Anda di halaman 1dari 7

TEHNIK MENSKOR

BAB I
PENDAHULUAN
Setelah kita melakukan kegiatan tes terhadap siswa, kegiatan berikutnya adalah
memberikan skor pada setiap lembar jawaban siswa. Kegiatan ini harus dilakukan dengan cermat
karena menjadi dasar bagi kegiatan pengolahan hasil tes sampai menjadi nilai prestasi. Sebelum
melakukan tes, sebaiknya Anda sudah menyusun teknik pemberian skor (penskoran). Bahkan
sebaiknya Anda sudah
berpikir strategi pemberian skor sejak perumusan kalimat pada setiap butir soal. Pada kegiatan
belajar ini akan disajikan pemberian skor pada tes domain kognitif, afektif, dan psikomotor sesuai
dengan pedoman yang telah dikeluarkan oleh Diknas (2004) yang telah dimodifikasi. Membuat
pedoman penskoran sangat diperlukan, terutama untuk soal bentuk uraian dalam tes domain
kognitif supaya subjektivitas Anda dalam memberikan skor dapat diperkecil. Pedoman menyusun
skor juga akan sangat penting ketika Anda melakukan tes domain afektif dan psikomotor peserta
didik. Karena sejak tes belum dimulai, Anda harus dapat menentukan ukuran-ukuran sikap dan
pilihan tindakan dari peserta didik dalam menguasai kompetensi yang dipersyaratkan.
Pada makalah ini, kita akan mempelajari teknik pemberian skor (penskoran) dan prosedur
mengubah skor ke dalam nilai standar pada metode tes. Adapun kompetensi yang harus Anda
kuasai setelah mempelajari tehnik penskoran ini adalah sebagai mahasiswa mampu membuat
pedoman penskoran dan melakukan analisis hasil penilaian proses dan hasil pembelajaran dengan
metode tes. Oleh sebab itu, setelah mempelajari modul ini diharapkan kita memiliki kemampuan
untuk Memberi skor pada berbagai soal metode tes.
Adapun Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui apa itu skor,
cara penggunaannya dalam bentuk tes objektif dan Manfaatnya adalah dapat mengetahui
bagaimana cara menentukan skor dalam berbagai jenis bentuk soal.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi Skoring
Pada hakikatnya pemberian skor (scoring) adalah proses pengubahan jawaban instrumen
menjadi angka-angka yang merupakan nilai kuantitatif dari suatu jawaban terhadap item
dalam instrumen. Angka-angka hasil penilaian selanjutnya diproses menjadi nilai-nilai
(grade).
Skor adalah hasil pekerjaan menyekor (memberikan angka) yang diperoleh dari angka-
angka dari setiap butir soal yang telah di jawab dengan benar, dengan mempertimbangkan
bobot jawaban betulnya. ( Mali El-Bustani)
Maka Penskoring adalah suatu proses pengubahan jawaban-jawaban tes menjadi angka-
angka. Skor adalah hasil pekerjaan menskor yang diperoleh dengan menjumlahkan angka-
angka bagi setiap soal tes yang dijawab betul oleh siswa. Skor maksimum tidak selalu tetap,
karena ditentukan berdasarkan atas banyak serta bobot soal-soal tesnya. Seorang siswa yang
memperoleh skor 40 bagi tes yang menghendaki skor maksimum 40, mempunyai arti bahwa
siswa tersebut sudah menguasai 100% dari tujuan instruksional khusus yang dirancang oleh
guru. Akan tetapi jika skor 40 tersebut diperoleh dari pengerjaan soal tes yang menghendaki
skor maksimum 100, maka skor 40 mencerminkan 40% penguasaan tujuan saja. Dengan
demikian maka angka 40 yang diperoleh oleh seorang siswa setelah ia selesai mengikuti
sebuah tes, belum berbicara apa-apa sebelum diketahui berapa skor maksimum yang
diharapkan jika siswa tersebut dapat mengerjakannya dengan sempurna. Angka 40 ini disebut
skor mentah.
Skor sebenarnya (true score) seringkali juga disebut dengan istilah skor universe – skor
alam (universe score), adalah nilai hipotesis yang sangat tergantung dari perbedaan individu
berkenaan dengan pengetahuan yang dimiliki secara tetap. Sebagai contoh, apabila seseorang
diminta untuk mengerjakan sebuah tes berulangulang, maka rata-rata dari hasil tersebut
menggambarkan resultan dari variasi hasil yang tidak ajek. Inilah gambaran mengenai skor
sebenarnya. Akan tetapi, di dalam praktek tentu tidak mungkin bahwa penilai minta kepada
peserta tes untuk mengerjakan sebuah tes secara berulang-ulang. Gambaran ini hanya untuk
menunjukkan contoh saja dalam menjelaskan pengertian skor sebenarnya. Perbedaan antara
skor yang diperoleh dengan skor sebenarnya, disebut dengan istilah kesalahan dalam
pengukuran atau kesalahan skor, atau dibalik skor kesalahan. Hubungan antara ketiga macam
skor tersebut adalah sebagai berikut:
Skor yang diperoleh = skor sebenarnya + skor kesalahan
Dalam menskor atau menentukan angka, dpat digunakan 3 macam alat bantu yaitu :
1. Pembantu menentukan jawaban yang benar, disebut kunci jawaban
2. Pembantu menyeleksi jawaban yang benar dan yang salah, disebut kunci skoring
3. Pembantu menentukan angka, disebut pedoman penilaian
Adapun pada umumnya, pengolahan data hasil tes menggunakan bantuan statistik.
Menurut Zainal Arifin (2006) dalam pengolahan data hasil test menggunakan empat langkah
pokok yang harus di tempuh.
1) Menskor, yaitu memperoleh skor mentah daritiga jenis alat bantu, yaitu kunci jawaban kunci
scoring dan pedoman konversi.
2) Mengubah skor mentah menjadi skor standar
3) Menkonversikan skor standar kedalam nilai
4) Melakukan analisis soal (jika diperlukan) untuk mengetahui derajat validitas dan realibilitas
soal, tingkat kesukaran soal (difficulty index) dan daya pembeda.

B. Skala penskoring
a. Skala 0 – 10
Dalam penggunaan skala 10, skor aktual siswa ditransfer ke dalam 10 kelompok
nilai, yaitu: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10. Skala 10 ini dipakai di sekolah sesuai dengan
anjuran pada kurikulum 1975, bahwa seorang siswa yang sudah belajar tidak mungkin
pengetahuannya tidak bertambah, apalagi berkurang. Oleh karena itu, nilai 0 (nol)
ditiadakan. sehingga memungkinkan bagi guru untuk penilaian yang lebih halus. Dalam skala
1-10, guru jarang memberikan angka pecahan, misalnya 5,5. Angka 5,5 tersebut kemudian
dibulatkan menjadi 6. Dengan demikian maka rentangan angka 5,5 sampai dengan 6,4
(selisih hamper 1) akan keluar di rapor dalam satu wajah, yaitu angka 6.

b. Skala 0 – 100
Memang diseyogyakan bahwa angka itu merupakan bilangan bulat. Dengan
menggunakan skala 1-10 maka bilangan bulat yang ada masih menunjukkan penilaian yang
agak kasar. Ada sebenarnya hasil prestasi yang berada diantara kedua angka bulat itu. Untuk
itulah maka dengan menggunakan skala 1-100, dimungkinkan melakukan penilaian yang
lebih halus karena terdapat 100 bilangan bulat. Nilai 5,5 dan 6,4 dalam skala 1-10 yang
biasanya dibulatkan menjadi 6, dalam akala 1-100 ini boleh dituliskan dengan 55 dan
64. Nilai dengan menggunakan skala seratus disebut skor T yang bergerak pada interval 0
sampai dengan 100. Nilai dengan menggunakan skala 100 ini didasari oleh nilai z.
c. Skala baku (skor Z dan skor T )
Skala baku (standar) disebut juga skala z, dan nilainya disebut nilai baku atau nilai z.
Dasarnya adalah kurva normal baku yang memiliki nilai rerata = 0 dan simpangan baku s = 1.
Z dengan dimana S adalah simpangan baku dengan rumus
dimana X = skor yang dicapai dan = rata-rata.
d. Skala Huruf (skala lima)
Skala lima disebut juga dengan skala huruf karena nilai akhir tidak dinyatakan dengan
angka (bilangan), malainkan dengan huruf A, B, C, D, dan E. Beberapa pakar evaluasi
pendidikan ada pula yang menggunakan huruf F (failure) arai huruf G (gagal) sebagai
pengganti nilai E.

C. Pemberian Skor Tes pada Domain Kognitif


a. Penskoran pada bentuk soal pilihan ganda
Cara penskoran tes bentuk pilihan ganda ada tiga macam, yaitu: pertama penskoran tanpa ada
koreksi jawaban, penskoran ada koreksi jawaban, dan penskoran dengan butir beda bobot.
1. Penskoran tanpa koreksi, yaitu penskoran dengan cara setiap butir soal yang
dijawab benar mendapat nilai satu (tergantung dari bobot butir soal), sehingga jumlah
skor yang diperoleh peserta didik adalah dengan menghitung banyaknya butir soal yang
dijawab benar. Rumusnya sebagai berikut.
Skor = B/N x 100 (skala 0-100)
Ket : B = banyaknya butir yang dijawab benar
N = adalah banyaknya butir soal
Contohnya adalah sebagai berikut :
Pada suatu soal tes ada 50 butir, Budi menjawab benar 25 butir, maka skor yang dicapai Budi
adalah:
Skor = 25/50 x 100 = 50
2. Penskoran ada koreksi jawaban yaitu pemberian skor dengan memberikan
pertimbangan pada butir soal yang dijawab salah dan tidak dijawab, adapun rumusnya
sebagai berikut:

X 100
S = banyaknya butir yang dijawab salah
P = banyaknya pilihan jawaban tiap butir
N = banyaknya butir soal
Butir soal yang tidak dijawab diberi skor 0
Contoh :
Pada soal bentuk pilihan ganda yang terdiri dari 40 butir soal dengan 4 pilihan tiap butir dan
banyaknya 40 butir, Amir dapat menjawab benar 20 butir, mejawab salah 12 butir, dan tidak
dijawab ada 8 butir, maka skor yang diperoleh Amir adalah:

X 100
Skor = 40
3. Penskoran dengan butir beda bobot yaitu pemberian skor dengan memberikan bobot
berbeda pada sekelompok butir soal. Biasanya bobot butir soal menyesuaikan dengan
tingkatan kognitif (pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi)
yang telah dikontrak guru. Anda juga dapat membedakan bobot butir soal dengan cara lain,
misalnya ada sekelompok butir soal yang dikembangkan dari buku pegangan guru dan
sekelompok yang lain dari luar buku pegangan diberi bobot berbeda, yang pertama satu, yang
lain dua. Adapun rumusnya sebagai berikut:

Bi = banyaknya butir soal yang dijawab benar peserta tes


bi = bobot setiap butir soal
St = skor teoritis (skor bila menjawab benar semua butir soal)
Contoh:
Pada suatu soal tes matapelajaran IPA berjumlah 40 butir yang terdiri dari enam tingkat
domain kognitif diberi bobot sebagai berikut: pengetahuan bobot 1, pemahaman 2, penerapan 3,
analisis 4, sintesis 5, dan evaluasi 6. Yoyok dapat menjawab benar 8 butir soal domain
pengetahuan dari 12 butir, 12 butir dari 20 butir soal pehamanan, 2 butir soal penerapan dari 4
butir, 1 butir
soal analisis dari 2 butir, dan 1 butir soal sintesis dan evaluasi masing-masing 1 butir. Berapakah
skor yang diperoleh Yoyok? Untuk mempermudah memberi skor disusun Tabel 6.1. sebagai
berikut:
Domain butir soal Jumlah butir bi Jlh butir x bi Bi
Pengetahuan 12 1 12 8
Pemahaman 20 2 40 12
Penerapan 4 3 12 2
Analisis 2 4 8 1
Sintesis 1 5 5 1
Evaluasi 1 6 6 1
Jumlah = 40 - St = 83 25

Skor = 63,9 %
Jadi skor yang diperoleh Yoyok adalah 63,9%, artinya Yoyok dapat menguasai
tes matapelajaran IPA sebesar 63,9%
b. Penskoran pada bentuk soal uraian objektif
Pada bentuk soal uraian objektif, biasanya langkah-langkah mengerjakan dianggap sebagai
indikator kompetensi para peserta didik. Oleh sebab itu, sebagai pedoman penskoran dalam soal
bentuk uraian objektif adalah bagaimana langkah-langkahmengerjakan dapat dimunculkan atau
dikuasai oleh peserta didik dalam lembar jawabannya. Untuk membuat pedoman penskoran,
sebaiknya Anda melihat kembali rencana kegiatan pembelajaran untuk mengidentifikasi
indikator-indikator tersebut.Perhatikan contoh berikut.
Indikator : peserta didik dapat menghitung isi bangun ruang (balok) dan mengubah satuan
ukurannya.
Butir soal:
Sebuah bak mandi berbentuk balok berukuran panjang 150 cm, lebar 80 cm, dan tinggi 75 cm.
Berapa literkah isi bak mandi tersebut? (untuk menjawabnya tuliskan langkah-langkahnya!)
langkah Kunci jawaban skor
1 Isi balok = panjang x lebar x tinggi 1
2 = 150cm x 80cm x 75cm 1
3
3 = 900.000 cm (isi balok dlm liter) 1
4 = 900.000/1000 liter 1
5 900 liter 1
Skor maksimum 5
c. Penskoran pada bentuk soal fill-in and completion (tes isian dan melengkapi)
Mengenai cara menilai tes bentuk ini dapat menggunakan rumus : S=R (S=Skor terakhir
atau yang diharapkan, R=jumlah isian yang dijawab betul)
Contoh :
Misalkan sebuah tes berbentuk isian mengandung 30 isian. Ani mengerjakan tes tersebut
23 isian yang betul, 5 isian salah, 2 isian kosong (tidak dijawab). Maka skor ani = 23 (tiap
isian diberi nilai satu).
d. Penskoran pada bentuk soal true-false (tes benar-salah)
Setiap items tes bentuk true-false diberi skor maksimum 1 . jadi, apabila suatu item di jawab
betul (sesuai dengan kunci jawaban), maka skornya adalah 1. Jika dijawab salah maka
skornya 0. Untuk menghitung skor terakhir dari seluruh item biasanya dipergunakan rumus :

S=R–W
Ket : S = skor terakhir atau yang diharapkan
R= Jumlah item yang dijawab betul
W= Jumlah item yang dijawab salah
N = banyaknya option; untuk true false
1 = bilangan tetap
Contoh :
Misal jumlah item true-false (B-S) =20 .Seorang siswa bernama Andi menjawab betul 13
item, dan salah 7 item. Maka skor diperoleh Andi adalah:

S = 13- 7 = 6 , Maka skor Andi adalah 6


e. Penskoran pada bentuk soal matching (tes menjodohkan)
Rumus yang digunakan : S=R
Contoh :
Aldo dapat mengerjakan tes tersebut 7 item betul da 3 item salah. Maka skor yang diperoleh
Aldo = 10-3 = 7 .

D. Mengolah skor mentah menjadi skor standar Z dan T


Skor Z adalah skor yang penjabarannya didasarkan atas unit deviasi standar dari mean.
Mean dinyatakan dalam nol. Dengan kata lain, hanya mengatahui skor mentahnya saja kita
dapat menimbulkan tafsiran yang salah mengenai kecakapan seseorang.

Dengan rumus

Skor T adalah angka skala yang menggunakan dasar mean =50 dan jarak tiap deviasi
standar (DS) = 10 dan jarak deviasi standar (DS) = 10 . Di dalam range -3 sampai dengan +3
DS, T tersebar dari 20 s.d 80 tanpa bilangan-bilangan minus.

Dengan rumus Skor atau Skor T = 10Z +50


Contoh:
Misalkan kita melihat hasil tes ujian SD dari seorang anak bernama Andi sebagai berikut:
Bahasa Indonesia = 65
Matematika = 55
IPS = 70
Dengan sepintas kita bisa memprediksi bahwa kemampuan Andi dalam pelajaran IPS
cukup baik. Tetapi kita bisa mengetahuinya dengan menggunakan mean dan DS itulah bisa
menjabarkan atau mengubah skor-skor yang diperoleh Andi itu menjadi skor Z.

Dengan rumus :

Dengan menggunakan rumus diatas, kita dapat mengubah skor yang dicapai Andi ke
dalam skor Z.

Bahasa Indonesia =

Matematika =

IPS =
Melihat hasil skor Z di atas kita dapat mengatakan bahwa kedudukan Andi dalam Bahasa
Indonesia adalah 1,25 DS di atas mean, untuk matematika 2,5 DS diatas mean, sedangkan
IPS 1,0 dibawah mean. Dengan demikian, justru Andi kurang pandai dalam pelajaran IPS
disbanding dengan teman-temannya dan jauh lebih pandai dalam matematika dan bahasa
Indonesia.
Maka jika skor-skor Andi dirubah ke dalam skor T, akan kita peroleh sebagai berikut:

Dengan rumus :

Bahasa Indonesia =

Matematika =

IPS =

Dengan melihat hasil penjabaran ke dalam skor T di atas,Secara cepat kita dapat
mengatakan bahwa Andi memiliki prestasi yang cukup baik dalam matematika disbanding
dengan teman-teman sekelompoknya, dan kurang baik prestasinya dalam IPS. Ingat bahwa
dengan menjabarkan ke dalam skor T itu kita telah menyamakan besarnya mean dari ketiga mata
pelajaran tersebut, yaitu mean=50
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Secara umum faktor yang mempengaruhi skor adalah hal yang permanen dalam diri siswa,
hal yang temporer dalam diri siswa, penyelenggaraan, dan hal yang tidak pernah
diperhitungkan lainnya. Tes objektif menganut prinsip penskoran dikotomi, benar diberi
angka 1 dan salah diberi angka 0. Sedangkan, tes subjektif menganut prinsip penskoran
politomi,benar diberi angka 1 dan salah tidak diberi angka 0.
2. Penskoran adalah pembuatan skor hasil tes prestasi peserta didik berdasarkan modeltipe soal dan
pembobotannya pada suatu perangkat tes, umumnya hasil penskoran dirupakan dalam bentuk
angka.
3. Untuk bentuk soal tes objektif bisa digunakan rumus yang masing- masing telah di tentukan.
4. Cara menskor soal-soal essay sebaiknya nilai jawaba-jawaban soal essay dalam hubungannya
dengan hasil belajar yang sedang diukur, lalu evaluasilah semua jawaban-jawaban siswa soal
demi soal, dan bukan siswa demi siswa, evaluasilah juga jawaban-jawaban soal essay tanpa
mengetahui identitas atau nama murid yang mengerjakan jawaban itu.
5. Dengan menggunakan pengolahan skor Z dan T kita dapat menentukan keunggulan seorang
siswa dalam masing-masing pelajaran yang sesungguhnya buka hanya memprediksi dengan
melihat nilai seorang siswa tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
http://sagitrikuntireksaayu.blogspot.com/2012/05/pemberian-skor-verifikasi-dan-standar.html
http://pjjpgsd.dikti.go.id/file.php/1/repository/dikti/Mata%20Kuliah%20Awal/Assesme
nt%20Pembelajaran/BAC/assessmen_pembelajaran_6.pdf
Arikunto, Suhasimi.2011.Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.Ed.Revisi, Cet.12.
Jakarta:Bumi Aksara.
Purwanto, Ngalim. 2009. Prinsip-prinsip dan Tehnik Evaluasi Pembelajaran.Bandung: PT
Remaja Rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai