Anda di halaman 1dari 13

ACC Nilai

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK


DISTRIBUSI SOLUT DIANTARA DUA PELARUT
Tujuan
1.Mempelajari distribusi senyawa organik diantara dua pelarut yang tidak bercampur.
2. Mempelajari cara mengidentifikasi lapisan organik diantara dua pelarut yang tidak bercampur.

Pendahuluan
Proses ekstraksi merupakan suatu metode pemisahan campuran yang didasarkan perbedaan
kelarutan suatu solut dalam pelarut. Salah satu jenis ekstraksi adalah ekstraksi solvent atau ekstraksi
cair–cair. Ekstraksi solvent atau yang dikenal dengan ekstraksi cair-cair merupakan proses
pemisahan fase cair yang memanfaatkan perbedaan kelarutan zat yang akan dipisahkan antara
larutan asal dan pelarut pengekstrak, biAsanya menggunakan senyawa organik (Khopkar, 1990).
Ekstraksi merupakan proses pemisahan yang banyak digunakan dalam industri kimia. Teknik
ekstraksi berguna untuk pemisahan secara cepat dan tepat diantara zat organik maupun zat
anorganik. Teknik ini juga digunakan untuk menganalisis makro maupun mikro. Ekstraksi banyak
digunakan dalam pekerjaan-pekerjaan di bidang kimia organik, biokimia dan anorganik
dilaboratorium. Corong pemisaha merupakan alat ekraksi yang paling sederhanaa sedangkan alat
ekstraksi soxhlet yang paling rumit berupa alat “Counter Current Craig” (Alimin dkk, 2007).
Metode pemisahan terdiri dari berbagai jenis, salah satunya adalah ekstraksi pelarut atau
biasa disebut ekstraksi cair cair.Ekstraksi pelarut merupakan metode pemisahan yang paling baik
dan popular dalam tingkat makro ataupun mikro karena metode ini didasarkan pada distribusi zat
terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur seperti
benzena, karbon tetraklorida atau kloroform.Batasan dari zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah
yang berbeda dalam kedua fase terlarut.Teknik ini dapat digunakan untuk preparatif, pemurnian,
memperkaya, pemisahan serta analisis pada semua skala kerja. Metode ekstraksi pelarut mula - mula
dikenal dalam ilmu kimia analisis, kemudian berkembang menjadi metode yang baik, sederhana,
cepat dan dapat digunakan untuk ion-ion logam yang bertindak sebagai pengotor (Khopkar, 1990).
Teknik di mana suatu larutan (biasanya dalam air) dibuat bersentuhan dengan suatu pelarut
kedua (biasanya pelarut organik) yang pada hakekatya tidak tercampur merupakaan ekstraksi cair
cair.Pemisahan yang dapat dilakukan, bersifat sederhana, bersih, cepat dan mudah. Pada metode
ekstraksi cair-cair ini, ekstraksi dapat dilakukan dengan cara bertahap (batch) atau dengan cara
kontinyu. Ekstraksi yang sederhana dan sering dilakukan yaitu ekstraksi bertahap. Tekniknya yaitu
dengan menambahkan pelarut pengekstrak yang tidak bercampur dengan pelarut pertama
melaluicorong pisah, kemudian dilakukan pengocokan sampai terjadi kesetimbangan konsentrasi
solut pada kedua pelarut, kemudian setelah didiamkan beberapa saat maka akan terbentuk dua
lapisan, dan lapisan yang berada dibawah dengan kerapatan lebih besar dapat dipisahkan untuk
dilakukan analisa selanjutnya.Teknik ekstraksi cair cair dapat diterapkan untuk bahan-bahan dari
tingkat jumlah maupun yang berjumlah banyak (Basset dkk, 1994).
Pelarut ekstraksi yang meninggalkan kontaktor cair – cair disebut ekstrak. Rafinat merupakan
fase cair yang tersisa dari umpan setelah proses ekstraksi pada kedua fase. Pelarut pencuci adalah
cairan yang ditambahkan proses fraksinasi cair – cair untuk mencuci atau memperkaya kemurnian
zat terlarut dalam fase ekstrak. Pemisahan antara ekstrak dan rafinat terjadi apabila kedua fase
tersebut dalam keadaan keseimbangan sehinggasecara fisik pemisahan kedua fase dalam lapisan
yang jelas(Perry, 1997). Kemungkinan yang terjadi pada partisi zat-zat terlarut antara dua cairan
yang tidak dapat bercampur terjadi pemisahan analitis dimana tujuan primernya bukanlah analitis
namun preparatif, ekstraksi pelarut yang merupakan suatu langkah penting dalam urutan yang
menuju ke suatu produk murninya dalam laboratorium organik, anorganik atau biokimia
(Underwood, 2001).
Metode ekstraksi didasarkan pada perbedaan koefisien distribusi zat terlarut dalam dua
larutan yang berbeda fasa dan tidak saling bercampur dapat dilakukan dengan pertimbangan
beberapa faktor yaitu:
1. Kemudahan dan kecepatan proses
2. Kemurnian produk yang tinggi
3. Rendah polusi
4. Kebutuhan me-recovery logam dari larutannya
5. Efektivitas dan selektivitas yang tinggi.
(Gozan, 2006).
Ekstraksi dapat dibagi menjadi dua berdasarkan proses pelaksanaanya,diantaranya :
1. Ekstraksi kontinyu (Continues Extraction)
Ekstraksi kontinyu menggunakan pelarut yang digunakan secara berulang-ulang sampai proses
ekstraksi selesai. Alat yang tersedia dari jenis ekstraksi ini misalnya alat soxhlet atau Craig
Countercurent.
2. Ekstraksi bertahap (batch)
Ekstraksi dengan metode ini, selalu digunakan pelarut yang baru sampai proses ekstraksi selesai.
Alat yang biasa digunakan adalah berupa corong pisah
(Yazid, 2005).
Ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas sedikitnya dua tahapan, yaitu pencampuran secara intensif
bahan ekstraksi dengan pelarut dan pemisahan kedua fase zat cair dengan sesempurna mungkin.
Pencampuran terjadi ketika ekstrak meninggalkan pelarut media pembawa dan masuk ke dalam
pelarut media ekstraksi. Ekstraksi akan terjadi apabila pelarut tidak saling melarut. Performansi
ekstraksi yang besar harus diusahakan agar terjadi bidang kontak yang seluas mungkin di antara
kedua cairan tersebut, oleh karena itu dengan bantuan alat pengaduk maka cairan aka didistribusikan
menjadi tetes – tetes kecil (Perry, 1997).
Tahap yang terpenting dalam mekanisme ekstraksi adalah proses distribusi dari zat yang
terekstraksi ke fase organik. Distribusi solut bergantung pada bermacam factor, antara lain: kebasaan
ligan, faktor stereokimia dan adanya garam pada sistem ekstraksi. Kelarutan kompleks logam selain
ditetapkan oleh perbandingan koefisien distribusinya juga ditentukan oleh perubahan koefisien
aktivitas zat terlarut pada masing-masing fase (Khopkar, 1990).
Pendistribusian saat ekstraksi cair-cair tidak boleh terlalu jauh karena mengakibatkan
terbentuknya emulsi yang tidak dapat lagi atau sulit untuk dipisahkan. Turbulensi pada saat
mencampur tidak perlu terlalu besar. Gaya penggerak pada bidang batas tetap ada sehingga bahan
yang telah larut segera mungkin dipisahkan dari bidang batas adalah perbedaan konsentrasi.
Pemisahan, cairan yang telah terdistribusi menjadi tetes-tetes kecil menyatu kembali menjadi sebuah
fasa homogen dan berdasarkan perbedaan kerapatan yang cukup besar dapat dipisahkan dari cairan
yang lainnya (Yazid, 2005).

MSDS (Material Safety Data Sheet)


1. Akuades (H2O)
Akuades merupakan senyawa dengan rumus molekul H2O yang berbentuk cair, tidak berbau
dan tidak berwarna. Senyawa ini memiliki berat molekul 18,02 g/mol dengan titik didih 100 °C,
tekanan uap 2,3, kPa dan densitas uap sebesar 0,62. Akuades merupakan senyawa yang tidak
berbahaya dan tidak menyebabkan iritasi apabila terkena kulit sehingga tidak perlu tindakan dan
penanganan khusus apabila bahan ini terkena pada anggota tubuh. Akuades yang tumpah dapat
dibersihkan dengan kain inert atau kain yang mudah menyerap air atau dapat langsung dibuang
dalam pembuangan yang tepat (ScienceLab, 2018).
2. Asam benzoat (C7H6O2)
Asam benzoat berbentuk padat, tidak berwarna dan merupakan asam karboksilat aromatik
yang sederhana. Asam benzoat memiliki titik leleh 122,4°C, titik didih 249,2°C dan berat jenis 1,321
g/cm3. Bahan ini berbahaya apabila tertelan, terhirup, mengiritasi kulit, mengiritasi mata,
menyebabkan gangguan mata berat. Asam benzoat beracun untuk paru-paru, sistem saraf, membran
mukosa. Pertolongan pertama apabila asam benzoat terkena mata yaitu cuci mata dengan air yang
mengalir selama 15 menit (Sciencelab, 2018).
3. Heksana (C6H14)
Heksana berbentuk cair, memiliki bau seperti bensin dan tidak berwarna. Heksana memiliki
berat molekul 86,18 g/mol, titik didih 68°C dan titik leleh -95°C. Bahan ini sangat berbahaya apabila
terjadi kontak langsung dengan mata atau kulit. Penanganan pada kecelakaan dengan kontak mata,
segera dibasuh dengan banyak air mengalir selama kurang lebih 15 menit. Penyimpanan heksana
sebaiknya di tempat khusus bahan korosif (Sciencelab, 2018).
4. Kafein (C8H10N4O2)
Kafein (C8H10N4O2) merupakan padatan yang apabila pada temperatur tinggi dapat mudah
meledak. Padatan ini tidak berbau dan berwarna putih tetapi memiiliki rasa yang pahit. Berat
molekul senyawa ini sebesar 194,2 g/mol, titik leleh sebesar 238oC, dan titik didih tidak tersedia.
Padatan ini dapat larut dalam air dan dietil eter.Bahan ini dapat menyebabkan iritasi ringan pada
kulit, mata dan saluran pernafasan. Tindakan yang harus dilakukan jika kloroform terkena kulit yaitu
cuci tangan atau bagian kulit yang terkena kafein dengan banyak air selama 15 menit dan cuci
dengan sabun desinfektan (Sciencelab, 2018).
5. Kloroform
Kloroform memiliki rumus molekul CHCl3. Kloroform berbentuk cair, memiliki aroma agak
manis, berasa manis dan tidak berwarna. Senyawa ini memiliki berat molekul 119,38 g/mol, titik
didih 61 °C, titik leleh -63,5 °C dan tekanan uap sebesar 21.1 kPa. Kloroform sedikit larut dalam air
dingin. Bahan ini dapat menyebabkan iritasi ringan pada kulit, mata dan saluran pernafasan.
Kloroform berkonsentrasi tinggi dapat digunakan sebagai obat bius dan menimbulkan
ketidaksadaran bahkan kematian. Tindakan yang harus dilakukan jika kloroform terkena kulit yaitu
cuci tangan atau bagian kulit yang terkena kloroform dengan banyak air selama 15 menit. Klorofom
harus diletakkan menjauhi oksidan kuat, basa kuat, logam dan aseton (ScienceLab, 2018).
6. Magnesium Sulfat Anhidrat (MgSO4)
Magnesium sulfat anhidrat adalah bahan kimia yang berbentuk padat, berwarna putih dan tidak
memiliki bau. Senyawa ini memiliki berat molekul 120.38 g/mol, densitas sebesar 2,66 gr/cm3 dan
titik leleh sebesar 1124 °C. Magnesium sulfat anhidrat dapat larut dalam air dingin. Bahan ini dapat
menyebabkan iritasi pada mata yang ditandai dengan rasa perih dan gatal. Tindakan yang harus
dilakukan jika Magnesium sulfat anhidrat terkena mata yaitu dibasuh dengan air mengalir selama
kurang lebih 15 menit (Sciencelab, 2018).

Prinsip Kerja
Prinsip kerja yang dilakukan pada percobaan distribusi solut diantara dua pelarut adalah
mengidentifikasian dua lapisan pelarut dan distribusi solut diantara dua pelarut secara umum
menggunakan metode ekstraksiberdasar sifat kepolaran dan kelarutan. Senyawa organik ada yang
bersifat polar dan non polar, namun sebagian besar senyawa organik adalah non polar. Lapisan
pelarut organikdapat dibedakan dengan pelarut air karena pelarut organik tidak larut dalam air.
Penentuan koefisien distribusi asam benzoat dan kafein ditentukan oleh kemampuan melarut dari
kedua senyawa dalam pelarutnya.

Alat
Alat – alat yang digunakan dalam percobaan distribusi solut diantara dua pelarut adalah tabung
reaksi, pipet tetes, penangas air, pengaduk, alumunium foil, dan neraca analitik.

Bahan
Bahan – bahan yang dibutuhkan dalam praktikum distribusi solut diantara dua pelarut adalah
heksana, air, kloroform, kafein, MgSO4, dan asam benzoat.

Prosedur Kerja
A. Prosedur kerja untuk mengidentifikasi lapisan dua pelarut
Tiga tabung reaksi yang bersih disiapkan. Campuran dua pelarut A (kloroform) dan pelarut B
(heksana) ditambahkan kedalam tida tabung reaksi, sebelumnya dikocok terlebih dahulu. Campuran
dua pelarut kemudian diidentifikasi masing – masing lapisan pelarut dan diamatai mana lapisan
organik dan mana lapisan air. Hasil pengamatan dicatat dan dikonfirmasi dengan berat jenis masing
– masing pelarut yang digunakan.
B. Distribusi solut diantara dua pelarut
Asam benzoat sebanyak 0, 125 gdimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan
5 mL diklorometana dan 5 mL air. Tabung reaksi dikocok sampai asam benzoat larut dan terbentuk
dua lapisan pelarut. Lapisan bagian bawah dipindah ke dalam tabung reaksi lain. MgSO 4 anhidrat
ditambahkan sedikit ke dalam tabung reaksi berisi pelarut hasil pemindahan campuran pelarut.
MgSO4 anhidrat dipisahkan deng cara menuangkan cairannya ke dalam tabung reaksi yang baru.
Pelarut diuapkan menggunakan penangas air hingga padatan asam benzoat terbentuk. Padatan asam
benzoat dikerok dan ditimbang kemudian dihitung koefisien distribusi dari asam benzoat dalam air
dan diklorometana. Prosedur diulangi kembali menggunakan sampel kafein sebagai ganti asam
benzoat.
Waktu yang Dibutuhkan
No Kegiatan Waktu
1 Persiapan Praktikum 10 menit
2 Persiapapan alat – lat dan prosedur kerja 5 menit
3. Mengidentifikasi dua lapisan pelarut 60 menit
4. Distribusi solut antara dua pelarut 60 menit

5. Post test 20 menit

Total 135 menit

Hasil
No Percobaan Perlakuan Hasil Gambar
1 Identifikasi H2O + heksana - Terbentuk dua fasa
dua lapisan - Fasa air dibawah (H2O)
pelarut - Fasa organik diatas
(heksana)
H2O + kloroform - Terbentuk dua fasa
- Fasa air berada diatas
(H2O)
- Fasa organik dibawah
(kloroform)
2 Distribusi A. Asam Benzoat
solute Menggunakan Fasa air diatas (H2O)
diantara dua fasa bawah Fasa organik dibawah
pelarut kloroform + (kloroform)
MgSO4
Asam benzoate + Terdapat sedikit endapan
kloroform + H2O
Kloroform + Diperoleh endapan asam
bahan dipanaskan benzoate
M1 = 0,017 gr
M2 = -

Data perhitungan
Data Percobaan :
Massa asam benzoat : 0,125 gram
Massa kafein : 0,125 gram
Massa endapan asam benzoat : 0,017 gram
Massa endapan kafein : 0,080 gram
1. Asam Benzoat
K = Ca/Cb
= 0,125 gram / (0,125 gram – 0,017 gram)
= 0,125 gram / 0,108 gram
= 1,157
2. Kafein
K = Ca/Cb
= 0,125 gram / (0,125 gram – 0,080 gram)
= 0,125 gram / 0,045 gram
= 2,778

Pembahasan
Percobaan kali ini membahas mengenai distribusi solut diantara dua pelarut. Tujuan dari
percobaan ini adalah mempelajari ditribusi senyawa organik diantara dua pelarut yang tidak
bercampur serta mempelajari cara mengidentifikasi lapisan organik diantara dua pelarut yang tidak
bercampur. Menurut Wibawa (2012), proses ekstraksi merupakan metode pemisahan campuran yang
didasarkan atas perbedaan kelarutan suatu solut dalam pelarutnya. Metode yang digunakan dalam
percobaan kali ini adalah ekstraksi solvent atau yang dikenal dengan ekstraksi cair-cair merupakan
proses pemisahan fase cair yang memanfaatkan perbedaan kelarutan zat yang akan dipisahkan antara
larutan asal dan pelarut pengekstrak.
Percobaan pertama yaitu mengidentifikasi dua lapisan pelarut yang tidak saling bercampur.
Hasil yang diperoleh dari percobaan tersebut adalah terbentuknya dua fase yang berbeda yaitu fase
atas dan fase bawah, meskipun pelarut yang digunakan tidak berwarna tetap terlihat fase dari kedua
larutan tersebut. Percobaan identifikasi lapisan pelarut antara aquadest dan kloroform menghasilkan
dua fase yang berbeda yaitu terbentuknya aquadest sebagai fase atas (fase berair) dan kloroform
sebagai fase bawah (fase organik) dengan perbedaan batasan antara zat terlarut dan pelarut. Batasan
tersebut berfungsi untuk mengetahui perbedaan fase antara zat terlarut dengan zat pelarutnya.
Pembentukan fase yang berbeda disebabkan oleh perbedaan polaritas serta massa jenis yang dimiliki
oleh suatu pelarut. Berdasarkan literatur yang tersedia massa jenis kloroform lebih besar
dibandingkan massa jenis aquadest. Massa jenis suatu pelarut apabila lebih besar dibandingkan
dengan massa jenis pelarut lainnya akan berada pada fase bawah, sedangkan massa jenis suatu
pelarut yang memiliki massa jenis lebih rendah dibandingkan dengan pelarut lainnya akan berada
pada fasa atas. Massa jenis kloroformsebesar 1,48 g/cm3, sedangkan massa jenis aquadest adalah
0,997 g/cm3, sehingga fase yang terbentuk adalah aquadest sebagai fasa atas (berair) dan kloroform
sebagai fase bawah (organik). Hasil tersebut sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa larutan
polar hanya akan larut dalam senyawa polar, begitu juga dengan larutan nonpolar hanya akan larut
dalam senyawa nonpolar (Martunus, 2007). Berkut merupakan struktur molekul dari kloroform dan
struktur molekul air :

H
H O
Cl
Cl Cl H
Gambar 1. Struktur molekul air Gambar 2. Struktur molekul kloroform
Percobaan kedua adalah identifikasi dua lapisan pelarut antara aquadest dengan heksana. Hasil
yang diperoleh dari percobaan tersebut adalah terbentuknya dua fase yang berbeda yaitu fase atas
dan fase bawah. Percobaan identifikasi lapisan pelarut antara aquadest dengan heksana
menghasilkan dua fase yang berbeda yaitu terbentuknya aquadest sebagai fase bawah (fase berair)
dan kloroform sebagai fase atas (fase organik) dengan perbedaan batasan antara zat terlarut dan
pelarut. Batasan tersebut berfungsi untuk mengetahui perbedaan fase antara zat terlarut dengan zat
pelarutnya. Pembentukan fase yang berbeda disebabkan oleh perbedaan polaritas serta massa jenis
yang dimiliki oleh masing-masing pelarut. Berdasarkan literatur yang tersedia massa jenis aquadest
lebih besar dibandingkan massa jenis heksana. Massa jenis suatu pelarut apabila lebih besar
dibandingkan dengan massa jenis pelarut lainnya akan berada pada fase bawah, sedangkan massa
jenis suatu pelarut yang memiliki massa jenis lebih rendah dibandingkan dengan pelarut lainnya
akan berada pada fasa atas. Massa jenis aquadest sebesar0,997 g/cm3, sedangkan massa jenis
heksana adalah 0,665 g/cm3, sehingga fase yang terbentuk adalah aquadest sebagai fasa bawah
(berair) dan heksana sebagai fase atas (organik). Berikut merupakan struktur molekul heksana :

CH3
H3C
Gambar 3. Struktur molekul heksana
Percobaan kedua adalah distribusi solut diantara dua pelarut. Prinsip metode ini didasarkan
pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling
bercampur seperti benzena, karbon tetraklorida atau kloroform. Batasan dari zat terlarut dapat
ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase terlarut (Khopkar,1990). Pelarut pertama
yang digunakan pada percobaan ini adalah asam benzoat dan kafein dalam kloroform. Asam benzoat
yang telah ditimbang sebanyak 0,129 g ditambahkan dalam pelarut 5 mL air dan 5 mL kloroform.
Larutan terbentuk dua lapisan atau dua fase yaitu pada lapisan atas adalah air dan fase bawah adalah
kloroform. Penambahan kloroform dan air yaitu sebagai pelarut, kemudian dikocok. Larutan yang
berada dalam tabung reaksi dikocok agar semua padatan asam benzoat larut dan diamkan beberapa
saat, hal ini bertujuan untuk mengetahui adanya dua lapisan pelarut. Hasil yang diperoleh yaitu air
berada di lapisan atas dan kloroform berada di lapisan bawah. Dua lapisan terbentuk disebabkan
perbedaan massa jenis dan kepolaran antara kloroform dan air seperti pada percobaan satu. Fasa
pada lapisan dibawah adalah kloroform diambil dan dipindahkan ke tabung reaksi yang lain
menggunakan pipet tetes, untuk memisahkan antara air dan senyawa organiknya. Penggunaan
kloroform karena pada percobaan distribusi solut diharapkan terbentuknya endapan saat proses
pemanasan, sehingga pelarut yang digunakan harus bersifat volatil (mudah menguap). Proses
pemisahan ini menggunakan metode dekantasi. Fase lapisan bawah yang telah terpisah pada fasa
lapisan atas ditambahkan MgSO4. Penambahan MgSO4 anhidrat bertujuan untuk mengikat air yang
masih tersisa dalam pelarut organik, sehingga akan membentuk endapan berwarna putih. Reaksi
yang terjadi saat penambahan MgSO4anhidrat, yaitu :
MgSO4(aq) + H2O MgSO4.x H2O(s)
. Terbentuknya endapan putih menandakan bahwa masih ada air di sekitar fase organik (pelarut
organik). Proses selanjutnya adalah memisahkan pelarut organik dengan endapannya dengan cara
dekantasi, sehingga diperoleh senyawa organik saja yaitu kloroform. Senyawa atau pelarut organik
yang telah terpisah dengan pelarut air, selanjutnya dipanaskan menggunakan penangas air.
Pemanasan tersebut bertujuan menguapkan kloroform (pelarut organik) hingga habis,dan hanya
tersisa endapan asam benzoat. Endapan asam benzoat yang terbentuk selanjutnya dikerok dan
ditimbang massanya serta dibandingkan dengan massa asam benzoat awal. Hasil yang diperoleh
adalah padatan asam benzoate sebanyak 0,017 gram, ini artinya dari massa asam benzoat awal 0,125
gram hanya menghasilkan 0,017 gram asam benzoat yang larut dalam kloroform dan sisanya larut
dalam air dan nilai K yang diperoleh sebesar 1,157.
Percobaan selanjutnya adalah distribusi solut diantara dua pelarut menggunakan kafein yang
sebelumnya telah ditimbang terlebih dahulu. Perlakuannya sama dengan perlakuan distribusi solut
diantara dua pelarut yang menggunakan asam benzoat yaitu melarutkannya dalam kloroform dan air
serta ditambahkan MgSO4 untuk mengikat air yang dimungkinkan masih ada pada lapisan
kloroform. Hasil yang diperoleh yaitu bahwa kafein lebih mudah larut di dalam kloroform daripada
air, hal ini telah sesuai dengan literatur. Proses berikutnya tabung reaksi ini kemudian diuapkan
dengan penangas air sampai diperoleh endapan kafein berwarna putih. Endapan kafein yang telah
terbentuk kemudian dikerok dan ditimbang massanya dan dibandingkan dengan massa kafein awal.
Hasil yang diperoleh adalah padatan sebanyak 0,080 gram pada pengulangan pertama dan 0,081
gram pada pengulangan kedua dan nilai K yang diperoleh sebesar 2,778.
Menurut Basset (1994), apabila nilai koefisien distribusi kurang dari 1 menandakan asam
benzoat dan kafein lebih banyak terdistribusi dalam air. Harga koefisien distribusi apabila sama
dengan 1, menandakan jumlah asam benzoat dan kafein yang terdistribusi dalam air setara dengan
jumlah asam benzoat dan kafein yang terdistribusi dalam kloroform. Harga koefisien distribusi
apabila lebih dari 1, menandakan bahwa asam benzoat dan kafein lebih banyak terdistribusi dalam
kloroform.

Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat pada percobaan distribusi solut diantara dua pelarut adalah sebagai
berikut :
1. Mengidentifikasi lapisan organik diantara dua pelarut yang tidak bercampur dengan cara
melihat membandingkan massa jenis kedua pelarut tersebut. Jika massa jenis mempunyai
pelarut 1 lebih besar dengan massa jenis pelarut 2, maka yang merupakan fasa atas adalah
pelarut 2 dan fasa bawahnya adalah pelarut. Cara identifikasi lapisan organik diantara dua
pelarut yang tidak bercampur juga dilihat dari sifat kepolaran kedua pelarut tersebut.
2. Distribusi solut diantara dua pelarut menggunakan asam benzoat dan kafein yang direaksikan
deng pelarut menghasilkan dua fase atau lapisan yang berbeda karena perbedaan berat jenis dan
kepolaran sehingga akan menghasilkan endapan.
Referensi
Alimin M.S, Yunus dan Idris I. 2007. Kimia Analitik.Makassar : UIN Alauddin.
Basset, J., Denny. R. C., Jeffrey. G. H., Mendham, J.(Terjemahan: Pudjaatmaka, A.H). 1994.Buku
ajar Vogel: Kimia analisis kuantitatif anorganik, Edisi keempat. Jakrta: Buku Kedokteran EGC
Jakarta.
Gozan, M. 2006. Pengolahan Air untuk Utilitas Pabrik. Depok: Departemen. Teknik Kimia FTUI.
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta :UI Press. Hal. 274-277
Perry, R.H.1997.“Perry's Chemical Engineers' Handbook” 7 ed.New York: Mc.Graw Hill Book.
Company, Inc.
ScienceLab. 2018. Material Safety Data Sheet of Aquades [Serial Online]. https://www. sciencelab.
com/msds.php?msdsId=9927321 (Diakses pada 7 Oktober 2018).
ScienceLab. 2018. Material Safety Data Sheet of Methylene Chloride [Serial Online]. http://www.
sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927062 (Diakses pada 7 Oktober 2018).
ScienceLab. 2018. Material Safety Data Sheet of Chloform [Serial Online]. https://www.
sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927133 (Diakses pada 7 Oktober 2018).
ScienceLab. 2018. Material Safety Data Sheet of Hxzene [Serial Online]. https://www. sciencelab.
com/msds.php?msdsId=9927321 (Diakses pada 7 Oktober 2018).
ScienceLab. 2018. Material Safety Data Sheet of Benzoat Acid [Serial Online]. http://www.
sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927062 (Diakses pada 7 Oktober 2018).
ScienceLab. 2018. Material Safety Data Sheet of Caffeine [Serial Online]. https://www.
sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927133 (Diakses pada 24 September 2018).
ScienceLab. 2018. Material Safety Data Sheet of Magnesium Sulfat Anhidydrat [Serial Online].
https://www. sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927133 (Diakses pada 7 Oktober 2018).
Underwood, A.L.2001. Analisis Kimia Kuantitas. Jakarta : Erlangga.
Wibawa, I. 2012. Ekstraksi Cair – cair[Serial Online]. https://indrawibawads.Wordpress.com.
(Diakses pada 26 November 2018).
Yazid, E.2005. Kimia Fisika untuk Paramedis.Yogyakarta : Andi.

Saran
Praktikan diharapkan dapat melaksanakan percobaan mengenai distribusi solut diantara dua
pelarut dengan baik dan benar, agar diperoleh hasil yang akurat. Percobaan mengenai distribusi solut
diantara dua pelarut sangat penting dan harus dipahami supaya praktikan mengetahui sifat dari suatu
pelarut yang akan digunakan dalam suatu percobaan. Penimbangan bahan juga harus dilakukan
dengan teliti (hingga diperoleh berat konstan), hal tersebut bertujuan meminimalisir terjadinya
kesalahan pada hasil yang diperoleh saat praktikum.
Nama Praktikan :
Tyara Salsabila A.P
NIM :
171810301004
Kelompok :
3
Nama Asisten :
Kholifatur Rizki Nurfitriani

Anda mungkin juga menyukai