2 Phillip K. Hitti. History of The Arab (London: Macmillan Press, 1970) hal. 570
c. Fikih
Umat Islam Spanyol dikenal sebagai penganut madzhab Maliki. Madzhab ini diperkenalkan oleh
Ziyad ibn Abdul Rahman yang selanjutnya dikembagkan oleh Ibn Yahya yang menjadi Qadi pada
masa Hisyam Ibn Abdul Rahman. Fuqaha lain yang terkenal pada masa itu antara lain Abu Baki,
Ibn Al-Qitiyah, Munzir Ibn Sa’id Al-Batuthi, dan Ibn Hazm. 21
Sebuah kitab fiqh monumental yang masih menjadi salah satu rujukan dalam lapangan hukum
Islam sampai saat ini, khususnya di Indonesia adalah Bidayatul Mujtahid. Kitab tersebut buah
karya Ibn Rusyd, filosof dan fuqoha Spanyol Islam.
d. Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab dengan dengan ketinggian sastra dan tata bahasanya telah mendorong lahirnya minat
yang besar bagi masyarakat Spanyol. Hal ini dibuktikan dengan dijadikannya bahasa ini menjadi
bahasa resmi, bahasa pengantar, bahasa ilmu pengetahuan, dan administrasi. 22 Ini dapat diterima
oleh orang-orang Islam dan non Islam. Bahkan penduduk asli Spanyol menomoduakan bahasa
asli mereka.23 Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab, baik keterampilan
berbicara maupun tata bahasa. Diantaranya adalah Ibn Sayyidih, Ibn Malik pengarang Alfiyah,
Ibn Khuruf, Ibn Al-Hajj, Abu Ali Al-Isybili, Abu Al-Hasan Ibn Usfur, dan lain-lain.
e. Musik dan Kesenian
Dalam bidang musik dan seni suara, Spanyol Islam mencapai kecemerlangan dengan tokohnya
al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki Zaryab. Setiap kali diselenggarakan pertemuan dan jamuan, ia
selalu tampil mempertunjukan kebolehannya. Ia mendirikan sekolah musik di Cordova. Zaryab
adalah artis terbesar di zamannya, siswa sekolah musik Ishak Al-Mausuli dari Baghdad. Sekolah
tersebut kemudian menjadi model sekolah musik lainnya yang bermunculan belakangan di Villa,
Toledo, Valencia, dan Granada. 13
2. Kemajuan pembangunan fisik
Cordova adalah ibu kota Spanyol sebelum Islam, yang kemudian diambil alih oleh Bani
Umayyah pada masa Khalifah Abdurrahman Ad-Dakhil (822- 852 M). Cordova mencapai puncak
keindahannya pada masa Abdurrahman An-Nasir (911-961 M). Penguasa Muslim membangun
dan memperindah kota ini. Jembatan besar dibangaun di atas sungai yang mengalir di tengah
kota. Taman-taman dibangun untuk menghiasi kota ini. Pohon-pohon dan bunga-bunga diimpor
dari Timur. Di seputar ibu kota berdiri istana-istana megah yang semakin mempercantik
pemandangan. Setiap istana dan taman diberi nama tersendiri dan di puncaknya terpancang istana
Damsyik.
Di antara kebanggaan kota Cordova lainnya adalah terdapat masjid Cordova. Menurut Ibn Ad-
Dala’i, terdapat 491 masjid di sana. Menurut Philip K. Hitti di Cordova terdapat 700 masjid dan
300 buah pemandian umum. Kemudian terdapat istana Raja Az-Zahra yang mempunyai 400 buah
ruangan. Istana megah itu sengaja dibangun di kaki gunung dan menghadap sungai Quadalquiurr
yang di atasnya terdapat jembatan yang melintasi sungai tersebut dengan konstruksi lengkung
sebagai penyangga.24
24 Phillip K. Hitti. Op.Cit., hal. 162. 14
b. Granada
Granada adalah tempat pertahanan terakhir umat Islam di Spanyol. Di sana berkumpul sisa-sisa
kekuatan Arab dan pemikir Islam. Posisi Cordova diambil alih oleh Granada pada masa-masa
akhir kekuasaan Islam di Spanyol. Granada memiliki tanah yang subur, banyak pegunungan dan
sungai-sungai. Pada sebuah bukit kecil yang tingginya 150 meter di atas kota Granada terdapat
sebuah istana yang indah yang dibuat oleh raja Bani Ahmar dan diberi nama Al-Hamra. Al-Hamra
adalah istana yang permai dan megah yang merupakan puncak ketinggian arsitektur Spanyol
Islam. Istana itu dikelilingi taman-taman yang tidak kalah indahnya.
G. KEMUNDURAN DAN KEHANCURAN ISLAM DI SPANYOL
Suatu kebudayaan tentu akan mengalami pasang surut sebagaimana berputarnya sebuah roda,
kadang di atas dan kadang ada di bawah. Hal ini tentu telah menjadi hukum alam. Demikian juga
dengan kekuasaan sebuah imperium, suatu saat dia muncul, berkembang pesat, lalu jatuh dan
hilang.25
25 Dedi Supriyadi. Op.Cit., hal. 123.
Kekuasaan Islam di Spanyol telah banyak memberikan sumbangan yang tak ternilai harganya
bagi peradaban dunia saat ini. Tetapi imperium yang begitu besar akhirnya mengalami nasib yang
sangat memilukan. Ada beberapa faktor penyebab kemunduran yang akhirnya membawa
kehancuran Islam di Spanyol, di antaranya:
1. Munculnya Khalifah-Khalifah yang Lemah
Masa kejayaan Islam di Spanyol dimulai dari periode Abdul Rahman III yang kemudian
dilanjutkan oleh puteranya, yaitu Hakam, sang penguasa yang cinta ilmu pengetahuan dan
kolektor buku serta pendiri perpustakaan (K. Ali, 1981: 311). Pada masa kedua pasangan tersebut,
keadaan politik dan ekonomi mengalami puncak kejayaan dan kestabilan.
Keadaan Negara yang stabil dan penuh kemajuan ini tidak dapat bertahan lagi setelah Hakam II
wafat dan digantikan Hisyam II yang baru berusia 11 tahun (K. Ali, 1981: 311). Dalam usia yang
sangat muda ini, ia diharuskan memikul tanggung jawab yang amat besar. Karena tidak mempu
mengendalikan roda pemerintahan, jalannya pemerintahan dikendalikan oleh ibunya dengan
dibantu oleh Muhammad Ibn Abi Umar yang bergelar Hajib Al-Mansur yang ambisius dan haus
kekuasaan. Sejak saat itu Khalifah hanya dijadikan sebagai boneka oleh Al-Mansur dan para
penggantinya. Ketika Al-Mansur wafat, ia diganti oleh anaknya yaitu Abdul Malik Al-Muzaffar
dan pengganti Al-Muzaffar adalah Abdul Rahman, penguasa yang tidak punya 15
kecakapan, gemar berfoya-foya, ia tidak disenangi rakyatnya, sehingga Negara menjadi tidak
stabil dan lambat laun mengalami kemunduran.
2. Konflik antara Islam dan Kristen
Setelah menaklukan Spanyol, para penguasa muslim tidak menjalankan kebijakan Islamisasi
secara sempurna. Penduduk Spanyol dibiarkan memeluk agamanya, mempertahankan hukum dan
tradisi mereka. Penguasa Islam hanya mewajibkan mereka membayar upeti, dan tidak
memberontak. Kebijakan ini ternyata menjadi bumerang. Penduduk Spanyol menggalang
kekuatan untuk melawan penguasa Islam. Pertentangan Islam dan Kristen tak pernah berhenti
sampai jatuhnya kekuasaan Islam. Orang-Orang Kristen selalu merasa bahwa kehadiran umat
Islam merupakan ancaman bagi mereka. Setelah kekuasaan Islam melemah, satu persatu kota-
kota yang dikuasai Islam jatuh ke tangan orang Kristen.
3. Munculnya Muluk Al-Thawaif
Munculnya Muluk Al-Thawaif (dinasti-dinasti kecil) secara politis telah menjadi indikasi akan
kemunduran Islam di Spanyol, karena dengan terpecahnya kekuasaan khalifah menjadi dinasti-
dinasti kecil, kekuatan pun tepecah-pecah dan lemah. Keadaan ini membuka peluang bagi
penguasa provinsi pusat untuk mempertahankan eksistensinya. Masing-masing dinasti
menggerakan segala daya upaya termasuk meminta bantuan orang-orang Kristen.26
26 Ahmad Syalabi. Op.Cit.,
hal. 67.
27 Phillip K. Hitti. Op.Cit.,
hal. 555 .
28 Ira M. Lapidus. History of Islamic Societies (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993) hal. 384.
Melemahnya kekuasaan Islam secara politis telah dibaca oleh orang-orang Kristen dan tidak
disia-siakan oleh pihak musuh untuk menyerang imperium tersebut. Pada tahun 1080 M, Al-
Fonso dengan tiga kerajaan Kristen (Galicia, Leon, Castile) berhasil menguasai Toledo dan Bani
Dzu An-Nur. 27 Demikian juga kerajaan Kristen Aragon berhasil merebut Huessa (1096 M),
Saragosa (1118 M), Tyortosa (1148 M), dan Kenida (1149 M) 28
Pada tahun 1212 M, penaklukan Las Navas de Tolesa oleh koalisi raja-raja Kristen
mengakibatkan Dinasti Al-Muwahiddun yang selama beberapa waktu telah memulihkan
keamanan Negara, stabilitas politik, dan lain-lain harus menarik diri dari Spanyol. Sebagian besar
kota penting yang dikuasai Islam satu per satu jatuh ke pihak Kristen. Cordova jatuh tahun 1236
M dan Seville pada tahun 1248 M.
Pada pertengahan abad ke 13, satu-satunya kota penting yang masih dikuasai Islam adalah
Granada di bawah pemerintahan Bani Ahmar. Awalnya, orang-orang Kristen membiarkan Dinasti
Ahmar di Granada tetap eksis dengan persetujuan bahwa orang muslim harus membayar 16
pajak pada penguasa Kristen. Akan tetapi setelah terjadi perselisihan antara mereka dan telah
bersatunya orang-orang Kristen, proyek kekuasaan Dinansti Ahmar menjadi gelap. Di pihak lain
terjadi konflik internal tubuh Ahmar, yakni perebutan kekuasaan yang berakhir perang saudara
dan dinasti menjadi terpecah. Sejak saat itu kekuasaan Islam semakin melemah dan semakin
mempercepat tamatnya riwayat umat Islam Spanyol. Pada tahun 1492, satu-satunya wilayah
Islam di Spanyol akhirnya jatuh ke tangan orang Kristen.29
29 Ibid.
30 Ibid.,
hal. 389.
31 Dedi
Supriyadi. Op.Cit., hal. 126.
32 Ahmad Al-Usayri. Sejarah Islam (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2004) hal. 345.
33 Ibid., hal. 346.
Setelah penaklukan Granada, orang-orang Islam mengalami nasib yang sangat menyedihkan.
Pada tahun 1556, penguasa Kristen melarang pakaian Arab dan Islam di seluruh wilayah Spanyol,
bahkan pada tahun 1566, bahasa Arab tidak boleh digunakan di wilayah ini.30
4. Kemerosotan Ekonomi
Di paruh kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa memntingkan pembangunan fisik dengan
mendirikan bangunan-bangunan megah dan monumental. Demikian juga dalam bidang IPTEK,
pemerintah dengan giat mengembangkan bidang ini sehingga bidang perekonomian kurang
mendapat perhatian. Selain itu, banyak anggaran Negara yang terserap untuk membiayai tentara
bayaran demi keamanan Negara.31
5. Sistem Peralihan Kekuasaan yang Tidak Jelas
Tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan menyebabkan perebutan kekuasaan di antara ahli
waris. Bahkan karena inilah kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan Muluk Al-Thawaif muncul.
Granada yang merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand
dan Isabella, yang salah satunya disebabkan oleh permasalahan ini.32
6. Keterpencilan
Spanyol Islam bagaikan terpencil dari dunia Islam yang lain. Spanyol Islam selalu berjuan
sendiri, tanpa mendapat bantuan, kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian, tidak ada kekuatan
alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen di sana.33