Anda di halaman 1dari 47

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KARKAS KELINCI REX

PADA UMUR POTONG YANG BERBEDA

GALIH ARI WIRAWAN SIREGAR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pertumbuhan dan


Produksi Karkas Kelinci Rex pada Umur Potong yang Berbeda adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, 31 Oktober 2014

Galih Ari Wirawan Siregar


NIM D151114011
RINGKASAN

GALIH ARI WIRAWAN SIREGAR. Pertumbuhan dan Produksi Karkas Kelinci


Rex pada Umur Potong yang Berbeda. Dibimbing oleh HENNY NURAINI dan
BRAM BRAHMANTIYO.
Rumpun kelinci Rex merupakan salah satu bangsa kelinci yang
dikembangkan di Balai Penelitian Ternak (BALITNAK) sebagai plasma nutfah
kelinci di Indonesia. Bangsa kelinci ini memiliki proporsi tubuh yang baik,
berukuran tubuh medium, jumlah anak perkelahiran 5 ekor dan memiliki
pertulangan yang ringan dan kulit yang tipis sehingga menghasilkan persentase
karkas cukup baik. Di negara beriklim tropis seperti Indonesia, kelinci umumnya
dipanen ketika dewasa pada umur diatas 16 minggu. Data umur potong optimal
pada kelinci dapat dijadikan sebagai acuan saat pemotongan yang baik dan dapat
dijadikan ukuran standar di Indonesia untuk efisiensi pemeliharaan.
Kelinci Rex berkelamin jantan digunakan pada penelitian ini diperoleh
dari induk yang beranak 6 ekor. Ransum penelitian mengandung protein sebesar
18 %, energi metabolis sebesar 2750 kkal kg-1 dan serat kasar sebesar 14 %. Tipe
pemeliharaan secara intensif pada kandang kawat, ukuran kandang indukan
memiliki panjang 75 cm, lebar 60 cm dan tinggi 40 cm, anak lepas sapih
berukuran panjang 75 cm, lebar 45 cm dan tinggi 45 cm. Pengamatan
pertumbuhan, produktivitas komponen karkas dan non karkas dilakukan pada
masing-masing perlakuan umur potong yaitu umur potong 10, 12, 14 dan 16
minggu. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dan data bobot
sapih, bobot potong, data komponen karkas dan non karkas dikoreksi dengan
analisis kovarian lalu dilakukan uji lanjut dengan uji duncan.
Hasil penelitian menunjukkan umur potong berpengaruh terhadap bobot
potong, bobot karkas, bobot daging dan persentase daging dan tulang.
Pertumbuhan komponen non karkas seperti kepala, kaki, saluran pencernaan dan
kulit dipengaruhi oleh umur potong. Proporsi daging dari bobot potong kelinci
tertinggi pada umur 12 minggu. Kelinci Rex dengan umur potong 12 minggu
menghasilkan pertumbuhan, bobot potong, dan produktivitas karkas yang optimal.

Kata kunci: Kelinci, Rex, Umur Potong, Karkas, Non Karkas.


SUMMARY

GALIH ARI WIRAWAN SIREGAR. Growth and Carcass Production of Rex


Rabbits at Different Age of Slaughter. Supervised by HENNY NURAINI and
BRAM BRAHMANTIYO.

Indonesian reseach institute for animal production were developed Rex


rabbit as animal genetic resources. Rex rabbit have good body comformation,
medium on body size and light on bone and skin, which resulting on good
dressing precentage. In tropical countries such as Indonesia, rabbits generally
harvested when mature at the age of over 16 weeks. The data of the optimum
slaughter age of rabbits can used as a standard measurement for slaughter rabbit
in Indonesia.
Male Rex rabbits were used in this study was obtained from doe that had
litter size six kits. Ration in this research were containing 18 % crude protein,
2750 kkal kg-1 of metabolize energy and 14 % crude fiber. Rabbits were raised on
wire cage, size of doe’s cage had a 75 cm of length, 60 cm of width and 40 cm of
high, weaning rabbit cage had a 75 cm of length, 45 cm width and 45 cm high.
Weekly body weight, carcass and non carcass components on each treatment
(slaughter age at 10, 12, 14 and 16 weeks of age) were analyzed. Data were
analyzed using completely randomized design. The data of weaning weight,
slaughter weight, carcass and non carcass component data and non-carcass were
corrected by covariance analysis and a further test with Duncan Multiple Range
Test.
The results showed that slaughter age were effected on slaughter weight,
carcass weight, meat weight and percentage of meat and bone. The growth of non-
carcass components such as heads, feet, gastrointestinal tract and skin are affected
by age. The highest of proportion of meat from rabbits were slaughtered at at 12
weeks of age. Optimum production of Rex rabbit were slaughtered at 12 weeks of
age (growth, slaughter weight, and carcass production).

Keywords : Rabbit, Rex, Slaughter Age, Carcass, Non Carcass.


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KARKAS KELINCI REX
PADA UMUR POTONG YANG BERBEDA

GALIH ARI WIRAWAN SIREGAR

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Rudy Priyanto
Judul Tesis : Pertumbuhan dan Produksi Karkas Kelinci Rex pada Umur
Potong yang Berbeda
Nama : Galih Ari Wirawan Siregar
Nim : D151114011

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Henny Nuraini, MSi Dr Ir Bram Brahmantiyo, MSi


Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Dr Ir Salundik, MSi Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 22 Agustus 2014 Tanggal Lulus:


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013
adalah potensi kelinci Rex dengan judul Pertumbuhan dan Produksi Karkas
Kelinci Rex pada Umur Potong yang Berbeda.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Henny Nuraini, MSi dan Dr Ir
Bram Brahmantiyo, MSi selaku pembimbing. Penghargaan penulis sampaikan
kepada Balai Penelitian Ternak Ciawi, Beasiswa Unggulan Direktur Jendral
Pendidikan Tinggi Indonesia dan Beasiswa Tesis dan Disertasi Dalam Negeri
Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan yang telah
membantu pendanaan penelitian serta keluarga besar kandang kelinci penelitian
Balai Penelitian Ternak (BALITNAK) Ciawi yang telah membantu pengumpulan
data penelitian.
Ungkapan terimakasih kepada ayahanda Ramli Siregar, ibunda
Susilawardhani, kakanda Akhmad Baja Siregar, Wesi Swara Gumilang Siregar
dan adinda Sigit Dian Sasmita Siregar atas segala doa dan perhatian yang
diberikan kepada penulis. Terimakasih kepada keluarga besar Departemen Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan atas ilmu dan pengalaman yang telah
diberikan, rekan-rekan Pascasarjana angkatan 2011 dan 2012 atas dukungannya,
Laboratorium Produksi Ternak Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Institut
Pertanian Bogor.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, 31 Oktober 2014

Galih Ari Wirawan Siregar


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang .................................................................................. 1
Perumusan dan Pendekatan Masalah ................................................. 3
Tujuan Penelitian ............................................................................. 3
Hipotesis Penelitian .......................................................................... 3
Luaran yang Diharapkan .................................................................. 3

2 METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 4
Materi Penelitian ................................................................................. 4
Prosedur Penelitian ........................................................................... 4
Peubah yang diamati ........................................................................ 5
Analisis Data ..................................................................................... 7

3 HASIL DAN PEMBAHASAN


Pertumbuhan Ternak Kelinci ............................................................. 8
Komponen Karkas ............................................................................. 11
Komponen Non Karkas ..................................................................... 13

4 KESIMPULAN
Kesimpulan ...................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 17


xi

DAFTAR TABEL
1 Catatan pertumbuhan dan reproduksi bangsa kelinci Rex 9
2 Rataan bobot lahir, bobot sapih dan bobot potong 9
3 Rataan nilai bobot komponen karkas 11
4 Rataan persentase komponen karkas 12
5 Rataan bobot komponen non karkas 14
6 Rataan bobot komponen non karkas 14

DAFTAR GAMBAR
1 Komponen komersial karkas 6
2 Kurva pertumbuhan kelinci Rex umur 10, 12, 14 dan 16 minggu 10

DAFTAR LAMPIRAN
1 Form/Borang Pertumbuhan Kelinci Rex 20
2 Sidik Ragam Pertumbuhan kelinci Rex 21
3 Sidik Ragam Komponen karkas 22
4 Sidik Ragam Komponen non karkas 23
1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelinci di Indonesia digunakan sebagai ternak peliharaan dan ternak


konsumsi. Pasar dari produk kelinci di Indonesia dominan berada di Pulau Jawa
seperti di Lembang (Jawa Barat), Tawangmangu (Jawa Tengah), Sarangan dan
Batu (Jawa Timur) (Priyanti dan Raharjo 2012). Kelinci yang diternakkan saat ini
berasal dari kelinci liar yang telah mengalami domestikasi. Kelinci merupakan
ternak penghasil protein hewani, kelinci juga memiliki potensi biologis tinggi
seperti kemampuan reproduksi tinggi, perkembangbiakan cepat, tingkat
pertumbuhan yang tinggi, interval kelahiran yang pendek, masa panen yang cepat,
lahan pemeliharaan yang kecil, penggunaan pakan secara efisien dan kemampuan
untuk memanfaatkan hijauan dan limbah pertanian maupun industri pangan
(Hernandez dan Rubio 2001). Kelinci mempunyai potensi dalam menghasilkan
daging, dalam satu tahun kelinci dapat menghasilkan 200 kg daging dari satu ekor
jantan dengan 4 ekor betina siap kawin, sedangkan pada sapi dengan berat badan
awal 250 kg ekor-1 untuk mencapai penambahan produksi daging dengan jumlah
yang sama dapat dicapai dalam waktu satu setengah tahun (Ensminger and
Olentine 1978). Data DITJENNAK tahun 2012 menyatakan pemenuhan
kebutuhan daging yang berasal dari ternak kelinci di Indonesia dari tahun 2010
sampai tahun 2011 meningkat sebesar 71 % atau sekitar 915 140 ekor.
Rumpun kelinci Rex didatangkan dari Amerika ke Indonesia pada tahun
1988. Rumpun kelinci ini merupakan salah satu bangsa kelinci yang
dikembangkan di Balai Penelitian Ternak (BALITNAK) sebagai plasma nutfah
kelinci pedaging di Indonesia (Raharjo dan Brahmantiyo 2013). Rumpun kelinci
ini memiliki proporsi tubuh yang baik, berukuran tubuh medium, bagian
belakangnya membulat, kaki belakangnya kuat, tulang yang kuat, kepalanya lebar
dan telinganya berdiri tegak (Fafarita 2006). Bobot lahir anakan kelinci bangsa
Rex pada populasi kelinci Rex di BALITNAK dari tahun 2005, 2006 sampai 2007
selalu mengalami peningkatan dengan rataan bobot lahir anakan Rex masing-
masing sebesar 50.65, 52.43 dan 52.63 gram ekor-1 pada setiap kelahiran anakan
Rex tersebut (Damayanti 2010). Interval kelahiran bangsa kelinci Rex ± 40 hari,
mortalitas 3.45 %, waktu sapih 28 hari, jumlah anak perkelahiran 5 ekor dan
bobot sapih sebesar 480 g (Brahmantiyo dan Raharjo 2011). Kecepatan
pertumbuhan bangsa Rex di negara-negara subtropis memungkinkan Rex
digunakan sebagai kelinci pedaging ketika berumur 80 hari atau sekitar 11 sampai
12 minggu (fryers) dan telah memiliki rataan bobot badan hidup sebesar 1939 kg
(Hernandez dan Rubio 2001). Bobot badan bangsa kelinci Rex dewasa di negara
subtropis dapat mencapai sekitar 3.4 sampai 4.3 kg (ARBA 1996) sedangkan di
Indonesia (tropis) mencapai 2.7 sampai 3.6 kg (Brahmantiyo dan Raharjo 2011).
Bangsa kelinci Rex memiliki pertulangan yang ringan dan kulit yang tipis
sesampai menghasilkan persentase karkas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kelinci yang mempunyai pertulangan besar dan kulit yang lebih tebal. Produksi
karkas yang dicerminkan dengan perdagingan, perlemakan dan pertulangan
kelinci sangat dipengaruhi oleh bobot potongnya. Semakin tinggi bobot potong
semakin tinggi pula bobot karkasnya. Rataan persentase karkas terhadap bobot
hidup bangsa kelinci Rex pada umur potong 120, 150 dan 180 hari sebesar 54.3,
2

56.6 dan 57.3 % dengan rataan bobot hidup sebesar 2256, 2701 dan 2956 g
(Purnama 2006). Karkas kelinci dan kualitas daging dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Zotte (2002) membaginya ke dalam dua bagian yaitu faktor menengah dan
faktor yang berpengaruh lebih besar dikarenakan berhubungan langsung dengan
permintaan dan kebutuhan konsumen terhadap daging yang akan dikonsumsi.
Faktor menengah terdiri atas pengaruh lingkungan terkait suhu dan cuaca, tipe
pemeliharaan, manajemen pemberian pakan, kondisi sebelum pemotongan dan
kondisi pemingsanan ternak yang dilakukan sebelum pemotongan. Faktor yang
memiliki pengaruh lebih besar terdiri atas pengaruh genetik, faktor biologis terkait
umur dan bobot badan, faktor nutrisi pakan dan faktor teknologi yang digunakan
pasca pemotongan. Faktor teknologi ini berupa mekanisme perlakuan karkas dan
daging setelah dipotong seperti teknis penyimpanan karkas dan daging, kondisi
mikrobiologis, pengemasan, kebersihan peralatan dan pekerja, suhu, lamanya
waktu penyimpanan, transportasi, dan lainnya.
Kelinci merupakan kategori ternak herbivora non ruminansia yang
mempunyai sistem lambung tunggal yang disebut sebagai pseudoruminant.
Menurut Blasco et al. (1992) karkas kelinci terdiri atas karkas panas, karkas
komersial, dan karkas acuan. Karkas panas terdiri atas jantung, hati, ginjal, paru-
paru, oesophagus, trachea dan kepala. Bobot karkas ini ditimbang 15 sampai 30
menit setelah dipotong. Karkas komersial merupakan karkas yang telah melalui
proses rigor mortis dan disimpan pada suhu diantara 0 dan 4 oC. Bobot karkas ini
ditimbang 24 jam setelah pemotongan. Karkas acuan merupakan karkas yang
terdiri atas lemak, daging dan tulang. Bobot karkas ini ditimbang setelah
dipisahkan dari bagian jantung, hati, ginjal, paru-paru, oesophagus, trachea dan
kepala. Bobot non karkas kelinci merupakan bobot yang berasal dari bagian selain
karkas seperti kepala, hati, jantung, paru-paru, ginjal, saluran pencernaan dan
kulit. Organ dalam dan saluran pencernaan disebut dengan offal. Soeparno (2009)
menjelaskan selama masa pertumbuhan postnatal terjadi perbedaan-perbedaan
kadar laju pertumbuhan relatif organ dan jaringan. Jaringan atau organ yang kadar
laju kenaikan bobotnya relatif lebih lambat daripada kenaikan bobot badan selama
periode postnatal, diklasifikasikan sebagai dewasa cepat dan jaringan atau organ
yang menunjukkan sebaliknya, digolongkan sebagai dewasa lambat. Pola
pertumbuhan organ seperti hati, ginjal dan saluran pencernaan bervariasi,
sedangkan organ yang berhubungan dengan digesti dan metabolisme
menunjukkan perubahan bobot yang besar sesuai dengan status nutrisional dan
fisiologi ternak. Bobot non karkas internal (organ dalam) dipengaruhi oleh
kenaikan dan penurunan bobot badan yang cepat dan berat total saluran
pencernaan menurun pada saat mencapai kedewasaan. Pertumbuhan kepala dan
kaki meningkat seiring dengan meningkatnya bobot badan. Pertumbuhan kulit
meningkat seiring meningkatnya massa dari organ dan rangka tubuh.
Bobot potong kelinci dipengaruhi oleh umur potongnya. Penentuan umur
potong pada setiap jenis kelinci berbeda-beda. Hal ini diakibatkan perbedaan laju
pertumbuhan dan masa pubertas pada setiap jenis kelinci. Herman (1995) dan
Lebas et al. (1986) menjelaskan bahwa kelinci berukuran medium memiliki laju
pertumbuhan tinggi pada umur muda dan mengalami masa pubertas lebih cepat
(early mature) dibandingkan kelinci berukuran yang lebih besar. Kelinci
berukuran large memiliki laju pertumbuhan lambat (late mature) dan terus
meningkat seiring peningkatan umur hingga mencapai usia dewasa.
3

Peningkatan laju pertumbuhan pada kelinci menurunkan umur potongnya.


Pola pertumbuhan ini diwariskan kepada keturunannya, ternak yang memiliki
tetua berbobot hidup lebih berat akan menurunkan anak yang bobot hidup lebih
berat pula. Seleksi pada bangsa kelinci Rex dengan kriteria bobot sapih
menunjukkan pada umur 10 minggu sudah mengalami penurunan laju
pertumbuhan. Seleksi ini menurunkan umur dewasa jika ternak dipotong pada
bobot yang telah ditetapkan (konstan), yaitu bobot potong dapat dicapai dalam
waktu yang lebih singkat (Brahmantiyo dan Raharjo 2011).

Perumusan Masalah
Di negara beriklim tropis seperti Indonesia, kelinci umumnya dipanen
ketika dewasa pada umur diatas 16 minggu. Bobot potong pada kelinci dewasa
sebelumnya diasumsikan sebagai bobot kelinci yang maksimal. Belum adanya
data mengenai umur potong yang optimal pada kelinci yang dapat dijadikan
sebagai acuan pada saat pemotongan yang dapat dijadikan ukuran standar di
Indonesia menyebabkan tidak efesiennya masa pemeliharaan ternak pedaging ini.
Penentuan masa panen tidak hanya didasarkan pada bobot potong yang maksimal,
melainkan waktu yang tepat terkait laju pertumbuhan dan perkembangan,
produktivitas karkas yang optimal. Keefesienan produksi ternak kelinci menjadi
titik ukur kesinambungan produksi kelinci pedaging. Permintaan konsumen
terhadap mutu daging kelinci berkaitan dengan bobot dan umur potongnya.
Perbaikan mutu genetik dan seleksi pada kelinci yang dilakukan dengan
berkesinambungan memungkinkan kelinci dipanen pada waktu muda (fryer).
Bobot dan umur potong berkaitan dengan produktivitas karkas dan daging yang
dihasilkan. Minimnya data mengenai produksi kelinci pedaging menjadi dasar
dilakukan pengamatan dan analisis pertumbuhan, produktivitas karkas dan non
karkas bangsa kelinci Rex pada umur potong muda (fryer) yaitu pada umur 10
sampai 16 minggu.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan dapat : (1) mengetahui pola pertumbuhan kelinci


Rex, (2) mengetahui produktivitas karkas dan non karkas kelinci Rex, (3)
mengetahui umur potong yang optimal kelinci Rex.

Hipotesis Penelitian
Umur potong pada bangsa kelinci Rex berpengaruh terhadap produktivitas
komponen karkas dan komponen non karkas.

Luaran yang Diharapkan


Penelitian ini diharapkan dapat : (1) memberikan informasi pertumbuhan
bangsa kelinci Rex dari umur lahir, umur sapih dan umur potong, (2) memberikan
informasi tentang perbandingan waktu potong yang tepat pada kelinci terhadap
produktivitas karkas dan non karkas bangsa kelinci Rex dan diperoleh umur
potong yang tepat dengan produksi tertinggi dan efesiensi terbaik.
4

2 METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Ternak (BALITNAK) dan
Laboratorium Ruminansia Kecil Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor pada bulan Juni 2013
sampai Januari 2014. Lokasi BALITNAK berada di Desa Banjarwaru, Kecamatan
Ciawi, Kabupaten Bogor dengan ketinggian 500 m dpl, suhu udara berkisar antara
22 sampai 28 oC, rataan curah hujan tahunan mencapai 3500 sampai 4000 mm.

Materi Penelitian
Kelinci yang digunakan adalah kelinci Rex sebanyak 16 ekor berjenis
kelamin jantan dengan rata-rata bobot badan lepas sapih X = 529.25 ± 140.67 g.
Produktivitas karkas kelinci dilakukan dengan memotong sejumlah 16 ekor
kelinci Rex. Ransum penelitian menggunakan standar BALITNAK, yaitu
mengandung protein sebesar 18 %, energi metabolis sebesar 2750 kkal kg-1, dan
serat kasar sebesar 14 %. Peralatan yang digunakan adalah kandang kawat untuk
indukan berukuran panjang 75 cm, lebar 60 cm dan tinggi 40 cm, kandang anak
sebelum lepas sapih berupa kotak beranak dengan ukuran panjang 40 cm, lebar 30
cm dan tinggi 25 cm, kandang untuk anak lepas sapih berukuran panjang 75 cm,
lebar 45 cm dan tinggi 45 cm, timbangan digital merk saltorius skala 5 g dan skala
0.1 g, peralatan pemotongan dan diseksi karkas.

Prosedur Penelitian
Mekanisme dan Teknis Pemeliharaan Kelinci
Kandang dan peralatan disiapkan sebelum kelinci masuk kedalam kandang
agar mencegah dari hama dan bibit penyakit. Ternak kelinci yang akan digunakan
sebagai objek penelitian melalui beberapa syarat sebagai berikut: ternak kelinci
dalam keadaan sehat, lincah, tidak cacat dilihat dari bentuk kaki yang lurus dan
lincah, ekor melengkung ke atas lurus merapat ke bagian luar mengikuti tulang
punggung, telinga lurus ke atas dan telinga tidak terasa dingin, mata jernih dan
bulu mengkilat. Seleksi kelahiran anak dari setiap indukan yaitu kurang dari 6
ekor anakan sekelahiran. Penimbangan ternak kelinci secara berkala yaitu bobot
lahir, bobot sapih umur 6 minggu, bobot potong umur 10, 12, 14 dan 16 minggu.
Pakan pelet diberikan secara berkala dan air minum diberikan adlibitum. Pakan
diberikan dua kali, yaitu pada pagi hari pukul 08.30 WIB dan sore hari pada pukul
13.30 WIB. Air minum diganti setiap pagi dengan membersikan dahulu sisa air
minum sebelumnya.

Proses Pemotongan Ternak


Proses pemotongan diawali dengan pemuasaan selama 12 jam (Newton
dan Penman 1990). Penyembelihan dilakukan setelah ternak diseleksi sesuai
dengan umur potong 10, 12, 14 dan 16 minggu, kondisi kesehatan, dan kondisi
fisik (tidak ada cacat selama bawaan lahir maupun selama pemeliharaan). Kelinci
disembelih sesuai syariat Islam dengan memotong 3 saluran yaitu saluran darah
5

(artericarotis dan vena jugularis), saluran pernapasan (trachea) dan saluran


pencernaan (oesophagus) dengan memakai pisau yang tajam, kemudian kelinci
diamati sampai darah tidak lagi keluar yang menandakan bahwa kelinci telah mati
dengan sempurna.

Produktivitas Karkas dan Non Karkas

Setelah kelinci disembelih, kelinci digantung pada salah satu kaki


belakang, dengan membuat irisan pada kulit antara tulang dan tendo sendi kaki
belakang. Kepala dipisahkan pada sendi occipito atlantis. Kemudian kaki depan
depan bagian bawah dan kaki belakang bagian bawah dipotong pada sendi
sikunya dan ditimbang, ekor juga dilepaskan dari pangkalnya, offal dan kulit
dipisahkan secara hati-hati. Karkas dan non karkas seperti jantung, hati, ginjal,
paru-paru, saluran pencernaan, kepala, kaki depan, kaki belakang dipisahkan,
ditimbang dan bagian karkas didinginkan (chilling) didalam refrigerator pada
suhu 4 oC selama 24 jam (Blasco dan Ouhayoun 1996), kemudian dilakukan
pemisahan tulang (boning) untuk mengetahui bobot daging, tulang dan lemak.
Produktivitas non karkas diamati dengan cara menimbang bobot komponen non
karkas agar diketahui bobot jantung, bobot hati, bobot ginjal, bobot paru-paru,
bobot saluran pencernaan, persentase offal, bobot kulit, bobot kepala, bobot kaki
depan dan belakang. Produktivitas karkas yang diamati yaitu bobot karkas,
persentase karkas, bobot daging, persentase bobot daging, bobot tulang,
persentase tulang, bobot lemak, persentase lemak dan rasio daging dengan tulang.

Peubah yang Diamati


Komponen Pertumbuhan

Komponen pertumbuhan terdiri atas indukan, bobot indukan, litter size,


anakan, pertambahan bobot badan, bobot lahir, bobot sapih dan bobot potong.
Indukan terdiri dari sejumlah kelinci berjenis kelamin betina dewasa bangsa
kelinci Rex yang telah diseleksi dan kemudian anakan kelinci yang dilahirkannya
digunakan sebagai sampel untuk diamati pertumbuhan dan produktivitas non
karkas dan karkasnya. Bobot indukan merupakan bobot seekor indukan yang
ditimbang pada periode tertentu. Bobot indukan terdiri atas 2 periode yaitu bobot
indukan pada fase melahirkan yaitu dalam kurun 1 hari setelah melahirkan dan
pada fase anakan disapih. Litter size merupakan jumlah anakan kelinci dalam satu
kali kelahiran dari satu indukan. Litter size yang digunakan sebanyak 6 ekor per
kelahiran dari 10 ekor indukan. Anakan yang digunakan berjenis kelamin jantan.
Anakan jantan tersebut telah melewati proses seleksi.
Pertambahan bobot badan kelinci ditimbang setiap minggu dan terdiri atas
pertambahan bobot badan dari lahir sampai umur sapih dan pertambahan bobot
badan dari sapih sampai umur potong yang berbeda-beda. Bobot lahir kelinci
adalah bobot badan seekor kelinci pada umur 0 hari. Bobot ini ditimbang setelah
ternak dilahirkan oleh induknya. Bobot sapih kelinci adalah bobot badan seekor
kelinci pada umur 6 minggu. Bobot ini ditimbang ketika ternak tersebut
dipisahkan dari induknya setelah periode menyusui selesai. Bobot potong kelinci
adalah bobot badan seekor kelinci pada umur potong tertentu pada masa panen.
Ternak dipuasakan dahulu 12 jam untuk mendapatkan persentase karkas yang
6

lebih baik (Newton dan Penman 1990). Umur potong ternak kelinci yang
digunakan pada penelitian ini adalah umur potong 10, 12, 14 dan 16 minggu.

Komponen Karkas
Komponen karkas terdiri atas bobot karkas, persentase karkas, bobot
daging, persentase daging, tulang, persentase tulang, rasio daging dengan tulang,
lemak dan persentase lemak. Bobot karkas kelinci terdiri atas bobot daging, bobot
tulang, dan bobot lemak. Bobot karkas terbagi 2 yaitu bobot karkas panas dan
bobot karkas dingin. Bobot karkas panas ditimbang setelah ternak dipotong,
dikuliti lalu dikurangi darah, kepala, kaki depan bawah, kaki belakang bawah,
offal dan ekor. Bobot karkas panas ditimbang 15 sampai 30 menit setelah
pemotongan. Bobot karkas dingin ditimbang 24 jam setelah pemotongan, namun
sebelumnya karkas ini didinginkan di refrigerator pada suhu 0 sampai 4 oC
setelah 1 jam setelah pemotongan. Persentase karkas dihitung dengan cara bobot
karkas panas yang ditimbang sebelumnya dibagi dengan bobot potongnya,
kemudian dikalikan 100 % (Blasco et al. 1992).

Gambar 1 Komponen komersial karkas terdiri atas A1-A2: hindleg, B1-B2: loin, C: foreleg, D:
rack. (sumber : www.thecookinginn.com)

Bobot total dari daging kelinci didapat setelah lemak subcutan dan lemak
abdominal dipisahkan dari karkas, kemudian karkas tersebut di deboning sampai
tersisa tulang. Bobot total daging ditimbang setelah dikurangi dari bobot lemak
subcutan, bobot lemak abdominal dan bobot tulang. Persentase daging dihitung
dengan cara bobot daging yang ditimbang sebelumnya dibagi dengan bobot
karkas dingin, kemudian dikalikan 100 %. Bobot tulang kelinci ditimbang dari
tulang hasil deboning yang telah dibersihkan dari otot dan daging. Persentase
tulang dihitung dengan cara bobot tulang yang ditimbang sebelumnya dibagi
dengan bobot karkas dingin, kemudian dikalikan 100 %. Rasio daging dengan
tulang adalah perbandingan total bobot daging dengan total bobot tulang. Bobot
7

lemak kelinci terdiri atas bobot lemak subcutan dan bobot lemak abdominal.
Bobot lemak subcutan ditimbang setelah lemak subcutan mulai dari pangkal leher
sampai ke pangkal ekor dipisahkan dari karkas. Bobot lemak abdominal
ditimbang setelah lemak abdominal yang berada diantara bagian abdominal tubuh
meliputi organ dalam dan saluran pencernaan dipisahkan dari karkas. Persentase
lemak dihitung dengan cara total bobot lemak meliputi bobot lemak subcutan dan
bobot lemak abdominal yang ditimbang sebelumnya dibagi dengan bobot karkas
dingin, kemudian dikalikan 100 %.

Komponen Non Karkas


Komponen non karkas terdiri atas bobot dan persentase kepala, bobot dan
persentase kaki depan dan kaki belakang, bobot dan persentase kulit, bobot dan
persentase offal. Bobot kepala dan persentase kelinci terdiri atas mulai dari bagian
moncong sampai bagian pangkal leher. Bobot ini ditimbang setelah 5 sampai 10
menit pemotongan. Bobot dan persentase kaki depan kelinci terdiri atas sepasang
bobot kaki depan bagian bawah (tulang Radius-ulna). Bobot kaki belakang kelinci
terdiri atas sepasang bobot kaki belakang (tulang Tibia). Bobot ini ditimbang
setelah 5 sampai 10 menit pemotongan. Bobot dan persentase kulit kelinci terdiri
mulai dari kulit bagian pangkal ekor sampai leher. Kulit yang ditimbang adalah
kulit segar yang diambil setelah 5 sampai 10 menit pemotongan. Bobot dan
persentase offal kelinci terdiri atas bobot organ dalam dan bobot saluran
pencernaan. Bobot organ dalam terdiri dari bobot jantung, bobot hati, bobot ginjal
dan bobot paru-paru. Bobot ini ditimbang setelah 5 sampai 10 menit pemotongan.

Analisis Data
Data penelitian ini diolah menggunakan Rancangan Acak Lengkap dan
data dianalisis dengan analisis kovarian dengan 4 perlakuan umur potong.
Kemudian dilakukan uji perbandingan nilai tengah dengan menggunakan uji
Duncan. Data rataan bobot sapih dikoreksi pada rataan bobot lahir, data rataan
bobot potong dikoreksi pada rataan bobot sapih dan data rataan bobot karkas dan
non karkas dikoreksi pada rataan bobot potong. Model matematika adalah :
yij = µ + τi + βxij + εij, i = 1,2, ...a
j = 1,2, ...ni

Keterangan : yij = nilai peubah respon perlakuan berbagai umur


potong tingkat ke-i dan observasi ulangan ke-j.
Xij = nilai covariate pada observasi yang bersesuaian
dengan yij
µ = nilai tengah umum/rataan umum.
τi = pengaruh perlakuan berbagai umur potong ke-i.
β = koefisien regresi linier
i = 1, 2, 3, 4 (perlakuan).
εij = pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.
a = banyaknya kategori pada perlakuan
ni = banyaknya observasi pada kategori ke-i
8

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Ternak Kelinci


Proses pertumbuhan terdiri atas dua aspek yaitu pertumbuhan dan
perkembangan. Pertumbuhan merupakan pertambahan bobot badan per satuan
waktu sampai dewasa tubuh, sedangkan perkembangan merupakan perubahan
dalam komposisi, bentuk serta tinggi tubuh (Lawrie 2003). Pertumbuhan kelinci
dimulai di dalam uterus setelah sel telur betina dibuahi (prenatal), proses
pertumbuhan ini berlangsung 20 sampai 32 hari. Penelitian ini mengamati
pertumbuhan dan perkembangan posnatal kelinci. Bobot indukan dan litter size
pada Tabel 1 dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anakan
kelinci. Hal ini menentukan performa indukan dalam menyusui dan persaingan
anakan dalam mendapatkan susu induk. Kelahiran anak setiap kelahiran yang
optimal adalah menyesuaikan dengan jumlah puting induknya, maka kebutuhan
susu anak akan terpenuhi dan pertumbuhan anak akan meningkat. Bobot lahir
pada Tabel 2 menunjukkan hasil yang tidak berbeda, hal ini menunjukkan bahwa
sampel anakan jantan bangsa kelinci Rex yang digunakan homogen dari masing-
masing indukan. Plasma nutfah kelinci termasuk bangsa kelinci Rex yang
dikembangkan di Balitnak telah mengalami seleksi pada setiap generasi. Rataan
bobot lahir berbanding terbalik dengan jumlah anak setiap kelahiran.
Laju pertumbuhan anak kelinci akan terus meningkat cepat pada satu bulan
pertama sejak lahir dan akan terus bertambah sampai disapih. Kecepatan
pertumbuhan pada anak kelinci dapat mencapai dua kali lipat bobot badannya per
minggu, sehingga pada umur tiga minggu dapat mencapai bobot badan 0.45 kg,
kemudian kelinci mulai mengkonsumsi pakan padat sehingga kecepatan
pertumbuhannya dapat mencapai 30 sampai 50 g perhari antara umur 3 sampai 8
minggu (Rao et al. 1978). Cheeke et al. (1987) melaporkan bahwa pertambahan
bobot badan kelinci yang hidup di daerah tropis dapat mencapai 10 sampai 20 g
per hari. Bobot sapih pada umur 6 minggu (Tabel 2) menunjukkan hasil yang
berbeda (P<0.05). Bobot sapih terendah pada umur 10 minggu sebesar 367.50 ±
60.76 g. Rendahnya bobot sapih kelinci mengambarkan potensi produksi susu
induk dan persaingan antar anak dalam memperoleh susu induk. Hal ini sesuai
dengan jumlah anak sekelahiran tertinggi pada umur 10 minggu (Tabel 1) yang
mengakibatkan rendahnya pertambahan bobot badan dari lahir sampai sapih
(Tabel 1).
Bangsa kelinci Rex jantan yang digunakan dalam penelitian ini
menunjukkan nilai rataan bobot sapih total sebesar 529.25 ± 140.67 g ekor-1. Hasil
ini lebih rendah dari GUPTA et al. (1992) yang memperoleh rataan bobot sapih
pada umur enam minggu berkisar antara 604.78 sampai 717.27 g ekor -1, CSIRO
(2002) dengan rataan sebesar 600.00 g ekor-1 pada bangsa kelinci New Zealand
pada umur 4 sampai 5 minggu, Khalil et al. (2002) dengan rataan sebesar 560 g
ekor-1 dengan range 408 sampai 780 g ekor-1 pada bangsa kelinci Giza White
Rabbit ketika berumur 6 minggu, Brahmantiyo (2008) dengan rataan sebesar
585.35 + 124.92 g ekor-1 dan 623.56 g ekor-1 (Brahmantiyo 2010). Beberapa
peneliti menggunakan masa sapih yang berbeda-beda pada sampel kelinci yang
digunakan. Hal ini diduga karena perbedaan breed menyebabkan perbedaan bobot
badan kelinci pada masa sapih. Bangsa kelinci dengan ukuran lebih besar akan
9

memiliki bobot sapih yang lebih besar daripada bangsa kelinci dengan ukuran
medium.

Tabel 1 Catatan pertumbuhan dan reproduksi bangsa kelinci Rex


Umur (minggu)
Sifat
10 12 14 16
Indukan (ekor) 2 3 2 3
Bobot indukana (g) 2787.50 2722.50 2465.00 2726.67
Bobot indukanb (g) 2527.50 2135.00 2677.50 2435.00
Litter size (ekor
6 3 4 4
kelahiran-1)
Anakanc(ekor) 4 7 5 4
PBBd(g) 52.33 81.43 101.80 71.42
PBBe (g) 59.27 88.38 91.66 71.63
a
Bobot indukan pada saat anakan dilahirkan, Bobot indukan pada saat anakan disapih, cAnakan
b

bangsa kelinci Rex berjenis kelamin jantan yang digunakan sebagai sampel, dPertambahan bobot
badan dari lahir sampai lepas sapih (umur 6 minggu), ePertambahan bobot badan dari lepas sapih
sampai umur potong yang berbeda-beda.

Tabel 2 Rataan bobot lahir, bobot sapih dan bobot potong


Umur (minggu)
Sifat
10 12 14 16
Bobot (g) a
Bobot Lahir 53.54 ± 2.08 54.39 ± 1.62 59.20 ± 6.57 55.25 ± 6.70
Bobot Sapih 367.50 ± 60.76c 547.14 ± 144.02ab 670.00 ± 77.38a 483.75 ± 27.50bc
Bobot Potong 646.25 ± 166.75c 992.86 ± 288.57b 1256.00 ± 159.00ab 1417.50 ± 303.77a
a
Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda berbeda nyata pada taraf
uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Pertumbuhan meliputi pertambahan bobot badan per satuan waktu tertentu


dan perubahan konformasi dari jaringan tubuh sesuai umur dan fungsinya
sehingga disebut dengan tumbuh-kembang. Postweaning merupakan hasil akhir
dari periode menyusui sampai saat disembelih. Perkembangan reproduksi pada
bangsa kelinci berukuran medium lebih cepat yaitu pada umur 4 sampai 5 bulan
dibandingkan bangsa kelinci yang besar yaitu pada umur 5 sampai 8 bulan.
Kelinci jenis pedaging memiliki metabolisme yang efesien dan pertumbuhan yang
cepat, mulai digemukkan pada umur 4 sampai 5 minggu dengan bobot rata-rata
600 g dan siap dipotong pada umur 11 sampai 13 minggu (CSIRO 2002). Kelinci
pedaging yang berumur 70 sampai 90 hari dengan bobot 1 sampai 2 kg
merupakan kategori fryers, sedangkan kelinci yang berumur 90 hari sampai 180
hari dengan bobot 2 sampai 3.5 kg merupakan kategori roasters dan kelinci yang
berumur di atas 180 hari dengan bobot lebih dari 3.5 kg merupakan kategori
stewers. Bobot potong yang tinggi akan menghasilkan bobot karkas yang tinggi
pula. Rataan bobot potong menunjukkan hasil yang berbeda (Tabel 2).
Pertumbuhan meningkat seiring pertambahan umur ternak, bobot potong pada
umur 16 minggu memiliki rataan tertinggi. Nilai rataan bobot potong penelitian
sebesar 1074.25 ± 353.67 g ekor-1 lebih rendah dari penelitian Setiawan (2009)
pada kelinci Rex jantan umur 17 minggu sebesar 1818.00 ± 157.23 g ekor-1 dan
10

Hernandez dan Rubio (2001) yang menunjukkan bahwa Rex umur 13 minggu
memiliki bobot sebesar 1900 sampai 1200 g ekor-1.
Pola pertumbuhan kelinci digambarkan dalam kurva yang berbentuk
sigmoid (S) yang menghubungkan antara umur (minggu) dengan bobot badan (g)
dan pola pertumbuhan ternak tersebut (Sanford 1980). Kurva sigmoid
menunjukkan fase pertumbuhan yang dipercepat (accelerating) pada umur remaja,
sedangkan fase pertumbuhan yang diperlambat (decelerating) dimulai dari umur
remaja sampai dewasa (Hammond dan Browman 1983).

1600.00
1400.00
1200.00
1000.00
Bobot (g)

800.00 Umur 10 minggu

600.00 Umur 12 minggu


Umur 14 minggu
400.00
Umur 16 minggu
200.00
0.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Umur (minggu)

Gambar 2 Kurva pertumbuhan kelinci Rex umur 10, 12, 14 dan 16 minggu

Kelinci muda mengalami pertumbuhan yang cepat dan puncak


pertumbuhan (accelerating) dicapai pada umur delapan minggu (Rao et al. 1979).
Titik belok bobot hidup adalah titik dimana ternak mengalami penurunan
kecepatan pertumbuhan pada satuan waktu titik belok umurnya atau bobot ternak
mencapai masa pubertasnya baik pada jantan maupun betina (Brahmantiyo 2010).
Pada Gambar 2 terlihat pola laju pertumbuhan pada masing masing umur potong
yang menunjukkan kecenderungan meningkat. Selisih nilai rataan terbesar
diantara umur 10 dan 12 minggu sebesar 346.61 g ekor-1. Laju pertumbuhan
menunjukkan kecenderungan menurun hingga mencapai umur 14 dan 16 minggu
sebesar 263.14 dan 161.50 g ekor-1. Pertumbuhan kelinci mencapai umur potong
10 sampai 12 minggu memiliki pola garis pertumbuhan yang stabil dan menanjak.
Pemotongan pada usaha ternak pedaging dilakukan pada saat umur dan bobot
potong yang tepat agar produksi karkas optimal. Semakin tinggi bobot potong
kelinci diharapkan produksi karkas yang dihasilkan juga semakin besar. Kondisi
tersebut sekaligus dapat memperbaiki karakteristik fisik karkas (bobot, persentase
daging, tulang dan lemak karkas). Laju pertumbuhan, status nutrisi, jenis kelamin
dan bobot badan merupakan faktor yang berhubungan erat satu sama lain, secara
sendiri atau kombinasi dapat mempengaruhi komposisi tubuh atau karkas yang
dihasilkan.
11

Komponen Karkas

Kelinci yang dipelihara di daerah tropis menghasilkan karkas sebesar 48 %


dari bobot hidup 1 sampai 2.1 kg. Karkas kelinci merupakan bagian dari tubuh
ternak tanpa darah, kepala, kulit, kaki, ekor, saluran pencernaan berserta isinya
dan isi rongga dada (Soeparno 2009). Karkas terdiri dari tiga jaringan utama yaitu
tulang, daging dan lemak. Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor
sebelum dan sesudah pemotongan terkait bobot karkas, jumlah daging yang
dihasilkan dan kualitas daging dari karkas tersebut. Bobot karkas kelinci jantan
pada waktu muda lebih tinggi daripada bobot karkas betina, karena pertambahan
bobot badan kelinci jantan pada waktu muda lebih tinggi, tetapi selanjutnya bobot
karkas betina lebih tinggi, karena perlemakan pada karkas betina dewasa lebih
besar.

Tabel 3 Rataan bobot komponen karkas


Komponen Umur (minggu)
karkas 10 12 14 16
a
Bobot (g)
Karkas 241.25 ± 96.81c 465.71 ± 136.79b 569.00 ± 92.36ab 648.75 ± 195.68a
Daging 146.25 ± 72.27c 320.60 ± 135.93b 428.44 ± 71.28a 489.25 ± 181.96a
Tulang 85.00 ± 29.72b 91.03 ± 27.93b 156.06 ± 16.95a 149.93 ± 54.23a
L. Subcutan 0.00b 0.00b 0.00b 2.50 ± 0.00a
L. Abdominal 0.00b 0.00b 0.00b 2.50 ± 0.00a
a
Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda berbeda nyata pada taraf
uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Bobot karkas merupakan salah satu peubah yang penting dalam evaluasi
karkas. Bobot karkas kelinci penelitian berbeda nyata seiring dengan meningkat
umur ternak. Bobot karkas kelinci penelitian berbeda nyata seiring dengan
meningkat umur ternak (P<0.05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur
potong mempengaruhi bobot karkas yang dihasilkan (Tabel 3) dan mempengaruhi
persentase karkas dari bobot potong (Tabel 4) yang dihasilkan dari jenis kelinci
Rex. Bobot hidup yang hilang setelah dipotong merupakan penyusutan dari bobot
karkas panas ke karkas dingin, isi saluran pencernaan, massa udara yang terdapat
didalam paru-paru, bobot cairan selain darah tubuh yang terdapat pada tubuh
kelinci semasa ditimbang hidup seperti urine dan selama proses deboning karkas.
Pemuasaan selama 12 jam menyebabkan kelinci lebih banyak minum sehingga
kandungan cairan seperti urin di dalam tubuh meningkat.
Persentase karkas terhadap bobot badan ditentukan oleh bobot badan, jenis
pakan dan pemuasaan sebelum pemotongan (Cheeke et al. 1987). Bobot potong
mempengaruhi persentase karkas. Semakin tinggi bobot potong maka semakin
tinggi persentase karkasnya. Komponen tubuh yang menghasilkan daging akan
selaras dengan ukuran bobot badan. Templeton (1968) menyatakan persentase
karkas kelinci muda (fryer) sebesar 50 sampai 54 % dengan bagian karkas yang
dapat dikonsumsi sebesar 78 sampai 80 %, sedangkan kelinci dewasa (roaster)
menghasilkan persentase karkas sebesar 55 sampai 65 % dengan bagian yang
dapat dikonsumsi sebesar 87 sampai 90 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kelinci Rex dengan rataan kadar bobot karkas sebesar 42 % dari bobot potong
dapat menghasilkan bobot daging sebesar 30 % dan bobot tulang sebesar 11 %
12

dari bobot potong. Hasil penelitian ini lebih rendah dari penelitian Oteku dan
Igene (2006) dengan rataan persentase karkas 48 %; 51 sampai 59 % (Memeith et
al. 2004); 55 sampai 61 % (Bielanski et al. 2000) dari bobot potong. Bobot karkas
tertinggi pada umur 16 minggu (Tabel 3) sebesar 648.75 ± 195.68 g/ekor dengan
persentase 44 % dari bobot potong sedangkan persentase karkas tertinggi pada
umur 14 minggu (Tabel 4) sebesar 45 % dengan bobot 569.00 ± 92.36 g/ekor.
Kadar daging bobot potong kelinci tertinggi pada umur 14 minggu sebesar 35 %
lebih tinggi dari umur potong 16 minggu yang menghasilkan sebesar 33 %.

Tabel 4 Rataan persentase komponen karkas


Umur (minggu)
Peubah
10 12 14 16
Karkas (%) 36.57 ± 5.67b 43.01 ± 7.11ab 45.14 ± 2.09a 44.25 ± 3.50ab
Daging (%) 21.73 ± 4.79c 28.27 ± 5.02b 34.78 ± 1.54a 33.03 ± 5.31ab
Tulang (%) 12.99 ± 1.74a 8.31 ± 0.89c 12.47 ± 0.80a 10.19 ± 1.99b
Rasio
1.67 ± 0.26c 3.42 ± 0.59a 2.80 ± 0.24b 3.27 ± 0.32ab
Daging:Tulang
Keterangan : Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda berbeda
nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Karkas yang ideal mengandung sejumlah otot, kandungan lemak yang


optimal serta tulang yang minimum. Bobot badan kelinci pada peternakan
komersial diharapkan 1.8 sampai 2.7 kg dengan produksi daging 0.9 sampai 1.4
kg dengan persentase karkas sebesar 55 % dan rasio daging dan tulang adalah 5:1.
Persentase daging meningkat seiring peningkatan bobot potong kaki belakang
(hindleg) dan punggung (loin). Daging pada bagian kaki depan (foreleg) tumbuh
dengan konstan (Eviaty 1982). Bobot karkas merupakan salah satu peubah yang
penting dalam evaluasi karkas. Bobot karkas kelinci penelitian berbeda signifikan
seiring dengan meningkat umur ternak. Kelinci Rex penelitian dengan rataan
bobot potong sebesar 1074.25 ± 353.67 g ekor-1 dapat menghasilkan rataan daging
sebesar 348.92 g ekor-1, rataan tulang sebesar 117.86 g ekor-1 dan rataan lemak
sebesar 0.5 g ekor-1. Adanya penurunan setelah menjadi karkas disebabkan
pengurangan jumlah darah dan bobot non karkas. Hasil penelitian ini lebih rendah
dari hasil yang didapat dari penelitian Setiawan (2009) dengan rataan nilai bobot
potong kelinci Rex jantan umur 3 sampai 4 bulan (13 sampai 17 minggu) sebesar
1818.00 ± 157.23 g ekor-1 dapat menghasilkan rataan bobot daging sebesar 692.53
± 121.24 g ekor-1, tulang 185.56 ± 14.85 g ekor-1 dan lemak 25.80 ± 13.83 g ekor-1
dan penelitian Brahmantiyo (2008) yang menyajikan data kelinci Rex jantan
dengan rataan nilai bobot potong 2711.44 g ekor-1 dapat menghasilkan rataan
bobot daging sebesar 1408.61 g ekor-1, tulang 334.17 g ekor-1 dan lemak 125.35 g
ekor-1. Hal ini disebabkan kelinci yang digunakan berusia lebih muda yaitu di
antara 10 sampai 16 minggu dan menghasilkan bobot potong yang lebih rendah.
Pola kenaikan bobot potong seiring dengan kenaikan bobot karkas pada setiap
peningkatan umur. Rataan bobot daging dan tulang pada setiap kenaikan umur
potong menunjukkan hasil yang berbeda (P<0.05).
Tulang merupakan kerangka yang berfungsi sebagai pelindung jaringan
lunak dan organ-organ vital serta sebagai pengungkit aktivitas otot. Tulang
tumbuh pada awal pertumbuhan dan membentuk kerangka kemudian disusul oleh
pertumbuhan urat yang membentuk daging yang menyelimuti kerangka dan lemak
13

tumbuh terakhir pada saat mendekati kemasakan tubuh (Mc Nitt dan Lukefahr
1993). Jaringan tulang dari semua potongan karkas mengalami pertumbuhan
relatif dini dan persentase bobot jaringan tulang akan berkurang dengan
bertambahnya bobot masing-masing potongan karkas. Perkembangan tulang
menentukan ukuran tubuh dan produksi daging seekor ternak dan diharapkan
mempunyai proporsi yang sekecil mungkin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pertumbuhan tulang kelinci Rex tidak stabil dan cenderung menurun pada umur
12 sampai umur 16 minggu. Adanya peningkatan kadar bobot tulang pada umur
14 minggu dan rendahnya kadar bobot tulang pada umur 12 minggu dapat
disebabkan kondisi kesehatan dan lingkungan pemeliharaan. Persentase tulang
menunjukkan hasil yang bervariasi (Tabel 4). Perbedaan rataan jumlah anak yang
dilahirkan menyebabkan perbedaan pertambahan bobot badan (Tabel 1). Seleksi
jumlah anak sekelahiran pada masing-masing induk sebanyak 6 ekor per
kelahiran. Persaingan anakan mendapatkan susu induk mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tulang. Attfield (1977) menyatakan bahwa
kelinci tipe medium dengan pertulangan yang ringan dan kulit yang tipis akan
menghasilkan persentase karkas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelinci
yang mempunyai pertulangan besar dan kulit yang lebih tebal.
Perletakan dan distribusi lemak mempunyai nilai ekonomi penting dalam
produksi daging. Depot lemak merupakan komponen karkas yang masak lambat,
persentase depot lemak meningkat seiring dengan bertambahnya bobot badan.
Distribusi lemak sangat mempengaruhi proporsi jaringan otot karkas. Hal ini
disebabkan proporsi daging dan tulang berkurang sedangkan komponen lemak
bertambah dengan meningkatnya bobot karkas. Pertumbuhan lemak pada kelinci
berlangsung pada umur lebih dari dua bulan yaitu pada bobot badan 1.5 sampai
2.0 kg, tetapi lemak yang dikandungnya lebih kecil dari ternak yang lain. Lemak
pada kelinci pada organ di sekitar rusuk, sepanjang tulang belakang, daerah paha,
sekitar leher, ginjal dan jantung. Kelinci Rex umur 10, 12 dan 14 minggu tidak
memiliki lemak subcutan dan lemak abdominal sedangkan kedua lemak ini mulai
tumbuh pada umur 16 minggu. Kadar lemak karkas kelinci Rex pada umur 16
minggu sebesar 0.4 % dari bobot potong lebih rendah dari hasil penelitian Salvini
et al. (1998) sebesar 6.8 % pada kelinci New Zealand White dengan pakan
campuran hijauan dan pellet yang mengandung protein kasar sebesar 16 %, serat
kasar sebesar 14 % dan lemak sebesar 3 %. Kadar lemak dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu jenis pakan, kandungan lemak pakan, tipe pemeliharaan,
suhu, dan jenis kelamin. Rasio atau perbandingan daging dan tulang dapat
menunjukkan besarnya bagian dari seekor ternak dapat dikonsumsi. Nilai rasio
yang semakin besar maka akan semakin besar pula bagian yang dapat dikonsumsi.
Hasil rataan rasio daging dan tulang penelitian sebesar 2.89 dengan rataan
tertinggi pada umur 12 minggu sebesar 3.42 ± 0.59, hal ini sebanding dengan
tingginya kadar daging dan rendahnya kadar bobot tulang pada umur 12 minggu
(Tabel 4).

Komponen Non Karkas


Kelinci merupakan herbivora non ruminansia yang mempunyai sistem
lambung tunggal yang disebut sebagai pseudoruminant. Bobot non karkas
merupakan bobot yang berasal dari bagian selain karkas seperti kepala, kaki depan
dan kaki belakang, kulit, jantung, hati, ginjal, paru-paru dan saluran pencernaan.
14

Organ dalam dan saluran pencernaan disebut dengan offal. Selama pertumbuhan
postnatal terjadi perbedaan kadar laju pertumbuhan relatif organ dan jaringan.
Jaringan atau organ yang kadar laju kenaikan beratnya relatif lebih lambat
daripada kenaikan berat tubuh selama periode postnatal, diklasifikasikan sebagai
dewasa cepat dan jaringan atau organ yang menunjukkan karakteristik sebaliknya
digolongkan dewasa lambat (Soeparno 2009). Bobot kepala, kaki depan, kaki
belakang dan kulit bangsa kelinci Rex umur potong 10 sampai 16 minggu
meningkat seiring peningkatan umur (Tabel 5). Hal ini sesuai dengan proses
pertumbuhan dan perkembangan ternak pada umumnya.

Tabel 5 Rataan bobot komponen non karkas


Komponen Non Umur (minggu)
Karkas 10 12 14 16
a
Bobot (g)
Kepala 72.25 ± 10.99c 100.71 ± 13.67b 125.00 ± 13.23a 135.00 ± 21.21a
Kaki depan 8.38 ± 2.84c 12.86 ± 2.67bc 12.00 ± 2.74b 18.75 ± 2.50a
Kaki belakang 18.38 ± 5.12c 27.86 ± 6.36b 31.00 ± 5.48ab 37.50 ± 6.45a
Kulit 55.88 ± 20.65d 91.43 ± 32.11c 125.00 ± 31.62b 158.75 ± 40.29a
Jantung 2.50 ± 0.82b 5.00 ± 0.00a 5.00 ± 0.00a 5.00 ± 0.00a
Hati 24.75 ± 7.90 30.71 ± 7.87 39.00 ± 6.52 37.00 ± 22.55
Ginjal 6.63 ± 1.97b 9.29 ± 1.89a 10.00 ± 0.00a 11.25 ± 2.50a
Paru-paru 5.25 ± 1.04 5.71 ± 1.89 5.00 ± 0.00 7.50 ± 2.89
Saluran
179.13 ± 25.45c 211.43 ± 38.59bc 239.00 ± 30.90b 308.75 ± 45.53a
pencernaan
a
Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda berbeda nyata pada taraf
uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Tabel 6 Persentase komponen non karkas Rex


Komponen Non Umur (minggu)
Karkas 10 12 14 16
Persentase (%)a
Kepala 11.41 ± 1.27 9.83 ± 2.84 9.99 ± 0.66 9.47 ± 1.23
Kaki depan 1.29 ± 0.20 1.31 ± 0.59 0.96 ± 0.20 1.32 ± 0.18
Kaki belakang 2.85 ± 0.24 2.68 ± 0.73 2.49 ± 0.49 2.62 ± 0.16
Kulit 8.49 ± 0.89 8.40 ± 1.81 9.88 ± 1.68 11.06 ± 2.02
Jantung 0.39 ± 0.10 0.50 ± 0.19 0.40 ± 0.50 0.36 ± 0.09
Hati 3.79 ± 0.31 2.90 ± 0.84 3.10 ± 0.31 2.84 ± 1.76
Ginjal 1.02 ± 0.12 0.90 ± 0.32 0.80 ± 0.10 0.79 ± 0.12
Paru-paru 0.83 ± 0.15a 0.60 ± 0.39ab 0.40 ± 0.50b 0.50 ± 0.11ab
Saluran
28.46 ± 4.73a 20.38 ± 5.87b 19.12 ± 2.18b 21.77 ± 3.48b
pencernaan
Offal 34.50 ± 4.38a 25.29 ± 7.38b 23.83 ± 2.54b 26.27 ± 5.23ab
a
Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda berbeda nyata pada taraf
uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Hasil pengujian statistik pada Tabel 5 menunjukkan hasil yang berbeda


nyata pada masing-masing organ diatas tetapi menunjukkan hasil yang tidak
berbeda pada persentasenya (Tabel 6). Hal ini membuktikan bahwa kenaikan
umur tidak mempengaruhi persentasenya. Persentase kepala terendah pada umur
16 minggu sebesar 9.47 ± 1.23 g (Tabel 6) lebih tinggi dari persentase kepala
15

bangsa kelinci New Zealand White tertinggi pada umur potong yang sama sebesar
8.0 ± 0.2 g (Oteku dan Igene 2006). Bobot dan persentase kulit dari bangsa kelinci
New Zealand White dan Californian pada penelitian Baimony and Hassanien
(2011) pada umur potong 12 minggu masing-masing sebesar 204 ± 17.7 g (9.20
%) dan 192 ± 12.7 g (8.70 %) lebih tinggi dari bobot dan persentase bangsa
kelinci Rex pada umur yang sama yaitu sebesar 91.43 ± 32.11 g (8.40 %).
Perbedaan bangsa kelinci menunjukkan perbedaan bobot dan persentase organ-
organ tersebut. Pertumbuhan kulit meningkat seiring meningkatnya massa dari
organ dan rangka tubuh. Persentase non karkas seperti kulit, darah, hati, saluran
pencernaan khususnya lambung dan usus kecil menurun seiring peningkatan
bobot hidup.
Pola pertumbuhan organ seperti jantung, hati, ginjal, paru-paru dan saluran
pencernaan menunjukkan hasil yang bervariasi, sedangkan organ yang
berhubungan dengan digesti dan metabolisme menunjukkan perubahan berat yang
besar sesuai dengan status nutrisional dan fisiologis ternak (Soeparno 2009). Hasil
pengujian statistik pada Tabel 5 menunjukkan rataan nilai bobot offal seperti hati
dan paru-paru menunjukkan hasil yang tidak berbeda, sedangkan jantung, ginjal
dan saluran pencernaan menunjukkan hasil yang berbeda. Bobot jantung dan
ginjal kelinci terendah pada umur 10 minggu dan kemudian tidak berbeda setelah
berumur 12 minggu. Hal ini diduga disebabkan belum maksimalnya pertumbuhan
dan perkembangan kedua organ kelinci penelitian pada umur tersebut. Penelitian
Metzger et al. (2003) menunjukkan ada perbedaan nyata persentase hati bangsa
kelinci New Zealand White umur 13 minggu yang dipelihara pada kandang
individu dan kandang kelompok masing-masing yaitu 2.30 g dan 2.42 g. Hasil ini
lebih rendah dari persentase hati bangsa kelinci Rex pada umur potong 12 minggu
dan 14 minggu sebesar 2.90 ± 0.84 g dan 3.10 ± 0.31 g, persentase ini tidak
menunjukkan perbedaan pada setiap kenaikan umur. Pada kelinci umur 10
minggu rataan bobot saluran pencernaan lebih rendah diduga disebabkan oleh
faktor konsumsi. Kelinci akan mengkonsumsi lebih banyak pakan pada setiap
meningkatnya bobot dan umur, hal ini sesuai dengan meningkatnya bobot badan
kelinci pada setiap kenaikan umur. Berat total saluran pencernaan umumnya
menurun pada saat mencapai kedewasaan. Penelitian Setiawan (2009)
menunjukkan bahwa bangsa memiliki berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap offal
yaitu pada bagian jantung dan saluran pencernaan. Pertumbuhan saluran
pencernaan ini diduga dipengaruhi oleh konsumsi pada setiap kenaikan umurnya.
Bobot jantung, hati, ginjal dan paru terus mengalami kenaikan seiring peningkatan
umur 10 sampai 16 minggu. Penelitian Brahmantiyo (2010) menunjukkan bobot
jantung, hati, ginjal dan paru-paru bangsa kelinci Rex umur 20 minggu masing-
masing sebesar 9.72 g, 63.51 g, 13.17 g dan 11.72 g. Hasil ini lebih tinggi dari
bobot jantung, hati, ginjal dan paru-paru bangsa kelinci Rex umur 16 (Tabel 5).
Hal ini menunjukkan bahwa jantung, hati, ginjal dan paru-paru bangsa kelinci Rex
terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan seiring peningkatan umur.
Rataan persentase offal sebesar 26.96 % dari total bobot badan kelinci Rex
dan cenderung tidak stabil. Rataan persentase offal tertinggi pada umur 10 minggu
menunjukkan bahwa pada umur 10 minggu kelinci masih mengalami periode
pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, kemudian setelah umur 10 minggu
menunjukkan kecenderungan menurun. Kenaikan persentase offal pada umur 16
minggu sesuai dengan kenaikan bobot dan persentase saluran pencernaan, ginjal
16

dan paru-paru yang menunjukkan kecenderungan meningkat pada umur 16


minggu sedangkan persentase organ seperti jantung dan hati stabil dan menurun.

4 KESIMPULAN
Kelinci Rex memiliki bobot lahir yang sama, yaitu antara 53.54 sampai 52.90
g ekor-1 dengan bobot sapih berbeda kerena perbedaan jumlah anak sekelahiran,
kelinci dengan jumlah anak sekelahiran enam ekor sebesar 367.50 ± 60.7 g ekor-1
lebih rendah dibandingkan yang jumlah anak sekelahiran empat ekor sebesar
670.00 ± 77.38 g ekor-1. Kelinci Rex sudah dapat dipotong pada umur potong 12
minggu dengan persentase karkas sebesar 43.01 ± 7.11 %, yang tidak berbeda
dengan kelinci umur 14 dan 16 minggu berturut-turut sebesar 45.14 ± 2.09 % dan
44.25 ± 3.50 %. Umur potong optimal pada kelinci Rex juga diperoleh pada umur
12 minggu, dengan rasio daging tulang mencapai 3.42 ± 0.24.
Kelinci Rex adalah kelinci dual purpose dengan produk utama fur berkualitas
dan produk sampingan daging. Pada umur potong 12 minggu kelinci Rex sudah
dapat dipotong, namun belum dapat memenuhi permintaan pasar yang
menginginkan bobot potong minimal 2 kg ekor-1 dan karkas sebesar 1 kg,
sehingga perbaikan genetik melalui seleksi maupun persilangan dapat dilakukan
untuk memperoleh kelinci yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

[ARBA] American Rabbit Breeders Associations. 1996. Official Guidebook to


Raising Better Rabbit and Cavies. Bloomington (US): Illionis, II 61704.
M & D Printing Co. Hendry.
Attfield H D. 1977. Raising rabbits. Mt. Rainer M D. Volunteers in Technical
Assistance (VITA).
[ATTRA] Appropriate Technology Transfer for Rural Areas. 2005. Rabbit
Production [Internet]. [Diunduh 2014 Apr 15]; 5-6:1-13. Tersedia pada:
http://www.isampa.org/Rabbit%20Production%20Notes.doc
Baiomy A A and Hassanien H H M. 2011. Effect of breed and sex on carcass
characteristics and meat chemical composition of New Zealand White and
Californian Rabbits under upper Egyptian environment. Egypt Poult Sci.
31(II):275-284.
Bielanski P, Zajac J, Fijal J, 2000. Effect of genetic variation of growth rate and
meat quality in rabbit. 2000 Jul 4-7 Valencia, Spain. Valencia (ES):
Proceddings of the 7th World Rabbit Congress. hlm 561-566.
Blasco A, Ouhayoun J, Masoero G. 1992. Status of rabbit meat and carcass:
Criteria and terminology. Options Mediterraneennes: IAMZ-CIHEAM.
17:105-120.
Blasco A, Ouhayoun J. 1996. Harmonization of criteria and terminology in rabbit
meat research. J World Rabbit Sci. 4(2):93-99.
Brahmantiyo B. 2008. Kajian Potensi Genetik Ternak Kelinci (Oryctolagus
cuniculus) di Bogor, Jawa Barat dan di Magelang, Jawa Tengah [disertasi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Brahmantiyo B, Raharjo Y C, Martojo H, Mansjoer S S. 2010. Rex, Satin and
Their crossbreed rabbit production. JITV. (2):131-137.
Brahmantiyo B, Raharjo Y C. 2011. Improving Productivity of Rex, Satin and
Reza rabbits through selection. JITV. 16(4):243-252.
[CAFT] Coalition to Abolish the Fur Trade. The reality of commersial rabbit
farming in Europe [Internet]. [Diunduh 2014 Apr 15]; 8-9: 1-12. Tersedia
pada: http://www.caft.org.uk/factsheets/rabbit_fur_report.pdf
Cheeke, P R., N M Patton, S D Lukefahr and J I McNitt. 1987. Rabbit production.
6th ed. The Interstate Printers and Publishers Inc. Danville (US): Illinois.
[CSIRO] Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation. 2002.
Meat Rabbit Farming-an Introduction [Internet]. [Diunduh 2014 Apr 15];
6:1-10. Tersedia pada: http//csiro.au/proprietaryDocuments/CLIrabbit
InfoPack.pdf
Damayanti D V. 2010. Kemajuan Seleksi Bobot Lahir dan Bobot Sapih Kelinci
(Oryctolagus Cuniculus) Rex dan Satin [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor.
De Blass J C, A Tores, M J Fraga, E Perez and J F Calves. 1977. Influence of
weight and age on the body composition of young doe rabbits. J Anim Sci.
45(1):48-53.
Dirjen Peternakan. 2012. Buku Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan
(Livestock and Animal Health Statistics). Jakarta (ID).
18

[DITJENNAK] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012.


Buku Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan (Livestock and Animal
Health Statistics). Jakarta (ID). hlm 127:1-210.
[DITJEN PKH] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2011. Buku Statistik
Peternakan dan Kesehatan Hewan (Livestock and Animal Health
Statistics). Tersedia pada: http://ditjennak.deptan.go.id
Ensminger M E and Olentine Jr C G. 1978. Feed and Feeding. 1st Ed. The
Ensminger Publishing Company. California United States of America.
Eviaty. 1982. Pertumbuhan dan Perkembangan Potongan Karkas pada Kelinci
Lokal [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Fafarita L. 2006. Karakteristik Sifat Kualitatis dan Kuantitatif Kelinci Flemish
Giant, English Spot dan Rex di Kabupaten Magelang [skripsi]. Bogor
(ID): Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Gupta S C, Riyazudin, Gupta N, Gurmej S. 1992. Growth performance of meat
rabbits in semi and tropical conditions in India. J Applied Rabbit Res.
15:766-744.
Gutami L N. 2013. Seleksi Bobot Badan Umur 10 Minggu pada Kelinci
Persilangan Flemish Giant dan Reza [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Hammond J and J C Browman. 1983. Farm Animal. 5th Ed. London (GB). Butter
and Tunner Ltd.
Herman R. 1995. Reproduksi Marmot dan Kelinci. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor. Fakultas Peternakan.
Hernandez J A, Rubio L M S. 2001. Effect of breed and sex on rabbit carcass
yield and meat quality. World Rabbit Sci. 9(2):51-56.
Khalil M H, Baselga M. 2002. The Giza White Rabbit (Egypt). Rabbit genetic
resources in Mediterranean countries. Zaragoza : Ciheam p. 27-36 n. 38.
Lawrie, R A. 2003. Meat Science. 5th Ed. Oxford (GB). Perganon Press.
Lebas F, P Coudet, R Rouvier and H de Rochambeau. 1986. The rabbit,
husbandry, health and production. FAO: Animal Production and Health.
Series no 21. Rome (IT).
McNitt J I and S D Lukefahr. 1993. Breed and environmental effect on
postweaning growth of rabbits. J Anim Sci. 71:1996-2005.
Memieth E, I Radnai, L Sipos. 2004. Comparison of Carcass Traits and Meat
Quality of Hyplus Hybrid, Purebreed Pannon White Rabbit and Their
Crossbreed. Peubla City (MX): 8th World Rabbit Congress. hlm 321-436.
Metzger S, Kustos K, Szendro Z, Szabo A, Eiben C, Nagy I. 2003. The effect of
housing system on carcass traits and meat quality of rabbit. World Rabbit
Sci. 11(1):1-11.
Newton R and Penman S. 1990. A Manual for Small-Scale Rabbit Production.
Oxford (GB) and IBH Publishing Co Pvt Ltd, Calcutta.
Priyanti A, Raharjo Y C. 2012. Market driving to develop rabbit meat products
in Indonesia. Wartazoa 22(3):99-106.
Oteku I T, Igene J O. 2006. Effect of Diet Types and Slaughter Ages on Carcass
Characteristics of The Domestic Rabbits in Humid Southern Nigeria.
Benin (NG): Faculty of Agriculture/The Indigenous Food Process
Research and Technology Development Centre Benin University.
19

Purnama R D. 2006. Evaluasi Karkas dan Kulit Bulu (Fur) Kelinci Rex Jantan
pada Berbagai Umur Potong. Temu Teknis Nasional Fungsional
Pertanian. Ciawi (ID): Bogor.
Raharjo Y C. 1994. Kulit Bulu Kelinci Rex Kualitas dan Potensinya Dalam
Industri Kulit. Proseeding Seminar HAK THT: 27-33
Raharjo Y C, Brahmantiyo B. 2013. Plasma Nutfah Kelinci sebagai Sumber
Pangan Hewani dan Produk Lain Bermutu Tinggi. Proseeding Lokakarya
Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di
Indonesia : Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional.
Rao D R, Chen C P, Sunki G R, Johnson W M. 1978. Effect of weaning and
slaughter ages on rabbit meat production. II Carcass quality and
composition. J Anim Sci. 46:578.
Rao D R, G R Sunki W N, Johnson, C P Chen. 1979. Postnatal growth of new
Zealand White rabbits. J Anim Sci. 44(6):1021-1025.
Sanford J C. 1980. The Domestic Rabbit. 3rd Ed. hlm 1-5:27-33. London (GB):
Granada.
Salvini S, Parpinel M, Gnagnarella P, Maisonneuve P, Turrini A. 1998. Banca
Dati Di Composizione Degli Alimenti Per Studi Epidemiologici in Italia.
hlm 958. Milano (IT): Istituto Europeo di Oncologia.
Setiawan M A. 2009. Karakteristik Karkas, Sifat Fisik dan Kimia Daging Kelinci
Rex dan Kelinci Lokal (Orytolagus Cuniculus) [skripsi]. Bogor (ID):
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID). Gajah Mada
University Press.
Steel R G D, Torrie J H. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan
Biometrik. Edisi Kedua. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Templeton G S. 1968. Domestic Rabbit Production. The Interstate Printers and
Publisher Danville, Illinois. hlm18,28,54-72,142.
Washington. 2005. Raising Rabbit. EB0975: 170.816.A. Washington State
University. England.
Zotte A D. 2002. Perception of rabbit meat quality and major factors influencing
the rabbit carcass and meat quality. J Elsevier Livestock Product Sci
75:11-32.
Lampiran 1
Form/Borang Pertumbuhan Kelinci Rex

Data Penelitian Pertumbuhan Kelinci Rex


Umur 10/12/14/16 Minggu
No. Kandang :
Id. Betina/Doe :
Id. Pejantan/Buck :
Tgl lahir anak :
Paritas ke :
Minggu Ke – (g)
Bobot Hidup Sex Rambut BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB BB
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Tanggal :
Induk & Induk
Anak Anak01
Anak02
Anak03
Anak04
Anak05
Anak06
Anak07
Anak08
Anak09
Anak10
Beri
Pakan Sisa
Konsumsi
Lampiran 2
Sidik Ragam Pertumbuhan kelinci Rex
Sidik Ragam Bobot Lahir
Source DF Sum of Mean F Value Pr > F
Squares Square
Model 3 92.5196621 30.8398874 1.47 0.2611
Error 16 336.3666179 21.0229136
Jumlah 19 428.8862800
Terkoreksi

R-Square Coeff Var Root MSE BS Mean


0.215721 8.247428 4.585075 55.59400

Sidik Ragam Bobot Sapih


Source DF Sum of Mean F Value Pr > F
Squares Square
Model 4 244333.9344 61083.4836 6.96 0.0022
Error 15 131629.8156 8775.3210
Jumlah 19 375963.7500
Terkoreksi

R-Square Coeff Var Root MSE BS Mean


0.649887 17.69989 93.67668 529.2500

Source DF Type III SS Mean F Value Pr > F


Square
Umur 3 243510.6730 81170.2243 9.25 0.0010
Berat Lahir 1 30106.7915 30106.7915 3.43 0.0838

Sidik Ragam Bobot Potong


Source DF Sum of Mean F Value Pr > F
Squares Square
Model 4 1769712.430 442428.108 10.94 0.0002
Error 15 606851.320 40456.755
Jumlah 19 2376563.750
Terkoreksi

R-Square Coeff Var Root MSE BS Mean


0.744652 18.72363 201.1386 1074.250

Source DF Type III SS Mean F Value Pr > F


Square
Umur 3 901013.2769 300337.7590 7.42 0.0028
Berat Sapih 1 354155.2875 354155.2875 8.75 0.0098
Lampiran 3
Sidik Ragam Komponen Karkas
Sidik Ragam Bobot Karkas
Source DF Sum of Mean F Value Pr > F
Squares Square
Model 4 654580.6760 163645.1690 140.00 0.0001
Error 15 17533.0740 1168.8716
Jumlah 19 672113.7500
Terkoreksi

R-Square Coeff Var Root MSE BS Mean


0.973914 7.074757 34.18876 483.2500

Source DF Type III SS Mean F Value Pr > F


Square
Umur 3 6997.2778 2332.4259 2.00 0.1580
Berat Potong 1 271845.8546 271845.8546 232.57 0.0001

Sidik Ragam Bobot Daging


Source DF Sum of Mean F Value Pr > F
Squares Square
Model 4 512023.4492 128005.8623 83.82 0.0001
Error 15 22907.2428 1527.1495
Jumlah 19 534930.6920
Terkoreksi

R-Square Coeff Var Root MSE BS Mean


0.957177 11.19992 39.07876 3489200

Source DF Type III SS Mean F Value Pr > F


Square
Umur 3 2569.4629 856.4876 0.56 0.6490
Berat Potong 1 223269.5892 223269.5892 146.20 0.0001

Sidik Ragam Bobot Tulang


Source DF Sum of Mean F Value Pr > F
Squares Square
Model 4 33662.03924 8415.50981 28.65 0.0001
Error 15 4405.70876 293.71392
Jumlah 19 38067.74800
Terkoreksi

R-Square Coeff Var Root MSE BS Mean


0.884267 14.54105 17.13808 117.8600
Source DF Type III SS Mean F Value Pr > F
Square
Umur 3 4866.13908 1622.04636 5.52 0.0093
Berat Potong 1 12894.58503 12894.58503 43.90 0.0001

Sidik Ragam Bobot Lemak Subkutan


Source DF Sum of Mean F Value Pr > F
Squares Square
Model 4 20.00000000 5.00000000 Infty 0.0001
Error 15 0.00 0.00
Jumlah 19 20.00000000
Terkoreksi

R-Square Coeff Var Root MSE BS Mean


1.000000 0.00 0.00 0.500000

Source DF Type III SS Mean F Value Pr > F


Square
Umur 3 15.04239840 5.01413280 Infty 0.0001
Berat Potong 1 0.00 0.00 - -

Sidik Ragam Bobot Lemak Abdominal


Source DF Sum of Mean F Value Pr > F
Squares Square
Model 4 20.00000000 5.00000000 Infty 0.0001
Error 15 0.00 0.00
Jumlah 19 20.00000000
Terkoreksi

R-Square Coeff Var Root MSE BS Mean


1.000000 0.00 0.00 0.500000

Source DF Type III SS Mean F Value Pr > F


Square
Umur 3 15.04239840 5.01413280 Infty 0.0001
Berat Potong 1 0.00 0.00 - -

Lampiran 4
Sidik Ragam Komponen Non Karkas
Sidik Ragam Bobot Jantung
Source DF Sum of Mean F Value Pr > F
Squares Square
Model 4 20.09365180 5.02341295 39.53 0.0001
Error 15 1.90634820 0.12708988
Jumlah 19 22.000000
Terkoreksi
R-Square Coeff Var Root MSE BS Mean
0.913348 7.922148 0.356497 4.500000

Source DF Type III SS Mean F Value Pr > F


Square
Umur 3 11.26729484 3.75576495 29.55 0.0001
Berat Potong 1 354155.2875 354155.2875 8.75 0.0098

Sidik Ragam Bobot Hati


Source DF Sum of Mean F Value Pr > F
Squares Square
Model 4 580.691363 145.172841 0.97 0.4521
Error 15 2242.758637 149.517242
Jumlah 19 2823.450000
Terkoreksi

R-Square Coeff Var Root MSE BS Mean


0.205667 37.10994 12.22772 32.95000

Source DF Type III SS Mean F Value Pr > F


Square
Umur 3 194.4643740 64.8214580 0.43 0.7321
Berat Potong 1 10.9199341 10.9199341 0.07 0.7907

Sidik Ragam Bobot Ginjal


Source DF Sum of Mean F Value Pr > F
Squares Square
Model 4 67.12041607 16.78010402 8.11 0.0011
Error 15 31.01708393 2.06780560
Jumlah 19 98.13750000
Terkoreksi

R-Square Coeff Var Root MSE BS Mean


0.683943 15.42077 1.437987 9.325000

Source DF Type III SS Mean F Value Pr > F


Square
Umur 3 2.65784405 0.88594802 0.43 0.7356
Berat Potong 1 20.84898750 20.84898750 10.08 0.0063

Sidik Ragam Bobot Paru-paru


Source DF Sum of Mean F Value Pr > F
Squares Square
Model 4 17.58795407 4.39698852 1.37 0.2907
Error 15 48.11204593 3.20746973
Jumlah 19 65.70000000
Terkoreksi
R-Square Coeff Var Root MSE BS Mean
0.267701 30.87829 1.790941 5.800000

Source DF Type III SS Mean F Value Pr > F


Square
Umur 3 11.43335366 3.81111789 1.19 0.3476
Berat Potong 1 1.56652550 1.56652550 0.49 0.4953

Sidik Ragam Bobot Kepala


Source DF Sum of Mean F Value Pr > F
Squares Square
Model 4 12573.05357 3143.26339 58.54 0.0001
Error 15 805.39643 53.69310
Jumlah 19 13378.45000
Terkoreksi

R-Square Coeff Var Root MSE BS Mean


0.939799 6.787918 7.327557 107.9500

Source DF Type III SS Mean F Value Pr > F


Square
Umur 3 544.008364 181.336121 3.38 0.0464
Berat Potong 1 2728.282140 2728.282140 50.81 0.0001

Sidik Ragam Bobot Kaki Depan


Source DF Sum of Mean F Value Pr > F
Squares Square
Model 4 243.3192383 60.8298096 9.57 0.0005
Error 15 95.3182617 6.3545508
Jumlah 19 338.6375000
Terkoreksi

R-Square Coeff Var Root MSE BS Mean


0.718524 19.50347 2.520823 12.92500

Source DF Type III SS Mean F Value Pr > F


Square
Umur 3 84.60697699 28.20232566 4.44 0.0201
Berat Potong 1 20.47638115 20.47638115 3.22 0.0928
Sidik Ragam Bobot Kaki Belakang
Source DF Sum of Mean F Value Pr > F
Squares Square
Model 4 1075.919528 268.979882 15.63 0.0001
Error 15 258.217972 17.214531
Jumlah 19 1334.137500
Terkoreksi

R-Square Coeff Var Root MSE BS Mean


0.806453 14.46919 4.149040 28.67500

Source DF Type III SS Mean F Value Pr > F


Square
Umur 3 43.1377679 14.3792560 0.84 0.4952
Berat Potong 1 308.3266705 308.3266705 17.91 0.0007

Sidik Ragam Bobot Saluran Pencernaan


Source DF Sum of Mean F Value Pr > F
Squares Square
Model 4 47875.73639 11968.93410 16.34 0.0001
Error 15 10985.40111 732.36007
Jumlah 19 58861.13750
Terkoreksi

R-Square Coeff Var Root MSE BS Mean


0.813368 11.69876 27.06215 231.3250

Source DF Type III SS Mean F Value Pr > F


Square
Umur 3 6999.768099 2333.256033 3.19 0.0544
Berat Potong 1 9932.250673 9932.250673 13.56 0.0022

Sidik Ragam Bobot Kulit


Source DF Sum of Mean F Value Pr > F
Squares Square
Model 4 35906.11553 8976.52888 27.49 0.0001
Error 15 4898.02197 326.53480
Jumlah 19 40804.13750
Terkoreksi

R-Square Coeff Var Root MSE BS Mean


0.879963 17.01933 18.07027 106.1750

Source DF Type III SS Mean F Value Pr > F


Square
Umur 3 850.59532 283.53177 0.87 0.4791
Berat Potong 1 11435.12981 11435.12981 35.02 0.0001
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 3


Januari 1989 dari Bapak Ramli Siregar dan Ibu Susilawardhani. Penulis
merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.
Penulis lulus dari Sekolah Dasar Swasta ERIA Yayasan Ani Idrus Medan
tahun 2001, lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Medan tahun 2004,
lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Medan tahun 2007. Penulis
melanjutkan pendidikan program Strata 1 pada Program Studi Ilmu Produksi
Ternak Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
pada tahun 2007 dan lulus pada tahun 2011, kemudian pada tahun 2012 penulis
mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Strata 2 di Program Studi
Ilmu dan Teknologi Peternakan (ITP) Fakultas Peternakan Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor pada semester genap tahun akademik 2011/2012. Penulis
mengikuti program Beasiswa Unggulan pendidikan Pascasarjana dari Direktorat
Pendidikan Tinggi (DIKTI) Kementrian Pendidikan Indonesia pada tahun 2012
dan Beasiswa Tesis dan Disertasi Dalam Negeri Lembaga Pengelola Dana
Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan pada tahun 2013.
Selama mengikuti perkuliahan, Penulis aktif berpartisipasi mengikuti
kegiatan seminar, workshop, dan pelatihan-pelatihan, baik dalam lingkup IPB
maupun dalam lingkup nasional.

Anda mungkin juga menyukai