Anda di halaman 1dari 2

MARAU DATANG, PETANI CABAI DI DESA KUTUK TERAPKAN SISTEM IRIGASI M

Air merupakan salah satu komponen fisik yang sangat vital dan dibutuhkan dalam jumlah besar untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Bagi tanaman, air berfungsi diantaranya sebagai penyusun utama
protoplasma, komponen utama pada proses fotosintesis, menjaga tekanan turgor pada tanaman, membantu
proses transpirasi daun, mempermudah akar menembus tanah untuk mencari unsur hara, sebagai pelarut
substansi pada reaksi biokimia dan sebagai pembawa hasil fotosintesis ke seluruh bagian tanaman.

Pada tanaman cabai, air menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman, bahkan menjadi salah satu faktor penentu provitas yang dihasilkan. Kekurangan air menjadi momok
yang selalu menghantui petani cabai pada musim kemarau. Kekurangan air pada tanaman cabai
mengakibatkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan normal, mudah terserang hama dan penyakit, daun
menjadi layu dan bahkan mati. Pada tanaman cabai yang sudah menghasilkan, kekurangan air menyebabkan
buah cabai yang dihasilkan menjadi lebih kecil, keriput dan warna buah menjadi kusam.

Permasalahan yang dihadapi petani hortikultura, khususnya tanaman cabai pada musim kemarau adalah
terbatasnya persediaan air irigasi untuk usaha taninya. Oleh karena itu dibutuhkan inovasi teknologi untuk
mensiasati terbatasnya persediaan air irigasi tersebut. Irigasi mikro dapat menjadi terobosan yang bisa
dilakukan. Teknologi irigasi mikro ini merupakan suatu istilah bagi sistem irigasi yang mengaplikasikan air
hanya di sekitar zona perakaran tanaman. Irigasi mikro ini meliputi irigasi tetes (drip irrigation), microspray
dan sprinker.

Salah satu petani yang memanfaatkan teknologi irigasi mikro adalah Sudarman. Ia merupakan salah satu
petani cabai yang ada di Desa Kutuk, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus. Teknologi irigasi mikro yang
digunakan Sudarman pada lahan cabainya adalah sistem irigasi sprinkler. Irigasi sprinkler menurutnya menjadi
solusi yang efektif dan efisien dalam memanfaatan air irigasi yang jumlahnya terbatas.

“Dengan sistem irigasi sprinkler ini saya tidak terlalu pusing memikirkan tanaman cabai saya akan
kekurangan air. Dengan terbatasnya sumberdaya air irigasi ini saya tetap bisa memenuhi kebutuhan air
tanaman cabai. Caranya dengan menampung air sungai pada “kedokan― atau lubang yang telah dibuat,
baru kemudian air disalurkan ke sprinkler melalui pipa-pipa dengan bantuan mesin pompa air. Dengan sistem
ini saya menjadi lebih hemat air namun kebutuhan tanaman tetap terpenuhi―, Sudarman menjelaskan.

“Untuk luasan 2 kedok (± 3.500 m2) saya menghabiskan biaya sekitar 7 juta rupiah untuk membeli
nozzle sprinkler, pipa paralon (PVC) ½ inchi dan ¾ inchi beserta instalasinya― imbuh Sudarman.
Menurutnya, biaya yang dikeluarkan untuk irigasi sprinkler ini sebanding dengan manfaat yang diperoleh,
apalagi instalasi ini dapat digunakan kembali untuk tanaman cabai yang akan datang.

Irigasi sprinkler yang diterapkan oleh Sudarman telah dimodifikasi, dimana penempatan nozzle berada ± 2
meter diatas tanaman cabai. Dengan modifikasi ini hasil penyiraman dapat menjangkau seluruh areal tanaman
cabai dan memberikan efek seperti air hujan. Efek hujan selain dapat membasahi tanah juga dapat
menciptakan iklim mikro yang mendukung perkembangan tanaman cabai.

Selain itu, irigasi sprinkler juga dapat memberikan beberapa keuntungan, diantaranya petani dapat mengontrol
pemberian air irigasi pada tanaman, menghemat waktu dan tenaga kerja, serta secara bersama dapat
diaplikasikan dengan pupuk atau pestisida.

Page 1/2

Published on cyber extension - Pusluhtan Kementan | Email Sekretariat : cyberextension@gmail.com


 

Ditulis oleh :

Alfian Eko Ardiyanto, SP

PP Muda

NIP. 19860618 201001 1 014

Page 2/2

Published on cyber extension - Pusluhtan Kementan | Email Sekretariat : cyberextension@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai