Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dewasa ini, pasangan calon pengantin yang akan menikah
harus menyiapkan banyak hal. Pasangan yang akan menikah sudah
akrab dengan premarital test atau tes kesehatan pranikah. Dimana
pasangan calon pengantin akan melakukan tes kesehatan dengan
lengkap. Salah satu yang harus dipenuhi dan merupakan aturan
wajib dari pemerintah adalah imunisasi tetanus toksoid (TT). Calon
pengantin yang perduli akan kesehatan tentunya akan mendapatkan
imunisasi tetanus toksoid. Suntik ini direkomendasikan bagi calon
pengantin wanita (Kemenkes RI,2012).
Target pemberian vaksin ini tidak hanya pada perempuan yang
akan menikah saja, tetapi juga pada wanita usia subur. Imunisasi ini
dahulu ditujukan bagi kaum wanita di daerah pedesaan dan
terpencil. Namun demikian di lapangan justru kaum wanita
pedesaan lebih banyak untuk melakukan imunisasi dibandingkan di
daerah perkotaan karena beberapa wanita tidak mendapat suntik
tetanus toksoid karena pernikahan yang terpaksa (sedang dalam
keadaan hamil) dan takut bahan berbahaya yang terdapat di dalam
vaksin tetanus toksoid tersebut (KemenkesRI,2012).

Betapa pentingnya suntik tetanus toksoid ini, pemerintah


memasukkannya dalam salah satu syarat untuk mengurus surat
pernikahan di catatan sipil (KemenkesRI,2012).
Program imunisasi sebagai sub-sistem dari sistem pelayanan
kesehatan yang lebih menekankan pada upaya promotif dan
preventif, selain itu imunisasi merupakan upaya yang sangat penting

1
dalam mencegah penyakit serta merupakan public good (barang
publik) karena manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh seluruh
masyarakat (Depkes RI,2006).

Upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah ialah penyuluhan


tentang gizi pada pra-nikah dan sex-education, sedangkan
pelayanan imunisasi tetanus toksoid pada calon pengantin sebagai
salah satu upaya preventif untuk mencegah penyakit melalui
pemberian kekebalan tubuh yang harus dilaksanakan secara terus
menerus, menyeluruh dan dilaksanakan sesuai dengan standar,
sehingga mampu memberikan perlindungan kesehatan dan dapat
memutus mata rantai penularan, yang dilakukan pada usia balita
maupun pada orang dewasa (Depkes RI, 2006).
Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh eksotoksin
produksi kuman Clostridium Tetani. Gejala awal tetanus yang khas
yaitu kejang dan kaku secara menyeluruh, otot dinding perut akan
teraba keras dan tegang, mulut kaku dan sulit dibuka, kesulitan
untuk menelan, berkeringat bahkan demam. Gejala berikutnya ialah
kejang yang hebat dan tubuh akan menjadi kaku. Komplikasi dari
tetanus ialah patah tulang karena kejang, pneumonia serta infeksi
lainnya yang akan menimbulkan kematian (Ataro et al, 2011).
Tetanus sendiri merupakan infeksi yang disebabkan bakteri
Clostridium tetani. Bakteri ini biasanya ditemukan di kotoran
hewan dan manusia, tanah, debu dan tempat-tempat kotor lainnya.
Bakteri ini masuk ke dalam tubuh lewat luka pada kulit. Bakteri
Clostridium tetani akan berkembang biak dalam tubuh dan
mengeluarkan racun yang berpotensi merusak sumsum tulang
belakang dan sistem syaraf. Sehingga efeknya, si penderita akan
mengalami kejang atau kaku otot. Dalam tahap lebih parah, infeksi

2
tetanus dapat meningkatkan risiko kematian (DepKes, 2006).
Kekebalan terhadap tetanus hanya dapat dimiliki melalui
kekebalan buatan. Kekebalan buatan secara pasif dilakukan dengan
suntikan serum (anti tetanus serum), sedangkan kekebalan secara
aktif dilakukan dengan pemberian imunisasi. Vaksin yang
digunakan adalah terbuat dari toksin tetanus yang dilemahkan yang
terdapat pada kemasan vaksin monovalen tetanus toksoid maupun
kombinasi (DT,TD dan DPT). Pemberian imunisasi tersebut secara
terus menerus digerakkan melalui pelayanan kesehatan dasar di
puskesmas(Atkitson, 2009).
Berdasarkan data epidemiologi tetanus dari WHO pada tahun 2016
menunjukkan ada 13.502 laporan kasus tetanus. (WHO,2012). Di Inggris
kasus tetanus yang ditemukan antara bulan Januari sampai Desember 2017
berjumlah 5 kasus. Dari 5 kasus tersebut usia pasien berkisar antara 26
hingga 81 tahun. Di Amerika Serikat pada tahun 2015, sebanyak 29 kasus
tetanus dilaporkan melalui sistem National Notifiable Diseases
Surveillance System (NNDSS). Dari 29 kasus tersebut, 2 pasien meninggal
akibat tetanus. Dari tahun 2009 hingga 2015, di Amerika Serikat terdapat
197 kasus dan 16 kematian akibat tetanus yang dilaporkan. Sejumlah 49
kasus (25%) merupakan pasien berusia ≥ 65 tahun, 124 pasien (63%)
berusia 20-64 tahun, dan 24 kasus (12%) terjadi pada pasien dengan usia
<20 tahun, dimana 2 diantaranya merupakan kasus tetanus neonatorum.
Empat puluh sembilan pasien dari 197 kasus tersebut diketahui riwayat
vaksinasinya dan hanya 10 pasien yang pernah mendapatkan vaksin
tetanus toxoid sebanyak 3 dosis atau lebih
Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan terdapat beberapa
provinsi yang mempunyai kasus tetanus neonatal tertinggi
diantaranya Provinsi Banten sebanyak 38 kasus, Jawa Timur
sebanyak 22 kasus, Kalimantan Barat sebanyak 13 kasus dan
Sumatera Barat sebanyak 7 kasus (Kemenkes,2014).

3
pada tahun 2016, kabupaten/kota dengan cakupan imunisasi
tertinggi adalah Kabupaten Kuantan Singingi (89,91%), Kota
Pekanbaru (87,18%), diikuti oleh Kabupaten Siak (83,82%).
Sedangkan cakupan terendah terdapat di Kabupaten Bengkalis
(24,53%), Kabupaten Rokan Hilir (36,35%), dan Kota Dumai
(46,91%). Kuantan Singingi sebesar 13,9%, diikuti oleh Kabupaten
Rokan Hilir sebesar 32,9%, dan Kabupaten Indragiri Hulu sebesar
34%. Dari data diatas dapat dilihat bahwa upaya pencegahan tetanus
neonatorum dengan pemberian imunisasi TT pada ibu hamil melalui
kegiatan rutin belum menunjukkan hasil yang efektif, disebabkan
cakupan imunisasi tersebut belum mencapai 100%. Hal-hal yang
bisa menyebabkan rendahnya cakupan imunisasi TT2+ diantaranya
adalah kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang pentingnya
imunisasi TT2+, waktu pelayanan imunisasi, stok vaksin, petugas
pelaksana imunisasi, kerjasama lintas sektor, pencatatan dan
pelaporan serta pemantauan wilayah setempat.
Dari cakupan data profil Puskesmas Rawat Inap Simpang
Tiga Pekanbaru pada tahun 2017, didapatkan pencapaian imunisasi
TT2+ pada ibu hamil hanya sebesar 25%. Sementara pada tahun
2018 terjadi peningkatan imunisasi TT2+ menjadi 99%. Meskipun
adanya peningkatan imunisasi TT2+ pada ibu hamil. Unntuk data
imunisasi TT pada calon pengantin di Puskesmas Rawat Inap
Simpang Tiga Pekanbaru belum ada ditemukannya data pencapaian
yang jelas.
Berdasarkan survey awal diatas peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Pengetahuan Calon
pengantin Tentang Imunisasi Tetanus Toksoid Diwilayah
Puskesmas Simpang Tiga Pekanbaru Tahun 2019”.

4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan di
atas maka di rumuskan masalah penelitian yaitu “Hubungan
pengetahuan calon pengantin dengan sikap terhadap imunisasi
Tetanus Toksoid di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga
Pekanbaru

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum pada penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan calon pengantin
diimunisasi tetanus toksoid di wilayah kerja puskesmas Simpang
Tiga Pekanbaru.
2. Tujuan Khusus penelitian ini adalah:
Untuk meningkatkan pencapaian imunisasi TT pada calon pengantin
di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Pekanbaru.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Responden (Calon Pengantin)
Diharapkan calon pengantin dapat mengetahui betapa
pentingnya untuk melakukan imunisasi tetanus toksoid,
sehingga akan meningkatkan kepatuhan calon pengantin
dalam mendapatkan imunisasi tetanus toksoid yang pada
akhirnya penurunan angka kejadian infeksi tetanus pada bayi
baru lahir maupun ibu nifas dapat mencapai target
yangdiharapkan.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Menjadikan bahan evaluasi bagi tenaga kesehatan dan
pelayanan imunisasi tetanus toksoid pada calon pengantin

5
khususnya dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang
imunisasi Tetanus Toksoid pada calon pengantin.
3. Bagi Tempat Penelitian
Sebagai penyalur informasi dalam meningkatkan mutu
pelayanan terhadap calon pengantin yang membutuhkan
informasi mengenai imunisasi.
4. Bagi Peneliti
Mencoba kemampuan penulis melakukan penelitian
dalam tingkat pengetahuan dengan sikap, sehingga dapat
mendorong peneliti untuk terus mengembangkan diri,
berwawasan luas, dan bersikap professional.

5. Bagi Institusi Pendidikan


Merupakan salah satu informasi terbaru bagi Universitas
Abdurrab dan sebagai referensi bagi peneliti-peneliti berikut

6
Karakteristik
Peneliti
No. Judul Subjek Instrumen Metode Desain Temuan
(Tahun)

1. Joyce Hubungan Antara Ibu hamil Menggunakan Pengambilan Hasil penelitian ini

Angela Pengetahuan dengan usia Kuesioner. sampel dengan menunjukkan 19 orang


Yunica dan Umur dengan kehamilan tekhnik purposive (21,1%) yang berpengetahuan
(2014) Kelengkapan 32 minggu. sampling. dan kurang terdapat 4 orang
Imunisasi menggunakan uji (21,1%)
Tetanus Toxoid (TT) statistik Chi- yang memiliki kelengkapan
pada Ibu Hamil di Square imunisasi TT dan 15 orang
Desa Sungai Dua (78,9%) yang tidak lengkap.
Kecamatan Rambutan Dari hasil uji statistik Chi-
Kabupaten Banyuasin Square
didapatkan nilai (P= 0,000).
2. Ninik Pengetahuan Ibu Pada Ibu Menggunakan Dari peneltian diketahui
Azizah Primigravida Tentang Hamil. kuesioner dan bahwa pengetahuan responden
(2015) Suntik Tetanus buku KIA. tentang imunisasi TT sebanyak
Toksoid Dengan 13 responden (42%),

7
Pelaksanaanya. pelaksanaan imunisasi
didapatkan 20 responden
(65%) dengan status
melaksanakan imunisasi
sesuai jadwal/interval. Dari
hasil uji statistik Spearmen’s
rho didapatkan hasil koefisien

31

Anda mungkin juga menyukai