Jurding GBS 1
Jurding GBS 1
Oleh:
Pembimbing
SMF NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya, penulisan dapat menyelesaikan laporan kasus stase syaraf dengan kasus “Guillain Bare
Syndrome”, dimana laporan ini diajukan untuk memenuhi tugas individu stase syaraf.
Sholawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan kepada Rasulullah SAW, yang telah
menuntun dari zaman yang gelap pada zaman yang terang benderang.
Dengan terselesaikannya laporan kasus ini kami ucapkan terima kasih yang sebesar
besarnya kepada dr.Kunadi spesialis syaraf, selaku pembimbing, yang telah membimbing dan
menuntun penulis dalam pembuatan laporan kasus ini. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih
kepada orang tua yang selalu memanjatkan doa dan memberi dukungan baik secara lahir
maupun batin sehingga penulis mampu menyelesaikan laporan kasus individu dengan baik.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu penulis tetap membuka diri untuk kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
demyelinating polyradiculopathy (AIDP), merupakan jenis neuropati akut yang paling umum
dan dapat terjadi pada semua golongan usia. Kasus terbanyak disebabkan oleh serangan
autoimun pada mielin saraf motor yang kebanyakan dipicu oleh infeksi. Penyebab infeksi
Barr virus, Mycoplasma pneumonia, dan Haemophilus influenza. Penyebab lain GBS yang
jarang adalah vaksinasi. Kira-kira dari satu pertiga kasus tidak dapat ditemukan pemicu dari
sistem autoimun.
dan perifer dengan onset akut. Infeksi virus pada saluran pernafasan ataupun pencernaan,
imunisasi, atau tindakan bedah biasanya seringkali terjadi 5 hari sampai 4 minggu sebelum
termasuk kelemahan secara simetris yang cepat dan progresif, hilangnya refleks tendon,
diplegia wajah, parese otot orofaring dan otot pernafasan, dan terganggunya sensasi pada
tangan dan kaki. Terjadi perburukan kondisi dalam beberapa hari hingga 3 minggu, diikuti
periode stabil dan perbaikan secara bertahap menjadi kembali normal atau mendekati fungsi
normal. Plasmapharesis atau IVIG yang dilakukan lebih awal akan mempercepat penyembuhan
Umur : 22 tahun
Agama/suku : Islam/Jawa
2.2 Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan nyeri punggung sejak 3 hari SMRS. 7 hari SMRS pasien
mengeluh tebal kedua kaki terlebih dahulu kemudian disusul kesemutan di kedua tangan
sehingga membuat pasien tidak bisa memakaikan kancing baju, lalu pasien pergi ke dokter
setempat tetapi tidak membaik setelah mendapat obat, 2 hari selanjutnya pasien kembali ke
dokter yang berbeda dan mendapat obat tetapi tetap tidak membaik. 2 hari selanjutnya / 3 hari
SMRS keluhan pasien semakin bertambah. Pasien mulai tidak bisa berjalan disusul nyeri pada
lengan atas dan punggung, 2 hari SMRS pasien mengeluh nyeri telan dan mata tidak bisa
Resume RPS :
- Jumat pasien mengeluh tidak berjalan disusul nyeri lengan atas, nyeri punggung
keseluruhan
- Sabtu nyeri telan dan mata tidak bisa menutup rapat ketika merem
- Minggu pagi dibawa ke IGD RSML dengan keluhan nyeri punggung yang sangat dan
Sesak disangkal, mual muntah disangkal, sakit kepala disangkal, riwayat batuk pilek dan
diare dalam beberapa bulan terakhir disangkal. BAK terakhir sabtu sore dan dibawa ke
menyusun skripsi
GCS : E4 V5 M6
Tanda-tanda vital
Pemeriksaan di IGD :
Temperatur : 36,2 °C
Pemeriksaan di ruangan
Nadi : 81 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,8 °C
Status Generalis
Kepala/Leher
Thorax
Paru Jantung
Palpasi : krepitasi -
Perkusi : Sonor/sonor
Abdomen
Inspeksi : Flat
Perkusi : Thympani
Auskultasi : BU + N
Ekstremitas :
2. Nervus Kranialis :
a. N.I (Olfaktorius)
Tidak dievaluasi
b. N.II (Optikus)
c. N. III (Okulomotorius)
Exoftalmus : -/-
Lagoptalmus : +/+
d. N.IV (Troklearis)
e. N.VI (Abdusen)
Sensibilitas : N. V I : dbN
N. V II : dbN
N. V III : dbN
g. N.VII (Fasialis)
Motorik :
kedua bibir
m. bucinator : meniup ?
i. N.IX (Glossofaringeus)
j. N.X (Vagus)
k. N.XI (Acsessorius)
l. N.XII (Hipoglossus)
Deviasi lidah :-
Fasikulasi :-
Tremor :-
Atrofi :-
3. Leher
- Kernig : negatif
Kelenjar lymphe : tidak ada pembesaran
Arteri karotis :
4. Abdomen
- -
- -
5. Kolumna vertebralis
Inspeksi : normal
Palpasi : normal
Pergerakan : normal
Perkusi : normal
6. Ekstremitas
Motorik
- Kekuatan :5|5
2|2
Reflek fisiologis :
- BPR : +2/ +2
- TPR : +2/ +2
- KPR : +2/ +2
- APR : +2/ +2
Reflek patologis :
- Hoffman-tromner :-/-
- Babinski :-/-
- Chaddock :-/-
- Gordon :-/-
- Schaefer : - /-
- Oppenheim :-/-
- Mendel B :-/-
- Rossolimo :-/-
Sensibilitas
- Eksteroseptif
Nyeri : normal
- Proprioseptif
- Fungsi kortikol
stereognosis : normal
8. Gangguan koordinasi
- Memori : normal
- Visuospasial : normal
- Intelegensia : normal
- Darah Lengkap :
Diagnosis etiologis : Guillain Bare Syndrome et causa autoimun or post infection (?)
- Lumbal Pungsi
- Nasal kanul O2
- Pemasangan DK
-Glukokortikoid
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
neuropati akut yang paling umum dan dapat terjadi pada semua golongan usia.
kranial dan perifer dengan onset akut. Infeksi virus pada saluran pernafasan
nampak. Kasus ini cenderung lebih banyak pada pria dibandingkan wanita. Data
per bulan. Pada Tahun 2012 berbagai kasus di RSCM mengalami kenaikan
sekitar 10%.
relatif jarang ditemukan namun dalam beberapa tahun terakhir ternyata jumlah
negara Indonesia, data RSCM tidak dapat dipisahkan dengan kasus yang terjadi
di negara ini, karena RSCM merupakan salah satu Rumah Sakit pusat rujukan
nasional. Berdasarkan fakta di atas perlu kita mengenal penyakit GBS secara
lebih rinci.
infiltrat
perivaskular dan endonurial yang terdiri dari limfosit, monosit atau makrofag .
Lesi ini tersebar pada saraf, radik saraf, dan saraf kranialis. Pada beberapa lesi
yang parah, terdapat degenerasi akson dan demielinasi segmental. Pada proses
menunjukkan nilai normal pada awal penyakit. Distal latensi sensoris dan
motoris dapat menjadi lebih lama. Karena demielinasi pada radik saraf, latensi
bertahan lama adalah yang paling sering terjadi saat amplitude dari aksi
potensial motoris (CMAP) berkurang hingga kurang dari 20% nilai normal.
gejala infeksi virus atau bakteri pada saluran pernafasan atas atau pada saluran
gerak simetris, seringkali juga diikuti dengan mati rasa. Berlawanan dengan
dibandingkan dengan otot distal. Pada beberapa kasus, otot wajah, mata, dan
orofaring terpengaruh lebih dahulu. Lebih dari 50% pasien mengalami diplegia
wajah, dan disfagia maupun disartria terjadi dalam jumlah kasus yang serupa.
dalam beberapa hari awal namun hilang pada hari-hari berikutnya. Derajat
modalitas sensoris terjaga dengan baik, pada kasus lain terdapat penurunan
pada persepsi posisi sendi, getaran, rasa sakit, temperature dengan distribusi
papiledem, ataksia sensoris, dan respon ekstensor plantar yang tidak permanen.
Disfungsi autonom termasuk hipotensi ortostatik, tekanan darah yang labil,
takiaritmia, dan bradiaritmia, atau takikardia menetap sering terjadi pada kasus
yang lebih parah dan menjadi sebab utama morbiditas dan mortalitas. Banyak
juga kejadian nyeri otot, dan bisa terjadi peningkatan sensitivitas saraf pada
penekanan, namun tidak ada tanda iritasi meningen seperti rigiditas nuchal.
onset dan berlanjut sampai 3 minggu atau lebih. Kematian jarang terjadi namun
dapat diikuti dengan pneumonia aspirasi, emboli paru, infeksi interkuren, atau
Kebanyakan terjadi secara lambat dan tidak sembuh secara sempurna dalam
yang tidak diterapi, 35% pasien memiliki residu hiporefleksi permanen, atrofi,
dan kelemahan otot distal atau parese otot wajah. Sebuah penyakit bifasik
dengan penyembuhan sebagian diikuti oleh relaps terjadi pada 10% pasien.
sedikit atau banyak tidak ada inflamasi. Terlepas dari keikutsertaan akson,
Miller-Fisher memiliki ciri-ciri ataksia cara jalan dan parese otot mata.
Abnormalitas pupil kadang terjadi. Dikatakan sebagai varian GBS, karena
minggu, lalu membaik, dan protein CSF meningkat. Tidak ada kelemahan
anggota gerak dan konduksi saraf secara umum normal, walaupun refleks H
pada batang otak. Variasi GBS lainnya adalah AMSAN, neuropati atau
sesuai dan peningkatan kandungan protein CSF dengan jumlah sel yang normal.
adalah polineuropati difteri dan poliomyelitis akut. Saat ini keduanya jarang
dengan adanya peiode laten yang lama antara infeksi saluran nafas dengan inset
asimetris, tanda iritasi meningeal, demam, dan pleositosis pada CSF. Infeksi
virus akut west nile dapat memberikan gambaran yang sama. Ensefalitis akut
adalah manifestasi neurologis yang paling sering pada west nile, diikuti oleh
ensefalitis. Kadang pasien dengan HIV memiliki gangguan yang sama seperti
pasien GBS. Neuropati porphyric mirip dengan GBS secara klinis namun dapat
dibedakan dengan normalnya protein CSF, krisis abdomen yang rekuren, gejala
Neuropati toksik disebabkan oleh inhalasi n-hexana atau thalium atau ingesti
arsenic dapat terjadi secara akut dan subakut. Botulism sulit dibedakan dengan
bentuk gangguan GBS yang murni pada motoris karena manifestasi klinisnya
yang sama., namun otot okuler dan pupil seringkali terpengaruh. Tes
normal dan memberikan respon pada stimulasi saraf berulang. Paralisis tick
yang terjadi hanya pada anak-anak harus dieksklusi dengan pemeriksaan kulit
Plasmapharesis lebih awal dan terapi IVIG terbukti berguna pada pasien GBS.
pencegahan terhadap aspirasi makanan atau isi lambung harus dilakukan jika otot
orofaring terganggu. Paparan pada keratitis harus dicegah pada pasien dengan
diplegia wajah.
obat-obat vasoaktif dan sedatif. Pada kasus yang berat, kelemahan otot dapat
pada ICU.
efektif, namun pasien bisa membutuhkan intubasi dan perawatan intensif yang lebih
lama. Setelah keluar rumah sakit, terapi selama rawat jalan dan terapi lewat aktivitas
sehari-hari dapat memberikan perbaikan pada pasien GBS untuk meningkatkan status
fungsional mereka.
Sekitar setengah dari semua pasien penderita GBS mengalami neuropati
Pada kasus yang sangat langka, pasien dapat mengalami rekurensi GBS.
saat onset.
Plasma Exchange and Imunoglobulin
Hanya terapi pertukaran plasma (PE) dan imunoglobulin intravena (IVIG) yang
waktu penyembuhan hingga 50%. IVIG administrasinya lebih mudah dan lebih
sedikit komplikasinya dibandingkan PE. Ditinjau dari harga dan efektivitas relatif
sama.
Pada penelitian randomized yang meneliti GBS yang parah menunjukkan bahwa
IVIG yang dimulai 4 minggu setelah onset mempercepat proses penyembuhan yang
juga ditemukan lebih aman dan efektif pada pasien pediatri dengan GBS.
Selain itu, IVIG adalah terapi yang lebih cocok pada pasien dengan
merespon pada IVIG pada dosis inisial, dapat memberikan perbaikan pada
pemberian dosis kedua. Bagaimanapun hal ini masih belum menjadi standar terapi
Kortikosteroid
sederhana
(moderate-quality evidence), pemberian kortikosteroid sendiri tidak
yang membutuhkan insulin secara signifikan lebih umum dan hipertensi dengan
pemberian kortikosteroid adalah tidak umum. Ada bukti kuat yang menunjukkan
Pada hewan cobaan, pemberian eculizumab secara intravena telah dilaporkan dapat
mencegah kelumpuhan pernapasan dan ciri-ciri khas terminal motor neuropati baik
Dalam sebuah penelitian kecil secara rawak (randomized control trial), beta interferon
tidak membawa perbaikan klinis yang signifikan jika dibandingkan dengan kontrol.
menunjukkan manfaat dalam sebuah studi. Tinjauan Cochrane dari beberapa penelitian
kecil tidak dapat menemukan bukti untuk mengkonfirmasi atau menolak manfaat atau
kerugian dari obat lain dalam pengobatan GBS akut. Pengobatan yang baru untuk
Adsorpsi imun merupakan salah satu pengobatan alternatif untuk sindrom Guillain-
Barré yang masih dalam tahap awal penyelidikan. Sebuah penelitian prospektif kecil
melaporkan tidak ada perbedaan hasil antara pasien yang diobati dengan
dilaporkan dari sebuah penelitian kecil Jerman bahwa pengobatan dengan selective
immune adsorption (SIA) tampaknya aman dan efektif pada pasien yang sakit kritis.
Terapi sekuensial dengan IVIG tidak lebih efektif jika dibandingkan pengobatan
Manajemen Nyeri
digunakan namun tidak dapat memberikan efek analgesik yang cukup. Dalam sebuah
perawatan intensif untuk manajemen selama fase akut dari GBS telah didukung. Terapi
panjang.
Pencegahan Tromboemboli
Tromboemboli vena adalah salah satu sekuele utama kelumpuhan ekstremitas. Waktu
untuk pengembangan deep vein thrombosis (DVT) atau emboli paru bervariasi antara
4-67 hari setelah onset gejala. Profilaksis dengan gradient compression hose dan low
molecular weight heparin (LMWH) secara subkutan dapat mengurangi kejadian
Hg atau lebih tinggi) sangat elastis dan menyebabkan kompresi sepanjang gradien
dengan yang tertinggi pada jari kaki dan secara bertahap menurun ke tingkat paha. Hal
ini mengurangi kapasitas volume vena sekitar 70% dan meningkatkan kecepatan
pengaliran darah di pembuluh darah dalam dengan faktor 5 atau lebih. Ubiquitous white
stockings juga dikenali sebagai stoking antiembolik atau selang penyakit tromboemboli
untuk menyediakan kompresi gradien yang memadai. Hal ini karena belum ada bukti
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus ini diajukan kasus pada pasien perempuan usia 22 tahun yang
datang ke IGD rsml dengan keluhan nyeri punggung dan tidak bisa berjalan 3 hari SMRS. 7
hari SMRS pasien muali mengeluhkan kesemutan dan tebal pada kedua kaki disusul kedua
tangan sehingga membuat pasien kesulitan mengancingkan baju. Pasien sebelumnya juga telah
melakukan dokter shopping namun keadaan tidak membaik bahkan mendapat keluhan
tambahan yang progresif pada 3 hari SMRS hingga membuat pasien tidak bisa berjalan, nyeri
punggung dan hampir seluruh badan termasuk lengan kiri atas pasien juga mengeluh nyeri
telan. Pasien sebelumnya tidak pernah sakit seperti ini. Riwayat post ISPA, diare dan imunisasi
dalam kurun waktu 4 minggu terakhir disangkal. Pasien juga mengalami oliguri dimana pasien
Pada pemeriksaan umum yang dilakukan saat pasien datang ke IGD didapatkan GCS
456, dengan tekanan darah 125/81 mmHg, nadi 84 x per menit, suhu badan 36.2 derajat celcius
dan RR 22x / menit. Tidak didapatkan tanda-tanda anemis maupun ikterik pada konjungtiva
dan sklera juga pada pemeriksaan leher, thorax, abdomen dan extremitas dalam batas normal.
Pada pemeriksaan neurologis di IGD didapatkan tanda meningeal sign kaku kuduk negatif
otot ekstermitas inferior 2|2 sedang ekstermitas superior kekuatannya baik tetapi pada saat
dilakukan fleksi pada pemeriksaan tonus tangan sinitra pasien merasakan nyeri pada daerah
lengan atas. Pada pemeriksaan nervus kranialis didapatkan lesi pada nervus VII tipe perifer
dimana pasien kesulitan mengernyitkan kedua sisi dahi, menutup rapat kedua matanya
(lagoptalmus), kesulitan menarik bibir (tersenyum). Diagnosis topis yaitu berada syaraf perifer.
Diagnosis etiologi dilihat dari pemeriksaan dan gejala klinis mengarah pada GBS dimana lesi
dimulai pada ekstremitas inferior (asending) simetris, akut, progresif kemudian disusul pada
keluhan di nervus kranialis yang menyerang pada ototo-otot di wajah hal ini sesuai dengan
teori dimana pasien GBS sebagian besar terkena lesi di bagian otor wajah.
Selama di IGD pasien mendapatkan terapi supportif berupa infus loading RL 500
kemudian maintenance 1500 cc dalam 24 jam, drip NSB. Injeksi Santagesic 3 x 1g prn, injeksi
Wiacid 2x50 mg, diphen 1 amp extra IGD, inj methylprednisolone 2x 500 mg, injeksi
ceftriaxone 2 x 1g dan lanabal 1x1. Kemudian masa perawatan dilakukan observasi ABC
Setelah MRS beberapa hari, keluhan nyeri pada punggung dan lengan atas berangsur-
angsur berkurang, kekuatan motorik pasien berkembang, dan keluhan nyeri telan juga
KESIMPULAN
demyelinating polyradiculopathy (AIDP), merupakan jenis neuropati akut yang paling umum
dan dapat terjadi pada semua golongan usia. Sindroma Guillain-Barre (GBS) mempunyai
karakteristik yaitu disfungsi saraf kranial dan perifer dengan onset akut. Infeksi virus pada
saluran pernafasan ataupun pencernaan, imunisasi, atau tindakan bedah biasanya seringkali
Pengenalan tanda dan gejalan dari GBS secara dini penting dilakukan untuk
menghindari komplikasi dari gagal napas dan untuk mendapatkan terapi yang sesuai sehingga
akan menurunkan penyebab kecacatan secara permanen setelah sembuh dari penyakit ini.
DAFTAR PUSTAKA