SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KARKAS KELINCI REX
PADA UMUR POTONG YANG BERBEDA
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Rudy Priyanto
Judul Tesis : Pertumbuhan dan Produksi Karkas Kelinci Rex pada Umur
Potong yang Berbeda
Nama : Galih Ari Wirawan Siregar
Nim : D151114011
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Diketahui oleh
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013
adalah potensi kelinci Rex dengan judul Pertumbuhan dan Produksi Karkas
Kelinci Rex pada Umur Potong yang Berbeda.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Henny Nuraini, MSi dan Dr Ir
Bram Brahmantiyo, MSi selaku pembimbing. Penghargaan penulis sampaikan
kepada Balai Penelitian Ternak Ciawi, Beasiswa Unggulan Direktur Jendral
Pendidikan Tinggi Indonesia dan Beasiswa Tesis dan Disertasi Dalam Negeri
Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan yang telah
membantu pendanaan penelitian serta keluarga besar kandang kelinci penelitian
Balai Penelitian Ternak (BALITNAK) Ciawi yang telah membantu pengumpulan
data penelitian.
Ungkapan terimakasih kepada ayahanda Ramli Siregar, ibunda
Susilawardhani, kakanda Akhmad Baja Siregar, Wesi Swara Gumilang Siregar
dan adinda Sigit Dian Sasmita Siregar atas segala doa dan perhatian yang
diberikan kepada penulis. Terimakasih kepada keluarga besar Departemen Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan atas ilmu dan pengalaman yang telah
diberikan, rekan-rekan Pascasarjana angkatan 2011 dan 2012 atas dukungannya,
Laboratorium Produksi Ternak Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Institut
Pertanian Bogor.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
2 METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 4
Materi Penelitian ................................................................................. 4
Prosedur Penelitian ........................................................................... 4
Peubah yang diamati ........................................................................ 5
Analisis Data ..................................................................................... 7
4 KESIMPULAN
Kesimpulan ...................................................................................... 16
DAFTAR TABEL
1 Catatan pertumbuhan dan reproduksi bangsa kelinci Rex 9
2 Rataan bobot lahir, bobot sapih dan bobot potong 9
3 Rataan nilai bobot komponen karkas 11
4 Rataan persentase komponen karkas 12
5 Rataan bobot komponen non karkas 14
6 Rataan bobot komponen non karkas 14
DAFTAR GAMBAR
1 Komponen komersial karkas 6
2 Kurva pertumbuhan kelinci Rex umur 10, 12, 14 dan 16 minggu 10
DAFTAR LAMPIRAN
1 Form/Borang Pertumbuhan Kelinci Rex 20
2 Sidik Ragam Pertumbuhan kelinci Rex 21
3 Sidik Ragam Komponen karkas 22
4 Sidik Ragam Komponen non karkas 23
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
56.6 dan 57.3 % dengan rataan bobot hidup sebesar 2256, 2701 dan 2956 g
(Purnama 2006). Karkas kelinci dan kualitas daging dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Zotte (2002) membaginya ke dalam dua bagian yaitu faktor menengah dan
faktor yang berpengaruh lebih besar dikarenakan berhubungan langsung dengan
permintaan dan kebutuhan konsumen terhadap daging yang akan dikonsumsi.
Faktor menengah terdiri atas pengaruh lingkungan terkait suhu dan cuaca, tipe
pemeliharaan, manajemen pemberian pakan, kondisi sebelum pemotongan dan
kondisi pemingsanan ternak yang dilakukan sebelum pemotongan. Faktor yang
memiliki pengaruh lebih besar terdiri atas pengaruh genetik, faktor biologis terkait
umur dan bobot badan, faktor nutrisi pakan dan faktor teknologi yang digunakan
pasca pemotongan. Faktor teknologi ini berupa mekanisme perlakuan karkas dan
daging setelah dipotong seperti teknis penyimpanan karkas dan daging, kondisi
mikrobiologis, pengemasan, kebersihan peralatan dan pekerja, suhu, lamanya
waktu penyimpanan, transportasi, dan lainnya.
Kelinci merupakan kategori ternak herbivora non ruminansia yang
mempunyai sistem lambung tunggal yang disebut sebagai pseudoruminant.
Menurut Blasco et al. (1992) karkas kelinci terdiri atas karkas panas, karkas
komersial, dan karkas acuan. Karkas panas terdiri atas jantung, hati, ginjal, paru-
paru, oesophagus, trachea dan kepala. Bobot karkas ini ditimbang 15 sampai 30
menit setelah dipotong. Karkas komersial merupakan karkas yang telah melalui
proses rigor mortis dan disimpan pada suhu diantara 0 dan 4 oC. Bobot karkas ini
ditimbang 24 jam setelah pemotongan. Karkas acuan merupakan karkas yang
terdiri atas lemak, daging dan tulang. Bobot karkas ini ditimbang setelah
dipisahkan dari bagian jantung, hati, ginjal, paru-paru, oesophagus, trachea dan
kepala. Bobot non karkas kelinci merupakan bobot yang berasal dari bagian selain
karkas seperti kepala, hati, jantung, paru-paru, ginjal, saluran pencernaan dan
kulit. Organ dalam dan saluran pencernaan disebut dengan offal. Soeparno (2009)
menjelaskan selama masa pertumbuhan postnatal terjadi perbedaan-perbedaan
kadar laju pertumbuhan relatif organ dan jaringan. Jaringan atau organ yang kadar
laju kenaikan bobotnya relatif lebih lambat daripada kenaikan bobot badan selama
periode postnatal, diklasifikasikan sebagai dewasa cepat dan jaringan atau organ
yang menunjukkan sebaliknya, digolongkan sebagai dewasa lambat. Pola
pertumbuhan organ seperti hati, ginjal dan saluran pencernaan bervariasi,
sedangkan organ yang berhubungan dengan digesti dan metabolisme
menunjukkan perubahan bobot yang besar sesuai dengan status nutrisional dan
fisiologi ternak. Bobot non karkas internal (organ dalam) dipengaruhi oleh
kenaikan dan penurunan bobot badan yang cepat dan berat total saluran
pencernaan menurun pada saat mencapai kedewasaan. Pertumbuhan kepala dan
kaki meningkat seiring dengan meningkatnya bobot badan. Pertumbuhan kulit
meningkat seiring meningkatnya massa dari organ dan rangka tubuh.
Bobot potong kelinci dipengaruhi oleh umur potongnya. Penentuan umur
potong pada setiap jenis kelinci berbeda-beda. Hal ini diakibatkan perbedaan laju
pertumbuhan dan masa pubertas pada setiap jenis kelinci. Herman (1995) dan
Lebas et al. (1986) menjelaskan bahwa kelinci berukuran medium memiliki laju
pertumbuhan tinggi pada umur muda dan mengalami masa pubertas lebih cepat
(early mature) dibandingkan kelinci berukuran yang lebih besar. Kelinci
berukuran large memiliki laju pertumbuhan lambat (late mature) dan terus
meningkat seiring peningkatan umur hingga mencapai usia dewasa.
3
Perumusan Masalah
Di negara beriklim tropis seperti Indonesia, kelinci umumnya dipanen
ketika dewasa pada umur diatas 16 minggu. Bobot potong pada kelinci dewasa
sebelumnya diasumsikan sebagai bobot kelinci yang maksimal. Belum adanya
data mengenai umur potong yang optimal pada kelinci yang dapat dijadikan
sebagai acuan pada saat pemotongan yang dapat dijadikan ukuran standar di
Indonesia menyebabkan tidak efesiennya masa pemeliharaan ternak pedaging ini.
Penentuan masa panen tidak hanya didasarkan pada bobot potong yang maksimal,
melainkan waktu yang tepat terkait laju pertumbuhan dan perkembangan,
produktivitas karkas yang optimal. Keefesienan produksi ternak kelinci menjadi
titik ukur kesinambungan produksi kelinci pedaging. Permintaan konsumen
terhadap mutu daging kelinci berkaitan dengan bobot dan umur potongnya.
Perbaikan mutu genetik dan seleksi pada kelinci yang dilakukan dengan
berkesinambungan memungkinkan kelinci dipanen pada waktu muda (fryer).
Bobot dan umur potong berkaitan dengan produktivitas karkas dan daging yang
dihasilkan. Minimnya data mengenai produksi kelinci pedaging menjadi dasar
dilakukan pengamatan dan analisis pertumbuhan, produktivitas karkas dan non
karkas bangsa kelinci Rex pada umur potong muda (fryer) yaitu pada umur 10
sampai 16 minggu.
Tujuan Penelitian
Hipotesis Penelitian
Umur potong pada bangsa kelinci Rex berpengaruh terhadap produktivitas
komponen karkas dan komponen non karkas.
2 METODE PENELITIAN
Materi Penelitian
Kelinci yang digunakan adalah kelinci Rex sebanyak 16 ekor berjenis
kelamin jantan dengan rata-rata bobot badan lepas sapih X = 529.25 ± 140.67 g.
Produktivitas karkas kelinci dilakukan dengan memotong sejumlah 16 ekor
kelinci Rex. Ransum penelitian menggunakan standar BALITNAK, yaitu
mengandung protein sebesar 18 %, energi metabolis sebesar 2750 kkal kg-1, dan
serat kasar sebesar 14 %. Peralatan yang digunakan adalah kandang kawat untuk
indukan berukuran panjang 75 cm, lebar 60 cm dan tinggi 40 cm, kandang anak
sebelum lepas sapih berupa kotak beranak dengan ukuran panjang 40 cm, lebar 30
cm dan tinggi 25 cm, kandang untuk anak lepas sapih berukuran panjang 75 cm,
lebar 45 cm dan tinggi 45 cm, timbangan digital merk saltorius skala 5 g dan skala
0.1 g, peralatan pemotongan dan diseksi karkas.
Prosedur Penelitian
Mekanisme dan Teknis Pemeliharaan Kelinci
Kandang dan peralatan disiapkan sebelum kelinci masuk kedalam kandang
agar mencegah dari hama dan bibit penyakit. Ternak kelinci yang akan digunakan
sebagai objek penelitian melalui beberapa syarat sebagai berikut: ternak kelinci
dalam keadaan sehat, lincah, tidak cacat dilihat dari bentuk kaki yang lurus dan
lincah, ekor melengkung ke atas lurus merapat ke bagian luar mengikuti tulang
punggung, telinga lurus ke atas dan telinga tidak terasa dingin, mata jernih dan
bulu mengkilat. Seleksi kelahiran anak dari setiap indukan yaitu kurang dari 6
ekor anakan sekelahiran. Penimbangan ternak kelinci secara berkala yaitu bobot
lahir, bobot sapih umur 6 minggu, bobot potong umur 10, 12, 14 dan 16 minggu.
Pakan pelet diberikan secara berkala dan air minum diberikan adlibitum. Pakan
diberikan dua kali, yaitu pada pagi hari pukul 08.30 WIB dan sore hari pada pukul
13.30 WIB. Air minum diganti setiap pagi dengan membersikan dahulu sisa air
minum sebelumnya.
lebih baik (Newton dan Penman 1990). Umur potong ternak kelinci yang
digunakan pada penelitian ini adalah umur potong 10, 12, 14 dan 16 minggu.
Komponen Karkas
Komponen karkas terdiri atas bobot karkas, persentase karkas, bobot
daging, persentase daging, tulang, persentase tulang, rasio daging dengan tulang,
lemak dan persentase lemak. Bobot karkas kelinci terdiri atas bobot daging, bobot
tulang, dan bobot lemak. Bobot karkas terbagi 2 yaitu bobot karkas panas dan
bobot karkas dingin. Bobot karkas panas ditimbang setelah ternak dipotong,
dikuliti lalu dikurangi darah, kepala, kaki depan bawah, kaki belakang bawah,
offal dan ekor. Bobot karkas panas ditimbang 15 sampai 30 menit setelah
pemotongan. Bobot karkas dingin ditimbang 24 jam setelah pemotongan, namun
sebelumnya karkas ini didinginkan di refrigerator pada suhu 0 sampai 4 oC
setelah 1 jam setelah pemotongan. Persentase karkas dihitung dengan cara bobot
karkas panas yang ditimbang sebelumnya dibagi dengan bobot potongnya,
kemudian dikalikan 100 % (Blasco et al. 1992).
Gambar 1 Komponen komersial karkas terdiri atas A1-A2: hindleg, B1-B2: loin, C: foreleg, D:
rack. (sumber : www.thecookinginn.com)
Bobot total dari daging kelinci didapat setelah lemak subcutan dan lemak
abdominal dipisahkan dari karkas, kemudian karkas tersebut di deboning sampai
tersisa tulang. Bobot total daging ditimbang setelah dikurangi dari bobot lemak
subcutan, bobot lemak abdominal dan bobot tulang. Persentase daging dihitung
dengan cara bobot daging yang ditimbang sebelumnya dibagi dengan bobot
karkas dingin, kemudian dikalikan 100 %. Bobot tulang kelinci ditimbang dari
tulang hasil deboning yang telah dibersihkan dari otot dan daging. Persentase
tulang dihitung dengan cara bobot tulang yang ditimbang sebelumnya dibagi
dengan bobot karkas dingin, kemudian dikalikan 100 %. Rasio daging dengan
tulang adalah perbandingan total bobot daging dengan total bobot tulang. Bobot
7
lemak kelinci terdiri atas bobot lemak subcutan dan bobot lemak abdominal.
Bobot lemak subcutan ditimbang setelah lemak subcutan mulai dari pangkal leher
sampai ke pangkal ekor dipisahkan dari karkas. Bobot lemak abdominal
ditimbang setelah lemak abdominal yang berada diantara bagian abdominal tubuh
meliputi organ dalam dan saluran pencernaan dipisahkan dari karkas. Persentase
lemak dihitung dengan cara total bobot lemak meliputi bobot lemak subcutan dan
bobot lemak abdominal yang ditimbang sebelumnya dibagi dengan bobot karkas
dingin, kemudian dikalikan 100 %.
Analisis Data
Data penelitian ini diolah menggunakan Rancangan Acak Lengkap dan
data dianalisis dengan analisis kovarian dengan 4 perlakuan umur potong.
Kemudian dilakukan uji perbandingan nilai tengah dengan menggunakan uji
Duncan. Data rataan bobot sapih dikoreksi pada rataan bobot lahir, data rataan
bobot potong dikoreksi pada rataan bobot sapih dan data rataan bobot karkas dan
non karkas dikoreksi pada rataan bobot potong. Model matematika adalah :
yij = µ + τi + βxij + εij, i = 1,2, ...a
j = 1,2, ...ni
memiliki bobot sapih yang lebih besar daripada bangsa kelinci dengan ukuran
medium.
bangsa kelinci Rex berjenis kelamin jantan yang digunakan sebagai sampel, dPertambahan bobot
badan dari lahir sampai lepas sapih (umur 6 minggu), ePertambahan bobot badan dari lepas sapih
sampai umur potong yang berbeda-beda.
Hernandez dan Rubio (2001) yang menunjukkan bahwa Rex umur 13 minggu
memiliki bobot sebesar 1900 sampai 1200 g ekor-1.
Pola pertumbuhan kelinci digambarkan dalam kurva yang berbentuk
sigmoid (S) yang menghubungkan antara umur (minggu) dengan bobot badan (g)
dan pola pertumbuhan ternak tersebut (Sanford 1980). Kurva sigmoid
menunjukkan fase pertumbuhan yang dipercepat (accelerating) pada umur remaja,
sedangkan fase pertumbuhan yang diperlambat (decelerating) dimulai dari umur
remaja sampai dewasa (Hammond dan Browman 1983).
1600.00
1400.00
1200.00
1000.00
Bobot (g)
Umur (minggu)
Gambar 2 Kurva pertumbuhan kelinci Rex umur 10, 12, 14 dan 16 minggu
Komponen Karkas
Bobot karkas merupakan salah satu peubah yang penting dalam evaluasi
karkas. Bobot karkas kelinci penelitian berbeda nyata seiring dengan meningkat
umur ternak. Bobot karkas kelinci penelitian berbeda nyata seiring dengan
meningkat umur ternak (P<0.05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur
potong mempengaruhi bobot karkas yang dihasilkan (Tabel 3) dan mempengaruhi
persentase karkas dari bobot potong (Tabel 4) yang dihasilkan dari jenis kelinci
Rex. Bobot hidup yang hilang setelah dipotong merupakan penyusutan dari bobot
karkas panas ke karkas dingin, isi saluran pencernaan, massa udara yang terdapat
didalam paru-paru, bobot cairan selain darah tubuh yang terdapat pada tubuh
kelinci semasa ditimbang hidup seperti urine dan selama proses deboning karkas.
Pemuasaan selama 12 jam menyebabkan kelinci lebih banyak minum sehingga
kandungan cairan seperti urin di dalam tubuh meningkat.
Persentase karkas terhadap bobot badan ditentukan oleh bobot badan, jenis
pakan dan pemuasaan sebelum pemotongan (Cheeke et al. 1987). Bobot potong
mempengaruhi persentase karkas. Semakin tinggi bobot potong maka semakin
tinggi persentase karkasnya. Komponen tubuh yang menghasilkan daging akan
selaras dengan ukuran bobot badan. Templeton (1968) menyatakan persentase
karkas kelinci muda (fryer) sebesar 50 sampai 54 % dengan bagian karkas yang
dapat dikonsumsi sebesar 78 sampai 80 %, sedangkan kelinci dewasa (roaster)
menghasilkan persentase karkas sebesar 55 sampai 65 % dengan bagian yang
dapat dikonsumsi sebesar 87 sampai 90 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kelinci Rex dengan rataan kadar bobot karkas sebesar 42 % dari bobot potong
dapat menghasilkan bobot daging sebesar 30 % dan bobot tulang sebesar 11 %
12
dari bobot potong. Hasil penelitian ini lebih rendah dari penelitian Oteku dan
Igene (2006) dengan rataan persentase karkas 48 %; 51 sampai 59 % (Memeith et
al. 2004); 55 sampai 61 % (Bielanski et al. 2000) dari bobot potong. Bobot karkas
tertinggi pada umur 16 minggu (Tabel 3) sebesar 648.75 ± 195.68 g/ekor dengan
persentase 44 % dari bobot potong sedangkan persentase karkas tertinggi pada
umur 14 minggu (Tabel 4) sebesar 45 % dengan bobot 569.00 ± 92.36 g/ekor.
Kadar daging bobot potong kelinci tertinggi pada umur 14 minggu sebesar 35 %
lebih tinggi dari umur potong 16 minggu yang menghasilkan sebesar 33 %.
tumbuh terakhir pada saat mendekati kemasakan tubuh (Mc Nitt dan Lukefahr
1993). Jaringan tulang dari semua potongan karkas mengalami pertumbuhan
relatif dini dan persentase bobot jaringan tulang akan berkurang dengan
bertambahnya bobot masing-masing potongan karkas. Perkembangan tulang
menentukan ukuran tubuh dan produksi daging seekor ternak dan diharapkan
mempunyai proporsi yang sekecil mungkin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pertumbuhan tulang kelinci Rex tidak stabil dan cenderung menurun pada umur
12 sampai umur 16 minggu. Adanya peningkatan kadar bobot tulang pada umur
14 minggu dan rendahnya kadar bobot tulang pada umur 12 minggu dapat
disebabkan kondisi kesehatan dan lingkungan pemeliharaan. Persentase tulang
menunjukkan hasil yang bervariasi (Tabel 4). Perbedaan rataan jumlah anak yang
dilahirkan menyebabkan perbedaan pertambahan bobot badan (Tabel 1). Seleksi
jumlah anak sekelahiran pada masing-masing induk sebanyak 6 ekor per
kelahiran. Persaingan anakan mendapatkan susu induk mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tulang. Attfield (1977) menyatakan bahwa
kelinci tipe medium dengan pertulangan yang ringan dan kulit yang tipis akan
menghasilkan persentase karkas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelinci
yang mempunyai pertulangan besar dan kulit yang lebih tebal.
Perletakan dan distribusi lemak mempunyai nilai ekonomi penting dalam
produksi daging. Depot lemak merupakan komponen karkas yang masak lambat,
persentase depot lemak meningkat seiring dengan bertambahnya bobot badan.
Distribusi lemak sangat mempengaruhi proporsi jaringan otot karkas. Hal ini
disebabkan proporsi daging dan tulang berkurang sedangkan komponen lemak
bertambah dengan meningkatnya bobot karkas. Pertumbuhan lemak pada kelinci
berlangsung pada umur lebih dari dua bulan yaitu pada bobot badan 1.5 sampai
2.0 kg, tetapi lemak yang dikandungnya lebih kecil dari ternak yang lain. Lemak
pada kelinci pada organ di sekitar rusuk, sepanjang tulang belakang, daerah paha,
sekitar leher, ginjal dan jantung. Kelinci Rex umur 10, 12 dan 14 minggu tidak
memiliki lemak subcutan dan lemak abdominal sedangkan kedua lemak ini mulai
tumbuh pada umur 16 minggu. Kadar lemak karkas kelinci Rex pada umur 16
minggu sebesar 0.4 % dari bobot potong lebih rendah dari hasil penelitian Salvini
et al. (1998) sebesar 6.8 % pada kelinci New Zealand White dengan pakan
campuran hijauan dan pellet yang mengandung protein kasar sebesar 16 %, serat
kasar sebesar 14 % dan lemak sebesar 3 %. Kadar lemak dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu jenis pakan, kandungan lemak pakan, tipe pemeliharaan,
suhu, dan jenis kelamin. Rasio atau perbandingan daging dan tulang dapat
menunjukkan besarnya bagian dari seekor ternak dapat dikonsumsi. Nilai rasio
yang semakin besar maka akan semakin besar pula bagian yang dapat dikonsumsi.
Hasil rataan rasio daging dan tulang penelitian sebesar 2.89 dengan rataan
tertinggi pada umur 12 minggu sebesar 3.42 ± 0.59, hal ini sebanding dengan
tingginya kadar daging dan rendahnya kadar bobot tulang pada umur 12 minggu
(Tabel 4).
Organ dalam dan saluran pencernaan disebut dengan offal. Selama pertumbuhan
postnatal terjadi perbedaan kadar laju pertumbuhan relatif organ dan jaringan.
Jaringan atau organ yang kadar laju kenaikan beratnya relatif lebih lambat
daripada kenaikan berat tubuh selama periode postnatal, diklasifikasikan sebagai
dewasa cepat dan jaringan atau organ yang menunjukkan karakteristik sebaliknya
digolongkan dewasa lambat (Soeparno 2009). Bobot kepala, kaki depan, kaki
belakang dan kulit bangsa kelinci Rex umur potong 10 sampai 16 minggu
meningkat seiring peningkatan umur (Tabel 5). Hal ini sesuai dengan proses
pertumbuhan dan perkembangan ternak pada umumnya.
bangsa kelinci New Zealand White tertinggi pada umur potong yang sama sebesar
8.0 ± 0.2 g (Oteku dan Igene 2006). Bobot dan persentase kulit dari bangsa kelinci
New Zealand White dan Californian pada penelitian Baimony and Hassanien
(2011) pada umur potong 12 minggu masing-masing sebesar 204 ± 17.7 g (9.20
%) dan 192 ± 12.7 g (8.70 %) lebih tinggi dari bobot dan persentase bangsa
kelinci Rex pada umur yang sama yaitu sebesar 91.43 ± 32.11 g (8.40 %).
Perbedaan bangsa kelinci menunjukkan perbedaan bobot dan persentase organ-
organ tersebut. Pertumbuhan kulit meningkat seiring meningkatnya massa dari
organ dan rangka tubuh. Persentase non karkas seperti kulit, darah, hati, saluran
pencernaan khususnya lambung dan usus kecil menurun seiring peningkatan
bobot hidup.
Pola pertumbuhan organ seperti jantung, hati, ginjal, paru-paru dan saluran
pencernaan menunjukkan hasil yang bervariasi, sedangkan organ yang
berhubungan dengan digesti dan metabolisme menunjukkan perubahan berat yang
besar sesuai dengan status nutrisional dan fisiologis ternak (Soeparno 2009). Hasil
pengujian statistik pada Tabel 5 menunjukkan rataan nilai bobot offal seperti hati
dan paru-paru menunjukkan hasil yang tidak berbeda, sedangkan jantung, ginjal
dan saluran pencernaan menunjukkan hasil yang berbeda. Bobot jantung dan
ginjal kelinci terendah pada umur 10 minggu dan kemudian tidak berbeda setelah
berumur 12 minggu. Hal ini diduga disebabkan belum maksimalnya pertumbuhan
dan perkembangan kedua organ kelinci penelitian pada umur tersebut. Penelitian
Metzger et al. (2003) menunjukkan ada perbedaan nyata persentase hati bangsa
kelinci New Zealand White umur 13 minggu yang dipelihara pada kandang
individu dan kandang kelompok masing-masing yaitu 2.30 g dan 2.42 g. Hasil ini
lebih rendah dari persentase hati bangsa kelinci Rex pada umur potong 12 minggu
dan 14 minggu sebesar 2.90 ± 0.84 g dan 3.10 ± 0.31 g, persentase ini tidak
menunjukkan perbedaan pada setiap kenaikan umur. Pada kelinci umur 10
minggu rataan bobot saluran pencernaan lebih rendah diduga disebabkan oleh
faktor konsumsi. Kelinci akan mengkonsumsi lebih banyak pakan pada setiap
meningkatnya bobot dan umur, hal ini sesuai dengan meningkatnya bobot badan
kelinci pada setiap kenaikan umur. Berat total saluran pencernaan umumnya
menurun pada saat mencapai kedewasaan. Penelitian Setiawan (2009)
menunjukkan bahwa bangsa memiliki berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap offal
yaitu pada bagian jantung dan saluran pencernaan. Pertumbuhan saluran
pencernaan ini diduga dipengaruhi oleh konsumsi pada setiap kenaikan umurnya.
Bobot jantung, hati, ginjal dan paru terus mengalami kenaikan seiring peningkatan
umur 10 sampai 16 minggu. Penelitian Brahmantiyo (2010) menunjukkan bobot
jantung, hati, ginjal dan paru-paru bangsa kelinci Rex umur 20 minggu masing-
masing sebesar 9.72 g, 63.51 g, 13.17 g dan 11.72 g. Hasil ini lebih tinggi dari
bobot jantung, hati, ginjal dan paru-paru bangsa kelinci Rex umur 16 (Tabel 5).
Hal ini menunjukkan bahwa jantung, hati, ginjal dan paru-paru bangsa kelinci Rex
terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan seiring peningkatan umur.
Rataan persentase offal sebesar 26.96 % dari total bobot badan kelinci Rex
dan cenderung tidak stabil. Rataan persentase offal tertinggi pada umur 10 minggu
menunjukkan bahwa pada umur 10 minggu kelinci masih mengalami periode
pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, kemudian setelah umur 10 minggu
menunjukkan kecenderungan menurun. Kenaikan persentase offal pada umur 16
minggu sesuai dengan kenaikan bobot dan persentase saluran pencernaan, ginjal
16
4 KESIMPULAN
Kelinci Rex memiliki bobot lahir yang sama, yaitu antara 53.54 sampai 52.90
g ekor-1 dengan bobot sapih berbeda kerena perbedaan jumlah anak sekelahiran,
kelinci dengan jumlah anak sekelahiran enam ekor sebesar 367.50 ± 60.7 g ekor-1
lebih rendah dibandingkan yang jumlah anak sekelahiran empat ekor sebesar
670.00 ± 77.38 g ekor-1. Kelinci Rex sudah dapat dipotong pada umur potong 12
minggu dengan persentase karkas sebesar 43.01 ± 7.11 %, yang tidak berbeda
dengan kelinci umur 14 dan 16 minggu berturut-turut sebesar 45.14 ± 2.09 % dan
44.25 ± 3.50 %. Umur potong optimal pada kelinci Rex juga diperoleh pada umur
12 minggu, dengan rasio daging tulang mencapai 3.42 ± 0.24.
Kelinci Rex adalah kelinci dual purpose dengan produk utama fur berkualitas
dan produk sampingan daging. Pada umur potong 12 minggu kelinci Rex sudah
dapat dipotong, namun belum dapat memenuhi permintaan pasar yang
menginginkan bobot potong minimal 2 kg ekor-1 dan karkas sebesar 1 kg,
sehingga perbaikan genetik melalui seleksi maupun persilangan dapat dilakukan
untuk memperoleh kelinci yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Purnama R D. 2006. Evaluasi Karkas dan Kulit Bulu (Fur) Kelinci Rex Jantan
pada Berbagai Umur Potong. Temu Teknis Nasional Fungsional
Pertanian. Ciawi (ID): Bogor.
Raharjo Y C. 1994. Kulit Bulu Kelinci Rex Kualitas dan Potensinya Dalam
Industri Kulit. Proseeding Seminar HAK THT: 27-33
Raharjo Y C, Brahmantiyo B. 2013. Plasma Nutfah Kelinci sebagai Sumber
Pangan Hewani dan Produk Lain Bermutu Tinggi. Proseeding Lokakarya
Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di
Indonesia : Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional.
Rao D R, Chen C P, Sunki G R, Johnson W M. 1978. Effect of weaning and
slaughter ages on rabbit meat production. II Carcass quality and
composition. J Anim Sci. 46:578.
Rao D R, G R Sunki W N, Johnson, C P Chen. 1979. Postnatal growth of new
Zealand White rabbits. J Anim Sci. 44(6):1021-1025.
Sanford J C. 1980. The Domestic Rabbit. 3rd Ed. hlm 1-5:27-33. London (GB):
Granada.
Salvini S, Parpinel M, Gnagnarella P, Maisonneuve P, Turrini A. 1998. Banca
Dati Di Composizione Degli Alimenti Per Studi Epidemiologici in Italia.
hlm 958. Milano (IT): Istituto Europeo di Oncologia.
Setiawan M A. 2009. Karakteristik Karkas, Sifat Fisik dan Kimia Daging Kelinci
Rex dan Kelinci Lokal (Orytolagus Cuniculus) [skripsi]. Bogor (ID):
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID). Gajah Mada
University Press.
Steel R G D, Torrie J H. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan
Biometrik. Edisi Kedua. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Templeton G S. 1968. Domestic Rabbit Production. The Interstate Printers and
Publisher Danville, Illinois. hlm18,28,54-72,142.
Washington. 2005. Raising Rabbit. EB0975: 170.816.A. Washington State
University. England.
Zotte A D. 2002. Perception of rabbit meat quality and major factors influencing
the rabbit carcass and meat quality. J Elsevier Livestock Product Sci
75:11-32.
Lampiran 1
Form/Borang Pertumbuhan Kelinci Rex
Lampiran 4
Sidik Ragam Komponen Non Karkas
Sidik Ragam Bobot Jantung
Source DF Sum of Mean F Value Pr > F
Squares Square
Model 4 20.09365180 5.02341295 39.53 0.0001
Error 15 1.90634820 0.12708988
Jumlah 19 22.000000
Terkoreksi
R-Square Coeff Var Root MSE BS Mean
0.913348 7.922148 0.356497 4.500000