Anda di halaman 1dari 15

PERILAKU KORUPSI DALAM PERSPEKTIF ETIKA

PEMERINTAHAN

DISUSUN OLEH :

1. JUSLAN G2T117042
2. IHWAN NUSUR G2T118001
3. TRI RAMADHAN G2T118002
4. SABTA NUR IBNU G2T118003
5. ZUNARMIN G2T118005
6. LA ODE MUHAMMAD HARDIN G2T118007

PROGRAM STUDI MANAJEMEN REKAYASA

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan
hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan yang diharapkan.

Dalam kesempatan ini tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Abdul
Kadir, ST. MT., selaku dosen mata kuliah Manajemen Infrastruktur serta semua pihak yang
telah memberikan saran-saran kepada kami dalam membuat makalah ini.

Dalam penyusunan makalah “Manajemen Infrastruktur” dengan judul “Jalan dan Jembatan”,
kami menyadari bahwa makalah yang kami buat masih jauh dari sempurna, walaupun kami
berusaha dengan sekuat tenaga. Maka, dengan segala kerendahan hati, kami mengharapkan
saran serta kritik yang menuju kearah perbaikan serta penyempurnaan makalah ini dari para
pembaca sekalian.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Kendari, 7 Desember 2018

Penyusun

Kelompok I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i

DAFTAR ISI........................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 1
1.3 Tujuan ................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................... 3


2.1 Etika Pemerintahan .............................................................................................. 3
2.2 Nilai-Nilai Etika dalam Pemerintahan................................................................ 4
2.3 Wujud Etika dalam Pemerintahan ..................................................................... 4
2.4 Fenomena Perilaku Korupsi ................................................................................ 5
2.5 Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Korupsi ............................................ 6
2.5.1 Upaya Pencegahan (Preventif).................................................................... 7
2.5.2 Upaya Penindakan (Kuratif) ...................................................................... 7
2.5.3 Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa ................................................... 8
2.5.4 Upaya Edukasi LSM .................................................................................... 8

BAB III PENUTUP .............................................................................................................. 9


Kesimpulan .................................................................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... ii


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di dalam diri manusia terdapat dua kepentingan yaitu kepentingan individu dan
kepentingan bersama. Kepentingan individu didasarkan pada manusia sebagai makhluk
indivu, karena diri manusia selalu ingin memenuhi kebutuhan pribadi. Kepentingan bersama
didasarkan pada manusia sebagai makhluk sosial (kelompok) yang ingin memenuhi
kebutuhan bersama.

Dalam hidup bermasyarakat diperlukan aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan.


Aturan dan ketentuan dimaksud dapat dalam bentuk Undang-Undang Dasar (Tertulis) atau
aturan-aturan dasar (tidak tertulis). Dalam berorganisasi khususnya organisasi pemerintah,
aturan ini menjadi hal yang sangat penting karena hal ini merupakan bekal dasar yang harus
dimiliki oleh seorang individu atau kelompok saat berada dalam suatu lingkungan.

Etika merupakan suatu acuan dalam berperilaku bagi individu maupun kelompok
dimana dalam ilmu etika menjelaskan mana yang baik dan mana yang buruk dengan
memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Di
Indonesia permasalah terkait etika pemerintahan sangat beragam, salah satu diantaranya
adalah kasus korupsi. Pembahasan mengenai etika dalam pemerintahan ini merupakan cikal
bakal terciptanya suatu sistem pemerintahan yang sukses dan tidak melenceng dari jalur
norma-norma yang ada. Hal ini berkaitan erat terhadap menguatnya fenomena korupsi
nepotisme dan segala bentuk penyelewengan lainnya yang telah menggerogoti institusi
pemerintahan yang marak terjadi saat ini.

Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang kami kaji dalam makalah ini adalah :

1. Bagaimana fenomena korupsi jika ditinjau dari perspektif etika pemerintahan


2. Bagaimana upaya-upaya dalam menanggulangi korupsi dari sudut pandang etika
pemerintahan
Tujuan

Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui fenomena korupsi ditinjau dari perspektif etika pemerintahan


2. Untuk mengetahui upaya-upaya dalam menanggulangi korupsi dari sudut pandang
etika pemerintahan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Etika Pemerintahan

Etika Pemerintahan adalah ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai dengan
nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia. Dalam Etika Pemerintahan
terdapat juga masalah kesusilaan dan kesopanan dalam aparat, aparatur, struktur dan
lembaganya. Etika pemerintahan mengamanatkan agar pejabat pemerintah memiliki rasa
kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik, siap mundur apabila merasa
dirinya telah melanggar kaidah dan sistem nilai atau pun dianggap tidak mampu memenuhi
amanah masyarakat, bangsa dan negara.

Etika ini dimaksud untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efesien dan efektif serta
menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa
bertanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam
persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar walau datang dari orang
per-orang ataupun kelompok orang, serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.

Landasan Etika Pemerintahan:

1. Pancasila
2. UUD 1945
3. Tap MPR No. 11
4. UU No. 28 1999
5. UU No. 45 1999 (Kepegawaian)
6. UU No. 32 2004
Pentingnya Etika:
1. Etika sebagai nilai-nilai moral dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya, atau yang disebut dengan
“sistem nilai
2. Sebagai kumpulan asas-asas atau nilai moral yang sering dikenal dengan “kode etik”
3. Sebagai ilmu tentang baik dan buruk atau yang disebut dengan “filsafar moral”
Tujuan etika:
1. Untuk meredam kecenderungan kepentingan pribadi.
2. Etika bersifat kompleks, dalam banyak kasus bersifat dilematis, karena itu diputuskan
yang bisa memberikan kepastian tentang mana yang benar dan salah, baik dan buruk.
3. Perbedaan etika dan etiket:
4. Etika lebih menggambarkan norma tentang perbuatan itu sendiri. Misalnya,
mengambil barang milik orang tanpa ijin tidak boleh diperbolehkan. Etika apakah
perbuatan itu boleh atau tidak boleh dilakukan.
5. Etiket menggambarkan cara suatu perbuatan itu dilakukan manusia dan berlaku hanya
dalam pergaulan atau berinterkasi dengan orang lain an cenderung berlaku dalam
kalangan tertentu saja, misalnya, member barang dengan tangan kiri, de kalangan
tertentu hal ini merupakan tidak sopan akan tetapi tidak begitu dengan kalangan
lainnya.

2.2 Nilai-nilai etika dalam pemerintahan

Etika pemerintahan disebut selalu berkaitan dengan nilai-nilai keutamaan yang


berhubungan dengan hak-hak dasar warga negara selaku manusia sosial (mahluk sosial).
Nilai-nilai keutamaan yang dikembangkan dalam etika pemerintahan adalah :

1. Penghormatan terhadap hidup manusia dan HAM lainnya.


2. kejujuran baik terhadap diri sendiri maupun terhadap manusia lainnya (honesty).
3. Keadilan dan kepantasan merupakan sikap yang terutama harus diperlakukan terhadap
orang lain.
4. kekuatan moralitas, ketabahan serta berani karena benar terhadap godaan (fortitude).
5. Kesederhanaan dan pengendalian diri (temperance).
6. Nilai-nilai agama dan sosial budaya termasuk nilai agama agar manusia harus
bertindak secara profesionalisme dan bekerja keras.

2.3 Wujud etika dalam pemerintahan

Wujud etika pemerintahan tersebut adalah aturan-aturan ideal yang dinyatakan dalam
UUD baik yang dikatakan oleh dasar negara (pancasila) maupun dasar-dasar perjuangan
negara (teks proklamasi). Di Indonesia wujudnya adalah pembukaan UUD 1945 sekaligus
pancasila sebagai dasar negara (fundamental falsafah bangsa) dan doktrin politik bagi
organisasi formil yang mendapatkan legitimasi dan serta keabsahan hukum secara de yure
maupun de facto oleh pemerintahan RI, dimana pancasila digunakan sebagai doktrin politik
organisasinya. Mewujudkan pemerintah yang baik dan sehat (Good Governance) :

a. Pemerintahan yang konstitusional (Constitutional)


b. Pemerintahan yang legitimasi dalam proses politik dan administrasinya (legitimate)
c. Pemerintahan yang digerakkan sektor publik, swsata dan masyarakat (public,
private and society sector )
d. Pemerintahan yang digerakkan sektor publik, swsata dan masyarakat (public,
private and society sector )
e. Pemerintahan yang menguatkan fungsi : kebijakan publik (Public Policy ),
pelayanan publik (Public Service), otonomi daerah (Local Authonomy),
pembangunan (Development ), pemberdayaan masyarakat ( Social Empowering )
dan privatisasi ( Privatization )

2.4 Fenomena Perilaku Korupsi di Indonesia dalam Sudut Pandang Etika


Pemerintahan

Pada saat ini banyak sekali kasus-kasus muncul berkaitan dengan permasalahan etika
dalam organisasi pemerintahan. Salah satu contoh nyata yang masih saja dilakukan oleh
individu dalam organisasi pemerintah yaitu KKN. Adapun definisi dari KKN yaitu suatu
tindak penyalahgunaan kekayaan negara, yang melayani kepentingan umum, untuk
kepentingan pribadi atau perorangan. Akan tetapi praktek korupsi sendiri, seperti suap atau
sogok, banyak ditemui di tengah masyarakat tanpa harus melibatkan hubungan negara.

Praktek KKN dalam organisasi pemerintah khususnya, menjadi masalah berkaitan


dengan etika organisasi pemerintah Karena ini merupakan penyelewengan dari apa yang
seharusnya dilakukan dan dimiliki oleh seorang individu dalam organisasi pemerintah, yakni
melayani rakyat dengan baik dan berusaha memberikan yang terbaik bagi rakyat. Akan
tetapi, dengan adanya peraktek KKN jelas merugikan bangsa dan negara.

Korupsi biasanya yang tergambarkan ialah adanya seorang pejabat tinggi yang dengan
rakus menggelapkan uang pajak, mengumpulkan komisi, atau menggunakan uang negara
lainnya bagi kepentingan pribadi. Korupsi sebagian besar dikaitkan dengan penggelapan
sejumlah uang atau hal-hal yang bersifat material. Dalam pembendarahan kata bahasa
Indonesia, korupsi diartikan sebagai suatu perbuatan busuk seperti penggelapan uang,
penerimaan uang, sogok dan sebagainya (Poerwadarminta, 1976).

Untuk pertama kalinya korupsi menjadi istilah yuridis dalam peraturan penguasa militer
PRT/PM/06/1957 tentang pemberantasan korupsi . di dalam peraturan ini, korupsi diartikan
sebagai perbuatan-perbuatan yang merugikan keuangan pula tindakan-tindakan yang dapat
dikategorikan sebagai korupsi, yaitu:

1. Setiap perbuatan yang dilakukan oleh siapapun juga untuk kepentingan diri sendiri,
untuk kepentingan orang lain, atau untuk kepentingan suatu badan yang langsung
menyebabkan kerugian bagi keuangan dan perekonomian negara.

2. Setiap perbuatan yang dilakukan oleh seorang pejabat yang menerima gaji atau upah
dari keuangan negara ataupun dari suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan
negara atau daerah yang dengan mempergunakan kesempatan atau kewenangan atau
kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh jabatan, langsung atau tidak langsung
membawa keuntungan atau material baginya.

Akan tetapi dapat dilihat bahwa istilah korupsi mengandung makna dan pengertian yang
begitu luas. Luasnya pengertian ini didukung oleh kenyataan bahwa korupsi selalu dilakukan
oleh manusia yang punya itikad kurang baik, dan mnausia sebagai subyek tidak pernah
kehabisan cara untuk mencapai tujuan-tujuan yang tidak baik tersebut. Selama kegiatan
administratif dilaksanakan oleh manusia dan pengambilan keputusan dilakukan oleh manusia,
maka akan selalu terdapat peluang akan terjadinya korupsi.

Korupsi terjadi bila seorang pegawai negeri menyalahgunakan wewenang yang ada
padanya untuk memperoleh penghasilan tambahan bagi dirinya dari masyarakat. Seorang
pejabat dikatakan melakukan tindak korupsi apabila menerima hadiah dari seseorang yang
bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan
si pemberi hadiah. Hadiah yang diberikan oleh seseorang mungkin sesungguhnya tidak
mengandung potensi apa-apa. Namun efek buruk dari penerimaan hadiah tersebut akan
muncul bila keputusan seorang tokoh atau pejabat ternyata tergantung kepada ada atau
tidaknya hadiah tadi. Dan sejak itulah sebenarnya seorang pejabat telah melakukan korupsi.
Imbalan atau balasan dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk
diteruskan kepada keluarganya, partainya maupun orang-orang yang punya hubungan pribadi
dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi walaupun dia tidak menerima uang atau
keuntungan lain secara langsung.

Nepotisme juga punya kaitan erat dengan korupsi meskipun istilah ini kurang
mendapatkan perhatian yang memadai dari para penulis masalah korupsi . nepotisme adalah
usaha-usaha yang disengaja oleh seorang pejabat dengan memanfaatkan kedudukan dan
jabatannya untuk menguntungkan posisi, pangkat, dan karier diri sendiri, famili, atau kawan
dekatnya dengan cara-cara yang tidak adil (unfair). Pemilihan atau pengangkatan orang pada
jabatan tertentu terkadang tidak melalui cara-cara yang rasional dan seleksi yang terbuka
melainkan hanya tergantung rasa suka atau tidak suka. Keuntungan yang dinikmati untuk diri
sendiri, kelompok, maupun keluarga ini dapat berupa kewenangan, pangkat, kesempatan,
atau keuntungan material. Sepintas lalu nepotisme tidak membawa banyak kerugian bagi
masyarakat, tetapi kita akan melihat bahwa jika dibiarkan berlarut-larut ia akan sangat
berbahaya bagi kewibawaan admiistrasi pemerintahan. Nepotisme dapat terjadi sejak tingkat
manajemen operasional sampai pada keputusan-keputusan penting tingkat nasional yang
melibatkan urusan-urusan politis.

Sisi lain dari nepotisme dapat menjelma sebagai korupsi jabatan. Seseorang
memanfaatkan kedudukan dan wewenangnya untuk menggunakan fasilitas-fasilitas istimewa
yang disediakan oleh negara sehingga sampai-sampai mengurus sumberdaya yang dimiliki
negara. Selain itu terdapat pula istilah-istilah yang merujuk kepada modus operandi tindakan
korupsi. Istilah penyogokan (graft) merujuk kepada pemberian hadiah atau upeti untuk
maksud mempengaruhi keputusan orang lain. Pemerasan (extortion), yang diartikan sebagai
tindakan korupsi. Kecuali itu ada istilah penggelapan (fraud), untuk menunjuk kepada
tindakan pejabat yang menggunakan dana publik yang mereka urus untuk kepentingan diri
sendiri sehingga harga yang harus dibayar oleh masyarakat menjadi lebih mahal.

Dengan mengkaji berbagai pengertian dan definisi di seputas istilah korupsi ini, maka
dapat diuraikan unsur-unsur dominan yang melekat pada tindakan korupsi, antara lain:

1. Setiap korupsi bersumber pada kekuaasaan yang didelegasikan, Pelaku-pelaku korupsi


adalah orang-orang yang memperoleh kekuatan atau wewenang dari perusahaan atau
negara dan memanfaatkannya untuk kepentingan-kepentingan lain.

2. Korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontrakdiktif dari pejabat-pejabat yang


melakukannya.
3. Korupsi dilakukan dengan tujuan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Oleh
karena itu korupsi akan senantiasa bertentangan dengan kepentingan organisasi,
kepentingan negara atau kepentingan umum.

4. Orang-orang yang mempraktekkan korupsi biasanya berusaha untuk menrahasiakan


perbuatannya. Mungkin saja korupsi sudah begitu menjarah sehingga banyak sekali
orang yang terlibat korupsi.

5. Korupsi dilakukan secara sadar dan disengaja oleh para pelakunya. Dalam hal ini tidak
ada keterkaitan antara tindakan korup dengan kapasitas rasional pelakunya.

Maka dapat dikemukakan secara singkat bahwa korupsi mempunyai katakteristik


sebagai kejahatan yang tidak mengandung kekerasan dengan melibatkan unsur-unsur tipu
muslihat, ketidakjujuran dan penyembunyian suatu kenyataan. Korupsi merupakan tindakan
yang merugikan negara, secara langsung maupun tidak langsung. Ditinjau dari berbagai
aspek normatif, korupsi merupakan suatu penyimpangan atau pelanggaran. Norma sosial,
norma hukum, maupun norma etika pada umumnya secara tegas menganggap korupsi sebagai
tindakan yang buruk. Hanya saja sering terjadi bahwa korupsi mengambil bentuk-bentuk
tindakan yang licik, membudaya, dan sulit dideteksi, sehingga kadang-kadang masyarakat
tidak menyadari bahwa lingkungan mereka telah dijangkiti penyakit korupsi.

2.5 Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Korupsi

Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawali upaya-
upaya pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain.
KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberan-tas
korupsi, merupakan komisi independen yang diharapkan mampu menjadi “martir” bagi para
pelaku tindak KKN.

Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut :

1. Membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.


2. Mendorong pemerintah melakukan reformasi public sector dengan mewujudkan good
governance.
3. Membangun kepercayaan masyarakat.
4. Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar.
5. Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.

Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di Indone-
sia, antara lain sebagai berikut :

a. Upaya pencegahan (preventif).


b. Upaya penindakan (kuratif).
c. Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa.
d. Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).

2.5.1 Upaya Pencegahan (Preventif)

a. Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian pada


bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan agama.
b. Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.
c. Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tang-gung
jawab yang tinggi.
d. Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa
tua.
e. Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
f. Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi
dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.
g. Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.
h. Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan mela-lui
penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.

Upaya Penindakan (Kuratif)


Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan
dibe-rikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana.

2.5.3 Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa

a. Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait
dengan kepentingan publik.
b. Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
c. Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga
ke tingkat pusat/nasional.
d. Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan peme-
rintahan negara dan aspek-aspek hukumnya.
e. Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam
setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.

2.5.4 Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)

a. Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah yang meng-


awasi dan melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia dan terdiri dari
sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi me-lalui
usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan praktik korupsi. ICW lahir di
Jakarta pd tgl 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang menghendaki
pemerintahan pasca Soeharto yg bebas korupsi.
b. Transparency International (TI) adalah organisasi internasional yang bertujuan
memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba se-
karang menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju organisasi yang
demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah Laporan Korupsi Global.
Survei TI Indonesia yang membentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) In-donesia 2004
menyatakan bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di Indonesia, disu-sul Surabaya,
Medan, Semarang dan Batam. Sedangkan survei TI pada 2005, In-donesia berada di
posisi keenam negara terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan
Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan, ser-ta hanya lebih baik
dari Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti &
Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari korupsi.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

a. Korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan
sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain serta selalu mengandung unsur
penyelewengan dan ketidakjujuran.
b. Rendahnya moralitas para pelaku pemerintahan inilah yang menjadi faktor utama
terjadinya kecurangan dan berbagai penyimpangan dalam bisnis.
c. Peran serta pemerintah dalam pemberantasan korupsi ditunjukkan dengan KPK
(Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain. KPK yang ditetapkan
melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korup-si.
d. Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dlam memberantas tindak korupsi di
Indonesia, antara lain :upaya pencegahan (preventif), upaya penindakan (kuratif),
upaya edukasi masyarakat/mahasiswa dan upaya edukasi LSM (Lembaga Swada-ya
Masyarakat).
e. Etika seseorang dapat mulai ditanamkan semenjak ia masih kecil, ketika dirinya
masih merupakan sosok pibadi yang lugu dan utuh
DAFTAR PUSTAKA

Widjaja, A.W. 1993. Etika Administrasi Negara. Palembang: Bumi Aksara

Kumarotomo, Wahyudi. 1996. Etika Administrasi Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Ndraha, Taliziduhu. 2005. Teori Budaya Organisasi. Jakarta: Rineka cipta

Hamalik, Oemar. 2005. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara

http://www.bpkp.go.id

http://www.wikipedia.org

Anda mungkin juga menyukai