Oleh :
ii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka rumusan masalah yang diangkat dalam
makalah ini meliputi:
a) Bagaimana tingkat permintaan daging sapi di Indonesia
b) Analisis penawaran daging sapi di Indonesia
c) Sistem pemasaran sapi potong di Indonesia
d) Aspek pemasaran dan tata niaga sapi potong dan daging di
Indonesia
1.3 Tujuan
Tujuan dari prnulisan makalah ini adalah untuk
a) Mengetahui tingkat permintaan daging sapi di Indonesia
b) Mengetahui penawaran daging sapi di Indonesia
c) Mengetahui sistem pemasaran sapi potong di Indonesia
2
pertambahan penduduk tidak mampu diimbangi oleh laju pertumbuhan
konsumsi dan pertambahan penduduk tidak mampu diimbangi oleh laju
penngkatan populasi sapi potong. Pada gilirannya, pada kondisi seperti ini
memaksa indonesia untuk selalu melakukan impor, baik dalam bentuk sapi
hidup maupun daging.
Berdasarkan data Badan Ketahanan Pangan Kementan 2010, konsumsi
daging sapi nasional sebesar 1,27 kg per kapita per tahun, Ditjen Peternakan
Kementan sebesar 1,7 kg per kapita per tahun, Asosiasi Pengusaha Importir
Daging Indonesia (Aspidi) 2,1 kg per kapita per tahun dan Asosiasi Feedloter
Indonesia (Apfindo) 2,09 kg per kapita per tahun.Selanjutnya Menurut data
Susenas (2002) yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi
daging sapi dan jeroan masyarakat Indonesia sebesar 2,14
kg/kapita/tahun.Tingginya tingkat konsumsi sapi di indonesia disebabkan
oleh 1) jumlah penduduk penduduk selalu meningkat dari tahun ke tahun
dengan tingkat pertumbuhan sebesar 1,49 % per tahun; 2) konsumsi daging
per kapita mengalami peningkatan dari waktu ke waktu sebesar 0,1
kg/kapita/tahun.
Untuk melihat kebutuhan dan proyeksi kebutuhan daging sapi secara
Nasional dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1. Proyeksi Kebutuhan Daging sapi Tahun 2000,2010 dan Tahun 2020.
Jumlah Konsumsi Produksi Prosentase
Penduduk Daging Daging (000 Pemotongan kenaikan
NO Tahun (Jiwa) kg/kapita/tahun ton)/tahun (ekor/Tahun). (%)
1. 2000 206 Juta 1,72 kg 350,7 1,75 juta –
2. 2010 242,4 juta 2,72 kg 654,4 3,3 juta 88,6
3. 2020 281 juta 3,72 kg 1,04 juta 5,2 juta 197
Sumber data Susenas (2002)
Dari data tersebut diatas diperkirakan populasi sapi potong pad tahun
2009 hanya mampu memasok 60 % dari total kebutuhan daging dalam
negeri.Kondisi seperti ini sangat mengkhawatirkan karena suatu saat akan
terjadi kondisi dimana kebutuhan daging sapi dalam negeri sangat tergantung
3
kepada import.Dengan demikian, ketergantungan tersebut tentu akan
mempengaruhi harga sapi lokal.Namun disisi lain dengan adanya kebutuhan
akan daging yang semakin meningkat, membuka peluang usaha dalam
Agribisnis sapi potong
4
Penawaran peternakan rakyat
Selisih harga daging sapi dengan harga ternak sapi berpengaruh negatif
dan nyata secara statistik terhadap penawaran peternakan rakyat. Semakin
besar perbedaan harga kedua barang tersebut, yang dapat disebabkan oleh
naiknya harga daging sapi sedangkan harga ternak tetap atau harga daging
sapi tetap sedangkan harga sapi turun, peternak akan mengurangi
penawarannya.
Peternak, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang respon terhadap
perubahan selisih harga tersebut, dengan nilai elastisitas jangka pendek –1,11
dan jangka panjang –1,36. Perilaku ini menunjukkan bahwa peternak tidak
bersedia jika sebagian besar marjin keuntungan hanya diterima oleh
pedagang. Pada daerah dimana peternak akses terhadap informasi harga,
peternak akan selalu mengikuti dan mengetahui perkembangan harga
tersebut, sebaliknya pada daerah dimana peternak
tidak akses pada informasi harga.
Penawaran industri peternakan rakyat (feedlotter) memberikan pengaruh
negatif dan nyata secara statistik terhadap penawaran peternakan rakyat.
Namun demikian penawaran peternakan rakyat tidak responsif terhadap
perubahan penawaran industri peternakan rakyat. Hal ini antara lain
disebabkan oleh pangsa produksi daging sapi dari industri peternakan rakyat
masih relatif kecil dan dikonsumsi oleh konsumen tertentu pada daerah
tertentu pula, terutama konsumen menengah ke atas di daerah perkotaan,
khususnya Jawa Barat dan DKI Jakarta.
Tingkat suku bunga bank memberikan pengaruh negatif, namun pada
usaha peternakan rakyat pengaruhnya tidak nyata. Sebagian besar
peternakan rakyat belum menggunakan fasilitas bank sebagai sumber modal
usaha. Bank digunakan hanya untuk menabung hasil usaha. Beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar peternak memperoleh hasil
usaha dari hasil usahatani secara menyeluruh, dan adanya prosedur tertentu
untuk memperoleh kredit di bank membuat mereka enggan menggunakan
fasilitas kredit tersebut. (M.SYUKUR, 1993).
5
Konsumsi daging sapi
Harga daging sapi berpengaruh negatif dan nyata secara statistik terhadap
konsumsi daging sapi. Tingkat konsumsi daging sapi responsif terhadap
perubahan harga, walaupun dalam jangka pendek nilai elastisitasnya sudah
mendekati satu (-1,05), sedangkan dalam jangka panjang nilai elastisitasnya –
1,39. Dengan demikian daging sapi masih merupakan barang mewah bagi
sebagian masyarakat Indonesia yang dikonsumsi hanya pada waktu-waktu
tertentu saja. Kenyataan ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh RUSASTRA (1987), NASUTION (1983), dan SUDARYANTO,
SYAHYUTI, dan SOEDJANA (1995)
Jumlah peternak
No Pembeli langsung %
(Orang)
1 Belantik 46 74.19
2 Penganyar 2 3.23
6
3 Pedagang antar pulau 14 22.58
Jumlah 62 100.00
Sebagian besar peternak (74.19) memilih menujual sapinya secara
langung kepada belantik. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh
Suparta (2007) yang meyatakan bahwa peternak umumnya lebih senang
konsentrasi di proses produksi yang senantiasa dekat dengan ternaknya,
sehingga mereka lebih senang menyerahka pemasaran hasilnya kepada orang
atau lembaga lain.
Pasar hewan merupakan salah satu sarana pendukung untuk membantu
kelancaran dalam pemasaran.Pada umumnya kegiatan pasar hewan biasanya
dibuka dua kali seminggu,para peternak diharapkan menjual sapinya secara
langsung ke pasar hewan sehingga rantai pasar lebih pendek sehingga akan
mendapakan harga yang lebih baik .Namun demikian, hanya sebagian kecil
dari peternak melakukan penjualan dengan membawa sapinya langsung ke
pasar hewan.(Sukanata, et. al. ,2010).
Ada beberapa alas an mengapa peternak enggan menjual sapinya
langsung ke pasar hewan antara lain : adanya permainan pasar (Mafia pasar)
seperti permainan timbangn, resiko jika tidak laku harus membawa pulang
kembali,biaya transportasi dan informasi pasar yang kurang. Di samping itu
keengganan peternak menjual langung ke pasar hewan juga dipengaruhi oleh
kurangnya jiwa entrepreneurship atau jiwa dagang pada sebagian besar
peternak.
Secara umum harga sapi di pasar hewan dipengaruhi oleh penawaran dan
permintaan. Meningkatnya penawaran sapi dipasar dapat berpengaruh
negative terhadap harga dan sebaliknya. Sedangkan permitaan sapi potong
dapat berpengaruh positif terhadap harga dan sebaliknya.Penawaran
dipengaruhi oleh beberapa faktor utama antara lain produksi,tahun ajaran
baru dan hari raya. Saat-saat menjelang tahun ajaran baru penawaran sapi di
pasar umumnya meningkat dibandingkan pada hari-hari biasa, karena pada
waktu ini banyak peternak menjual sapinya untuk membiayai keperluan anak
sekolah. Hari raya juga berpengaruh terhadap penawaran sapi. Pada saat-saat
menjelang hari raya banyak peternak menjual sapi dengan harapan untuk
7
memperoleh harga yang lebih tinggi. Sedangkan permintaan sapi potong di
Bali dipengaruhi oleh beberapa faktor utama seperti permintaan pedagang
antar pulau, dan impor. Peningkatan permintaan pedagang antar pulau dapat
meningkatkan harga di pasar, dan sebaliknya.
8
III. KESIMPULAN
9
DAFTAR PUSTAKA
SYUKUR, M., SUMARYANTO, dan C. MUSLIM. 1993. Pola Pelayanan Kredit untuk
Masyarakat Berpendapatan Rendah di Pedesaan Jawa Barat. Forum
Agro Ekonomi. Vol. 11 (2): 1–13. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi
Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor.
10