskopi merupakan prosedur
yang sangat aman dimana komplikasi utama (perdarahan, komplikasi anestesi dan
perforasi) hanya muncul kurang dari 0,2% pada pasien. Kolonoskopi merupakan cara
yang sangat berguna untuk mendiagnosis dan manajemen dari inflammatory bowel
disease, non akut divertikulitis, sigmoid volvulus, gastrointestinal bleeding,
megakolon non toksik, striktur kolon dan neoplasma. Komplikasi lebih sering terjadi
pada kolonoskopi terapi daripada diagnostik kolonoskopi, perdarahan merupakan
komplikasi utama dari kolonoskopi terapeutik, sedangkan perforasi merupakan
komplikasi utama dari kolonoskopi diagnostik (Schwartz, 2005).

b. CT Scan dan MRI

CT Scan dan MRI sulit untuk membedakan lesi jinak dan ganas, kelebihan
utama pemeriksaan ini adalah menunjukkan situasi terkenanya jaringan seitar, ada
tidaknya metastasis kelenjar limfe atau organ jauh, sehingga membantu dalam
14

penentuan stadium klinis dan perkiraan operasi. Pemeriksaan ini juga peka dalam
menemukan massa dalam kavum pelvis, berguna dalam diagnosis rekurensi pasca
operasi karsinoma rektal.

c. Biomarker tumor

Skrining CEA (Carcinoma Embrionic Antigen). Carcinoma Embrionic Antigen


merupakan pertanda serum terhadap adanya karsinoma kolon dan rektum. Carcinoma
Embrionic Antigen adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang
masuk ke dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker serologi untuk
memonitor status kanker kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi dini dan metastase
ke hepar. Carcinoma Embrionic Antigen terlalu insensitif dan nonspesifik untuk bisa
digunakan sebagai skrining kanker kolorektal.

Namun pemeriksaan biomarker ini dapat berpengaruh dalam mengestimasi


prognosis, monitor efek terapi dan rekurensi pasca operasi. Misal, pemeriksaan kadar
CA19-9 atau CEA sebelum terapi tinggi, namun setelah terapi menurun, pertanda terapi
tersebut efektif. Sebaliknya bila pasca operasi kadar CA19-9 atau CEA pasien
meninggi pertanda terdapat kemungkinan rekurensi atau metastasis, diperlukan
pemeriksaan lebih lanjut untuk konfirmasi diagnosis (Japaries, 2017).

d. Biopsi

Biasanya jika suspek kanker kolorektal ditemukan pada pemeriksaan


diagnostik, dilakukan biopsi saat kolonoskopi. Pada biopsi, dokter akan menyingkirkan
bagian kecil dari jaringan dengan alat khusus yang dilewati melalui scope. Dapat tejadi
perdarahan setelah tindakan ini, tetapi berhenti dalam periode waktu yang singkat.
Sangat jarang, bagian kolon membutuhkan operasi pengangkatan untuk menegakkan
diagnosis (American Cancer Society, 2017).

e. Pemeriksaan darah samar

Guaiac fecal occult blood test menggunakan bahan kimia guaiac untuk
memeriksa darah yang tidak terlihat secara langsung oleh mata pada feses/kotoran.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan menggunakan kit yang telah disediakan.
15

Setelah kotoran dikumpulkan, dapat diberikan kepada tenaga kesehatan untuk


dilakukan pemeriksaan lebih lanjut(ICCC, 2019)

2.4.8 Stadium

Estimasi paling baik dalam prognosis kanker kolorektal yang berhubungan


dengan perluasan anatomi penyakit adalah pemeriksaan patologi dari reseksi spesimen.
Staging dari kanker kolorektal relatif lurus ke depan. Pada mulanya staging
menggunakan klasifikasi Dukes, dimana pasien dikategorikan menjadi tiga kategori
(stages A, B, C). Kemudian dilakukan modifikasi oleh Astler-Coller mejadi empat
kategori (stage: D). Gunderson & Sosin memodifikasi kembali pada tahun 1978. Yang
terbaru adalah sistem TNM oleh American Joint Committee on Cancer (AJCC) yang
mengelompokkan menjadi empat stage (stage I-IV) yang ditunjukkan untuk tabel 2.1
(Fleming, 2012).

Tingkat anatomi penyakit pada presentasi (stadium) adalah prediktor terkuat


untuk bertahan hidup bagi pasien dengan kanker kolorektal dan membentuk dasar
manajemen pasien yang tepat. Sistem pementasan tumor, nodus, metastasis (TNM) dari
American Joint Committee on Cancer (AJCC) dan International Union Against Cancer
dianggap standar internasional untuk pementasan karsinoma kolorektal. Dalam sistem
TNM, penunjukan "T" mengacu pada tingkat lokal tumor primer yang tidak diobati,
"N" ke status kelenjar getah bening regional, dan "M" ke penyakit metastasis jauh pada
saat diagnosis dan pemeriksaan awal (Niederhuber et al, 2016).
16

Gambar 5. Sistem klasifikasi berdasarkan tumor, nodus, dan metastasis


(Niederhuber et al, 2016)

T (Tumor) = tumor primer


TX : Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 : Tidak ada bukti tumor primer
Tis : Karsinoma in situ: terbatas intraepithelial atau invasi dari lamina
propria
T1 : Tumor menginvasi hingga ke submukosa
T2 : Tumor menginvasi hingga ke muskularis propria
T3 : Tumor menginvasi hingga ke muskularis propria ke subserosa
T4 : Invasi langsung tumor ke organ lain atau struktur dana tau perforasi
ke peritoneum visceral

N (Nodus) = Nodus Limfe Regional


NX : Kondisi kelenjar limfe regional tidak dapat dinilai
N0 : Tidak ada metastasis kelenjar limfe regional
N1 : Metastasis 1 – 3 buah kelenjar limfe regional
N2 : Metastasis >4 buah kelenjar limfe regional

M (Metastasis) = Penyebaran
MX : Tidak dapat menilai ada tidaknya
M0 : Tidak ada metastasis
M1 : Terdapat metastasis

Gambar 6. Stadium pada karsinoma kolorektal


17

(Sumber: Alteri, 2011)


Klasifikasi karsinoma ini pertama kali diajukan oleh Dukes pada tahun 1930
(Sjamsuhidajat, 2004). Klasifikasi Dukes dibagi berdasarkan dalamnya infiltrasi
karsinoma ke dinding usus. Klasifikasi dukes juga menunjukkan angka prognosis dari
kejadi karsinoma kolorektal. (Sjamsuhidajat & de Jong, 2011).
Tabel 1. Klasifikasi karsinoma kolorektal (Dukes)

Dukes Dalamnya infiltrasi Prognosis hidup setelah 5 tahun


A Terbatas di dinding usus 97%
B Menembus lapisan muskularis mukosa 80%
C Metastasis kelenjar limf
C1 Beberapa kelenjar limfe dekat tumor 65%
C2 Primer 35%
Dalam kelenjar limfe jauh
D Metastasis jauh <5%
Sumber: Sjamsuhidajat & de Jong, 2011

2.4.9 Histopatologi
Klasifikasi histologis kanker kolorektal yang diterima secara internasional yang
diusulkan oleh World Health Organization (Tabel 2.2) direkomendasikan oleh College
of American Pathologists (CAP). Menurut klasifikasi ini, mayoritas kanker kolorektal
adalah adenokarsinoma tanpa tipe khusus. Subkelompok khusus perlu diperhatikan
karena mereka mungkin terkait dengan genotipe dan prognosis tertentu. Penilaian
kolorektal kolorektal, secara keseluruhan, didasarkan pada fitur arsitektur dan fitur
sitologi (misalnya, pleomorfisma, hiperkromatisme, dan produksi musin), tetapi
tingkat pembentukan kelenjar secara luas dianggap sebagai fitur yang paling penting
dalam penilaian. Sebagian besar sistem stratifikasi tumor menjadi tiga kelas: kelas 1
(terdiferensiasi dengan baik), kelas 2 (cukup terdiferensiasi), dan tingkat 3 (kurang
terdiferensiasi) (Niederhuber et al, 2016).
Untuk gambaran tipe histologi, secara internasional klasifikasi histopatologi
untuk tumor kolorektal menggunakan klasifikasi menurut World Health Organization
18

(WHO) yang ditunjukkan pada tabel berikut ini (Iacobuzio-Donahue dan


Montgometry, 2012)

Tabel 3. Klasifikasi kanker kolorektal menurut World Health Organization (WHO)

Histopathologic Types of Colorectal Carcinoma Recognized by the World Health


Organization

Adenocarcinoma
Mucinous adenocarcinoma
Signet ring carcinoma
Small cell carcinoma
Adenosquamous carcinoma
Squamous cell carcinoma
Undifferentiated carcinoma

2.4.10 Tatalaksana
1. Terapi kemoterapi
Sepertiga pasien yang menjalani operasi kuratif akan mengalam rekurensi.
Kemoterapi dapat diberikan sebegai terapi adjuvant, neoadjuvant atau paliatif.
Kemoterapi adjuvan diberikan untuk menurunkan tingkat rekurensi kanker kolorektal
setelah operasi. Pasien Dukes A jarang mengalami rekurensi sehingga tidak perlu terapi
adjuvan. Pasien kanker kolorektal Dukes C yang mendapat levamisol dan 5 FU secara
signifikan meningkatkan harapan hidup dan masa interval bebas tumor (disease free
interval). Kemoterapi adjuvan tidak berpengaruh pada kanker kolorektal Dukes B
(Abdullah, 2014).
2. Tindakan Operasi
Mayoritas pasien dengan kanker kolon stadium I dan II menjalani kolektomi
parsial atau total, sementara sekitar dua pertiga dari mereka dengan kanker kolon
stadium III (juga beberapa dengan penyakit stadium II) menerima kemoterapi selain
kolektomi untuk menurunkan risiko kekambuhan. Untuk pasien dengan kanker rektal,
proctectomy atau proctocolectomy adalah perawatan yang paling umum untuk penyakit
stadium I, dan sekitar setengahnya juga menerima radiasi dan/atau kemoterapi. Kanker
rektum stadium II dan III ditatalaksana dengan kemoterapi neoadjuvant plus radiasi.
19

Kolostomi (biasanya sementara) lebih sering diperlukan selama operasi untuk pasien
dengan kanker rektum daripada untuk mereka yang menderita kanker kolon.
Kemoterapi adalah pengobatan utama untuk kanker rektum stadium IV (Miller et al,
2016).
2.4.11 Kegadaruratan Ca Kolorekral

1. Obstruksi akibat kanker kolorektal


2. Perforasi dari kanker kolorektal
3. Perdarahan kanker kolorektal (Thompson, 2015)

2.4.12 Pencegahan
Peran deteksi dini dan diagnosis pada pengelolaan kanker kolorektal adalah
untuk meningkatnya ketahanan hidup, menurunnya tingkat morbiditas dan mortalitas
pasien kanker kolorektal.
1. Screening
Sebagian besar kanker kolorektal muncul dari polip adenomatosa.
Perkembangan polip adenomatosa dari polip kecil, polip yang lebih besar, hingga polip
dyspastic, dan akhirnya kanker terjadi paling tidak selama 10 tahun. Tujuan skrining
adalah mendeteksi polip sebelum berubah menjadi kanker. Pedoman untuk skrining
memperhitungkan efektivitas, sensitivitas, spesifisitas, biaya, dan morbiditas

2. Pencegahan Primer
Obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID), kalsium, folat, dan estrogen dapat
mencegah perkembangan polip. Konsumsi tinggi daging merah / olahan dan diet
rendah ikan dikaitkan sebagai faktor-faktor peningkatan risiko kanker kolorektal.
Namun, untuk aktivitas fisik mungkin memiliki efek perlindungan terhadap kejadian
kanker kolorektal (Chabner dan Longo, 2014).
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas pasien


Nama : Ny. SA
Usia : 77 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 31 Desember 1941
Alamat : Sidikalang, Sumatera Utara
Agama : Islam
Suku : Jawa
No. Rekam Medis : 01.08.96.58
Tanggal Masuk RSUPM : 17 Juli 2019
3.2 Anamnesis (alloanamnesis)
Keluhan Utama : Nyeri di seluruh lapangan perut
Telaah : Hal ini telah dialami pasien selama  2 hari
sebelum masuk rumah sakit, awalnya nyeri dirasakan pada daerah epigastrium dan
dibagian perut bawah lama kelamaan menyebar ke seluruh perut. Pasien merupakan
rujukan dari RS Sidikalang dengan diagnosa Susp. Ileus Paralitik. Sebelumnya pasien
masuk ke RS Sidikalang dengan keluhan mencret yang sudah berlangsung lebih dari 1
minggu sebelumnya hingga 4 – 5 x dalam sehari. Namun, sejak 1 hari yang lalu pasien
tidak ada buang air besar sama sekali. Pasien juga mengeluhkan adanya mual (+) dan
muntah (+) yang sudah di alami sejak 2 hari ini, penurunan nafsu makan (+). Demam
(+) juga dialami pasien dengan sejak 1 hari yang lalu, BAK (+) normal, BAB terakhir
berwarna kehitaman sedikit cair.

Riwayat Penyakit Terdahulu : Nyeri otot


Riwayat Penggunaan Obat : Obat penghilang nyeri
Riwayat Keluarga : Tidak ada kelainan serupa

Vital Sign :
Sensorium : Compos mentis
Tekanan darah : 130/90 mmHg

20
21

HR : 84 x/i
RR : 28 x/i
T : 36,4 °C

Pemeriksaan Fisik
Kepala : conjunctiva palpebra inferior anemis (-), mata cekung (-)
Leher : tidak dijumpai kelainan
Thorax : tidak dijumpai kelainan
Abdomen : dalam status lokalisata
Ekstremitas : tidak dijumpai kelainan
Genitalia : pasien seorang perempuan, tidak dijumpai kelainan

Status Lokalisata
Abdomen
• Inspeksi : Simetris, distensi (+)

• Palpasi : Defans muscular (+) diseluruh abdomen

• Perkusi : Hipertimpani

• Auskultasi : Peristaltik (-)

• Rectal Toucher

Perineum normal, sphincter ani ketat, mukosa licin, nyeri tidak jelas, pada
ampula terdapat feses.

Sarung tangan : feses (+) darah (-) mucus (-)

Pemeriksaan Penunjang

Hasil Laboratorium: (18/07/2019)


• Hb / Ht / Wbc / Plt : 14,8 g/dL/ 41,3 % / 11.760/uL / 95.000/uL

• Na / K / Cl : 147,00/ 5,4 / 128,00 mmol/L

• Glukosa Adrandom : 100

• Ureum / Kreatinin : 170 / 2,59


22

Radiologi


 Foto Thorax AP/Supine

Kesan: tidak tampak kelainan

• Folo Polos Abdomen

Kesan : Pneumoperitoneum > Perforasi

Diagnosa Awal : Diffuse peritonitis d/t hollow organ perforation

Diagnosa Kerja:
Post laparatomi eksplorasi d/t Ca Sigmoid
23

Penatalaksanaan:
• IVFD RL 20 tetes/menit

• Injeksi ceftriaxone 1 amp/ 12 jam

• Injeksi ketorolac 1amp/ 8 jam

• Injeksi metronidazol 500 mg/ 8jam


DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society, 2017. Colorectal Cancer Facts & Figures 2017-2019,
American Cancer Society, Atlanta.
Chabner, B. A. & Longo, D. L. 2014. Harrison’s Manual of Oncology, 2nd edn,
McGraw-Hill Education, United States.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007. Profil Kesehatan Indonesia
2006, Jakarta.
Evelyn, C. P. 2009. Anatomi dan fisiologi untuk Para Medis. PT Gramedia,
Jakarta.
Feldman, M., Friedman, L.S. & Brandt, L.J. 2016. Sleisenger and Fordtran’s
Gastrointestinal and Liver Disease: Anatomy, Histology, Embryology,
and Development anomalies of the small and large intestine, 10th edn,
Saunders Elseviers, United States of America, 1649-1678.
Fleming, M., Ravula, S., Tatishchey, S., Wang, H. 2012. Pathologic aspects of
colorectal carcinoma, Journal of Gastrointestinal Oncology, Los
Angeles, California, USA, 153-173.
Florensia, F. 2014. Karakteristik Pasien Kanker Kolorektal di RSUP Haji Adam
Malik Tahun 2011 – 2013, Medan, Universitas Sumatera Utara.
Globocan, 2012. Estimated Cancer Incidence, Mortality and Prevalence
Worldwide in 2012: Indonesia, Accessed 24 April 2018, Available at:
http://globocan.iarc.fr/Pages/fact_sheets_population.aspx
Iacobuzio-Donahue, C. A. & Montgomery, E. 2015. Gastrointestinal and Liver
Pathology, Elsevier Saunders, Philadelpia.
IKABDI, 2014. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Kanker Kolorektal,
Komite Penanggulangan Kanker Nasional, Jakarta.
Japaries, W. 2017. Buku Ajar Onkologi Klinis, 2nd edn, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
Markowitz, S. & Bertagnolli, M. 2009. Molecular Basis of Colorectal Cancer,
New English Journal Medicine, Boston.
Niederhuber, J. E., Armitage, J. O., Doroshow, J. H., Kastan, M. B. & Tepper, J.
E. 2014. Abeloff’s clinical oncology: Colorectal Cancer, Saunders
Elseviers, China, 1278-1335.
25

Riwanto, I., Hamami, A. H., Pieter, J., Tjambolang ,T. & Ahmadsyah, I. 2012.
Usus Halus, Appendiks, Kolon, dan Anorektum. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Bedah, 3rd edn, EGC, Jakarta, 731-98.
Sander, M.A. 2012. Profil Penderita Kanker Kolon dan Rektum di RSUP Hasan
Sadikin Bandung, Malang, Universitas Muhammadiyah Malang.
SEER, Cancer Statistics Factsheets, 2018. Colon and Rectum Cancer, Accessed
24 April 2018, Available at:
http://seer.cancer.gov/statfacts/html/colorect.html.
Sudoyo, A., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. 2009. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, InternaPublisihing, Jakarta.
Tortora, G.J, Derrickson, B. 2009. Principle of Anatomy and Physiology, 12th
edn, John Wiley & Sons, United States of America.

Thompson WM. Jaffe T. Large-Bowel Obstruction in the Adult: Classic


Radiographic and CT Findings, Etiology, and Mimics. Radiology 2015;
275: 651–661.

World Health Organization. 2000. Classification of Tumours of the Digestive


System, IARC Press, Perancis.

Anda mungkin juga menyukai

  • Borang Belum Update Kia
    Borang Belum Update Kia
    Dokumen9 halaman
    Borang Belum Update Kia
    Suci Handayani
    Belum ada peringkat
  • FISH BONEe
    FISH BONEe
    Dokumen1 halaman
    FISH BONEe
    Suci Handayani
    Belum ada peringkat
  • Borang Belum Update
    Borang Belum Update
    Dokumen9 halaman
    Borang Belum Update
    Suci Handayani
    Belum ada peringkat
  • CLUSTER
     CLUSTER
    Dokumen17 halaman
    CLUSTER
    Suci Handayani
    Belum ada peringkat
  • PDF - FISH BONE Fix
    PDF - FISH BONE Fix
    Dokumen1 halaman
    PDF - FISH BONE Fix
    Suci Handayani
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka Minipro
    Daftar Pustaka Minipro
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka Minipro
    Suci Handayani
    Belum ada peringkat
  • SIFILIS
    SIFILIS
    Dokumen24 halaman
    SIFILIS
    Suci Handayani
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka Minipro
    Daftar Pustaka Minipro
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka Minipro
    Suci Handayani
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen4 halaman
    Bab I
    Suci Handayani
    Belum ada peringkat
  • Imunisasi, KIA, KB, Kesling
    Imunisasi, KIA, KB, Kesling
    Dokumen5 halaman
    Imunisasi, KIA, KB, Kesling
    Suci Handayani
    Belum ada peringkat
  • Nilai Brian
    Nilai Brian
    Dokumen2 halaman
    Nilai Brian
    Suci Handayani
    Belum ada peringkat
  • Fish Bone
    Fish Bone
    Dokumen1 halaman
    Fish Bone
    Suci Handayani
    Belum ada peringkat
  • Makanan Sehat
    Makanan Sehat
    Dokumen21 halaman
    Makanan Sehat
    Suci Handayani
    Belum ada peringkat
  • Makanan Sehat
    Makanan Sehat
    Dokumen21 halaman
    Makanan Sehat
    Suci Handayani
    Belum ada peringkat
  • GHFD
    GHFD
    Dokumen19 halaman
    GHFD
    Suci Handayani
    Belum ada peringkat
  • Salinan Yang Ini Apraksia
    Salinan Yang Ini Apraksia
    Dokumen14 halaman
    Salinan Yang Ini Apraksia
    Suci Handayani
    Belum ada peringkat
  • Indikator Phbs
    Indikator Phbs
    Dokumen1 halaman
    Indikator Phbs
    Suci Handayani
    Belum ada peringkat
  • Kencing Manis Kliping
    Kencing Manis Kliping
    Dokumen8 halaman
    Kencing Manis Kliping
    Suci Handayani
    Belum ada peringkat
  • Stunting
    Stunting
    Dokumen1 halaman
    Stunting
    Suci Handayani
    Belum ada peringkat
  • Sinusitis Akut
    Sinusitis Akut
    Dokumen2 halaman
    Sinusitis Akut
    Suci Handayani
    Belum ada peringkat
  • Edit Tambah
    Edit Tambah
    Dokumen17 halaman
    Edit Tambah
    Suci Handayani
    Belum ada peringkat
  • BGFD
    BGFD
    Dokumen37 halaman
    BGFD
    Suci Handayani
    Belum ada peringkat
  • Ga Ett Neonatus
    Ga Ett Neonatus
    Dokumen23 halaman
    Ga Ett Neonatus
    Suci Handayani
    Belum ada peringkat
  • Lapkas Anestesi
    Lapkas Anestesi
    Dokumen75 halaman
    Lapkas Anestesi
    Suci Handayani
    Belum ada peringkat
  • Chapter II
    Chapter II
    Dokumen22 halaman
    Chapter II
    Puji
    Belum ada peringkat
  • BGFD
    BGFD
    Dokumen37 halaman
    BGFD
    Suci Handayani
    Belum ada peringkat
  • Edit Tambah
    Edit Tambah
    Dokumen17 halaman
    Edit Tambah
    Suci Handayani
    Belum ada peringkat
  • Refarat
    Refarat
    Dokumen29 halaman
    Refarat
    Suci Handayani
    Belum ada peringkat
  • Ca Colorectal Ok
    Ca Colorectal Ok
    Dokumen29 halaman
    Ca Colorectal Ok
    Suci Handayani
    Belum ada peringkat
  • Ca Kolorektal
    Ca Kolorektal
    Dokumen32 halaman
    Ca Kolorektal
    Suci Handayani
    Belum ada peringkat